28
gambaran misalnya Amerika Serikat yang berbentuk negara federal tidak memiliki kebijakan umum secara nasional
terkait dengan penggunaan senjata api dan bahan peledak. Basis regulasi ada di masing-masing negara bagian,
sehingga dapat dipastikan antara satu negara bagian dengan negara bagian lain memiliki aturan yang tidak sama
berhubungan dengan regulasi senjata api dan bahan peledak. Sebaliknya misalnya negara dengan bentuk negara
kesatuan seperti
Jepang yang
mengintegrasikan pembatasan dan pelarangan penggunaan senjata api dan
bahan peledak secara nasional.
14
3. Perspektif Regulasi Senjata Api dan Bahan Peledak.
Mengacu pada latar belakang dan alasan penggunaan regulasi senjata api dan bahan peledak, maka regulasi
senjata api dan bahan peledak juga mengacu pada empat perspektif. Empat perspektif ini untuk mempertegas
berbagai alasan yang akan diramu atau dikelompokkan menjadi empat perspektif yakni:
Pertama, kebijakan regulasi senjata api dan bahan peledak didasari pada upaya untuk penegakan hukum dan
kewibawaan negara. Pada perspektif ini, semua yang terkait
14
Lebih lanjut misalnya lihat Zimring FE and Hawkins G. 1997. Crime is Not the Problem
– Lethal Violence in America. New York: Oxford University Press. Terutama Bab 3.
bphn
29
dengan beredarnya senjata api dan bahan peledak sebagai bagian dari penegakan hukum. Negara dihadapkan pada
upaya menjaga agar kewibawaannya tetap terjaga dengan melakukan pembatasan dan atau pelarangan atau juga
membebaskan sama sekali penggunaan senjata api dan bahan peledak dengan kedewasaan dan kesehatan mental
penggunanya. Negara akan makin memiliki kewibawaan apabila semua yang terkait dengan penyalahgunaan senjata
api dan bahan peledak dapat diproses secara hukum dengan dilakukan secara sistematis dan bertanggung jawab. Pada
perspektif ini idealnya kepolisian menjadi aktor keamanan yang mengelola secara penuh. Pada konteks ini juga Polisi
harus memiliki kualifikasi yang handal untuk dapat memetakan dan menguasai berbagai jenis senjata api dan
bahan peledak beserta permasalahannya. Kedua, regulasi senjata api dan bahan peledak dengan
perspektif ancaman keamanan nasional. Pada konteks ini negara menjadikan ancaman keamanan nasional sebagai
basis dasar pembuatan kebijakan dan regulasi senjata api dan bahan peledak.
Negara memosisikan ancaman keamanan nasional, baik dari dalam maupun dari luar
sebagai bagian dari pondasi pembuatan regulasi senjata api dan bahan peledak. Tidak banyak negara dengan
bphn
30
pendekatan ini dalam perumusan kebijakan senjata api dan bahan peledak paska perang dingin. Jikapun masih ada,
cenderung dipraktikkan di negara non-demokratik dan cenderung tertutup secara politik. Negara-negara komunis
dan rejim otoriter kerap mempraktikkan perspektif ini terkait dengan regulasi senjata api dan bahan peledak.
Kebanyakan dari mereka menggunakan pendekatan militer dalam menginterpretasikan perspektif tersebut terkait
dengan regulasi senjata api dan bahan peledak. Sedikit sekali memosisikan polisi menjadi aktor keamanan yang
menjadi regulator dalam perspektif kedua ini. Ketiga, perspektif ancaman keamanan nasional dan
ancaman kriminalitas.
Pada perspektif
ketiga ini
penyusunan regulasi senjata api dan bahan peledak menjadikan ancaman keamanan nasional dan kriminalitas
sebagai dasar untuk pengaturannya. Pada konteks ini juga negara-negara yang menjadikan ancaman keduanya sebagai
basis pembuatan kebijakan senjata api dan bahan peledak kerap kali sulit membedakan ancaman keamanan nasional
dengan ancaman kriminalitas biasa. Hal ini disebabkan karena setiap ancaman yang datang disikapi oleh
pendekatan keamanan yang melibatkan semua unsur institusi keamanan. Tak heran apabila pada praktiknya,
bphn
31
regulasi senjata
api dan
bahan peledak
lebih menitikberatkan kekuatan dan kewibawaan negara dalam
proses pengaturannya.
15
Pada perspektif ini institusi militer dibantu
polisi melakukan
berbagai upaya
untuk memastikan bahwa regulasi senjata api dan bahan peledak
yang dibuat berbasis pada kepentingan dan kewibawaan negara. Institusi militer melakukan koordinasi dan
mensubordinasikan institusi kepolisian dan intelijen negara, termasuk juga di dalamnya Bea cukai dan kejaksaan dalam
mempraktikkan regulasi senjata api dan bahan peledak. Keempat, pembuatan regulasi senjata api didasarkan
pada permasalahan administrasi kepemilikan. Pada konteks ini pendekatan administrasi kepemilikan termasuk di
dalamnya terkait dengan kejiwaan dan kesehatan pemilik senjata api dan bahan peledak, rekam jejak kecanduan
alkohol, rekam jejak kriminalitas, tujuan kepemilikan, rekam jejak karir non-sipil, dan sebagainya. Pada perspektif
keempat ini, institusi kepolisian dibantu oleh sebuah panel atau komite penilai yang menilai layak tidaknya seseorang
memiliki senjata dan bahan peledak. Komite atau panel tersebut terdiri dari unsur militer, unsur intelijen, unsur
15
Lihat juga misalnya Cook PJ Cole TB. 1996 Strategic Thinking About Gun Markets Violence. Journal of American Medical Association. Hal.
275-289.
bphn
32
masyarakat, unsur keahlian, dan sejumlah unsur yang dapat ditambahkan atau dikurangi. Pada perspektif keempat
ini, keberadaan
polisi hanya
sebagai unsur
yang menindaklanjuti dengan memberikan sertifikat atau menyita
dan atau menghancurkan senjata api dan bahan peledak yang telah dinilai oleh tim panel atau tim komite, serta
memproses secara hukum oknum masyarakat yang menyalahgunakan senjata api dan bahan peledak untuk
kepentingan yang membahayakan masyarakat dan negara.
4. Kategori Senjata Api dan Bahan Peledak.