Gambaran E-Readiness Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

(1)

GAMBARAN E-READINESS PADA MAHASISWA FAKULTAS

PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

TRISA NOVIA

071301048

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GENAP, 2010/2011


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul:

Gambaran e-readiness pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakutlas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Maret 2011

TRISA NOVIA NIM 071301048


(3)

Gambaran e-readiness pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Trisa Novia dan Filia Dina Anggaraeni

ABSTRAK

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi berperan penting dalam memudahkan aktivitas kehidupan manusia, contohnya penggunaan internet. Teknologi internet dapat dimanfaatkan dalam aktivitas pembelajaran, dimana pembelajaran seperti ini dikenal dengan istilah e-learning. Di Fakultas Psikologi USU, salah satu media e-learning yang digunakan adalah blog. E-readiness mahasiswa tentu diperlukan untuk menjalankan sistem perkuliahan melalui

e-learning berbasis blog tersebut. E-readiness merupakan kesiapan mental atau fisik

untuk terlibat dalam e-learning. Teori e-readiness yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori yang dikemukakan oleh Guglielmino dan Guglielmino (2003), dimana e-readiness memiliki dua komponen yaitu technical readiness dan

self-directed learning readiness. Masing-masing komponen tersebut terdiri dari

knowledge, attitudes, skills dan habits.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran e-readiness pada mahasiswa Fakultas Psikologi USU. Alat ukur yang digunakan dalam peneliitan ini adalah skala e-readiness yang disusun oleh peneliti, dengan jumlah aitem 63 butir dan reliabilitas alpha sebesar 0,947. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 108 orang.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa e-rea diness pada mahasiswa Fakultas Psikologi USU yang tergolong dalam kategori sedang adalah 59 orang (54,63%), kategori tinggi adalah 48 orang (44.44%), dan kategori rendah adalah satu orang (0,93%). Secara umum, e-readiness mahasiswa Fakultas Psikologi USU tergolong dalam kategori sedang.


(4)

Faculty of psychology Universitas Sumatera Utara students’ e-readiness.

Trisa Novia and Filia Dina Anggaraeni

ABSTRACT

The development of information and communications technology plays an important role in human daily activities, for instance the usage of internet. The internet technology can be used in learning activity, which is known as e-learning. In faculty of psychology Universitas Sumatera Utara, one of the e-learning medias is blog. Students’ e-readiness is crucial to utilize technology for a successful implementation learning using e-learning. E-readiness can be defined as the mental and physical preparedness for some e-learning experience. The e-readiness theory used in this research was proposed by Guglielmino and Guglielmino (2003). This theory confirmed that there are two major components of learner readiness for successful e-learning: technical readiness and self-directed learning readiness. Each component is composed of specific knowledge, attitudes, skills, and habits.

This research aims to know faculty of psychology Universitas Sumatera Utara students’ e-readiness. Measurement tool that was used in this research is e-readiness scale arranged by researcher, with 63 items and reliability of alpha was 0.947. The subjects in this research was 108 people.

The result indicates that faculty of psychology Universitas Sumatera Utara students’ e-readiness was 59 people (54.63%) counted as moderate category, 48 people (44.44%) counted as high category, and one person (0.93%) counted as low category. In general, the students’ e-readiness in faculty of psychology Universitas Sumatera Utara was in moderate category.


(5)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan anugerah-Nya selama peneliti berusaha menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Peneliti menyadari bahwa skripsi yang berjudul “Gambaran E-Readiness pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara” ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari orang tua dan keluarga peneliti. Selain itu, peneliti ingin menyampaikan terima kasih kepada banyak pihak, antara lain:

1. Prof. Dr. Irmawati selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Filia Dina Anggaraeni, M. Pd. selaku dosen pembimbing skripsi serta selaku Pembantu Dekan III. Terima kasih atas bimbingan, saran, arahan dan waktu yang diluangkan sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.

3. Kak Arliza Juairiani, M. Si., psikolog, selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih atas bimbingan dan arahan selama peneliti mengikuti perkuliahan di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Desvi Yanti Mukhtar, M. Si. dan Kak Dian Ulfasari, M. Psi., selaku dosen penguji proposal penelitian. Terima kasih atas bantuan, bimbingan, arahan, dan saran yang telah diberikan kepada peneliti.


(6)

ii

5. Ibu Sri Supriyantini, M. Psi., Ibu Rr. Lita H. Wulandari, S. Psi., Kak Fasti Rola, M. Psi., dan Bang Tarmidi, M. Psi. selaku dosen departemen Psikologi Pendidikan. Terima kasih atas bantuan, bimbingan, arahan, dan saran yang telah diberikan kepada peneliti. 6. Pak Eka Danta Jaya, M. A., Bu Etty Rahmawati, M. Si., dan Kak

Silviana Realyta, M. Psi. Terima kasih atas bimbingan dan saran yang diberikan kepada peneliti.

7. dr. Anthony Julius selaku sahabat terbaik peneliti. Terima kasih atas waktu dan dukungan yang diberikan kepada peneliti.

8. Teman-teman di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, Kak Ingrid Beatrix Siahaan, Dewi Natalia Rusli, Erni Julianti Simanjuntak, Vivin Christine Hutagalung, Princen, Rahmi Handayani, Veronica dan teman-teman seperjuangan. Terima kasih atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada peneliti.

9. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Terima kasih atas bantuan telah diberikan kepada peneliti.

10.Yoko Henrio Prawiro dari Fakultas Teknik Industri Universitas Sumatera Utara. Terima kasih telah mendengarkan semua keluh kesah peneliti selama menyelesaikan penelitian ini.

11.Semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian penelitian ini, peneliti menyampaikan terima kasih atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan.


(7)

iii

Peneliti berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan saudara-saudara semua. Semoga penelitian ini membawa manfaat bagi rekan-rekan semua.

Seluruh isi penelitian ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab peneliti. Peneliti menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak guna menyempurnakan proposal penelitian ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi banyak pihak.

Medan, Maret 2011


(8)

iii

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GRAFIK... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II LANDASAN TEORITIS ... 11

A. E-Readiness ... 11

1. Definisi e-readiness ... 11

2. Komponen e-readiness ... 12

B. E-Learning ... 19

1. Pengertian learning ... 19

2. Pengertian e-learning ... 20

3. Kelebihan e-learning ... 22


(9)

iv

5. Faktor-faktor yang menghambat seseorang melakukan

e-learning ... 24

6. Pengertian web log ... 25

C. Mahasiswa ... 26

D. Gambaran E-Readiness pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara ... 29

BAB III METODE PENELITIAN... 32

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 32

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 32

C. Populasi dan Sampel ... 33

D. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 34

E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 37

1. Validitas alat ukur ... 37

2. Reliabilitas alat ukur ... 37

3. Hasil uji coba alat ukur... 38

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 41

1. Tahap persiapan penelitian ... 41

2. Tahap pelaksanaan penelitian ... 42

3. Tahap pengolahan data ... 43

G. Metode Analisis Data ... 43

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Analisis Data ... 44


(10)

v

2. Hasil penelitian ... 45

B. Pembahasan ... 63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

A. Kesimpulan... 73

B. Saran ... 76


(11)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Blueprint penyusunan skala e-readiness 36 Tabel 2 Distribusi aitem pada skala sebelum uji coba 39 Tabel 3 Distribusi aitem pada skala setelah uji coba 40 Tabel 4 Distribusi aitem pada skala penelitian 41 Tabel 5 Pengkategorisasian e-readiness mahasiswa fakultas

psikologi USU 46

Tabel 6 Hasil uji normalitas data penelitian dari skala e-rea diness 46 Tabel 7 Hasil uji normalitas data penelitian dari skala e-rea diness

pada komponen technical readiness 47

Tabel 8 Hasil uji normalitas data penelitian dari skala e-rea diness

pada komponen self-directed learning readiness 47 Tabel 9 Hasil uji normalitas data penelitian dari skala e-rea diness

pada aspek technical knowledge 48

Tabel 10 Hasil uji normalitas data penelitian dari skala e-rea diness

pada aspek technical attitudes 48

Tabel 11 Hasil uji normalitas data penelitian dari skala e-rea diness

pada aspek technical skills 49

Tabel 12 Hasil uji normalitas data penelitian dari skala e-rea diness

pada aspek technical habits 49

Tabel 13 Hasil uji normalitas data penelitian dari skala e-rea diness

pada aspek self-directed learning knowledge 49 Tabel 14 Hasil uji normalitas data penelitian dari skala e-rea diness

pada aspek self-directed learning attitudes 50 Tabel 15 Hasil uji normalitas data penelitian dari skala e-rea diness

pada aspek self-directed learning skills 50 Tabel 16 Hasil uji normalitas data penelitian dari skala e-rea diness

pada aspek self-directed learning habits 51 Tabel 17 Kriteria kategorisasi skor e-readiness pada mahasiswa

fakultas psikologi USU 52

Tabel 18 Kriteria kategorisasi skor e-readiness berdasarkan

komponen technical readiness 53

Tabel 19 Kriteria kategorisasi skor e-readiness berdasarkan

komponen self-directed learning readiness 54 Tabel 20 Kriteria kategorisasi skor e-readiness berdasarkan

aspek technical knowledge 55

Tabel 21 Kriteria kategorisasi skor e-readiness berdasarkan

aspek technical attitudes 56

Tabel 22 Kriteria kategorisasi skor e-readiness berdasarkan


(12)

vii

Tabel 23 Kriteria kategorisasi skor e-readiness berdasarkan

aspek technical habits 58

Tabel 24 Kriteria kategorisasi skor e-readiness berdasarkan

aspek self-directed learning knowledge 59 Tabel 25 Kriteria kategorisasi skor e-readiness berdasarkan

aspek self-directed learning attitudes 60 Tabel 26 Kriteria kategorisasi skor e-readiness berdasarkan

aspek self-directed learning skills 61 Tabel 27 Kriteria kategorisasi skor e-readiness berdasarkan


(13)

viii

DAFTAR GRAFIK

Halaman Grafik 1 Penyebaran subjek berdasarkan jenis kelamin 45


(14)

ix

Lampiran 2 Data mentah skala penelitian 100

Lampiran 3 Analisis I reliabilitas skala uji coba 115 Lampiran 4 Analisis II reliabilitas skala uji coba 118 Lampiran 5 Analisis reliabilitas skala penelitian 120

