pertahanan melawan mikroba lain Whitehead et al., 2001; Tinaz, 2003. Salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan metabolit yaitu nutrien dan laju
pertumbuhan bakteri. Sintesis metabolisme sekunder sering dikodekan oleh gen pada DNA yang ada di kromosom Demain, 1998.
Dari uji yang dilakukan terdapat beberapa isolat bakteri yang tidak dapat menghambat salah satu atau beberapa dari mikroba uji yaitu AFN10, AF1, AF5
dan AF6. Beberapa dugaan yang menyebabkan isolat tersebut tidak mampu menghambat mikroba uji menurut Nofiani et al. 2009, yaitu isolat bakteri
tersebut menghasilkan senyawa antimikroba namun tidak bersifat aktif terhadap bakteri uji ataupun bakteri menghasilkan senyawa antimikroba secara intraseluler
sehingga senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh bakteri tersebut tidak terekskresi dan terakumulasi dalam media tumbuh. Selain itu juga terdapat
beberapa isolat yang zona hambatnya terlihat pada hari ke dua seperti pada AF1 dan AF5 terhadap E. coli dan AF4 terhadap S. typhii, hal ini disebabkan metabolit
sekunder dari bakteri endofit tersebut dihasilkan lebih banyak pada hari kedua sehingga besar zona hambat lebih terlihat jelas pada hari kedua dibandingkan
dengan hari pertama. Dari hal ini dapat diketahui bahwa setiap isolat bakteri yang diperoleh menghasilkan metabolit yang berbeda-beda dalam menghambat
mikroba uji.
4.3 Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Metanol Bakteri Endofit
Dari 12 isolat bakteri endofit dipilih 2 isolat yang cukup berpotensi dalam menghambat semua mikroba patogen uji untuk dilakukan ekstraksi bakteri yaitu
isolat BF1 dan AFN9, selain mampu mampu menghambat semua mikroba uji juga karena memiliki diameter zona hambat terbesar dibanding dengan 10 isolat
lainnya. Mikroba patogen uji yang digunakan sama seperti mikroba patogen uji pada uji antagonis sel bakteri. Ekstraksi bakteri dilakukan dengan menggunakan
pelarut metanol. Hasil uji ektstrak bakteri endofit BF1 dan AFN9 memiliki kemampuan
dalam menghambat mikroba patogen dengan hasil yang berbeda-beda dapat diliat pada Tabel 4.3.1. Dari tabel tersebut terdapat beberapa persen dari ekstrak isolat
bakteri yang tidak dapat menghambat. Hal ini karena kurangnya difusi ekstrak ke
Universitas Sumatera Utara
media, karena media merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi mikroba atau bakteri dalam menghasilkan metabolit sekunder Kumala et al., 2006;
Nofiani et al., 2009.
Tabel 4.3.1 Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Metanol terhadap Mikroba Uji
Patogen Konsentrasi
Ekstrak Diameter Zona Hambat terhadap Patogen mm
BF1 AFN9
Hari 1 Hari 2
Hari 1 Hari 2
Salmonella typhii
K+ 25,08
23,23 24,69
22,06 K-
40 7,13
6,45 60
6.71 6,29
6,16 6,15
80 6,18
100
7,38 7,24
9,70 9,58
Escherichia coli
K+ 27,05
26,74 26,09
24,71 K-
40 8,04
8,03 60
6,16 6,15
6,41 6,34
80 6,23
100
13,09 8,19
16,04 14,63
Streptococcus mutans
K+ 21,06
20,14 23,26
20,06 K-
40 7,00
6,43 6,08
6,15 60
6,14 6,16
6,80 6,35
80
10,85 6,27
100
8,21 6,18
10,15 10,11
Aspergillus flavus
K+ 0,67
0,50 0,67
0,5 K-
0,03 0,65
0,03 0,65
40 2,00
3,50 5,50
6,83 60
3,00 5,00
5,25 6,80
80 4,50
9,50 8,50
10,85
100 5,00
7,70 7,00
9,00
Keterangan: K+ = Kontrol dengan menggunakan kloramfenikol pada bakteri dan nistatin pada
jamur K- = Kontrol dengan menggunakan DMSO
Universitas Sumatera Utara
Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa ekstrak bakteri AFN9 memiliki kemampuan menghambat tertinggi pada konsentrasi 100 dengan
mikroba uji E. coli pada hari pertama sebesar 16,04 mm, sedangkan pada hari keduanya mengalami penurunan zona hambat. Pada ekstrak bakteri BF1 memiliki
zona hambat terbesar dengan konsentrasi 100 sebesar 13,09 mm di hari pertama, dan pada hari kedua juga mengalami penurunan zona hambat. Hal ini disebabkan
mudah menguapnya ekstrak bakteri pada konsentrasi 100 dibandingkan dengan 40, 60 dan 80 karena ditambahkan dengan pelarut DMSO yang merupakan
senyawa yang memiliki toksisitas yang rendah dan mampu melarutkan lebih dari 100 jenis senyawa, baik senyawa yang bersifat polar maupun non-polar.
