Dampak sosial ekonomi terhadap masyarakat sekitar situ akibat musibah Situ Gintung

(1)

DAMPAK SOSIAL EKONOMI TERHADAP MASYARAKAT SEKITAR SITU AKIBAT MUSIBAH SITU GINTUNG

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh:

AZHAR FIRDAUS

NIM. 107054002177

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1432 H./2011 M.


(2)

(3)

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 25 Mei 2011


(5)

i

ABSTRAK

Azhar Firdaus

Dampak Sosial Ekonomi terhadap Masyarakat Sekitar Situ Akibat Musibah Situ Gintung

Situ Gintung dulunya adalah sebuah danau alami berupa rawa-rawa. Setelah itu, danau itu diperluas dengan tambahan fungsi yang bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya. Pada tahun 2009, danau ini ambrol karena tidak kuat lagi menahan limpahan air di dalamnya. Ketika tragedi Situ Gintung terjadi, banyak aspek sosiologis dan ekonomi masyarakat yang berubah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana dampak bagi masyarakat sekitar Situ Gintung akibat dari tragedi ini. Dampak ini menghasilkan perubahan-perubahan sosial ekonomi bagi masyarakat. Melalui proses wawancara dan observasi, dapat diketahui bahwa terdapat berbagai dampak yang terjadi di masyarakat, yaitu dampak pada pekerjaan, kelembagaan sosial, dan sistem nilai.

Dengan mewawancarai berbagai informan, dapat diketahui bahwa terjadi banyak perubahan. Dampak pada pekerjaan mengalami berbagai perubahan yaitu masyarakat tidak bisa mengambil keuntungan ketika membuka usaha. Karena yang didapat hanya untuk membayar uang sewa, dan masyarakat harus menyesuaikan diri dengan keadaan yang sekarang dengan tidak mempunyai pekerjaan. Kemudian dampak pada kelembagaan sosial yaitu terbentuknya Forum Situ Gintung. Solidaritas antar warga sebagian besar terjadi ketika ada kegiatan sosial di lingkungannya, dan yang dibicarakan hanya keluhan-keluhan mengenai tragedi Situ Gintung. Dampak pada sistem nilai yaitu masyarakat saling mengerti satu sama lain ketika ada warga yang terkena musibah, dan hanya masyarakat yang tinggal menetap saja yang bisa melanjutkan pendidikan ke tingkat Sarjana, selebihnya masyarakat berpendidikan SMA (Sekolah Menengah Atas), SMP (Sekolah Menengah Pertama), dan SD (Sekolah Dasar).


(6)

ii

Alhamdulillahirabbil ‘alamin. Segala puji dan syukur peneliti panjatkan ke Hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu. Pelaksanaan skripsi ini yang berlangsung selama kurang lebih 3 bulan tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak sebagai berikut:

1. Orang tua, Muhammad Puteh dan Mariani ZA, dan kakak, Amalia Zahra, atas segala perhatian, kasih sayang, semangat, motivasi, dukungan, dan do’a yang peneliti dapatkan selama pelaksanaan skripsi. 2. Bapak Dr. Arief Subhan, MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan

Ilmu Komuniasi, Bapak Drs. Wahidin Saputra, MA. Selaku Pembantu Dekan 1, dan Bapak Drs. H. Mahmud Jalal, MA. Selaku Pembantu Dekan II yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini.

3. Bapak Tantan Hermansah, M. Si, selaku pembimbing skripsi, atas segala bimbingan, nasihat, kritik, dan motivasi yang diberikan selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi.

4. Ibu Wati Nilamsari, M.Si selaku Ketua Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam dan Bapak Drs. M. Hudri, M. Ag. selaku Wakil Ketua Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam atas segala ilmu yang diberikan selama masa studi peneliti di Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam.


(7)

iii

5. Para dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan seluruh Civitas Akademika yang telah memberikan wawasan keilmuan dan membimbing peneliti selama mengikuti perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Tommy, selaku informan dan warga RT 001/08 Kp. Gintung Cirendeu, yang membantu peneliti untuk mendapatkan data mengenai Situ Gintung dan memperlancar skripsi ini.

7. Seluruh informan yang bersedia meluangkan waktu untuk diwawancarai demi mendukung kelancaran penulisan skripsi ini.

8. Teman-teman di Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam yang sudah peneliti anggap sebagai keluarga kedua, Imron, Yovi, Rijal, Pita, Usni, Tika, Deden, Febiansyah (Tata), Ega, Nawi, Bayu, Anton (Kolay), dan yang lainnya, yang maaf tidak bisa peneliti sebutkan satu per satu. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Peneliti menyadari masih ada kekurangan dalam pelaksanaan skripsi ini. Untuk itu, peneliti menerima segala saran dan kritikan demi perbaikan dan kemajuan penelitian di masa mendatang. Terima kasih.

Ciputat, 25 Mei 2011

Azhar Firdaus


(8)

iv

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Tinjauan Pustaka ... 7

F. Metodologi Penelitian ... 9

1. Pendekatan Penelitian ... 9

2. Jenis dan Sumber Data ... 10

3. Teknik Pengumpulan Data ... 10

4. Analisa Data ... 12

5. Waktu dan Tempat Penelitian ... 14

6. Penetapan Obyek Penelitian ... 14

7. Teknik Penulisan ... 15

8. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Dampak ... 17


(9)

v

1. Perubahan Sosial ... 18

2. Teori Struktural Fungsional ... 21

3. Teori Solidaritas ... 27

B. Sosial Ekonomi ... 28

BAB III GAMBARAN UMUM SITU GINTUNG A.Data Topografi Situ Gintung ... 30

B. Gambaran Umum Warga Sekitar Situ Gintung Sebelum Tragedi Situ Gintung ... 35

1. RT 001/08 ... 35

2. RT 002/08 ... 36

3. RT 003/08 ... 36

4. RT 004/08 ... 37

C. Gambaran Umum Warga Sekitar Situ Gintung Setelah Tragedi Situ Gintung ... 38

1. RT 001/08 ... 38

2. RT 002/08 ... 41

3. RT 003/08 ... 42

4. RT 004/08 ... 42

D. Gambaran Kelembagaan Sosial ... 44

E. Gambaran dan Peran Pemerintah Tangerang Selatan ... 44

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS A . Dampak kepada Pekerjaan ... 47


(10)

vi

3. Kehilangan Pekerjaan Lama dan berganti dengan Pekerjaan

Baru ... 51

4. Jaringan Sosial Pekerjaan ... 51

5. Warga yang mempunyai Pekerjaan Baru dan Tidak Bekerja ... 54

B. Dampak kepada Kelembagaan Sosial ... 54

1. Tumbuh Organisasi Baru ... 54

2. Perubahan Struktur ... 55

C. Dampak kepada Sistem Nilai ... 56

1. Memaknai Masyarakat ... 56

2. Pendidikan ... 57

3. Memaknai Alam (Situ Gintung) ... 58

4. Memaknai Agama ... 59

5. Rasa Solidartitas ... 60

6. Perubahan Hubungan Antarwarga ... 62

7. Nilai-nilai Kepedulian dan Kebersamaan ... 63

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 65

B. Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 ... 31

Gambar 3.2 ... 31

Gambar 3.3 ... 31

Gambar 3.4 ... 31

Gambar 3.5 ... 32

Gambar 3.6 ... 33


(12)

viii

Tabel 1.1 ... 2

Tabel 1.2 ... 3

Tabel 1.3 ... 3

Tabel 1.4 ... 4

Tabel 1.5 ... 4

Tabel 3.1 ... 35

Tabel 3.2 ... 36


(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut Buku Pemerintahan Kota Tangerang Selatan yang berjudul Data Korban Bencana Situ Gintung Buku 1, (Waduk) Situ Gintung terletak di Kelurahan Cirendeu, Kecamatan Ciputat, Kotamadya Tangerang Selatan, Propinsi Banten. Menurut catatan, Situ Gintung dibangun oleh pemerintah Belanda pada tahun 1933 dengan fungsi utama sebagai penampung air untuk mengairi persawahan yang terletak di bagian hilir (Timur Laut) di bawah tanggul bendungan. Menurut perhitungan yang dilakukan oleh pakar BPPT, luas daerah tangkapan air (catchment) Situ Gintung diperkirakan sekitar 112,5 hektar.