Lampiran 6 Kategorisasi subjek penelitian 122

Lampiran 7 Skala uji coba 127


(15)

Gambaran e-readiness pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Trisa Novia dan Filia Dina Anggaraeni

ABSTRAK

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi berperan penting dalam memudahkan aktivitas kehidupan manusia, contohnya penggunaan internet. Teknologi internet dapat dimanfaatkan dalam aktivitas pembelajaran, dimana pembelajaran seperti ini dikenal dengan istilah e-learning. Di Fakultas Psikologi USU, salah satu media e-learning yang digunakan adalah blog. E-readiness mahasiswa tentu diperlukan untuk menjalankan sistem perkuliahan melalui

e-learning berbasis blog tersebut. E-readiness merupakan kesiapan mental atau fisik

untuk terlibat dalam e-learning. Teori e-readiness yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori yang dikemukakan oleh Guglielmino dan Guglielmino (2003), dimana e-readiness memiliki dua komponen yaitu technical readiness dan

self-directed learning readiness. Masing-masing komponen tersebut terdiri dari

knowledge, attitudes, skills dan habits.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran e-readiness pada mahasiswa Fakultas Psikologi USU. Alat ukur yang digunakan dalam peneliitan ini adalah skala e-readiness yang disusun oleh peneliti, dengan jumlah aitem 63 butir dan reliabilitas alpha sebesar 0,947. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 108 orang.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa e-rea diness pada mahasiswa Fakultas Psikologi USU yang tergolong dalam kategori sedang adalah 59 orang (54,63%), kategori tinggi adalah 48 orang (44.44%), dan kategori rendah adalah satu orang (0,93%). Secara umum, e-readiness mahasiswa Fakultas Psikologi USU tergolong dalam kategori sedang.


(16)

Faculty of psychology Universitas Sumatera Utara students’ e-readiness.

Trisa Novia and Filia Dina Anggaraeni

ABSTRACT

The development of information and communications technology plays an important role in human daily activities, for instance the usage of internet. The internet technology can be used in learning activity, which is known as e-learning. In faculty of psychology Universitas Sumatera Utara, one of the e-learning medias is blog. Students’ e-readiness is crucial to utilize technology for a successful implementation learning using e-learning. E-readiness can be defined as the mental and physical preparedness for some e-learning experience. The e-readiness theory used in this research was proposed by Guglielmino and Guglielmino (2003). This theory confirmed that there are two major components of learner readiness for successful e-learning: technical readiness and self-directed learning readiness. Each component is composed of specific knowledge, attitudes, skills, and habits.

This research aims to know faculty of psychology Universitas Sumatera Utara students’ e-readiness. Measurement tool that was used in this research is e-readiness scale arranged by researcher, with 63 items and reliability of alpha was 0.947. The subjects in this research was 108 people.

The result indicates that faculty of psychology Universitas Sumatera Utara students’ e-readiness was 59 people (54.63%) counted as moderate category, 48 people (44.44%) counted as high category, and one person (0.93%) counted as low category. In general, the students’ e-readiness in faculty of psychology Universitas Sumatera Utara was in moderate category.


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan teknologi sangat pesat khususnya di bidang informasi dan komunikasi pada era globalisasi seperti sekarang ini. Teknologi informasi merupakan istilah umum yang menjelaskan teknologi apa pun yang dapat membantu manusia dalam membuat, mengubah, menyimpan, mengkomunikasikan dan/atau menyebarkan informasi, sedangkan teknologi komunikasi terdiri dari sistem dan peralatan elektromagnetik untuk berkomunikasi jarak jauh (Williams & Sawyer, 2007).

Perkembangan teknologi tersebut berperan sangat penting dalam memudahkan aktivitas kehidupan manusia, misalnya penggunaan internet. Internet merupakan sebuah “kota” yang luas dimana semua orang dapat berpartisipasi di dalamnya (Weverka, 2005). Dengan adanya internet, aktivitas komunikasi dan pembagian informasi antar sesama manusia dapat dilakukan dengan cepat dan mudah tanpa khawatir akan dipisahkan oleh jarak. Internet merupakan jaringan komputer di seluruh dunia yang menghubungkan ratusan bahkan ribuan jaringan (Williams & Sawyer, 2007).

Teknologi seperti ini tentu dapat dimanfaatkan dalam aktivitas pembelajaran. Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai pengaruh permanen atas perilaku, pengetahuan, dan keterampilan berpikir, yang diperoleh melalui pengalaman. Santrock (2007) menyatakan bahwa teknologi merupakan tema


(18)

penting dalam pendidikan. Sayangnya, pendidikan sering didominasi oleh pemikiran bahwa proses pembelajaran harus dilakukan secara tatap muka. Paradigma sistem pendidikan yang semula berbasis tradisional dengan mengandalkan tatap muka, kini mulai beralih menjadi sistem pendidikan yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu dengan sentuhan dunia teknologi informasi khususnya dunia cyber (maya). Sistem pendidikan yang berbasis dunia cyber yang dimaksudkan tersebut dikenal dengan istilah e-learning (Munir, 2008).

Istilah e-learning sangat populer beberapa tahun belakangan ini meskipun konsepnya sudah cukup lama dimunculkan. Huruf e pada e-learning berarti elektronik yang kerap disepadankan dengan kata maya (virtual) atau jarak

(distance). Definisi e-lea rning memiliki penekanan yang berbeda-beda, beberapa

teori berfokus pada isi, beberapa berfokus pada komunikasi, dan beberapa berfokus pada teknologi (Mason & Rennie, 2006). E-learning merupakan sebuah proses pembelajaran yang dilakukan melalui jaringan (network). Melalui

e-learning, ilmu dapat dibagikan kepada pengguna atau user yang berkeinginan

untuk mempelajari sesuatu tanpa harus selalu melakukan tatap muka dengan pengajar (Rosyadi, 2007).

Menurut Munir (2008), e-learning merupakan proses pembelajaran dengan menggunakan/memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi sebagai tools. Apabila proses pembelajaran dilakukan melalui internet dengan berbasis web, hal tersebut dapat dikatakan sebagai e-learning. Salah satu contoh perkuliahan berbasis web dapat dilakukan dengan menggunakan web log, atau lebih dikenal dengan sebutan blog. Blog merupakan situs internet dimana pemiliknya dapat


(19)

3

menuliskan apapun yang menjadi opini atau pandangan pengguna terhadap sesuatu serta catatan harian atau diari (Oetomo, dkk., 2007).

Salah satu kelebihan yang dimiliki blog dibandingkan dengan situs biasa adalah interaksi dengan pembacanya tinggi. Pembaca akan memberikan komentar positif apabila tulisan yang ada di dalam blog dianggap menarik. Demikian pula sebaliknya, pembaca akan memberikan komentar negatif apabila tulisan yang dimuat dalam blog dianggap tidak menarik. Interaksi yang terbangun ini dapat mewakili dan merepresentasi dari segi media pembelajaran (Rosyadi, 2007).

Proses pembelajaran e-learning yang seperti ini telah diberlakukan di Indonesia, salah satunya adalah di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara (USU). Perbedaan mendasar antara pembelajaran di dunia nyata dengan dunia maya seperti ini adalah dalam hal waktu (Rosyadi, 2007). Hal ini dapat dilihat dari wawancara terhadap T, salah seorang mahasiswa Fakultas Psikologi USU:

“Kalo kuliah lewat blog itu kak, enak sih. Paling enaknya itu enggak usah ke kampus lagi, gak terjebak macet. Tapi, aku paling gak suka kalo internetnya ngulah, lambat…bikin kesel…”

(Komunikasi Personal, 20 Oktober 2010) Terlihat dari hasil komunikasi personal tersebut bahwa pembelajaran di dunia nyata menuntut mahasiswa untuk mengikuti jadwal yang sudah ditetapkan, misalnya berangkat ke kampus, dipersulit dengan adanya kemacetan jalan raya, dan mengejar jadwal kuliah yang harus berpindah-pindah ruangan kelas. Setiap mahasiswa dituntut untuk memiliki blog sendiri, dimana dosen dapat memberikan komentar di blog mahasiswa baik berupa tanggapan, diskusi materi pelajaran, maupun penilaian terhadap berbagai tugas yang diberikan oleh dosen.


(20)

Sistem pendidikan e-learning berbasis blog yang seperti ini perlu diperkenalkan kepada mahasiswa. Hal ini dapat dilihat dari wawancara terhadap D, salah seorang mahasiswa Fakultas Psikologi USU:

“Blog itu…blog itu nggak cuma untuk diari kok,

pengetahuan-pengetahuan gitu juga bisa tulis di blog. Aku pernah denger soal kuliah lewat blog itu. Cuma…aku nggak pernah buat blog. Hmmm…tapi…kalo diajari cara nge-buat blog sama dosen, aku bisa kuliah lewat blog tanpa masalah…”

(Komunikasi Personal, 20 Oktober 2010) Terlihat dari komunikasi personal tersebut bahwa sebelum mahasiswa diberi pelajaran melalui e-lea rning, sebaiknya dosen memperkenalkan atau mengajarkan pengoperasian teknologi yang berhubungan dengan e-learning terlebih dahulu. Yang dan Yang (2006) menyatakan bahwa pengalaman untuk melakukan e-lea rning dapatmerupakan perubahan yang cukup drastis bagi pelajar. Saat belajar cara membuat blog, orang-orang mungkin akan menghadapi kesulitan dalam proses belajarnya, namun pada titik tertentu mereka akan terbiasa untuk membuat atau mengelola suatu blog.

