1
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Dewasa ini banyak bermunculan organisasi masyarakat yang menarik perhatian kita, salah satunya adalah organisasi Front Pembela Islam. Front
Pembela Islam adalah organisasi masyarakat yang dibentuk dengan tujuan untuk menciptakan kerja sama umat dalam menegakkan
amar ma’ruf dan nahi munkar di setiap aspek kehidupan. Artinya bahwa, Front Pembela Islam merupakan
organisasi masyarakat yang mengingatkan seseorang untuk berbuat baik dan melarang seseorang untuk berbuat jahat Wawancara dengan Ketua FPI Medan,
2014. A
mar ma’ruf dan nahi munkar merupakan usaha untuk mengajak seseorang untuk berbuat baik dan melarang seseorang untuk berbuat jahat. Dalam
menegakkan A mar ma’ruf dan nahi munkar beberapa yang dilakukan oleh Front
Pembela Islam tergantung pada kondisi lokasi penyakit masyarakatnya. Jika
kondisi masyarakat mendukung, peduli dan ada usaha dari masyarakat. Maka, Front Pembela Islam akan melakukan metode yaitu mempersuasif seperti
pengajian atau tabligh akbar. Sedangkan, jika tidak ada kepedulian dan usaha nyata dari masyarakat misalnya masih peduli dengan adanya pusat-pusat
kemaksiatan. Maka, Front Pembela Islam akan melakukan tindakan-tindakan langsung seperti membongkar lokasi tersebut Kusuma, 2010.
Selanjutnya, Front Pembela Islam mendapatkan penilaian pro ketika melakukan aksi kemanusiaan yaitu menyediakan relawan untuk membantu korban
Universitas Sumatera Utara
bencana alam seperti kebanjiran dan gunung meletus Merdeka.com, Agustus., 2015.
Sedangkan, Front Pembela Islam mendapatkan penilain kontra ketika melakukan aksi-aksi seperti demo-demo untuk menentang perbuatan yang
dilarang oleh agama seperti mesum dan berjudi, serta aksi protes terhadap keberadaan pihak-pihak yang tidak sejalan dengan Front Pembela Islam seperti
Gubernur DKI Jakarta yaitu Ahok Tempo, 2014. Adanya aksi-aksi tersebut juga menimbulkan penilaian pro dan kontra
terhadap Front Pembela Islam yang berlangsung di ruang maya, seperti forum dan kolom komentar situs berita online. Dimana, Front Pembela Islam mendapat
respon ketidaksetujuan atas aksi-aksi anarkis yang dilakukan mereka. Namun, adapula yang bersuara untuk memberikan dukungan terhadap aksi-aksi Front
Pembela Islam Viva, 2015. Adapun, salah satu suara ketidaksetujuan terhadap Front Pembela Islam
yang terjadi disitus berita online seperti : “jangan membawa-bawa nama agama.
Anda-anda mempermalukan kami yang satu agama dengan anda, saya tidak setuju dengan tindakan anarkis anda-
anda” Liputan6, 2015. Sedangkan, salah satu suara y
ang memberikan dukungan terhadap Front Pembela Islam adalah : “maju terus FPI, kan sudah ada kesepakatan bersama jam berapa tempat hiburan boleh
buka, tetapi polisi tidak bertindak terpaksa di sweeping” Liputan6, 2015. Dengan demikian, aksi-aksi diatas merupakan aksi yang menyebabkan
timbulnya penilaian dari berbagai kelompok seperti masyarakat, aparat penegak hukum dan mahasiswa Damayanti, Thayibi, Gardhiani, Limy , 2003. Dimana,
mahasiswa merupakan kelompok intelektual muda yang diharapkan sanggup
Universitas Sumatera Utara
bersikap kritis dalam memilih dan memilah persoalan dalam masyarakat maupun dalam perkuliahan Yewangoe dalam Bahari, 2006. Sehingga, potensi yang
dimilikinya tidak terlepas dari tingkat pendidikannya yang tergolong tinggi dalam masyarakat Bahari, 2010. Beberapa sosiolog pendidikan, seperti Halsey dan
Psacharopoulus dalam Bahari, 2010 menyatakan bahwa pendidikan yang tinggi mempengaruhi cara pandang, wawasan dan daya kritis seseorang.
Sehingga, peneliti tertarik untuk melihat bagaimana gambaran prasangka terhadap Front Pembela Islam pada mahasiswa Muslim Fakultas Psikologi
Universitas Sumatera Utara. Seperti yang diungkapkan oleh Kusuma, 2010 yang menyatakan bahwa aksi-aksi yang dilakukan oleh Front Pembela Islam ternyata
juga mendapatkan penilaian dari golongan kaum Muslim sendiri Kusuma, 2010. Dimana, kaum Muslim merupakan kaum yang memiliki peran sebagai
Khalifah Allah di muka bumi yaitu sebagai calon pemimpin dan pembina umat di masa depan Al-Ghazali, 2011. Artinya bahwa, kaum Muslim memiliki peran
yang sama dengan Front Pembela Islam. Akan tetapi, pada kenyataannya dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti munculah penilaian yang pro dan
kontra terhadap Front Pembela Islam. Selain itu, hal ini juga terjadi pada mahasiswa di lingkungan Fakultas
Psikologi Universitas Sumatera Utara. Dimana, Fakultas Psikologi merupakan Fakultas yang mengkaji ilmu mengenai perilaku dan proses-proses mental seperti
interaksi sosial, hubungan sosial, persepsi sosial, sikap sosial, dan perilaku sosial Laura, 2010. Akan tetapi, pada kenyataannya muncul penilaian yang pro dan
Universitas Sumatera Utara
kontra terhadap Front Pembela Islam yang terjadi pada kehidupan mahasiswa di lingkungan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
Dengan demikian, dilakukan wawancara informal dengan mahasiswa Muslim Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang pro terhadap Front
Pembela Islam: “Saya sangat menyukai FPI, coba bayangkan kalau FPI tidak ada,
maksiat dimana mana terjadi, selain itu baru-baru ini saya pernah diajak FPI, untuk menjadi relawan di Sinabung dan mereka juga memyediakan
sembako untuk korban gunung Sinabung”. mahasiswa Muslim Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara,
Komunikasi Personal, 12 Oktober 2014.