Luas tubuh air Situ Gintung pada saat dibangun tahun 1933 diperkirakan sekitar 31 hektar, sedangkan perkiraan luas hasil pengukuran oada citra Google Earth oleh Tim BNPB menunjukkan angka luasan sekitar 24 hektar. Daerah hilir yang dahulunya merupakan persawahan terletak di sepanjang bantaran (flood plain) saluran air Situ Gintung yang terletak di cekungan sebelah Timur Laut tanggul dan dibatasi oleh tebing di sebelah Timur dan Baratnya, dan membentang hingga Kali Pesanggrahan. Luas wilayah yang dahulunya persawahan ini menurut pengukuran perkiraan dari citra Google Earth diperkirakan sekirar 18 hektar.

Bencana banjir bandang Situ Gintung terjadi akibat tanggul utama pembendung air di sekitar bangunan gelontor (spillway) tidak kuat menahan jumlah air yang meluap. Penyebab jebolnya tanggul masih terus dalam penyelidikan, namun diketahui bahwa limpasan air yang tertampung di dalam situ


(14)

yang diperkirakan memiliki volume 2 juta m3 segera setelah pecahnya tanggul menimbulkan banjir bandang yang menghanyutkan tanah dari tanggul dan lumpur dari Situ, serta beberapa bangunan yang terletak tepat di bawah tanggul. Turbulensi aliran ke arah hilir diduga makin membesar volume maupun berat jenisnya akibat makin banyaknya material dari bangunan dan benda-benda lain yang tersapu banjir. Dampak terbesar dari aliran air dan lumpur ini diduga mencapai puncaknya pada kawasan pemukiman dan bangunan di sekitar gedung perpustakaan Universitas Muhammadiyah Jakarta yang terletak sekitar 650 meter dari titik pecahnya tanggul.

Menurut buku yang dterbitkan oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan mengenai Data Korban Bencana Situ Gintung, terdapat rekapitulasi data akhir korban Bencana Situ Gintung.1

Tabel 1.1

Lokasi Jumlah

KK

Jumlah

Jiwa Tetap Musiman

No Rw Rt

1 02 03 29 100 23 6

2 02 04 36 91 16 20

3 02 05 1 6 1 -

4 08 01 41 123 27 14

5 08 03 62 172 20 42

6 08 04 135 381 78 57

7 11 04 5 19 - 5

8 11 05 7 23 3 4

Total 316 915 168 148

Sumber: Data Korban Bencana Situ Gintung Buku 2

Dapat dilihat dari tabel di atas, bahwa jumlah jiwa yang paling banyak mendapat korban adai RT 04 RW 08 yang berjumlah 135 KK (Kartu Keluarga)

1

Posko Terpadu Penanggulangan Bencana Situ Gintung, Data Korban Bencana Situ Gintung Buku 2(Media Center, 2009)


(15)

3

atau berjumlah 381 jiwa. Serta yang paling sedikit adalah di RT 05 RW 02 yang berjumlah 1 KK (Kartu Keluarga) atau berjumlah 6 jiwa.

Terdapat 87 jiwa yang teridentifikasi dari tragedi Situ Gintung ini, 3 jiwa tidak teridentifikasi, 8 jiwa memiliki identitas sama, dan 1 orang selamat. Jumlahnya adalah 99 jiwa.2

Tabel 1.2

No

Jumlah Jiwa

Total Teridentifikasi Tidak

Teridentifikasi

Identitas

Sama Selamat

1 87 3 8 1 99

Sumber: Data Korban Bencana Situ Gintung Buku 1

Jumlah korban meninggal berdasarkan jenis kelamin adalah 28 jiwa laki-laki, 52 jiwa perempuan, 1 jiwa belum diketahui jenis kelamin. Jumlah korban meninggal berdasarkan RT/RW adalah 3 jiwa di RT 04/02, 1 jiwa di RT 03/08, 59 Jiwa di RT 04/08, 1 Jiwa di Pratama Hill, 17 Jiwa tidak diketahui RT/RW.3

Tabel 1.3

No

Korban Meninggal

Jenis Kelamin Rt/Rw

L P Tidak

diketahui 04/02 03/08 04/08

Pratama Hill

Tidak Diketahui

1 28 52 1 3 1 59 1 17

Sumber: Data Korban Bencana Situ Gintung Buku 1

Data pekerjaan korban bencana Situ Gintung di RW 02, RW 08, dan RW 11 adalah 90 KK (Kartu Keluarga) bekerja sebagai Wiraswasta, 55 KK (Kartu Keluarga) bekerja sebagai Swasta, 148 KK (Kartu Keluarga) bekerja sebagai

2

Posko Terpadu Penanggulangan Bencana Situ Gintung, Data Korban Bencana Situ Gintung Buku 1(Media Center, 2009)

3 Ibid


(16)

Karyawan, 8 KK (Kartu Keluarga) sebagai mahasiswa, dan 15 KK (Kartu Keluarga) adalah lain-lain.4 Berikut tabelnya.

Tabel 1.4 Lokasi Jum lah KK Wirasw asta Swast a Karyaw an Mahasis wa Lai n-Lai n Juml ah

No RW RT

1 02 03 29 5 4 17 - 3 29

2 02 04 36 9 5 16 3 3 36

3 02 05 1 - 1 - - - 1

4 08 01 41 16 10 13 - 2 41

5 08 03 62 31 22 9 - - 62

6 08 04 135 27 9 87 5 7 135

7 11 04 5 1 1 3 - - 5

8 11 05 7 1 3 3 - - 7

Total 316 90 55 148 8 15 316

Sumber: Data Korban Bencana Situ Gintung Buku 2

Data pemilik bangunan rumah dan kontrakan yang terkena akibat tragedi Situ Gintung yaitu Kp. Gunung, Gintung dan Poncol; Charitas; Pratama Hills; Cirendeu Permai adalah 83 pemilik mengalami rusak berat, 61 pemilik mengalami rusak sedang, 117 pemilik mengalami rusak ringan, 6 pemilik tidak mengalami kerusakan, 24 pemilik tidak ada keterangan.5 Berikut tabelnya.

Tabel 1.5

Lokasi

Pemilik

Rumah

Total

No Rw Rt Rusak

Berat Rusak Sedang Rusak Ringan Tidak Rusak Tidak Ada Keterangan

Kp. Gunung, Gintung dan Poncol 157

1 02 03 15 1 5 11 17

2 02 04 9 5 7 2 14

3 02 05 1 1

4 08 01 26 17 4 2 23

5 08 03 19 8 14 22

4

Posko Terpadu Penanggulangan Bencana Situ Gintung, Data Korban Bencana Situ Gintung Buku 2(Media Center, 2009)

5 Ibid


(17)

5

6 08 04 63 49 12 14 75

7 11 04 1 1 1

8 11 05 4 1 1 2 4

Charitas 1

9 02 02 1 1 1

Pratama Hills 38

10 02 03 38 4 11 12 6 5 38

Cirendeu Permai 95

11 12 01 57 4 6 41 6 57

12 12 02 38 0 7 18 13 38

Total 272 83 61 117 6 24 291

Sumber: Data Korban Bencana Situ Gintung Buku 2

Dari hasil pengamatan untuk kegiatan penelitian ini, diketahui bahwa tanggul Situ Gintung sudah selesai dibangun kembali. Dari dua responden yang diwawancarai, diketahui bahwa tanggul Situ Gintung telah selesai pada bulan Februari 2011. Perbaikan yang sangat signifikan dari tanggul Situ Gintung, adalah adanya saluran air untuk mengalirkan air apabila volume air tidak dapat ditampung. Saluran air ini mengalir sampai ke petukangan. 6

Kita juga bisa melihat bahwa pada sisi kiri saluran air telah dibangun monumen untuk mengenang korban tragedi jebolnya tanggul Situ Gintung pada tahun 2009. Ini menjadi tanda, bahwa kita harus lebih waspada untuk menghadapi musibah, dan berharap kejadian yang lalu tidak akan terulang kembali.