Kita tentu memerlukan adanya kesiapan saat memulai sesuatu, misalnya kesiapan secara fisik, kesiapan secara finansial atau kesiapan secara psikologis. Adapun kesiapan yang dimaksud dalam melakukan e-learning ini dikenal dengan istilah electronic readiness, e-learning readiness atau e-readiness. E-readiness merupakan kunci penting suksesnya suatu e-learning. Pada tahun 2009,

Economist Intelligence Unit meneliti e-readiness dari 70 negara. Dari hasil

penelitian tersebut, negara Indonesia berada di peringkat 65 (Economist

Intelligence Unit, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa e-readiness di negara


(21)

5

E-readiness merupakan kesiapan mental atau fisik untuk terlibat dalam

e-learning. E-readiness dapat didefinisikan sebagai tingkat dimana masyarakat siap

untuk mendapatkan keuntungan yang bisa didapatkan melalui teknologi informasi dan komunikasi (Dada, 2006). Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap beberapa mahasiswa Fakultas Psikologi USU, salah satu kendala yang dimiliki saat mengakses situs internet adalah kesulitan dalam menjangkau koneksi internet. Hal ini dapat dilihat dari wawancara terhadap J, salah seorang mahasiswa Fakultas Psikologi USU:

“Wah… Saya sih udah suka nge-blog sejak SMA 1, kak. Saya juga suka mendesain…eh…blog saya. Tapi, kak…kalau diminta untuk kuliah lewat blog, saya rasa sih…saya belum siap deh. Soalnya, rumah saya enggak ada internet. Dari dulu juga enggak pernah pasang internet. Kalo mau sering-sering ngecek pengumuman lewat blog, berarti saya harus sering-sering ke warnet. Agak repot, kak. Lagipula, saya juga agak

males…kalo harus sering-sering ke warnet…he…he…he… Kecuali,

kalo emank rumah saya dipasang internet…saya rasa sih nggak ada masalah kalo emank harus kuliah lewat blog. Masalahnya, takut ntar koneksinya tiba-tiba lemot pula…he…he…he…”

(Komunikasi Personal, 19 Oktober 2010) Terlihat dari komunikasi personal tersebut bahwa meskipun seorang mahasiswa sudah terampil dalam mengelola suatu blog, beberapa hambatan dari luar tentu akan muncul sehingga mempengaruhi e-readiness seseorang, salah satunya adalah ketersediaan koneksi internet. Zinn (2009) menyatakan bahwa idealnya, partisipan e-learning memerlukan akses internet baik di rumah maupun di lingkungan pembelajaran.

Menurut Guglielmino dan Guglielmino (2003), terdapat dua komponen utama e-readiness pada pelajar, yaitu technical readiness dan self-directed


(22)

attitudes, skills, dan habits dimana keempat komponen ini dapat disingkat sebagai KASH. Knowledge merupakan pemahaman dasar yang diperlukan dalam

e-learning; attitude merupakan perasaan, kepercayaan dan kecenderungan

berperilaku yang memiliki pengaruh kuat terhadap perilaku seseorang; skill merupakan keterampilan yang diperlukan seseorang dalam menjalankan

e-learning; dan habits merupakan kebiasaan yang dapat mendukung suksesnya

e-learning seseorang.Keempat komponen ini perlu ada dalam diri seseorang supaya

dapat menjadi e-lea rner yang sukses (Guglielmino & Guglielmino, 2003).

Tanpa adanya kesiapan untuk melakukan sesuatu yang baru, kemungkinan seseorang untuk sukses sangatlah kecil. Guglielmino dan Guglielmino (2003) menyatakan bahwa dalam sistem pembelajaran, penyedia pendidikan sering melupakan satu komponen penting, yaitu para pelajar. Apabila mahasiswa dipaksa untuk melakukan e-learning, padahal belum siap menjalankannya, mahasiswa tersebut akan memiliki pengalaman yang negatif. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara terhadap V, salah seorang mahasiswa Fakultas Psikologi USU:

“Kalo saya sih udah lewat mata kuliah pake blog itu, kak… Kuliah Psikologi Pendidikan. Waktu itu, memang jarang ketemu di kelas…paling-paling…cuma ketemu lima kali aja kalo gak salah ya. Kalo gak ketemu, kadang ada tugas kadang enggak. Masalahnya, kalo uda disuruh ketemu di kelas, saya jadi males juga…he…he…he… Sebenarnya sih, saya kurang suka kuliah lewat blog ini. Soalnya, saya gak dapat ilmunya, gak ngerti pun Psikologi Pendidikan itu belajar apa. Selain itu, kalo denger mata kuliah yang berbau pendidikan, langsung deh…saya gak ada minat…gara-gara trauma ma Psikologi Pendidikan. Itu sih menurut saya ya, kak ya…he…he…he…”

(Komunikasi Personal, 15 Desember 2010) Terlihat dari komunikasi tersebut bahwa setelah mengikuti perkuliahan berbasis blog, V menjadi tidak berminat terhadap mata kuliah yang bersangkutan.


(23)

7

Guglielmino dan Guglielmino (2003) menyatakan bahwa pelajar yang memiliki pengalaman yang negatif terhadap e-learning akan cenderung menolak kesempatan melakukan e-learning di kemudian hari. Hasil wawancara terhadap V bertentangan dengan kelebihan e-learning yang dikemukakan oleh Munir (2008) bahwa e-learning dapat memberikan pengalaman yang menarik bagi pelajar sehingga pemahaman terhadap materi pembelajaran akan lebih bermakna, mudah dipahami, serta mudah diingat.

Berdasarkan hasil komunikasi personal dengan beberapa mahasiswa, diketahui terdapat fenomena di Fakultas Psikologi USU yang berhubungan dengan masalah e-readiness. Pelaksanaan pembelajaran di Fakultas Psikologi USU sebagian besar masih dilakukan secara tatap muka. Berdasarkan pemaparan di atas, dengan adanya sistem pembelajaran e-learning berbasis blog, peneliti ingin melihat gambaran e-readiness yang dimiliki oleh mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

Bagaimanakah gambaran e-readiness pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara?


(24)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran e-readiness pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, dimana penelitian ini dilakukan dengan mengacu pada teori-teori yang akan diuraikan di landasan teoritis.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik dari segi teoritis maupun dari segi praktis, yaitu:

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memperkaya temuan dalam bidang psikologi, khususnya di bidang Psikologi Pendidikan, mengenai e-readiness pada mahasiswa sehingga dapat memperkaya teori-teori yang sudah ada sebelumnya.

b. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi tambahan bagi penelitian-penelitian sejenis dalam bidang Psikologi Pendidikan.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pembaca khususnya mahasiswa psikologi serta para pendidik mengenai kondisi e-readiness yang dimiliki oleh mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.


(25)

9

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada para pengajar mengenai e-readiness yang dimiliki oleh mahasiswa psikologi sehingga dapat dijadikan pertimbangan apabila ingin memberlakukan sistem pembelajaran e-learning.

c. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai

e-readiness.

E. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah: BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan penelitian.

BAB II : LANDASAN TEORITIS

Bab ini menguraikan teori yang mendasari masalah yang menjadi variabel dalam penelitian. Teori-teori yang dimuat adalah teori mengenai e-readiness, e-learning dan pengertian mahasiswa.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan mengenai metode-metode dasar dalam penelitian yaitu identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan sampel, metode dan alat pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian dan metode analisis data.


(26)

BAB IV : ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan mengenai analisis data berupa gambaran umum subjek dan hasil penelitian, serta pembahasan.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan.


(27)

11 BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. E-Readiness

1. Definisi E-Readiness

E-learning readiness atau e-readiness merupakan konsep yang baru.

Readiness berarti siap secara fisik dan mental untuk melakukan sesuatu.

E-readiness turut mempengaruhi kesuksesan program pendidikan yang

menggunakan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses akademik (Kaur & Abas, 2004).

Pengertian e-readiness berbeda dari satu peneliti dengan peneliti yang lain.

E-readiness merupakan tingkat dimana masyarakat disiapkan untuk berpartisipasi

dalam teknologi yang dapat membantu untuk membangun menuju masyarakat yang lebih baik (dalam Waryanto, 2010). Menurut Borotis & Poulymenakou (2004), e-readiness merupakan kesiapan mental atau fisik suatu organisasi untuk suatu pengalaman atau tindakan e-learning (dalam Priyanto, 2008). Hampir sama dengan pendapat oleh Dada (2006) yang menyatakan bahwa e-readiness merupakan tingkat dimana masyarakat siap untuk mendapatkan keuntungan yang bisa didapatkan melalui teknologi informasi dan komunikasi. Sedangkan, menurut Choucri dkk. (2003), e-readiness merupakan kemampuan untuk mengejar kesempatan menciptakan suatu nilai dengan difasilitasi oleh penggunaan internet.

Rosenberg (2000) menyatakan bahwa e-readiness merupakan instrumen yang efektif untuk mengevaluasi efektivitas e-learning (dalam Priyanto, 2008).


(28)

Dalam hal ini, e-readiness dipandang sebagai alat yang menuntun perjalanan pengembangan e-learning dari tahap analisis sampai pada tahap evaluasi.

Secara umum, e-readiness merupakan kesiapan dan kemauan seseorang untuk terlibat dalam sistem pendidikan e-learning. Komponen e-readiness ini akan dibahas lebih lanjut.

2. Komponen E-Readiness

Terdapat beberapa hal yang harus dipenuh agar seseorang dapat dikatakan siap mengikuti e-learning. Miller (2005) menemukan bahwa pelajar perlu memiliki kemampuan teknologi dan kemampuan SDL agar dapat berfungsi secara maksimal dalam lingkungan pembelajaran e-learning. Survei Distance Education

Online Symposium listserv (DEOS-L) menetapkan bahwa terdapat dua komponen

utama dari kesiapan pelajar agar dapat sukses dalam e-lea rning, yaitu technical

readiness dan self-directed learning readiness. Masing-masing komponen

tersebut terdiri dari knowledge, attitudes, skills, dan habits. Keempat komponen ini dapat disingkat sebagai KASH (Guglielmino & Guglielmino, 2003).

Knowledge, merupakan bagian pertama, menyediakan informasi dasar

yang diperlukan. Individu mungkin memiliki pengetahuan untuk melakukan sesuatu tetapi dia memilih untuk tidak melakukannya. Attitudes merupakan bagian kedua: perasaan, kepercayaan dan kecenderungan berperilaku seseorang yang berasal dari bawaan maupun lingkungan yang memiliki pengaruh kuat terhadap perilaku. Meskipun knowledge dan attitude individu memiliki dasar yang baik bagi self-directed learning, hal tersebut tidak dapat dilakukan tanpa adanya skill.