Tetapi, tidak sedikit pula mahasiswa Muslim Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang menilai bahwa Front Pembela Islam memiliki
aksi yang negatif. Dan hal ini sejalan dengan wawancara informal dari mahasiswa Muslim Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang kontra terhadap
Front Pembela Islam di Kota Medan: “Negara kita ini bukan negara islam, jadi mana bisa buat Indonesia jadi
negara Islam, kalau mau buat gitu ya di mesir sana, ku lihat FPI ini sukak sukaknya saja” .
mahasiswa Muslim Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, Komunikasi Personal, 12 Oktober 2014.
Pernyataaan diatas merupakan penilaian mahasiswa Muslim Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang pro dan kontra terhadap keberadaan
Front Pembela Islam. Dimana, adanya penilaian yang kontra inilah disebut dengan prasangka. Kenrick 2010 menyatakan bahwa prasangka merupakan kajian yang
Universitas Sumatera Utara
banyak diteliti dalam psikologi sosial dan menjadi topik yang banyak ditelaah karena adanya penindasan, perang dan konflik sosial.
Prasangka tidak mengenal kebudayaan dan batasan-batasan sejarah, tidak mengenal daerah-daerah tertentu, tidak memandang apakah dia muda, tua,
berkulit putih, laki-laki, perempuan atau apapun itu karena semua bisa menjadi target prasangka Mackie, Hamilton, Susskind Roselli dalam Hogg, 2011.
Adapun definisi dari prasangka adalah penilaian negatif terhadap suatu kelompok dan anggota tertentu tanpa mempertimbangkan mereka sebagai individu-individu
Kenrick, 2010. Ada tiga aspek prasangka, yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek
konatif. Pertama, aspek kognitif yaitu aspek yang berkaitan dengan kepercayaan yang dimiliki oleh individu terhadap kelompok tertentu. Kedua, aspek afektif
yaitu aspek yang berkaitan dengan perasaan yang kuat biasanya negatif terhadap kelompok tertentu dan terhadap kualitas-kualitas yang mungkin dimilikinya. Yang
terakhir adalah aspek konatif dimana aspek konatif berkaitan dengan niat yang dimiliki individu untuk berperilaku dengan cara tertentu terhadap kelompok
tertentu Allport dalam Hogg, 2011. Selanjutnya, prasangka dapat timbul dari berbagai sebab yaitu individu
yang berprasangka dalam rangka mencari kambing hitam. Dimana, dalam sebuah usaha, individu akan mengalami kegagalan dan kelemahan. Dari kegagalan inilah
individu tidak mencari kesalahan pada dirinya, akan tetapi pada orang lain. Sedangkan, faktor lain yang dapat menimbulkan prasangka adalah individu yang
Universitas Sumatera Utara
berprasangka karena sudah dipersiapkan di dalam lingkungannya atau kelompoknya untuk berprasangka Ahmadi, 2009.
Selain itu, prasangka juga timbul karena adanya perbedaan. Perbedaan ini seperti; perbedaan fisik atau biologis, ras, perbedaan lingkungan atau geografis,
perbedaan kekayaan, perbedaan status sosial, perbedaan kepercayaan atau agama, serta perbedaan dalam normal sosial. Disisi lain, prasangka timbul karena adanya
kesan yang menyakitkan atau pengalaman yang tidak menyenangkan, serta adanya anggapan yang sudah menjadi pendapat umum atau kebiasaan di dalam
lingkungan tertentu Ahmadi, 2009. Dampak dari prasangka itu bermacam-macam serta dapat dimulai dari
kesulitan kecil hingga yang paling besar. Umumnya prasangka berbahaya karena menstigma kelompok dan individu yang termasuk dalam kelompok itu Crocker,
Goffman, Swim Stangor dalam Hogg, 2011. Selanjutnya, Allport dalam Hogg, 2011 mengidentifikasi beberapa dampak yang ditimbulkan oleh prasangka
seperti, tindakan agresif, identitas sosial yang tidak dihargai oleh kelompok sosial, serta adanya diskriminasi seperti pengasingan dari komunitas.
Berdasarkan uraian permasalahan yang relevan di atas, maka peneliti tertarik untuk mengangkat topik mengenai prasangka terhadap Front Pembela
Islam pada mahasiswa Muslim Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
B. PERTANYAAN PENELITIAN