Kemampuan pelarut DMSO sebagai pelarut universal dan tidak bersifat toksik yang membuat banyak penelitian menggunakan pelarut ini Engriyani, 2012.
Pada mikroba uji S. typhii zona hambat terbesar pada ekstrak BF1 sebesar 7,34 mm pada hari pertama dengan konsentrasi 100, sedangkan pada ekstrak
AFN9 sebesar 9,70 mm. Zona hambat terbesar pada mikroba uji E. coli yaitu 13,09 mm pada ekstrak BF1, dan 16,04 mm pada ekstrak AFN9 dengan
konsentrasi 100 di hari pertama. Ekstrak BF1 pada hari pertama mampu menghambat S. mutans dengan zona hambat terbesar 8,21 mm dengan konsentrasi
100, sedangkan pada ekstrak AFN9 memiliki zona hambat 10,85 mm pada hari pertama dengan konsentrasi 80. Namun pada mikroba uji A. flavus, ekstrak BF1
dan AFN9 yang memiliki zona hambat terbesar pada konsentrasi 80 di hari kedua yaitu sebesar 9,50 mm dan 10,85 mm. Hal ini dapat diduga karena pada
hari pertama jamur A. flavus belum sepenuhnya tumbuh, sehingga ekstrak bakteri belum dapat menghambat dengan maksimal.
Penelitian ini menggunakan pelarut metanol dalam mengekstrak isolat bakteri endofit, hal ini karena dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Nasution 2011, mendapatkan hasil ekstrak bakteri dengan menggunakan metanol merupakan ekstrak bakteri yang paling unggul dan memiliki kemampuan
menghambat yang lebih besar dibandingkan dengan ekstrak bakteri etil asetat dan n-heksan. Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa pelarut metanol
memiliki kemampuan yang baik dalam mengekstraksi suatu bahan dan memperbesar kemungkinan memperoleh ekstrak yang lebih banyak karena
Universitas Sumatera Utara
peningkatan proton dari dalam sel yang menyebabkan lisisnya sel sehingga senyawa metabolit yang ada berdifusi ke dalam pelarut dan memperoleh hasil
ekstraksi dengan jumlah yang lebih banyak dibanding dengan pelarut lainnya.
Gambar 4.2 Hasil Uji Antagonis Ekstrak Bakteri Endofit selama 48 jam a
Ekstrak BF1 terhadap S. mutans b Ekstrak AFN9 terhadap E. coli c Ekstrak AFN9 60 terhadap A. flavus d Ekstrak AFN9 80
terhadap A. flavus
Kontrol negatif dari penelitian ini menggunakan DMSO yang ditetesi pada kertas cakram dan kontrol positif menggunakan kloramfenikol sebagai antibakteri
dan nistatin sebagai antijamur komersial. Nilai zona hambat dari kontrol positif memiliki kemampuan yang lebih besar dalam menghambat mikroba patogen uji.
Kloramfenikol sebagai kontrol positif merupakan antimikroba yang memiliki sifat bakteriostatik, yaitu menghambat atau menghentikan laju pertumbuhan
bakteri. Nistatin merupakan antifungal dari golongan poliena yang aman terhadap sel mamalia, yang bekerja mengikat sterol terutama ergosterol pada membran sel
fungi Ridawati et al., 2011. Dari data yang dihasilkan, banyak diameter zona hambat yang berbeda,
hal ini dikarenakan kemampuan daya hambat ekstrak bakteri endofit berbeda- beda, bahkan terdapat beberapa konsentrasi ekstrak bakteri yang tidak mampu
menghambat mikroba patogen uji. Seperti pada ekstrak BF1 konsentrasi 40 dan
60 40
a b
K+ K+
K-
K- 60
80 40
100 40
60 80
100
c d
60 80
Universitas Sumatera Utara
80 terhadap mikroba patogen uji S. typhii tidak mampu menghambat, sedangkan pada ekstrak AFN9 tidak mampu menghambat dengan konsentrasi
80 pada hari kedua. Menurut Alfath et al. 2013, beberapa faktor yang mempengaruhi adanya zona hambat bergantung kepada kemampuan difusi bahan
antimikroba ke dalam media dan interaksinya dengan mikroba diuji, jumlah atau konsentrasi mikroba yang digunakan, kecepatan tumbuh mikroba yang diuji, dan
sensitivitas mikroba uji terhadap senyawa antimikroba yang diuji. Zona hambat berkaitan dengan kecepatan berdifusi antibiotik atau antimikroba maupun
metabolit ke dalam media. Kecepatan berdifusi ini diperhitungkan dalam penentuan keampuhan metabolit tersebut dalam menghambat mikroba patogen uji.