(29)

13

Saat knowledge, attitude, dan skill telah dimiliki, pembentukan habit yang positif dapat mendukung suksesnya e-learning seseorang (Guglielmino & Guglielmino, 2003).

a. Technical Readiness for e-Learning

Komponen pertama dari e-readiness adalah kesiapan teknis. Kesiapan secara teknis berarti kesiapan individu untuk mengoperasikan teknologi, misalnya teknologi komputer dan teknologi internet. Optimisme dan keinginan untuk berinovasi turut mempengaruhi technical readiness seseorang (Elliott, dkk. 2008). Optimisme berarti percaya bahwa penggunaan teknologi sebagai media e-learning dapat memberikan keuntungan bagi individu, dan kemauan untuk berinovasi berarti keinginan individu untuk mencoba atau mengeksplorasi teknologi. Individu yang memiliki knowledge, attitudes, skills, dan habits dalam teknologi akan lebih memiliki keuntungan dalam halnya kesiapan untuk e-learning.

i. Technical Knowledge

Pengetahuan teknis berarti pengetahuan yang dibutuhkan dalam

e-learning, misalnya pengetahuan dasar mengenai komponen dan

operasi sistem yang digunakan dalam e-lea rning.

ii. Technical Attitudes

Sikap dalam hal ini merupakan perasaan positif terhadap penggunaan teknologi sebagai sistem pembelajaran, kepercayaan diri dalam mengatasi teknologi, dan harapan yang positif untuk mengatasi tantangan baru.


(30)

iii. Technical Skills

Jelas bahwa pelajar harus dapat mengaplikasikan kemampuan dasar yang diperlukan dalam penggunaan sistem e-learning. Misalnya, pelajar yang menggunakan sistem web-based memerlukan kemampuan untuk mengakses internet, menjalankan fungsi e-mail, dan kemampuan lain yang dibutuhkan. Salter (dalam Prayudi, 2009) menyatakan bahwa semakin baik technical skills yang dimiliki oleh pelajar, individu akan semakin siap untuk menggunakan e-learning.

iv. Technical Habits

Kebiasaan secara teknis dapat beragam tergantung pada penggunaan teknologi dalam e-learning. Mengembangkan kebiasaan untuk berpartisipasi, mempelajari tugas, dan menyelesaikan tugas merupakan hal yang penting.

b. Self-Directed Learning Readiness

Komponen kedua dari e-readiness adalah Self-Directed Learning, yang selanjutnya akan disingkat dengan SDL. Guglielmino dan Guglielmino (2004) menyatakan bahwa persiapan yang paling baik bagi kesuksesan e-lea rning adalah dengan meningkatkan self-directed learning readiness. SDL berarti bahwa pengaturan dalam pembelajaran adalah tanggung jawab pelajar, bukan karena adanya paksaan dari luar (Long, 2003). Tanggung jawab terhadap pembelajaran sangat penting dalam e-learning dan dalam pembelajaran lainnya. Menurut Malcolm Knowles (dalam Guglielmino & Guglielmino, 2004), SDL merupakan


(31)

15

suatu proses dimana pelajar, dengan atau tanpa bantuan dari orang lain, mengidentifikasikan kebutuhan pembelajaran, mendefinisikan tujuan pembelajaran, mengembangkan dan mengimplementasikan rencana pembelajaran, dan mengevaluasi pembelajaran yang telah didapat. Sedangkan, menurut Gibbons (2002), SDL merupakan peningkatan pengetahuan, kemampuan, pencapaian, atau pengembangan diri yang dipilih dan dilakukan oleh seorang individu dengan cara apapun dan kapanpun dia inginkan. Karakteristik SDL yang berhubungan dengan suksesnya e-learning dalam literatur dikenal dengan independence, self-direction, atau autonomy in learning. SDL juga memiliki empat komponen, yaitu knowledge, attitudes, skilss, dan habits.

i. Self-Directed Learning Knowledge

Persyaratan penting dalam kesiapan untuk SDL adalah pengetahuan diri (self-knowledge): pemahaman mengenai diri sendiri sebagai seorang pelajar. Hal tersebut termasuk pengetahuan mengenai inisiatif, ketekunan dan kesadaran mengenai diri sendiri untuk merasakan dan memproses informasi. Kesiapan untuk self-directed learning juga termasuk pengaturan pembelajaran sendiri.

ii. Self-Directed Learning Attitudes

Sikap merupakan komponen utama dari kesiapan untuk SDL (Guglielmino & Guglielmino, 2003). Sikap yang dibentuk didasarkan pada keingingan yang kuat untuk belajar atau berubah. Individu yang memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan senang mempelajari hal baru berfokus pada pengembangan diri yang terus menerus, serta


(32)

memandang pembelajaran sebagai jalan untuk menyelesaikan masalah cenderung menjadi pelajar e-learning yang sukses. Sikap percaya diri sebagai pelajar yang kompeten dan efektif berarti melihat diri sendiri sebagai pelajar yang mampu dan berinisiatif dalam pembelajaran.

Menerima tanggung jawab untuk pembelajaran seseorang dan memandang masalah sebagai tantangan merupakan komponen sikap yang saling berkaitan. Pelajar yang self-directed percaya bahwa tanggung jawab utama dalam pembelajaran ada pada diri sendiri. Pelajar sendirilah yang harus mengenal kebutuhan untuk belajar dan mengambil tanggung jawab.

Dalam setting e-learning yang telah didesain sedemikian rupa, kreativitas dan kemandirian juga sangat diperlukan dalam proses pembelajaran. Setting e-learning yang menantang membutuhkan kemampuan untuk berpikir secara kreatif dan mengembangkan pemikiran seseorang dan proses untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah dibandingkan dengan hanya mengikuti petunjuk.

Pelajar self-directed yang efektif menggunakan semua peralatan yang tersedia. Individu yang mau bertanya, mengklarifikasi, atau meminta nasehat para ahli akan selalu berusaha, dimana hal ini merupakan proses pembelajaran. Selain itu, hal penting dari SDL adalah menghargai pembelajaran, yaitu suatu pemikiran mengenai pentingnya pembelajaran yang dicapai oleh diri sendiri. Biasanya,


(33)

17

orang-orang kurang menghargai prestasi seseorang yang didapat di luar situasi kelas formal. Mereka cenderung berpikir bahwa apabila instruktur tidak mengatakan apa yang harus dipelajari, tidak memberikan informasi, dan tidak menguji kita, hal tersebut tidak termasuk ke dalam pembelajaran.

iii. Self-Directed Learning Skills

Logikanya, kemampuan akademis dasar merupakan bagian yang penting dalam e-readiness, terutama kemampuan membaca. Pelajar yang self-directed biasanya dapat mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan pembelajaran mereka. Kemampuan yang berkaitan dengan kebutuhan pembelajaran ini adalah kemampuan untuk merencanakan tujuan pembelajaran, mengembangkan rencana pembelajaran, mengidentifikasi sumber pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan mengevaluasi pembelajaran. Kemampuan mengatur waktu dan mempersiapkan dokumen atau laporan dapat mendukung proses ini.

iv. Self-Directed Learning Habits

Salah satu kebiasaan penting dalam diri pelajar yang self-directed adalah persistence: ketekunan untuk mencapai tujuan meskipun ada masalah, kebosanan, atau faktor lain yang sedang melanda. Kebiasaan seperti perencanaan yang sistematis, pengaturan media dan materi pembelajaran, dan penyelesaian tugas sesuai dengan jadwal yang sudah direncanakan dapat meningkatkan keefektifan e-learning.


(34)

Dua kebiasaan penting lainnya meliputi reflection dan

environmental scanning. Individu yang reflektif berpikir mengenai

suatu tindakan atau kejadian, hasil yang mungkin terjadi dari tindakan atau kejadian tersebut, performansi diri, bagaimana tindakannya akan diinterpretasikan oleh orang lain, serta menganalisis pembelajaran diri, proses pembelajaran, dan hasil pembelajaran. Dengan kata lain, individu yang reflektif adalah individu yang melihat segala sesuatu dari sudut pandang makro dan mikro dalam mencari insight atau pemahaman baru. Environmental scanning merupakan kesadaran akan perubahan dan dampak-dampak yang mungkin terjadi dalam suatu lingkungan, termasuk kebutuhan untuk pembelajaran baru.

Berdasarkan hasil survei, Guglielmino dan Guglielmino (2003) mendeskripsikan pelajar yang memiliki self-directed tinggi, antara lain:

i. merupakan orang yang memiliki inisiatif, kemandirian, dan ketekunan untuk belajar;

ii. merupakan orang yang bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan melihat masalah sebagai tantangan, bukan rintangan; iii. merupakan orang yang memiliki disiplin diri dan memiliki rasa ingin

tahu yang tinggi;

iv. merupakan orang yang percaya diri dan memiliki keinginan yang kuat untuk belajar atau berubah;


(35)

19

v. merupakan orang yang mampu menggunakan kemampuan belajar, mengorganisasikan waktu dan menetapkan langkah yang tepat untuk belajar, dan merencanakan untuk menyelesaikan tugas;

vi. merupakan orang yang menikmati pembelajaran dan cenderung berorientasi pada tujuan.

Pelajar, seperti mahasiswa, yang terlibat dalam lingkungan pembelajaran menggunakan e-learning diharapkan agar dapat e-readiness. Hal ini dikarenakan

e-readiness merupakan kunci penting bagi kesuksesan e-learning.

B. E-Learning

1. Pengertian Learning

Terdapat banyak definisi belajar (learning) yang dikemukakan oleh para peneliti. Dalam psikologi, istilah belajar merupakan suatu perubahan perilaku yang relatif permanen dan diperoleh melalui pengalaman, yaitu interaksi dengan lingkungan (Lahey, 2007). Dalam hal ini, perubahan perilaku yang disebabkan oleh efek biologis bukan merupakan hasil dari belajar.

Tidak ada organisme yang akan bertahan hidup lama jika dia tidak belajar tentang objek lingkungan mana yang bisa dipakai untuk memenuhi kebutuhan pokoknya (Hergenhahn & Olson, 2008). American Heritage Dictionary (dalam Hergenhahn & Olson, 2008) menyatakan bahwa manusia belajar untuk mendapatkan pengetahuan, pemahaman atau penguasaan melalui pengalaman atau studi. Sedangkan, menurut Piaget (dalam Zimmerman & Schunk, 2003), belajar merupakan perkembangan kognitif yang difasilitasi oleh pengalaman. Hampir


(36)

sama dengan pendapat Jung (dalam Widianto, 2010) yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses dimana tingkah laku dari suatu organisme dimodifikasi oleh pengalaman.