Ada beberapa warga yang berjalan-jalan di sekitar tanggul Situ Gintung. Karena sekarang di sekitar Situ Gintung, terdapat jalan untuk pejalan kaki bagi yang ingin berolahraga atau sekedar melihat tanggul Situ Gintung yang sudah dibangun kembali. Ada beberapa warung yang menjual makanan bagi para warga

6

Wawancara pribadi dengan Narasumber 1 dan Narasumber 2 (Warga sekitar Situ Gintung), Gintung, 16 Maret 2011 Siang Hari


(18)

sekitar, tetapi memang relatif sepi. Kemudian jika malam tiba, ada berbagai macam dagangan untuk dijual sehingga di sekitar tanggul Situ Gintung terlihat ramai oleh pelanggan.7

Kejadian tragedi jebolnya tanggul Situ Gintung menarik untuk diteliti karena banyak warga yang menjadi korban dan melahirkan trauma. Banyak warga kehilangan anggota keluarga, aset, termasuk yang kehilangan pekerjaan. Akibatnya terjadi perubahan sosial di warga pasca tragedi ini.

Dengan melihat konteks perubahan yang terjadi pada warga sebelum dan sesudah tragedi, maka penelitian ini dilakukan, dan kemudian peneliti menuangkannya dalam hasil laporan penelitian yang berjudul “Dampak Sosial Ekonomi terhadap Masyarakat Sekitar Situ Akibat Musibah Situ Gintung”.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Agar penulisan tidak meluas, maka peneliti membatasi masalah hanya pada dampak sosial ekonomi akibat jebolnya tanggul Situ Gintung terhadap warga sekitar situ dalam kurun waktu pasca jebolnya tanggul Situ Gintung dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2010. Rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana dampak sosial ekonomi yang terjadi pada masyarakat Situ Gintung dan sekitarnya setelah musibah Situ Gintung?

2. Perubahan sosial ekonomi seperti apa yang terjadi pada masyarakat Situ setelah musibah Situ Gintung?

7

Wawancara pribadi dengan Informan (Warga sekitar Situ Gintung), Gintung, 16 Maret 2011 Siang Hari


(19)

7

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dampak sosial ekonomi yang terjadi pada masyarakat Situ Gintung dan sekitarnya setelah musibah Situ Gintung. 2. Untuk mengetahui perubahan sosial ekonomi seperti apa yang terjadi

pada masyarakat Situ setelah musibah Situ Gintung.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Akademis

Untuk menambah pengetahuan peneliti mengenai ekologi manusia, dan diharapkan dapat menjadi tambahan referensi dan peningkatan akademis dalam bidang pengembangan masyarakat yang terkait dengan keseimbangan antara alam dan manusia.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi bagi masyarakat, agar senantiasa menjaga keseimbangan alam namun juga memberikan manfaat kepada masyarakat sekitarnya.

E. Tinjauan Pustaka

Sebagai bahan perbandingan dan bahan kajian dalam penulisan skripsi ini, maka peneliti membahas beberapa skripsi sebagai berikut:

1. Skripsi yang berjudul: Tahapan Penanggulangan Bencana Situ Gintung oleh PKPU.


(20)

Prog. Studi : Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam

Konsentrasi Kesejahteraan Sosial

Lulus : 1431 H/2010 M

Masalah yang dibahas dalam skripsi ini adalah, Pertama: apa saja tahapan penanggulangan bencana yang dilakukan PKPU untuk Situ Gintung?

Kedua: apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam tahapan penanggulangan bencana Situ Gintung oleh PKPU?

2. Skripsi yang berjudul: Resiliensi Korban Bencana Situ Gintung dan Hubungannya dengan Kecenderungan PTSD (Post Traumatic Stress Disorder)

Penulis : Dewi Anisa Nasrah

Prog. Studi : Fakultas Psikologi

Lulus : 1430 H/2009 M

Masalah yang dibahas dalam skripsi ini adalah: apakah ada hubungan antara resiliensi korban Situ Gintung dengan kecenderungan PTSD? PTSD atau Gangguan Stres Pascatrauma merupakan suatu kejadian atau beberapa kejadian yang dialami atau disaksikan secara langsung oleh seseorang berupa kematian atau ancaman kematian, atau cedera serius, atau ancaman terhadap integritas fisik atau diri seseorang. Kejadian tersebut harus menciptakan ketakutan ekstrem, horror, atau rasa tidak berdaya.


(21)

9

F. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh masyarakat misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.8

Menurut Bogdan dan Taylor, metodologi kualitatif sebagai prosedur yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.9

Pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuhan).10

Penelitian kualitatif dapat menunjukkan pada penelitian tentang kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku, atau hubungan kekerabatan.11

8

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2007), h. 6

9

Ibid, h. 4 10

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai (Jakarta: LP3ES, 1989), h. 30

11


(22)

2. Jenis dan Sumber Data

Dalam hal ini, peneliti melakukan wawancara dengan narasumber sebanyak 14 narasumber dengan frekwensi kunjungan sekitar 1 sampai 5 kali kunjungan per narasumber.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan informasi dilakukan dengan wawancara dan observasi. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.12

Ada salah satu metode ketika melakukan wawancara. Yaitu metode wawancara mendalam. Metode wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Dengan demikian, kekhasan wawancara mendalam adalah keterlibatannya dalam kehidupan informan.13

Pewawancara adalah orang yang menggunakan metode wawancara sekaligus dia bertindak sebagai “pemimpin” dalam proses wawancara tersebut. Dia pula berhak menentukan materi yang akan diwawancarai

12

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, Januari 2007), h. 186

13

M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Maret 2009), h. 108


(23)

11

serta kapan dimulai dan diakhiri. Namun, kadang kala informan pun dapat menentukan perannya dalam hal kesepakatan mengenai kapan waktu wawancara mulai dilaksanakan dan diakhir.14

Informan adalah orang yang diwawancarai, diminta informasi oleh pewawancara. Informan adalah orang yang diperkirakan menguasai dan memahami data, informasi, ataupun fakta dari suatu objek penelitian.15

Sedangkan obeservasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan pancaindra mata sebagai alat bantu utamanya selain pancaindra lainnya seperti telinga, penciuman, mulut, dan kulit. Karena itu, observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja pacaindra mata serta dibantnu dengan pancaindra lainnya. Di dalam pembahasan ini, kata observasi dan pengamatan digunakan secara bergantian. Seseorang yang sedang melakukan pengamatan tidak selamanya menggunakan pancaindra mata saja, tetapi selalu mengaitkan apa yang dilihatnya dengan apa yang dihasilkan oleh pancaindra lainnya; seperti apa yang ia dengar, apa yang ia cicipi, apa yang ia cium dari penciumannya, bahkan dari apa yang ia rasakan dari sentuhan-sentuhan kulitnya.16

Dari pemahaman observasi atau pengamatan di atas, sesungguhnya yang dimaksud dengan metode observasi adalah metode pengumpulan data

14

M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Maret 2009), h. 108

15

Ibid, h. 108 16


(24)

yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan.17

Peneliti mewawancarai warga yang menjadi korban Situ Gintung, beberapa warga yang mengetahui Situ Gintung baik sebelum dan setelah tragedi Situ Gintung, Pemerintah Daerah Tangerang Selatan, dan warga yang tidak mengalami dampak dari tragedi Situ Gintung dan tinggal di sekitar Situ Gintung. Wawancara ini dilakukan tiga sampai lima kali wawancara.

Peneliti melakukan pengamatan langsung terhadap Situ Gintung dan sekitar Situ Gintung baik itu dari kegiatan sosial warganya, maupun dari kegiatan usaha yang dilakukan warga sekitar Situ Gintung.

4. Analisa Data

Dalam melakukan proses analisis data, ada beberapa langkah-langkah analisis sebagai berikut18:

a. Mengolah dan mempersiapkan data untuk dianalisis. Peneliti menyiapkan transkripsi wawancara dari warga sekitar Situ Gintung, men-scanning materi, mengetik data lapangan, atau memilah-milah dan menyusun data tersebut ke dalam jenis-jenis yang tergantun pada sumber informasi yang peneliti dapatkan pada warga sekitar Situ Gintung.