Selain itu konsentrasi zat antimikroba dapat mempengaruhi diameter zona hambat, semakin tinggi konsentrasi bakteri atau senyawa antimikroba maka akan
semakin cepat bakteri terbunuh karena kandungan senyawa bioaktif yang tinggi sehingga menghasilkan zona hambat yang lebih besar seperti pada penelitian
Karlina et al. 2013. Oleh karena itu, pada konsentrasi 100 ekstrak bakteri endofit memiliki zona hambat terbesar kecuali terhadap A. flavus dan S. mutans
pada ekstrak AFN9 dengan konsentrasi 80. Sensitivitas mikroba uji terhadap senyawa antimikroba yang diuji berbeda-
beda karena dipengaruhi struktur dinding sel mikroba. Umumnya bakteri Gram positif lebih sensitif terhadap antimikroba, hal ini dikarenakan struktur dinding sel
yang lebih sederhana mengandung lapisan peptidoglikan yang lebih tebal dibanding dengan bakteri Gram negatif Fardiaz Jenie, 1988. Senyawa
metabolit sekunder atau antimikroba dapat mencegah sintesis peptidoglikan pada sel Gram positif yang sedang tumbuh, dari hal ini dapat diketahui bahwa bakteri
Gram negatif merupakan mikroba yang lebih patogen dibanding dengan Gram positif. Namun dari hasil yang diperoleh terdapat perbedaan, ekstrak bakteri
endofit dari tanaman tapak dara lebih mampu menghambat bakteri Gram negatif dibanding Gram positif, hal ini ditunjukkan dari hasil diameter zona hambat
terbesar pada bakteri uji E. coli. Hal yang sama juga dihasilkan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan Anggraini 2012 tentang isolasi dan uji antimikroba
metabolit sekunder ekstrak kultur jamur endofit dari tanaman akar kuning. Hasil metabolit sekunder ekstrak kultur jamur endofit tersebut mampu menghambat E.
Universitas Sumatera Utara
coli dengan nilai diameter zona hambat yang tinggi. Oleh karena itu dari penelitian ini memunculkan wawasan baru terhadap perkembangan antibakteri
Gram negatif yang berasal dari mikroba endofit. Ekstrak yang dihasilkan bakteri AFN9 lebih berpotensi menghambat
mikroba uji patogen dibandingkan dengan ekstrak bakteri BF1, hal ini dapat dilihat dari hasil pengujian yang dilakukan. Ekstrak bakteri yang diperoleh
merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh bakteri. Menurut Demain 1998, metabolit sekunder mikroba termasuk antibiotik, pigmen, racun, efektor
kompetisi ekologi dan simbiosis, inhibitor enzim, antagonis reseptor, pestisida, agen antitumor dan promotor pertumbuhan hewan dan tumbuhan. Pembentukan
metabolit sekunder ini diatur oleh nutrisi dan laju pertumbuhan bakteri. Dalam penelitian Kumala et al. 2006, bakteri endofit yang diisolasi dari
tanaman trengguli Cassia fistula L. berpotensi menghasilkan senyawa antimikroba terhadap S. typhii, E. coli, Bacillus subtilis, Candida albicans dan
Staphylococcus aureus. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Pal ’ Paul
2013 memperoleh hasil bahwa uji antimikroba dari isolat bakteri endofit yang diisolasi dari daun, batang dan akar tanaman obat Hygrophila spinosa telah
menunjukkan memiliki aktivitas antibakteri terhadap berbagai spesies bakteri. Dalam hal ini dapat kita ketahui bahwa isolat endofit dari tanaman obat
tampaknya dapat menjadi sumber metabolit antimikroba untuk potensi aplikasi bioteknologi di bidang kesehatan.
Menurut Prihatiningtias Wahyuningsih 2006 metabolit sekunder yang dihasilkan dari bakteri endofit adalah senyawa metabolit sekunder yang
merupakan senyawa bioaktif dan dapat berfungsi untuk membunuh patogen, seperti dalam penelitian ini ekstrak bakteri endofit dari tanaman tapak dara C.
roseus mampu menghambat beberapa mikroba patogen, dari hal ini dapat diketahui bahwa ekstrak bakteri tersebut mengandung senyawa bioaktif dalam
metabolit sekundernya. Dalam penelitian Lestari 2013, hasil skrining fitokimia ekstrak metanol
bakteri endofit mengandung senyawa metabolit sekunder berupa alkaloid dan saponin. Senyawa ini biasanya merupakan senyawa kimia hasil metabolit
sekunder dari suatu tanaman yang memiliki sifat antimikroba. Dari hasil
Universitas Sumatera Utara
penelitian Lestari dapat diketahui bahwa ekstrak dari bakteri endofit memiliki kandungan yang juga dihasilkan oleh tanaman inangnya, begitu juga pada ekstrak
bakteri endofit dari tanaman tapak dara. Selain memiliki manfaat dalam mengobati banyak penyakit, ekstrak tanaman tapak dara juga memiliki sifat
antimikroba karena akar tanaman tapak dara mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, dan tannin, selain itu seluruh bagian tanaman mengandung zat aktif
antara 0,2-1 Agoes, 2010. Oleh sebab itu dalam penelitian ini diduga metabolit sekunder dari ekstrak bakteri endofit mengandung senyawa alkaloid dan saponin
yang mampu menghambat beberapa mikroba patogen.
4.4 Abnormalitas Hifa Akibat Uji Antagonis Ekstrak terhadap Mikroba Patogen