Secara umum, belajar merupakan perubahan perilaku yang relatif permanen, yang terjadi sebagai akibat dari pengalaman. Dalam hal ini, apabila perubahan perilaku disebabkan oleh maturitas atau perubahan biologis, hal tersebut bukan termasuk proses belajar. Belajar tidak hanya dilakukan secara tatap muka, tetapi juga dapat dilakukan secara jarak jauh dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi. Teknologi informasi dan komunikasi adalah sesuatu yang universal, bahkan internet telah memasuki 99% kampus. Lebih dari sepertiga institusi perguruan tinggi menyediakan kuliah secara online yang ternyata banyak diminati oleh mahasiswa (Williams & Sawyer, 2007). Para mahasiswa menyatakan bahwa mereka lebih senang dengan fleksibilitas yang ditawarkan, yaitu karena mereka tidak perlu hadir di kelas untuk kuliah. Adapun pembelajaran yang seperti ini dikenal dengan sebutan e-learning.

2. Pengertian E-Learning

Perkembangan teknologi yang semakin pesat tentu sangat memudahkan aktivitas manusia. Salah satu perkembangan teknologi yang cukup direspon positif adalah pembelajaran jarak jauh atau e-learning. The American Society for

Training and Development (2001) menyatakan bahwa e-learning merupakan


(37)

21

pembelajaran (dalam Fee, 2009).Melalui e-learning, penyedia pendidikan seakan-akan membuka kelas di berbagai tempat.

E-learning sendiri memiliki berbagai macam definisi. Menurut Williams

& Sawyer (2007), e-learning merupakan sebuah nama untuk program pendidikan secara online. Hampir sama dengan pendapat Henderson (2003) yang menyatakan bahwa e-learning merupakan pembelajaran jarak jauh yang menggunakan teknologi komputer, biasanya internet. Menurut Naidu (2006), e-learning merupakan penggunaan jaringan teknologi informasi dan komunikasi yang disengaja dalam proses pengajaran dan pembelajaran. Hampir sama dengan pendapat oleh Rosenberg (2006), e-learning merupakan penggunaan teknologi internet untuk menciptakan atau mengirimkan lingkungan pembelajaran yang meliputi sekumpulan sumber instruksi, informasi, dan solusi, yang bertujuan untuk meningkatkan performansi individu dan organisasi. Sedangkan, menurut Munir (2008), e-learning berarti pembelajaran dengan menggunakan media atau jasa bantuan perangkat elektronika. Apabila mengacu pada definisi ini, tidak semua e-learning dilakukan secara online dan jarak jauh. Dalam pelaksanaannya,

e-learning menggunakan jasa audio, video, perangkat komputer, atau kombinasi

dari ketiganya.

Ketika berpikir mengenai e-learning, orang-orang cenderung memiliki gambaran mengenai seseorang yang sedang duduk sendirian, menatap layar komputer, dan mengerjakan tugas atau ujian sendirian. Menurut Fee (2009), adanya pemikiran ini akan membuat orang-orang cenderung menganggap bahwa


(38)

seperti ini juga tidak dapat disalahkan sepenuhnya, karena proses belajar tetap berlangsung meskipun seseorang sedang duduk sendirian. Hanya saja, interaksi yang berlangsung tidak terlihat secara kasat mata.

Secara umum, e-learning adalah proses pembelajaran dengan menggunakan/memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, khususnya internet, agar pengajar dan pelajar dapat berkomunikasi tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Santrock (2007) yang menyatakan bahwa internet merupakan inti dari komunikasi melalui komputer.

3. Kelebihan E-Learning

Pembelajaran melalui e-learning tentu memiliki kelebihan. Munir (2008) menyatakan bahwa pembelajaran dengan e-learning memiliki banyak kelebihan, antara lain:

a. Memberikan pengalaman yang menarik dan bermakna bagi pelajar karena kemampuannya dapat berinteraksi langsung, sehingga pemahaman terhadap materi pembelajaran akan lebih bermakna, mudah dipahami, mudah diingat dan mudah pula untuk diungkapkan kembali.

b. Dapat memperbaiki tingkat pemahaman dan daya ingat seseorang terhadap pengetahuan yang disampaikan, karena konten yang bervariasi, interaksi yang menarik perhatian, umpan balik yang didapat secara cepat, dan adanya interaksi dengan pengajar.


(39)

23

c. Adanya kerja sama dalam komunitas online yang memudahkan berlangsungnya proses transfer informasi dan komunikasi, sehingga setiap elemen tidak akan kekurangan sumber atau bahan ajar.

d. Administrasi dan pengurusan yang terpusat, sehingga memudahkan dilakukannya aksses dalam operasionalnya.

e. Pusat perhatian dalam pembelajaran tertuju pada pelajar, dimana pelajar tidak bergantung sepenuhnya kepada pengajar. Pelajar belajar secara mandiri untuk menggali atau mengeksplorasi ilmu pengetahuan melalui internet.

4. Kekurangan E-Learning

E-learning juga tidak terlepas dari adanya kekurangan. Berbagai kritik

(Bullen, 2001, Beam, 1997; dalam Suyanto, 2005) mengenai e-learning antara lain adalah:

a. Apabila interaksi antara pengajar dan pelajar atau bahkan antar pelajar kurang, hal ini dapat memperlambat terbentuknya nilai-nilai dalam proses belajar dan mengajar.

b. Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial.

c. Pelajar yang tidak memiliki motivasi belajar tinggi akan cenderung ketinggalan atau gagal.

d. Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet.

e. Kurangnya tenaga yang mengetahui dan memiliki keterampilan internet.


(40)

f. Kurangnya penguasaan bahasa komputer.

5. Faktor-faktor yang Menghambat Seseorang Melakukan E-Learning

Terdapat beberapa faktor yang menghambat seseorang untuk melakukan

e-learning. Muilenburg dan Berge (2005) menemukan bahwa terdapat delapan

faktor yang menghambat seorang pelajar mau melakukan pembelajaran secara

online atau e-learning, antara lain:

a. Masalah administratif atau pengajar, yaitu pelajar merasa bahwa masalah-masalah pembelajaran ada pada pengajar. Misalnya, pengajar kurang memahami pengelolaan e-learning, pengajar telat memberikan umpan balik, dan lain-lain.

b. Interaksi sosial, yaitu pelajar merasa bahwa interaksi sosial terhadap teman-teman atau pengajar sangat kurang, dimana hal ini dapat membuat pelajar merasa terisolasi dalam pembelajaran dengan

e-learning.

c. Kemampuan akademik, yaitu pelajar merasa kurang memiliki kemampuan dalam hal mengarang, membaca, ataupun berkomunikasi. d. Kemampuan teknis, yaitu pelajar merasa kurang memiliki kemampuan

untuk mengelola media e-learning.

e. Motivasi pelajar, yaitu pelajar merasa lingkungan pembelajaran dengan menggunakan e-learning tidak menyenangkan, dimana hal ini dapat membuat pelajar sering melakukan prokrastinasi.


(41)

25

f. Waktu dan dukungan, yaitu pelajar yang merasa kurang mendapat waktu dan dukungan dari orang tua dan teman-teman akan cenderung menolak e-learning.

g. Biaya untuk mengakses internet yang mahal.

h. Masalah teknis, seperti browser atau software, juga dapat menghambat pelajar untuk melakukan e-learning.

E-learning merupakan proses pembelajaran melalui internet dengan

berbasis web. Salah satu contoh pembelajaran berbasis web dapat dilakukan dengan menggunakan web log,atau lebih dikenal dengan sebutan blog.

6. Pengertian Web log

Web log, atau lebih dikenal sebagai blog, dapat dikatakan sebagai

cerminan jati diri seseorang di internet. Sebenarnya, istilah blog terdiri dari dua kata yaitu web dan log (Gardner & Birley, 2010). Blog berfungsi hampir sama dengan situs pribadi. Aktivitas memperbaharui blog disebut sebagai blogging (Nacht & Chaney, 2007). Orang yang menulis blog disebut sebagai blogger, bukan weblogger. Semua blog merupakan situs, tetapi tidak semua situs merupakan blog (Hill, 2006). Semua orang yang membuat blog adalah unik, dan semua blog adalah unik (Gunelius, 2010).

Menurut Williams dan Sawyer (2007), blog merupakan halaman web dengan gaya penulisan seperti buku harian. Hampir sama dengan pendapat yang dikemukakan oleh Smith dan Bebak (2007), yaitu blog merupakan catatan harian atau jurnal online yang berisi pemikiran, pengalaman, dan minat seseorang.


(42)

Menurut Doctorow (2002), blog merupakan sebuah situs web yang terdiri dari sejumlah informasi singkat dan unik yang dinamakan post. Post ini tersusun secara terbalik, artinya post yang paling baru akan terletak di urutan pertama. Sedangkan menurut Gardner dan Birley (2010), blog merupakan perbaharuan suatu situs yang disusun secara berurutan, penulisan dan penyusunannya sama seperti catatan harian, serta cara penulisan informalnya mengkarakteristikkan komunikasi personal seseorang.

Secara umum, blog merupakan sebuah situs yang terdiri dari sejumlah informasi yang berisi berbagai macam topik yang ditulis oleh seseorang untuk dibagikan kepada orang lain, dimana pembaca dapat memberikan komentar terhadap informasi tulisan tersebut. Melalui blog, seorang pengajar dapat memberikan informasi kepada para mahasiswa tanpa harus bertatapan langsung. Setiap mahasiswa tentunya juga dituntut untuk memiliki blog agar dapat mengakses situs untuk menerima informasi dan berinteraksi dengan pengajar.

C. Mahasiswa

Secara harfiah, mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di universitas, institut, maupun akademi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi. Setelah menyelesaikan pendidikan di bangku sekolah, sebagian siswa ada yang menganggur, mencari pekerjaan, atau melanjutkan pendidikan ke tingkat perguruan tinggi. Mereka yang terdaftar sebagai murid di perguruan tinggi dapat disebut sebagai mahasiswa (Takwin, 2008).


(43)

27

Belajar di perguruan tinggi sangat berbeda dari belajar di sekolah (Furchan, 2009). Di sekolah, siswa lebih banyak berperan sebagai penerima ilmu pengetahuan, sementara guru dianggap sebagai pemberi ilmu pengetahuan. Di perguruan tinggi, mahasiswa lebih aktif dalam mencari ilmu pengetahuan, sementara pengajar berfungsi sebagai fasilitator yang membantu mahasiswa mencapai tujuan pembelajaran yang telah disepakati.