17

M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Maret 2009), h. 115

18

John W. Creswell, Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed (Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 2010), h. 108


(25)

13

b. Membaca keseluruhan data. Membangun general sense atas informasi yang diperoleh dari warga sekitar Situ Gintung dan merefleksikan maknanya secara keseluruhan.

c. Menganalisis lebih detail dengan meng-coding dat. Coding merupakan proses mengolah materi/informasi menjadi segmen-segmen tulisan sebelum memaknainya (Rossman & Rallis, 1998: 171). Langkah ini melibatkan beberapa tahap: mengambil data tulisan atau gambar yang telah dikumpulkan selama proses pengumpulan di sekitar Situ Gintung, mensegmentasi kalimat-kalimat (atau paragraf-paragraf) atau gambar-gambar tersebut ke dalam kategori-kategori, kemudian melabeli kategori-kategori ini dengan istilah-istilah khusus, yang seringkali didasarkan pada istilah/bahasa yang benar-benar berasal dari partisipan.

d. Terapkan proses coding untuk mendeskripsikan setting, orang-orang, kategori-kategori, dan tema-tema yang akan dianalisis. Deskripsi ini melibatkan usaha penyampaian informasi secara detail mengenai orang-orang, lokasi-lokasi, atau peristiwa-peristiwa di sekitar Situ Gintung.

e. Tunjukkan bagaimana deskripsi dan tema-tema ini akan disajikan kembali dalam narasi/laporan kualitatif.

f. Langkah terakhir dalam analisis data adalah menginterpretasi atau memaknai data.


(26)

5. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini penulis lakukan di sekitar Situ Gintung, karena tempat relatif terjangkau dan hemat biaya. Penelitian dilakukan selama 4 bulan, yaitu dari bulan Maret sampai bulan Juni 2011 dengan perincian sebagai berikut:

a. Mematangkan proposal penelitian, membuat desain riset dan menentukan informan,

b. Melakukan diskusi dengan informan yang telah tercatat, untuk menetapkan calon narasumber antara lain,

i. Korban tragedi Situ Gintung.

ii. Aparat Pemerintah (Ketua RT 001/08 sampai RT 004/08 dan Pemerintah Daerah Tangerang Selatan)

iii. Aktivis (Penasehat Ketua RT 001/08)

iv. Warga di sekitar Situ Gintung yang tidak kena bencana.

c. Merapikan hasil wawancara, melakukan analisis dan penyusunan hasil penelitian.

6. Penetapan Obyek Penelitian

Obyek penelitian ini adalah aparat, korban tragedi Situ Gintung, dan warga sekitar Situ Gintung. Penetapan obyek penelitian ini didasarkan dari berbagai informasi yang didapat dari warga sekitar Situ Gintung, yang menurut mereka mengetahui mengenai Situ Gintung baik sebelum dan sesudah tragedi.


(27)

15

7. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan dan transliterasi yang digunakan berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang disusun oleh TIM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, diterbitkan oleh UIN Jakarta 2007, cet. Ke.1.

8. Sistematika Penulisan

Laporan tugas akhir ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN

Bab ini akan membahas latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, teknik penulisan, dan sistem penulisan.

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

Bab ini akan memabahas mengenai teori-teori yang terkait dengan penelitian ini, yang terdiri dari teori mengenai dampak, sosial ekonomi, perubahan sosial, struktural fungsional, dan solidaritas.

BAB 3 GAMBARAN UMUM SITU GINTUNG

Bab ini membahas mengenai gambaran umum Situ Gintung dari segi Topografi, Gambaran Umum Masyarakat Sekitar Situ Gintung Sebelum dan Sesudah Tragedi Situ Gintung, Gambaran Kelembagaan Sosial, dan Gambaran dan Peran Pemerintah Daerah Tangerang Selatan.

BAB 4 ANALISIS DARI PERUBAHAN SOSIAL EKONOMI


(28)

Bab ini membahas mengenai hasil dan temuan data yang telah ditemukan, yaitu Dampak kepada Pekerjaan, Dampak kepada Kelembagaan Sosial, dan Dampak kepada Sistem Nilai. Kemudian peneliti akan menganalisisnya.

BAB 5 PENUTUP

Bab ini membahas mengenai kesimpulan dan saran yang didapatkan hasil dan temuan data yang telah dianalisis.


(29)

17

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Dampak

Dampak dalam buku Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti benturan, pengaruh kuat yang mendatangkan akibat (baik negatif maupun positif), benturan yang cukup hebat antara dua benda sehingga menyebabkan perubahan yang berarti dalam momentum (pusa) sistem yang mengalami benturan itu. Dampak ekonomis juga berarti pengaruh suatu penyelenggaraan kegiatan terhadap perekonomian.1

Dari definisi dampak tersebut, terdapat akibat yang terjadi dari suatu dampak. Akibat sendiri dalam buku Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti sesuatu yang merupakan akhir atau hasil suatu peristiwa (perbuatan, keputusan); persyaratan atau keadaan yang mendahuluinya.2 Sedangkan perubahan sendiri berasal dari kata ubah, yang berarti menjadi lain (berbeda) dari semula. Jadi, perubahan adalah hal (keadaan) berubah; peralihan; pertukaran.3

Jadi, dari definisi di atas mengenai dampak sosial ekonomi akibat tragedi Situ Gintung terhadap masyarakat sekitar situ, terdapat dampak akibat tragedi Situ Gintung. Dampak di sini yaitu sosial ekonomi yang mengalami perubahan. Sosial yaitu adanya perubahan rasa solidaritas di masyarakat, kebersamaan di masyarakat, tingkat agama dan lingkungannya, dan lain sebagainya. Sedangkan untuk yang ekonomi, terdapat perubahan di masyarakat dari segi hilangnya

1

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 234

2

Ibid, h. 20 3


(30)

pekerjaan, warga yang mendapatkan pekerjaan baru, keadaan ekonomi masyarakat, dan lain sebagainya.

Untuk memperjelas, penulis menggunakan teori perubahan sosial, teori struktural fungsional Talcott Parsons dan teori solidaritas Emile Durkheim.

1. Perubahan Sosial

Ada yang memandang masyarakat merupakan sesuatu yang life

dan karena itu pastilah berkembang dan kemudian berubah. Karena itu, kajian utama perubahan sosial mestinya juga menyangkut keseluruhan aspek kehidupan masyarakat atau harus meliputi semua fenomena sosial yang menjadi kajian sosiologi. Cara pandang demikian mengindikasikan bahwa perubahan sosial mengandung perubahan dalam tiga dimensi: struktural, kultural, dan interaksional. Jadi, orang baru bisa menyebut telah terjadi perubahan sosial manakala telah dan sedang terjadi perubahan pada ketiga dimensi dimaksud. Atau singkatnya, perubahan sosial tak lain merupakan perubahan yang terjadi dalam organisasi sosial.4

Herbert Blumer melihat perubahan sosial sebagai usaha kolektif untuk menegakkan terciptanya tata kehidupan baru. Ralp Tunner dan Lewis M. Killin (1962), perubahan sosial sebagai kolektivitas yang bertindak terus menerus, guna meningkatkan perubahan dalam masyarakat atau kelompok.5

4

J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan Edisi Kedua(Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP, September 2007), h. 362

5


(31)

19

Jadi dapat disimpulkan, bahwa perubahan sosial itu merujuk kepada perubahan suatu fenomena sosial di berbagai tingkat kehidupan manusia mulai dari tingkat individual hingga tingkat dunia.6

Ahli lain berpendapat bahwa perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat, seperti misalnya perubahan dalam unsur-unsur geografis, biologis, ekonomis, atau kebudayaan. Kemudian, ada pula yang berpendapat bahwa perubahan-perubahan sosial bersifat periodik dan non periodik. Pendapat-pendapat tersebut pada umumnya menyatakan bahwa perubahan merupakan lingkaran kejadian-kejadian.7