Menurut Kartono (dalam Ulfah, 2010), mahasiswa merupakan anggota masyarakat yang mempunyai ciri-ciri tertentu, antara lain:

1. Mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk belajar di Perguruan Tinggi, sehingga dapat digolongkan sebagai kaum intelegensia.

2. Karena kesempatan yang ada, mahasiswa diharapkan nantinya dapat bertindak sebagai pemimpin yang mampu dan terampil, baik sebagai pemimpin masyarakat ataupun dalam dunia kerja.

3. Diharapkan dapat menjadi daya penggerak yang dinamis bagi proses modernisasi.

4. Diharapkan dapat memasuki dunia kerja sebagai tenaga yang berkualitas dan profesional.

Perguruan tinggi menyediakan berbagai jurusan bagi calon mahasiswa agar dapat memilih jurusan yang sesuai dengan yang dikehendaki. Salah satu jurusan yang tersedia adalah psikologi. Mahasiswa yang sedang menuntut ilmu di bidang psikologi disebut dengan mahasiswa psikologi. Brewer dkk. (dalam Brewer & Halonen, 2004) menegaskan bahwa tujuan dasar dari pendidikan


(44)

seperti seorang ilmuwan mengenai perilaku dan pengalaman hidup, dimana terdapat enam tujuan kurikulum yang dapat mencapai tujuan ini:

1. Perhatian terhadap keberagaman manusia, 2. Pengetahuan yang luas dan dalam,

3. Kompetensi metodologis,

4. Pengalaman praktis dan aplikasi, 5. Kemampuan komunikasi, dan 6. Sensitivitas terhadap masalah etis.

Teknologi informasi dan komunikasi tentu saja banyak berperan dalam kehidupan di Perguruan Tinggi. Teknologi telah menjadi bagian dari institusi pendidikan selama beberapa dekade. Hanya saja, komputer masih sering dipakai untuk kegiatan yang biasa, bukan untuk pembelajaran yang konstruktif dan aktif (Newby dkk., 2000; dalam Santrock, 2007). Padahal, di dunia yang kini berorientasi pada teknologi, kompetensi orang-orang tentu akan semakin ditantang dan diperluas dengan cepat (Bitter & Pierson, 2002; Collis & Sakamoto, 1996; Nickerson, 2000; dalam Santrock, 2007). Laptop, misalnya, sangat berguna karena mahasiswa dapat menggunakannya di perpustakaan untuk membantu menyusun skripsi, serta dapat digunakan di dalam kelas untuk mencatat pelajaran selama proses perkuliahan berlangsung. Hanya saja, penggunaan laptop di ruang kelas masih menjadi kontroversi (Williams & Sawyer, 2007). Hal ini dikarenakan kebanyakan mahasiswa mengirimkan pesan dan mengakses situs-situs yang tidak berhubungan dengan pelajaran, yang semuanya dilakukan di dalam kelas ketika


(45)

29

pelajaran sedang berlangsung. Hal tersebut akan lebih mungkin terjadi apabila kampus menyediakan koneksi internet Wi-Fi (Wireless Fidelity) secara gratis.

Secara umum, mahasiswa psikologi adalah individu yang sedang menuntut ilmu di perguruan tinggi, dimana individu dituntut untuk menguasai teori-teori psikologi. Batasan umur untuk mahasiswa tidaklah bersifat mutlak, karena realita di lapangan, banyak individu yang menyandang gelar mahasiswa kurang dari usia yang tertulis ataupun lebih dari batas atas.

D. Gambaran E-Readiness pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Perkembangan teknologi yang semakin canggih akan menuntut orang-orang untuk lebih memperhatikan dan mempelajari teknologi. Seiring dengan berjalannya waktu, teknologi juga bisa dijadikan sebagai media pembelajaran. Sistem pendidikan yang difasilitasi dengan sentuhan teknologi informasi dan komunikasi dikenal dengan istilah e-lea rning. Media pembelajaran e-learning dapat dilakukan melalui internet yang berbasis web,misalnya menggunakan blog,

e-mail, forum, dan lain-lain.

Proses pembelajaran e-learning yang berbasis blog telah diberlakukan di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara (USU). Di Fakultas Psikologi USU, terdapat beberapa perkuliahan dengan menggunakan sistem pendidikan e-learning berbasis blog, dimana pengajar dan mahasiswa tidak harus bertatap di dalam kelas setiap minggunya. Perkuliahan yang menerapkan sistem pendidikan e-learning tersebut adalah Psikologi Pendidikan, Psikologi Belajar, Andragogi, dan


(46)

Paedagogi. Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap beberapa mahasiswa Fakultas Psikologi USU, beberapa mahasiswa merasa nyaman dengan sistem perkuliahan e-learning karena sistem ini tidak lagi harus dilakukan secara tatap muka di kelas. Tetapi, beberapa mahasiswa merasa tidak nyaman dengan sistem perkuliahan e-learning tersebut karena sulitnya menjangkau akses internet ataupun koneksi internet yang sering terputus.

Penerapan sistem pembelajaran seperti ini menuntut seseorang untuk siap terlibat dalam e-learning. Apabila mahasiswa Fakultas Psikologi USU belum siap mengikuti sistem pendidikan e-learning, mereka tetap harus mengikuti mata kuliah wajib yang menerapkan sistem pendidikan e-learning tersebut. Kesiapan individu untuk terlibat dalam e-learning ini disebut dengan e-readiness. Apabila individu tidak memiliki e-readiness, penggunaan e-learning akan menyebabkan frustrasi dan pengalaman yang negatif, serta pembelajaran yang kurang optimal pada mahasiswa (Guglielmino & Guglielmino, 2003).

Seorang individu dikatakan siap terlibat dalam e-learning apabila memiliki

technical readiness dan readiness for self-directed learning (Guglielmino &

Guglielmino, 2003). Dalam hal ini, selain siap mengoperasikan teknologi komputer atau internet yang berhubungan dengan e-learning, mahasiswa psikologi juga diharapkan mampu mengarahkan pembelajarannya sendiri. Mahasiswa yang memiliki knowledge, attitudes, skills, dan habits dalam teknologi dan pembelajaran akan memiliki keuntungan lebih dalam hal e-readiness.

Mahasiswa psikologi dikatakan memiliki technical readiness apabila memiliki pengetahuan dasar mengenai pengoperasian media e-learning yang


(47)

31

digunakan; memiliki sikap yang positif terhadap penggunaan e-learning sebagai pengantar pembelajaran; memiliki kemampuan dasar untuk menggunakan media

e-learning; dan mau mengembangkan kebiasaan untuk berpartisipasi dalam

e-learning. Dalam hal ini, mahasiswa psikologi diharapkan mampu membuat akun

e-mail dan blog, mampu mendesain akun blog, mampu memperbaharui akun blog,

ataupun mampu mengunggahtugas-tugas yang diberikan oleh dosen.

Selain itu, mahasiswa psikologi dikatakan memiliki readiness for

self-directed learning apabila memiliki pengetahuan mengenai diri sendiri dalam

memproses informasi; bertanggung jawab atas pembelajaran diri sendiri, kreatif dan mandiri dalam belajar, memiliki kemauan untuk bertanya, dan menghargai pembelajaran seseorang; memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan pembelajaran diri sendiri; dan memiliki kebiasaan untuk tekun, reflektif, dan sadar akan perubahan lingkungan. Dalam hal ini, mahasiswa psikologi diharapkan mampu mengarahkan pembelajaran sendiri tanpa harus diingatkan ataupun diatur oleh orang lain.

E-readiness pada mahasiswa psikologi sangat diperlukan agar pelaksanaan

e-learning di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara dapat berlangsung

sukses. Oleh karena itu, mahasiswa Fakultas Psikologi USU diharapkan memiliki

e-readiness yang tinggi, tidak hanya dari technical readiness tetapi juga readiness


(48)

32 BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan salah satu elemen yang penting dalam suatu penelitian karena metode penelitian menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisis data dan pengambilan keputusan hasil penelitian (Hadi, 2000). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, karena penelitian ini dilakukan untuk melihat gambaran e-readiness pada mahasiswa Fakultas Psikologi USU.

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel yang ada dalam penelitian ini hanya satu, yaitu e-readiness.

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Definisi operasional untuk variabel e-readiness yaitu kesiapan dan kemauan seseorang untuk memanfaatkan blog sebagai media pembelajaran dalam konteks e-learning. Komponen e-readiness tersebut terdiri dari technical

readiness dan self-directed learning readiness, yang dikemukakan oleh

Guglielmino dan Guglielmino (2003).

Technical readiness merupakan kesiapan individu untuk mampu

menggunakan blog sebagai media pembelajaran, dimana technical readiness ini dilihat dari empat hal, yaitu: (a) technical knowledge, merupakan pengetahuan yang dibutuhkan dalam mengelola suatu blog; (b) technical attitudes, merupakan


(49)

33

perasaan, kepercayaan, dan harapan yang positif terhadap penggunaan blog sebagai sistem pembelajaran; (c) technical skills, merupakan kemampuan mengaplikasikan pengetahuan yang dibutuhkan dalam penggunaan blog; dan (d)

technical habits, merupakan kebiasaan individu yang berhubungan dengan

penggunaan blog.

Sedangkan, Self-Directed Learning Readiness merupakan kesiapan individu untuk mampu menuntun dan mengarahkan pembelajarannya, yang juga terdiri dari: (a) SDL knowledge merupakan pengetahuan dan pemahaman mengenai diri sendiri untuk memproses suatu informasi; (b) SDL attitudes merupakan sikap yang dibentuk oleh individu didasarkan pada keinginan untuk belajar dan berubah; (c) SDL skills merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan pembelajaran; dan (d) SDL habits merupakan kebiasaan individu yang dapat meningkatkan keefektifan dalam belajar.

E-readiness subjek dalam penelitian ini akan diungkap dengan skala yang

disusun oleh peneliti berdasarkan teori-teori yang dikemukakan oleh Guglielmino dan Guglielmino (2003). Dalam skala tersebut, semakin tinggi skor yang didapat oleh subjek penelitian, semakin tinggi pula e-readiness yang dimiliki oleh subjek.

C. Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh penduduk yang dimaksudkan untuk diselidiki. Populasi dibatasi sebagai sejumlah penduduk atau individu yang setidaknya memiliki sifat atau karakteristik yang sama. Sampel merupakan sebagian dari


(50)

populasi atau sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari populasi. Sampel harus memiliki paling sedikit satu sifat yang sama (Hadi, 2000). Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara dengan karakteristik yang baru mengambil mata kuliah yang menggunakan sistem pendidikan e-learning berbasis blog serta masih aktif dalam perkuliahan. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 114 orang, dimana populasi inilah yang menjadi sampel dalam penelitian ini.

D. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengambilan data dengan skala atau disebut dengan metode skala. Skala merupakan suatu bentuk pengukuran terhadap performansi tipikal individu yang cenderung dimunculkan dalam bentuk respon terhadap situasi-situasi tertentu yang sering dihadapi (Azwar, 2009). Azwar (2009) menguraikan beberapa karakteristik skala sebagai alat ukur psikologi, antara lain:

1. Stimulusnya berupa pernyataan yang tidak secara langsung mengungkap atribut yang hendak diukur, melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan.

2. Skala psikologi selalu berisi banyak aitem dan kesimpulan akhir sebagai suatu diagnosis baru dapat dicapai apabila semua aitem telah direspon oleh subjek.

3. Respon subjek tidak dapat diklasifikasikan sebagai jawaban yang “benar” atau “salah”.


(51)

35

Hadi (2000) menyatakan bahwa skala dapat digunakan dalam penelitian berdasarkan asumsi-asumsi sebagai berikut:

1. Subjek adalah orang yang paling tahu mengenai dirinya sendiri,

2. Apa yang dinyatakan oleh subjek dalam penelitian adalah benar dan dapat dipercaya, dan

3. Interpretasi subjek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan kepadanya sama dengan yang dimaksudkan peneliti.

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala e-readiness. Skala ini disusun oleh peneliti berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Guglielmino (2003). Skala e-readiness memiliki 2 komponen, yaitu technical readiness dan

self-directed learning readiness. Masing-masing kedua komponen tersebut terbagi

lagi menjadi knowledge, attitudes, skills, dan habits. Skala e-readiness disusun berdasarkan uraian yang terdapat dalam landasan teoritis.

Skala e-readiness ini menggunakan model skala ordinal yang disusun berdasarkan penskalaan model Likert. Skala disusun berdasarkan skala psikologi yang terdiri dari dua kategori aitem yaitu aitem favorable dan aitem unfavorable. Aitem disebut favorable apabila isinya mendukung, memihak atau menunjukkan ciri adanya atribut yang diukur, sedangkan aitem disebut unfavorable apabila isinya tidak mendukung atau tidak menggambarkan ciri atribut yang diukur (Azwar, 2009). Pengambilan data penelitian akan dilakukan dengan menggunakan


(52)

Tabel 1. Blueprint Penyusunan Skala E-Readiness

No Dimensi E-readiness Jumlah Aitem Jumlah

Favorable Unfavorable

1

Technical Readiness

Knowledge 6 5 11

Attittudes 6 5 11

Skills 6 5 11

Habits 6 5 11

2

SDL Readiness

Knowledge 6 5 11

Attittudes 6 5 11

Skills 6 5 11

Habits 6 5 11

Jumlah 48 40 88

Pada pengisian skala e-readiness, subjek diminta untuk memilih salah satu dari lima alternatif jawaban yang tersedia. Adapun alternatif jawaban yang disediakan tersebut adalah Sangat Tidak Sesuai (STS), Tidak Sesuai (TS), Netral (N), Sesuai (S), dan Sangat Sesuai (SS). Bobot penilaian untuk pernyataan

favorable adalah STS=0, TS=1, N=2, S=3, SS=4, sedangkan bobot penilaian

untuk pernyataan unfavorable adalah STS=4, TS=3, N=2, S=1, SS=0. Dalam skala e-readiness yang dirancang oleh peneliti, semakin tinggi skor yang didapat oleh subjek, semakin tinggi pula e-readiness yang dimiliki oleh subjek.

Selain aitem-aitem tersebut, terdapat juga identitas diri yang harus diisi oleh subjek penelitian. Adapun identitas diri tersebut meliputi nama, jenis kelamin, dan usia. Skala e-readiness terlebih dahulu akan diuji coba untuk menganalisis validitas dan reliabilitasnya sebelum digunakan untuk mengambil data..


(53)

37

E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas Alat Ukur

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur yang melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur, yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2004).

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi melalui pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau melalui professional judgment, dalam hal ini adalah dosen pembimbing. Artinya, sejauhmana aitem-aitem dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur atau sejauhmana isi tes mencerminkan ciri atribut yang hendak diukur (Azwar, 2004).

2. Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability yang mempunyai asal kata rely dan ability. Pengukuran yang tidak reliabel akan menghasilkan skor yang tidak dapat dipercaya karena perbedaan skor yang terjadi diantara individu lebih ditentukan oleh kesalahan daripada faktor perbedaan yang sesungguhnya. Ide pokok yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap


(54)

kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah (Azwar, 2004).

Prosedur pengujian reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan konsistensi internal, dimana prosedur penyajiannya dikenakan hanya sekali pada sekelompok responden (single-trial administration). Oleh karena itu, pendekatan ini mempunyai nilai praktis dan efisiensi yang tinggi.

Teknik yang digunakan untuk menghitung reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini adalah koefisien alpha Cronbach. Teknik koefisien alpha untuk menguji reliabilitas alat ukur dihitung dengan menggunakan bantuan program

SPSS 17.0 for Windows Evaluation Version, dan diperoleh nilai sebesar 0,947.

3. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Tujuan dilakukannya uji coba alat ukur adalah untuk mengetahui apakah kalimat dalam aitem mudah dan dapat dipahami oleh responden sebagaimana diinginkan oleh peneliti (Azwar, 2009). Alat ukur dalam penelitian ini diujicobakan pada 102 mahasiswa Fakultas Psikologi USU yang sudah pernah mengambil mata kuliah yang menggunakan sistem pendidikan e-learning berbasis blog. Adapun mahasiswa Fakultas Psikologi USU yang digunakan sebagai subjek untuk uji coba adalah mahasiswa angkatan 2008 dan angkatan 2009. Dalam skala

e-readiness yang disebarkan, terdapat 88 aitem. Tabel 2 menunjukkan distribusi


(55)

39

Tabel 2. Distribusi Aitem pada Skala Sebelum Uji Coba

No Dimensi E-readiness Nomor Aitem Jumlah

Favorable Unfavorable

1

Technical Readiness

Knowledge 1, 17, 33, 49,

65, 81

9, 25, 41, 57,

73 11

Attittudes 2, 18, 34, 50,

66, 82

10, 26, 42, 58,

74 11

Skills 3, 19, 35, 51,

67,83

11, 27, 43, 59,

75 11

Habits 4, 20, 36, 52,

68, 84

12, 28, 44, 60,

76 11

2

SDL Readiness

Knowledge 5, 21, 37, 53,

69, 85

13, 29, 45, 61,

77 11

Attittudes 6, 22, 38, 54,

70, 86

14, 30, 46, 62,

78 11

Skills 7, 23, 39, 55,

71, 87

15, 31, 47, 63,

79 11

Habits 8, 24, 40, 56,

72, 88

16, 32, 48, 64,

80 11

Jumlah 48 40 88

Hasil uji coba alat ukur penelitian diolah melalui tiga kali perhitungan agar memperoleh reliabilitas yang memenuhi standar ukur dan indeks daya beda aitem di atas 0,3. Pada perhitungan pertama, reliabilitas alat ukur yang diujicobakan adalah sebesar 0,938 dan terdapat 23 buah aitem yang memiliki indeks daya beda aitem di bawah 0,3. Pada perhitungan kedua, reliabilitas alat ukur yang diujicobakan adalah sebesar 0,947 dan terdapat dua aitem yang memiliki indeks daya beda aitem di bawah 0,3. Pada perhitungan terakhir, reliabilitas alat ukur yang diujicobakan sebesar adalah 0,947 dan semua aitem telah memiliki indeks daya beda aitem di atas 0,3.


(56)

Terdapat 63 buah aitem yang dapat digunakan dalam penelitian dengan reliabilitas alat ukur sebesar 0,947. Skala e-readiness beserta aitem-aitem yang gugur dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Distribusi Aitem pada Skala Setelah Uji Coba

No Dimensi E-readiness Nomor Aitem Jumlah

Favorable Unfavorable

1

Technical Readiness

Knowledge 1, 17, 33, 49,

65, 81

9, 25, 41, 57,

73 7

Attittudes 2, 18, 34, 50,

66, 82

10, 26, 42, 58,

74 8

Skills 3, 19, 35, 51,

67, 83

11, 27, 43, 59,

75 10

Habits 4, 20, 36, 52,

68. 84

12, 28, 44, 60,

76 8

2

SDL Readiness

Knowledge 5, 21, 37, 53,

69, 85

13, 29, 45, 61,

77 6

Attittudes 6, 22, 38, 54,

70, 86

14, 30, 46, 62,

78 8

Skills 7, 23, 39, 55,

71, 87

15, 31, 47, 63,

79 10

Habits 8, 24, 40, 56,

72, 88

16, 32, 48, 64,

80 6

Jumlah 41 22 63

Keterangan tabel 3:

Nomor yang ditebalkan berarti memiliki daya beda yang rendah dan merupakan aitem yang gugur.

Peneliti melakukan penomoran aitem yang baru setelah memperoleh reliabilitas yang memenuhi standar ukur. Distribusi aitem pada skala penelitian dapat dilihat pada tabel 4.


(57)

41

Tabel 4. Distribusi Aitem pada Skala Penelitian

No Dimensi E-readiness Nomor Aitem Jumlah

Favorable Unfavorable

1

Technical Readiness

Knowledge 1, 17, 33, 45,

54 9, 25 7

Attittudes 2, 18, 34, 46,

55, 60 10, 26 8

Skills 3, 19, 35, 47,

56, 61 11, 27, 41, 52 10

Habits 4, 20, 36, 48,

57 12, 28, 42 8

2

SDL Readiness

Knowledge 5, 21, 37 13, 29, 43 6

Attittudes 6, 22, 38, 49,

58, 62 14, 30 8

Skills 7, 23, 39, 50,

59, 63 15, 31, 44, 53 10

Habits 8, 24, 40, 51 16, 32 6

Jumlah 41 22 63

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari tiga tahap. Ketiga tahap tersebut adalah tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap pengolahan data.