Beberapa sosiolog berpendapat bahwa ada kondisi-kondisi sosial primer yang menyebabkan terjadinya perubahan. Misalnya kondisi-kondisi ekonomis, teknologis, geografis, atau biologis menyebabkan terjaidnya perubahan-perubahan pada aspek-aspek kehidupan sosial lainnya (William F. Ogburn menekankan pada kondisi teknologis). Sebaliknya ada pula yang mengatakan bahwa semua kondisi tersebut sama pentingnya, satu atau semua akan menelorkan perubahan-perubahan sosial.8

Dalam teori evolusioner mengungkapkan, bahwa semua teori evolusioner menilai bahwa perubahan sosial memiliki arah tetap yang dilalui oleh semua masyarakat. Semua masyarakat itu melalui urutan pentahapan yang sama dan bermula dari tahao perkembangan awal menuju ke tahap perkembangan terakhir. Di samping, itu, teori-teori evolusioner

6

J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan Edisi Kedua(Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP, September 2007), h. 363

7

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2006), h. 263

8


(32)

menyatakan bahwa manaka tahap terakhir telah tercapai, maka pada saat itu perubahan evolusioner pun berakhir.9

Para penganut teori siklus juga melihat adanya sejumlah tahap yang harus dilalui oleh masyarakat, tetapi mereka berpandangan bahwa proses peralihan masyarakat bukannya berakhir pada tahap ‘terakhir’ yang sempurna, melainkan berputar kembali ke tahap awal untuk peralihan selanjutnya.10

Proses perubahan terdiri dari tiga macam, yaitu penemuan, invensi, dan difusi.

Penemuan merupakan persepsi manusia, yang dianut secara bersama, mengenai suatu aspek kenyataan yang semula sudah ada. Penemuan merupakan tambahan pengetahuan terhadap perbendaharaan pengetahuan dunia yang telah diverifikasi. Penemuan menambahkan sesuatu yang baru pada kebudayaan karena meskipun kenyataan tersebut sudah lama ada, namun kenyataan itu baru menjadi bagian dari kebudayaan pada saat kenyataan tersebut ditemukan.11

Invensi seringkali disebut sebagai suatu kombinasi baru atau cara penggunaan baru dari pengetahuan yang sudah ada. Serta proses difusi adalah perubahan sosial masyarakat yang dikenal, yakni penyebaran unsur-unsur budaya daru suatu kelompok ke kelompok lainnya. Difusi berlangsung baik di dalam masyarakat maupun antarmasyarakat.12

9

Paul B. Horton dan Chester L. Hunt, Sosiologi Jilid 2 Edisi Keenam (Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 1984), h. 208-209

10

Ibid, h. 210 11

Ibid, h. 212 12


(33)

21

Difusi terjadi manakala beberapa masyarakat saling berhubungan. Masyarakat juga dapat mengelakkan diri dari difusi dengan dengan cara mengeluarkan larangan dilakukannya dengan kontak masyarakat lain.13

2. Teori Struktural Fungsional

Teori Struktural Fungsional yang dipakai adalah teori struktural fungsional Talcott Parsons. Bahasan tentang fungsionalisme struktural Parsons ini akan dimulai dengan empat fungsi penting untuk semua sistem “tindakan”, terkenal dengan skema AGIL.14

A G I L. Suatu fungsi (function) adalah “kumpulan kegiatan yang ditujukan ke arah pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem” (Rocher, 1975:40). Dengan menggunakan definisi ini, Parsons yakin bahwa ada empat fungsi penting diperlukan semua sistem, yaitu sebagai berikut15:

a. Adaptation (Adaptasi): sebuah sistem harus menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhannya. b. Goal attainment (Pencapaian tujuan): sebuah sistem harus

mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya.

c. Integration (Integrasi): sebuah sistem harus mengatur antarhubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus mengelola antarhubungan ketiga fungsi penting lainnya (A, G, L).

13

Paul B. Horton dan Chester L. Hunt, Sosiologi Jilid 2 Edisi Keenam (Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 1984), h. 213

14

George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern Edisi Keenam(Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP, Februari 2010), h. 121

15


(34)

d. Latency (latensi atau pemeliharaan pola): sebuah sistem harus memperlengkapi, memelihara dan memperbaiki, baik motivasi individual maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi.

Parsons mendesain skema AGIL ini untuk digunakan di semua tingkat dalam sistem teoritisnya. Dalam bahasan tentang empat sistem tindakan di bawah, akan dicontohkan bagaimana cara Parsons menggunakan skema AGIL.16

Organisme perilaku adalah sistem tindakan yang melaksanakan fungsi adaptasi dengan menyesuaikan diri dengan dan mengubah lingkungan eksternal. Sistem kepribadian melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan menetapkan tujuan sistem dan memobilisasi sumber daya yang ada untuk mencapainya. Sistem sosial menanggulangi fungsi integrasi dengan mengendalikan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Terakhir, sistem kultural melaksanakan fungsi pemeliharaan pola dengan menyediakan aktor seperangkat norma dan nilai yang memotivasi mereka untuk bertindak.17

Karya Parsons dengan peralatan konseptual seperti empat sistem tindakan dan fungsi imperatif menimbulkan tuduhan bahwa ia mengetengahkan teori struktural yang tak mampu menjelaskan perubahan sosial. Parsons yang telah lama merasakan tuduhan ini menyatakan bahwa meski studi tentang perubahan itu perlu, namun harus didahului oleh studi tentang struktur. Tetapi, sekitar tahun 1960-an ia tak lagi mampu melawan

16

George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern Edisi Keenam(Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP, Februari 2010), h. 121

17


(35)

23

serangan dan mengalihkan perhatiannya ke arah tentang perubahan sosial, terutama studi evolusi sosial.18

Teori Evolusi. Orientasi umum Parsons untuk studi tentang perubahan sosial dibentuk oleh biologi. Untuk menerangkan proses ini Parsons mengembangkan apa yang disebutnya “Paradigma Perubahan Evolusioner”.19

Komponen pertama paradigma itu adalah proses diferensiasi. Parsons berasumsi bahwa setiap masyarakat tersusun dari sekumpulan subsistem yang berbeda berdasarkan strukturnya maupun berdasarkan makna fungsionalnya bagi masyarakat yang lebih luas. Ketika masyarakat berubah, subsistem baru terdiferensiasi. Tetapi ini belum cukup, subsistem baru ini juga harus lebih berkemampuan menyesuaikan diri ketimbang subsistem terdahulu. Jadi, aspek esensial paradigma evolusioner Parsons adalah kemampuan menyesuaikan diri yang meningkat. Proses ini dilukiskan Parsons seperti berikut ini20:

Karena proses diferensiasi menghasilkan sistem yang makin berkembang dan seimbang, setiap instruktur yang baru saja terdiferensiasi...tentu mempunyai kapasitas menyesuaikan diri yang meningkat untuk melaksanakan fungsi utamanya jika dibandingkan dengan pelaksanaan fungsi oleh struktur yang lebih menyebar

18

Ibid, h. 133 19

George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern Edisi Keenam(Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP, Februari 2010), h. 133

20


(36)

sebelumnya... Proses ini dapat kita sebut sebagai aspek peningkatan kemampuan menyesuaikan diri dari lingkungan evolusioner.