1. Tahap Persiapan Penelitian

Pada tahap persiapan, peneliti mempersiapkan alat ukur terlebih dahulu untuk melakukan penelitian, yaitu skala e-readiness. Pembuatan alat ukur ini didasarkan pada teori-teori yang telah diuraikan di landasan teori. Dengan menggunakan metode professional judgment, skala diajukan kepada dosen pembimbing untuk diperiksa validitasnya. Skala kemudian diujicobakan setelah disetujui.


(58)

Peneliti melakukan uji coba setelah alat ukur tersusun. Uji coba alat ukur dlakukan pada tanggal 31 Januari 2011 sampai dengan tanggal 2 Februari 2011 kepada 104 mahasiswa Fakultas Psikologi. Peneliti terlebih dahulu meminta kesediaan subjek untuk mengisi skala tersebut. Dari 104 skala yang tersebut, hanya 102 skala yang datanya dapat digunakan untuk diuji reliabilitasnya. Hasil uji coba diolah melalui tiga kali pengujian reliabilitas agar memperoleh reliabilitas yang memenuhi standar ukur.

Peneliti menyusun skala e-readiness setelah mengetahui aitem-aitem yang dapat digunakan untuk mengambil data penelitian. Skala dibuat dalam bentuk buku dari kertas berukuran A4 dengan huruf Times New Roman ukuran 14. Peneliti juga mengurus surat izin dari Fakultas Psikologi USU untuk mengambil data penelitian kepada mahasiswanya.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Skala e-readiness yang sudah diujicobakan dan direvisi tersebut diberikan pada subjek penelitian, yaitu mahasiswa Fakultas Psikologi USU. Peneliti mendapatkan bantuan dari beberapa mahasiswa Fakultas Psikologi USU untuk menunjukkan subjek penelitian berdasarkan daftar nama yang telah disusun oleh peneliti. Peneliti meminta kesediaan subjek untuk mengisi skala. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 8 Februari 2011 sampai dengan 14 Februari 2011 dengan melibatkan 113 subjek untuk mengisi skala. Dari 113 skala yang tersebut, hanya 108 skala yang datanya dapat diolah dalam penelitian ini.


(1)

135

Lampiran 8. Skala Penelitian


(2)

KATA PENGANTAR

Dalam rangka memenuhi prasyarat kesarjanaan di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, peneliti bermaksud mengadakan penelitian di bidang Psikologi Pendidikan. Peneliti membutuhkan sejumlah data yang hanya akan didapat dengan adanya kerja sama dari Anda dalam mengisi skala ini.

Semua jawaban yang diberikan oleh Anda akan dijaga kerahasiaannya dan hanya akan dipergunakan untuk kepentingan penelitian ini. Peneliti mengharapkan dan membutuhkan jawaban yang paling mendekati keadaan Anda yang sesungguhnya. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kesediaan Anda untuk memberikan jawaban yang sejujurnya tanpa mendiskusikannya dengan orang lain.

Bantuan Anda dalam mengisi skala ini sangat menolong peneliti menyelesaikan penelitiannya. Atas kerja sama yang diberikan, peneliti mengucapkan banyak terima kasih.

Hormat Saya,


(3)

IDENTITAS DIRI

Nama : ... NIM : ... Usia : ... Tahun

Jenis Kelamin :  Laki-laki  Perempuan

PETUNJUK PENGISIAN

Bacalah setiap pernyataan dengan seksama. Anda diharapkan menjawab setiap pernyataan sesuai dengan keadaan Anda yang sebenarnya, dengan cara memilih:

STS : Bila Anda merasa Sangat Tidak Sesuai dengan pernyataan tersebut. TS : Bila Anda merasa Tidak Sesuai dengan pernyataan tersebut.

N : Bila Anda merasa Netral dengan pernyataan tersebut. S : Bila Anda merasa Sesuai dengan pernyataan tersebut.

SS : Bila Anda merasa Sangat Sesuai dengan pernyataan tersebut. Contoh Pengisian Skala:

No Pernyataan STS TS N S SS

1 Saya bertanya pada dosen jika kurang

mengerti materi perkuliahan. STS TS ○ N S SS Jika Anda ingin mengganti jawaban, berikanlah tanda silang atau dua garis sejajar pada jawaban yang salah dan berikan tanda silang kembali pada jawaban yang Anda anggap paling sesuai.

Contoh Koreksi Jawaban:

No Pernyataan STS TS N S SS

1 Saya bertanya pada dosen jika kurang

mengerti materi perkuliahan. STS TS ○ N ○S SS


(4)

No Pernyataan STS TS N S SS

1 Saya tahu situs (website) yang menyediakan

layanan blog. STS TS N S SS

2 Saya senang apabila blog dijadikan sebagai media

diskusi antar dosen dan mahasiswa. STS TS N S SS

3 Saya suka meng-update blog. STS TS N S SS

4 Saya suka membaca blog teman-teman. STS TS N S SS 5 Saya rutin memeriksa catatan untuk mengetahui

adanya tugas kuliah. STS TS N S SS

6 Saya berusaha mencari ide-ide yang inovatif

dalam mengerjakan tugas kuliah. STS TS N S SS 7 Saya memanfaatkan internet untuk membantu

memahami materi perkuliahan. STS TS N S SS

8 Saya menyelesaikan tugas kuliah beberapa hari

sebelum deadline pengumpulan. STS TS N S SS 9 Saya tidak memahami penggunaan blog. STS TS N S SS 10 Bagi saya, penggunaan blog tidak dapat dijadikan

sebagai sarana pembelajaran. STS TS N S SS

11 Saya kesulitan mem-posting gambar ke blog. STS TS N S SS 12 Saya mem-posting blog tanpa memeriksa ulang. STS TS N S SS 13 Saya enggan mengerjakan tugas kelompok yang

membutuhkan inisiatif. STS TS N S SS

14 Saya tidak tertarik mencari bahan kuliah di

internet. STS TS N S SS

15 Saya kesulitan dalam membagi waktu untuk

mempelajari materi perkuliahan. STS TS N S SS

16 Saya memfotokopi bahan kuliah teman walaupun

dosen telah mengunggah (upload) ke internet. STS TS N S SS 17 Jika blog diblokir, saya tahu kemana harus

melapor. STS TS N S SS

18

Penggunaan blog sebagai media pembelajaran sangat membantu saya dalam memahami materi perkuliahan.

STS TS N S SS

19 Saya suka mem-posting komentar di blog orang


(5)

20 Saya akan membalas komentar orang lain di blog

saya. STS TS N S SS

21 Saya rutin membuka e-mail untuk mengetahui

adanya bahan kuliah dari teman. STS TS N S SS

22 Saya menggunakan berbagai macam cara untuk

memahami materi perkuliahan. STS TS N S SS

23 Saya menyusun rencana pembelajaran untuk

mendapatkan nilai yang baik. STS TS N S SS

24 Saya memanfaatkan blog untuk mengetahui

informasi terkini. STS TS N S SS

25 Saya tidak tahu ketentuan dari layanan blog. STS TS N S SS 26 Saya merasa terbebani jika harus kuliah melalui

blog. STS TS N S SS

27 Saya tidak mampu menampilkan profil facebook

di blog. STS TS N S SS

28 Saya enggan berbagi pengetahuan melalui blog. STS TS N S SS 29 Saya sulit menghafal password e-mail. STS TS N S SS 30 Saya menunggu instruksi teman saat mengerjakan

tugas kelompok. STS TS N S SS

31 Saya tidak menyusun jadwal untuk belajar STS TS N S SS 32 Saya sering ketinggalan peraturan baru yang

berlaku di kampus. STS TS N S SS

33 Jika lupa password blog, saya tahu apa yang

harus dilakukan. STS TS N S SS

34 Perkuliahan melalui blog merupakan tantangan

bagi saya. STS TS N S SS

35 Saya mampu mendesain suatu blog. STS TS N S SS 36 Saya melampirkan gambar di blog untuk menarik

perhatian orang lain. STS TS N S SS

37 Saya mampu membuat catatan kuliah yang

mudah diingat. STS TS N S SS

38

Saya menggunakan chat room untuk berdiskusi dengan teman mengenai materi perkuliahan yang tidak saya pahami.

STS TS N S SS

39 Saya membuat perencanaan agar dapat

menyelesaikan tugas kuliah dengan baik. STS TS N S SS 40 Saya senang membandingkan hasil kerja yang


(6)

41 Saya tidak mampu membuat tautan (link) ke situs

lain di blog saya. STS TS N S SS

42 Saya enggan membalas komentar orang lain di

blog. STS TS N S SS

43 Saya tidak tahu cara menggunakan search engine

untuk mencari bahan kuliah. STS TS N S SS

44 Saya mengirim tugas kelompok ke e-mail teman

tanpa memeriksa ulang. STS TS N S SS

45 Saya menggunakan password untuk e-mail yang

terdiri dari huruf dan angka. STS TS N S SS

46

Saya membantu teman-teman mengatasi masalah komputer/laptop (misalnya, memformat, menginstall, dan lain-lain).

STS TS N S SS

47 Saya mampu mengirim e-mail beserta data

lampiran (attachment). STS TS N S SS

48 Saya memberi tag (label) pada blog agar mudah

ditemukan oleh orang lain. STS TS N S SS

49 Saya mau mendiskusikan materi perkuliahan

dengan dosen melalui chatting. STS TS N S SS 50 Saya memanfaatkan e-mail untuk berbagi bahan

kuliah. STS TS N S SS

51

Saat mengunjungi perpustakaan, saya tahu tempat yang menyediakan materi perkuliahan yang saya perlukan.

STS TS N S SS

52 Saya kesulitan dalam mengubah tampilan blog. STS TS N S SS 53 Saya tidak akan mengerjakan tugas kuliah yang

sulit dipahami. STS TS N S SS

54 Apabila mencantumkan karya orang lain di blog,

saya menuliskan sumbernya. STS TS N S SS

55 Perkuliahan melalui blog memperbesar

kemungkinan saya mendapatkan nilai yang baik. STS TS N S SS 56 Mem-posting tulisan di blog adalah hal yang

biasa bagi saya. STS TS N S SS

57 Saya mempertimbangkan warna tulisan di blog

agar orang lain tidak kesulitan saat membaca. STS TS N S SS 58 Saya membuka situs (website) yang disarankan

dosen untuk mengerjakan tugas kuliah. STS TS N S SS 59 Jika target nilai tidak tercapai, saya akan mencari