Selanjutnya Parsons menyatakan bahwa proses diferensiasi menimbulkan sekumpulan masalah integrasi baru bagi masyarakat. Ketika subsistem-subsistem berkembang biak, masyarakat berhadapan dengan masalah baru dalam mengoordinasi operasi unit-unit yang baru muncul itu.21

Masyarakat yang mengalami evolusi, tentu akan berubah dari sistem yang berdasarkan kriteria askripsi (ascription) ke sistem yang berdasarkan kriteria prestasi. Keterampilan dan kemampuan yang lebih besar diperlukan untuk menangani masalah subsistem yang makin menyebar. Kemampuan umum para aktor harus dibebaskan dari ikatan-ikatan askriptifnya sehingga dengan demikian kemampuan aktor itu dapat dimanfaatkan oleh masyrakat. Ini berarti bahwa kelompok-kelompok yang semula tidak mendapat peluang untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat, harus mendapat kebebasan sebagai anggota penuh dari masyarakat.22

Terakhir, sistem nilai dari masyarakat sebagai satu kesatuan pasti mengalami perubahan serentak dengan perubahan struktur dan fungsi sosial yang tumbuh semakin terdiferensiasi. Tetapi karena sistem baru itu semakin bervariasi, maka semakin sulit pula bagi sistem nilai untuk mencakupnya. Karena itu, masyarakat yang semakin terdiferensiasi

21

Ibid, h. 134 22

George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern Edisi Keenam(Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP, Februari 2010), h. 134


(37)

25

memerlukan sistem nilai yang “menggariskan ketentuan-ketentuan umum pada tingkat yang lebih tinggi untuk melegitimasi keanekaragaman tujuan dan fungsi yang semakin meluas dari subunit masyarakat”. Tetapi, proses generalisasi nilai ini sering tak dapat berjalan mulus karena berhadapan dengan perlawanan dari kelompok-kelompok yang melaksanakan sistem nilai sempit mereka sendiri.23

Selanjutnya Parsons menganalisis sederetan masyarakat khusus yang berada dalam evolusi dari tahap primitif menuju masyarakat modern. Ada satu hal penting yang ditekankan di sini: Parsons beralih ke teori evolusi, setidaknya sebagian, karena ia dituduh tak mampu menjelaskan perubahan sosial. Tetapi analisisnya tentang evolusi bukan dilihat dari sudut proses; analisisnya itu lebih merupakan upaya untuk menyusun tipe-tipe struktural dan menghubungkannya secara berurutan. Ini adalah sebuah analisis perbandingan struktural, bukan studi tentang proses perubahan sosial. Jadi, ketika ia seharusnya mengamati perubahan pun, ia tetap melakukan studi tentang struktur dan fungsi.24

Media Pertukaran Umum. Salah satu cara Parsons memasukkan

aspek dinamis, yang berubah-ubah, ke dalam sistem teorinya adalah melalui gagasannya tentang media pertukaran umum di dalam dan di antara empat sistem tindakan (terutama dalam sistem sosial) yang dibahas di atas. Model untuk media pertukaran umum ini adalah uang, yang berperan sebagai medium di dalam perekonomian. Tetapi, selain memusatkan perhatian pada fenomena material seperti uang, Parsons juga

23

Ibid, h. 134 24

George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern Edisi Keenam(Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP, Februari 2010), h. 135


(38)

memusatkan perhatian pada media simbolik dari pertukaran. Bahkan ketika Parsons membicarakan uang sebagai medium pertukaran di dalam sistem sosial, ia lebih memusatkan perhatian pada kualitas simboliknya ketimbang kepada kualitas materialnya. Di samping uang dan simbol-simbol yang lebih jelas lainnya, terdapat media pertukaran umum lainnya—seperti kekuasaan politik, pengaruh, dan komitmen terhadap nilai. Parsons menjelaskan mengapa ia memusatkan perhatian pada media simbolik pertukaran: “Pengenalan suatu teori media ke dalam perspektif struktural bagi saya adalah untuk menolak tuduhan bahwa tipe analisis struktural ini secara inheren ternoda oleh bias statis, yang membuatnya mustahil untuk diterapkan pada problem-problem yang dinamis”.25

Media simbolik pertukaran, seperti uang, mempunyai kapasitas dapat diciptakan dan beredar dalam masyarakat yang lebih luas. Jadi, di dalam sistem sosial, orang yang berada dalam sistem politik mampu menciptakan kekuasaan politik. Lebih penting lagi, mereka dapat mengeluarkan kekuasaan politik itu, dengan demikian memungkinkannya beredar secara bebas di dalam dan berpengaruh terhadap sistem sosial. Melalui pengeluaran kekuasaan seperti itu, para pemimpin memperkuat sistem politik maupun masyarakat secara keseluruhan. Lebih umum lagi, inilah media umum yang beredar antara empat sistem tindakan dan di dalam struktur masing-masing sistem itu. Keberadaan dan gerakan media

25


(39)

27

umum pertukaran inilah yang memberikan dinamisme terhadap sebagian besar analisis struktural Parsons.26

3. Teori Solidaritas

Menurut Durkheim, masyarakat kuno ditandai dengan adanya solidaritas mekanis: bahwa individu bisa dipertukarkan secara internal (interchangeable), sedangkan kesadaran sepenuhnya berupa moral dan kepercayaan kolektif. Masyarakat baru juga memiliki ciri berupa solidaritas organik: yang terdiri dari individu-individu yang jelas-jelas dibedakan karena pembagian kerja, sehingga kesadaran individual beremansipasi (bebas) secara luas dalam hal moral dan nilai-nilai kelompok.27

Sekalipun begitu ada satu risiko utama: bahwa “Perubahan-perubahan mendalam terjadi pada struktur masyarakat kita, dan dalam waktu yang agak sedikit singkat. Selanjutnya moral yang terkait dengan tipe sosial lama mengalami kemunduran, sedangkan moral lain tidak cukup cepat berkembang dalam kesadaran kita. Keyakinan kita semakin kabur, tradisi sudah kehilangan kekuasaannya dan penilaian individual terbebas dari penilaian kolektif. Namun kehidupan yang baru muncul ini tidak terorganisasi sedemikian rupa sehingga bisa memenuuhi kebutuhan akan keadilan yang bangkit dari hati kita.” Masyarakat baru yang selalu mendorong lebih jauh pembagian kerja ini tampaknya mereduksi individu dari pekerjaan yang dilakukannya: karena “Perintah yang menjadi

26

George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern Edisi Keenam(Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP, Februari 2010), h. 136

27

Anthony Giddens, Daniel Bell, Michael Forse, etc, Sosiologi Sejarah dan Berbagai Pemikirannya(Yogyakarta :KREASI WACANA, Mei 2008), h. 48-49


(40)

kategori kesadaran moral tengah mengambil bentuk berikut: mulailah dengan situasi yang bisa mengisi fungsi yang telah ditentukan.” Oleh karena itu tidak ada satu masyarakat pun yang bisa bertahan hidup tanpa moral, tanpa keyakinan bersama dan tanpa jiwa.28

B. Sosial Ekonomi

Sosial dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti berkenaan dengan masyarakat dan perlu adanya komunikasi dalam usaha menunjang pembangunan ini; suka memperhatikan kepentingan umum (suka menolong, menderma, dsb).29

Istilah ekonomi lahir di Yunani (Greek), dan dengan sendirinya istilah ekonomi itu pun berasal dan kata-kata bahasa Yunani pula. Asal katanya adalah Oikos Nomos. Orang-orang Barat menerjemahkannya dengan management of household or estate (tata laksana rumah tangga atau pemilikan)

Ekonomi sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ilmu mengenai asas-asas produksi, distribusi, dan pemakaian barang-barang serta kekayaan (seperti hal keuangan, perindustrian, dan perdagangan); pemanfaatan uang, tenaga, waktu, dan sebagainya yang berharga; tata cara kehidupan perekonomian (suatu negara); urusan keuangan rumah tangga (organisasi negara).30

28

Anthony Giddens, Daniel Bell, Michael Forse, etc, Sosiologi Sejarah dan Berbagai Pemikirannya(Yogyakarta :KREASI WACANA, Mei 2008), h. 49

29

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 1085

30


(41)

29

Dari definisi di atas mengenai sosial dan ekonomi, dapat disimpulkan bahwa sosial ekonomi adalah suatu interaksi masyarakat yang terjadi, dan di dalamnya ada proses kegiatan ekonomi yaitu perindustrian, perdagangan, dan lain sebagainya, serta selalu memperhatikan kepentingan masyarakat.


(42)

30

BAB III

GAMBARAN UMUM SITU GINTUNG

A. Data Topografi Situ Gintung

Menurut Buku Pemerintahan Kota Tangerang Selatan yang berjudul Data Korban Bencana Situ Gintung Buku 1, (Waduk) Situ Gintung terletak di Kelurahan Cirendeu, Kecamatan Ciputat, Kotamadya Tangerang Selatan, Propinsi Banten. Menurut catatan, Situ Gintung dibangun oleh pemerintah Belanda pada tahun 1933 dengan fungsi utama sebagai penampung air untuk mengairi persawahan yang terletak di bagian hilir (Timur Laut) di bawah tanggul bendungan. Menurut perhitungan yang dilakukan oleh pakar BPPT, luas daerah tangkapan air (catchment) Situ Gintung diperkirakan sekitar 112,5 hektar.

Luas tubuh air Situ Gintung sendiri pada saat dibangun tahun 1933 diperkirakan sekitar 31 hektar, sedangkan perkiraan luas hasil pengukuran oada citra Google Earth oleh Tim BNPB menunjukkan angka luasan sekitar 24 hektar. Daerah hilir yang dahulunya merupakan persawahan terletak di sepanjang bantaran (flood plain) saluran air Situ Gintung yang terletak di cekungan sebelah Timur Laut tanggul dan dibatasi oleh tebing di sebelah Timur dan Baratnya, dan membentang hingga Kali Pesanggrahan. Luas wilayah yang dahulunya persawahan ini menurut pengukuran perkiraan dari citra Google Earth diperkirakan sekirar 18 hektar.

Berikut ini beberapa foto yang saya ambil dari aplikasi Google Earth, foto ini saya ambil sebelum dan sesudah terjadinya tragedi Situ Gintung. Gambar


(43)

31

berikut ini adalah sebelum terjadinya tragedi Situ Gintung, tepatnya di bagian belakang Kampus 2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Gambar 3.1 Gambar 3.2

Gambar berikut ini, adalah gambar setelah terjadinya tragedi Situ Gintung. Tepatnya berada di dekat TK Tunas Mentari yang menjadi sumber jebolnya tanggul situ gintung.


(44)

Gambar di bawah ini, adalah gambar dari lokasi tragedi situ gintung secara keseluruhan.


(45)

33

Peneliti mengambil gambar yang diambil dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menggunakan Citra Satelit. Berikut gambar sebelum terjadinya tragedi Situ Gintung.1

Gambar 3.6

1

Geospasial, artikel diakses pada 22 Mei 2011 dari


(46)

Gambar di bawah ini, adalah gambar yang diambil setelah terjadinya tragedi Situ Gintung.2

Gambar 3.7

2

Geospasial, artikel ini diakses pada 22 Mei 2011


(47)

35

B. Gambaran Umum Warga Sekitar Situ Gintung Sebelum Tragedi Situ Gintung

1. RT 001/08

Peneliti mendapatkan data warga RT 001/08 hanya sebatas korban dari tragedi Situ Gintung. Jumlah warga tetap korban Situ Gintung berjumlah 27 KK (Kartu Keluarga) dan untuk warga musiman berjumlah 14 KK (Kartu Keluarga).

Untuk pekerjaan di RT 001/08, 16 KK (Kartu Keluarga) bekerja sebagai Wiraswasta, 10 KK (Kartu Keluarga) bekerja sebagai Swasta, 13 KK (Kartu Keluarga) bekerja sebagai Karyawan, tidak ada mahasiswa, dan 2 KK (Kartu Keluarga) bekerja selain dari berbagai pekerjaan tersebut.3 Berikut tabel data pekerjaan korban bencana Situ Gintung.

Tabel 3.1

Jenis Pekerjaan

RT 001/08 (Berdasarkan

KK)

Wiraswasta 16

Swasta 10

Karyawan 13

Mahasiswa -

Lain-lain 2

Jumlah 41

Sumber: Data Korban Bencana Situ Gintung Buku 2

3

Posko Terpadu Penanggulangan Bencana Situ Gintung, Data Korban Bencana Situ Gintung Buku 2(Media Center, 2009)


(48)

2. RT 002/08

Tidak ada data yang peneliti dapat dari buku data korban bencana Situ Gintung Pemerintah Kota Tangerang Selatan.

3. RT 003/08

Peneliti mendapatkan data korban warga RT 003/08 dari tragedi Situ Gintung. Jumlah warga tetap adalah 20 KK (Kartu Keluarga) dan untuk warga musiman berjumlah 42 KK (Kartu Keluarga).4

Pekerjaan yang ada di warga korban RT 003/08 adalah 31 KK (Kartu Keluarga) sebagai Wiraswasta, 22 KK (Kartu Keluarga) sebagai Swasta, 9 KK (Kartu Keluarga) sebagai Karyawan, dan tidak ada mahasiswa.5

Tabel 3.2

Jenis Pekerjaan

RT 003/08 (Berdasarkan

KK)

Wiraswasta 31

Swasta 22

Karyawan 9

Mahasiswa -

Lain-lain -

Jumlah 62

Sumber: Data Korban Bencana Situ Gintung Buku 2

4

Posko Terpadu Penanggulangan Bencana Situ Gintung, Data Korban Bencana Situ Gintung Buku 2(Media Center, 2009)

5 Ibid


(49)

37

4. RT 004/08

Peneliti mendapatkan data korban warga RT 004/08 dari tragedi Situ Gintung. Jumlah warga tetap adalah 78 KK (Kartu Keluarga) dan untuk warga musiman berjumlah 57 KK (Kartu Keluarga).6

Pekerjaan yang dilakukan bagi warga korban Situ Gintung RT 004/08 adalah 27 KK (Kartu Keluarga) sebagai Wiraswasta, 9 KK (Kartu Keluarga) sebagai Swasta, 87 KK (Kartu Keluarga) sebagai Karyawan, 5 KK (Kartu Keluarga) sebagai Mahasiswa, dan 7 KK (Kartu Keluarga) memiliki pekerjaan selain dari berbagai pekerjaan tersebut.7

Tabel 3.3

Jenis Pekerjaan

RT 003/08 (Berdasarkan

KK)

Wiraswasta 31

Swasta 22

Karyawan 9

Mahasiswa -

Lain-lain -

Jumlah 62

Sumber: Buku Data Korban Bencana Situ Gintung Buku 2

6

Posko Terpadu Penanggulangan Bencana Situ Gintung, Data Korban Bencana Situ Gintung Buku 2(Media Center, 2009)

7


(50)

C. Gambaran Umum Warga Sekitar Situ Gintung Setelah Tragedi Situ Gintung

1. RT 001/08

Suku warga di sekitar Situ Gintung campuran. Ada yang dari suku Jawa, Sunda, Betawi dan Aceh. Narasumber sendiri berasal dari Garut, dan istrinya berasal dari Bogor. Lebih banyak warga sebagai perantau daripada penduduk asli.8

Peneliti mendapatkan data penduduk ini dari Wakil Ketua RT 001/08, bernama Bapak Bongas. Setelah peneliti mengunjungi Bapak Bongas, peneliti menanyakan kepada Bapak Yudi, selaku Ketua RT 001/08, yang mengatakan bahwa data penduduk sebelum tahun 2009 belum ada, dan baru dilakukan pendataan penduduk setelah tahun 2009.9

Jumlah penduduk yang peneliti dapatkan dari Bapak Bongas dari tahun 2010 sampai sekarang, adalah 98 penduduk laki-laki dan 102 penduduk perempuan. Serta data penduduk baru yang berjumlah 5 penduduk laki-laki dan 4 penduduk perempuan.

Menurut penuturan dari Bapak Iqin, selaku keamanan di RT ini. Ia bertemu tetangga sekitar setiap hari, yaitu bertemu dengan Pak Ujang, Pak Hamid, Egi, dan Pak Joko. Menurutnya, ia sebagai keamanan harus menyatu dengan warga. Bapak iqin biasanya membicarakan dengan warga sekitar mengenai keluhan-keluhan akibat

8

Wawancara Pribadi dengan Shodiqin (Keamanan RT 001/08), Gintung, 26 April 2011 Malam Hari

9


(51)

39

tragedi Situ Gintung tahun 2009. Menurutnya ketika seseorang seringkali merenung, akan berakibat penyakit TBC, karena penyakit TBC berasal dari pikiran kita yang selalu memikirkan mengenai musibah-musibah yang dialaminya.10

Kebersamaan menurut Bapak Iqin tetap terus dilakukan baik itu sebelum dan sesudah tragedi Situ Gintung. Kegiatan gotong royong masih tetap dilakukan dan tidak ada perubahan. Mas Tommy selaku penasehat Ketua RT 001/08 sering melakukan pendekatan ke anak-anak remaja, dan mereka dekat dan patuh dengan Mas Tommy.11

Manfaatnya sendiri bagi Bapak Shodiqin ketika sering bertemu warga sekitar adalah dapat meningkatkan silaturahmi. Karena dalam agama Islam, diharuskan untuk silaturahmi. Silaturahmi menurutnya dapat membuat kita awet muda.12

Perasaan trauma yang dialami oleh Bapak Shodiqin masih tersisa. Tetapi, ia mencoba untuk tidak terlalu menghayati apa yang sudah terjadi. Ketika Bapak Shodiqin selalu menghayati apa yang terjadi, ia bisa menjadi gila. Bapak Shodiqin tidak ada keinginan untuk pindah rumah dari lingkungan sekitar situ, karena menurutnya situ

10

Wawancara Pribadi dengan Shodiqin (Keamanan RT 001/08), Gintung, 14 April 2011 Malam Hari

11

Wawancara Pribadi dengan Shodiqin (Keamanan RT 001/08), Gintung, 26 April 2011 Malam Hari

12

Wawancara Pribadi dengan Shodiqin (Keamanan RT 001/08), Gintung, 14 April 2011 Malam Hari


(52)

dengan kehidupannya sudah menyatu, sudah menjadi sejarah baginya.13

Untuk suasana tempat tinggal sendiri, baik sebelum dan sesudah tragedi Situ Gintung, Bapak Shodiqin merasa nyaman, karena warga sudah kenal dengannya. Menurutnya, sikap warga di sini, lebih banyak mengeluarkan keluhan-keluhan yang mereka miliki. Untuk kegiatan sosial seperti kerja bakti, warga sudah pasti ikut serta, ia yang mengarahkan warganya.14

Menurut Bapak Bongas, ketika ia bertemu dengan tetangga, justru tetangga yang mampir ke rumahnya yang sekaligus menjadi tempat usahanya, ia tidak mengunjungi tetangga sekitar rumah. Yang dibicarakan biasanya hanya mengenai pendapatan dagang, jika bukan pendapatan dagang, membicarakan masalah-masalah lain. Menurutnya, warga berpartisipasi dalam kegiatan kerja bakti. Tetapi jarang melakukan kegiatan gotong royong.15

Pencarian nafkah di warga RT 001/08 sebelum tragedi Situ Gintung sebagian besar anak-anak masih bersekolah. Ada yang menjadi tukang parkir. Ketika sudah lulus sekolah, ada yang bekerja, ada yang melanjutkan kuliah. Setelah tragedi Situ Gintung, ada yang kembali melanjutkan untuk berdagang. Tetapi, dulu dengan sekarang berbeda. Dulu ketika berdagang, ketika ada keuntungan yang didapat,

13

Wawancara Pribadi dengan Shodiqin (Keamanan RT 001/08), Gintung, 14 April 2011 Malam Hari

14 Ibid 15

Wawancara Pribadi dengan Bongas (Wakil Ketua RT 001/08), Gintung, 15 April 2011 Siang Hari


(53)

41

bisa ditabung. Tetapi sekarang ketika berdagang, keuntungan yang didapat tidak bisa untuk ditabung, melainkan digunakan untuk membayar kontrakan atau tempat sewa berdagang.16

2. RT 002/08

Dari data yang peneliti dapat, Ibu Iyok ternyata baru menjabat sebagai ketua RT 002/08. Ibu Iyok belum mendata kembali penduduk, yang ada hanya data dari KK (Kartu Keluarga). KK (Kartu Keluarga) di RT 002/08 kira-kira 67 KK (Kartu Keluarga).17

Memang di RT 002/08 tidak ada akibat dari tragedi Situ Gintung. Yang kena hanya warga RT 001/08, 003/08, dan 004/08. Lokasi yang paling parah terkena akibat tragedi Situ Gintung adalah warga RT 004/08.18

Warga kompak untuk warga yang lagi dirawat di rumah sakit. Besuk bersama. Kalau ada orang lahiran, dikasih uang tambahan dari uang kas yang dikumpulkan. Kebersamaan sesama RT kompak, ada pengajian, kondangan. Selalu bareng. Sedangkan untuk RT 001/08 tidak aktif. Arisan RW tidak pernah ikut, sekalipun undangan sudah dikirim ke RT 001/08.19

Dari penuturan Ibu Iyok sendiri, ia bertemu dengan tetangga karena memang ada keperluan. Ibu Iyok bertemu dengan tetangga

16

Wawancara Pribadi dengan Shodiqin (Keamanan RT 011/08), Gintung, 26 April 2011 Malam Hari

17

Wawancara Pribadi dengan Iyok (Ketua RT 002/08), Gintung, 28 April 2011 Siang Hari 18

Ibid 19


(54)

sekitar lebih banyak di pengajian, yang dibicarakan biasanya masalah keluarga. Dan Ibu Iyok lebih banyak melakukan kegiatan di pengajian sekalipun Ibu Iyok juga bekerja di POSYANDU.20

Pola-pola pencarian nafkah di RT 002/08 sebagian besar berdagang. Sebagian ada yang bekerja dan menganggur juga. Ada yang bekerja sebagai guru.21

3. RT 003/08

Warga di RT 003/08 menurut Bapak Sumarno termasuk aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial seperti pengajian, kerja bakti, dan lain sebagainya.22

Serta peneliti mendapatkan data dari KK (Kartu Keluarga). Pada KK (Kartu Keluarga) terdapat perbedaan, yaitu dari segi tahun dikeluarkan KK (Kartu Keluarga) tersebut.

Untuk di RT 003/08, mayoritas pekerjaan yang dilakukan oleh warga adalah wiraswasta, guru, dan pegawai. Tidak ada perubahan dari pekerjaan yang dilakukan oleh warga baik itu sebelum dan setelah jebol. Karena rumah warga di RT 003/08 tidak ada yang hanyut.23

4. RT 004/08

Untuk RT 004/08, sebelum terjadinya tragedi situ gintung, terdapat 97 KK (Kartu Keluarga). Bapak Nana selaku Ketua RT

20

Wawancara Pribadi dengan Iyok (Ketua RT 002/08), Gintung, 2 Mei 2011 Siang Hari 21

Wawancara Pribadi dengan Iyok (Ketua RT 002/08), Gintung, 28 April 2011 Siang Hari 22

Wawancara Pribadi dengan Sumarno (Ketua RT 003/08), Gintung, 2 Mei 2011 Siang Hari

23 Ibid


(55)

43

004/08, tidak pernah mendata setiap orang penduduk di RT 004/08, ia hanya menyalin dari KK (Kartu Keluarga) yang dibentuk menjadi arsip. Setelah terjadinya tragedi Situ Gintung, ada penambahan menjadi 119 KK (Kartu Keluarga). Di RT 004/08 lebih banyak pendatang daripada penduduk asli. Kontrakan di RT 004/08 sangat banyak. Lebih banyak anak mahasiswa dari UMJ (Universitas Muhammadiyah Jakarta) dan UIN (Universitas Islam Negeri).24

Yang menjadi korban waktu tragedi Situ Gintung ada 57 pintu kontrakan. Belum terhitung yang menjadi korban dari warga tetap.25

Kegiatan sosial di warga ini sebelum jebol agak lumayan, tetapi setelah jebol memang warga sudah pindah dan meninggal, jadi warga yang mengikuti kegiatan sosial menjadi sedikit. Kegiatan kerja bakti masih dilakukan di warga RT 004/08.26

Pencarian nafkah di warga RT 004/08 bekerja sebagai kuli bangunan. Ada juga beberapa yang menjadi karyawan. Sebelum kena musibah, sebagian ada yang kerja harian lepas, seperti kuli bangunan. Pegawai hanya beberapa orang, serta Pegawai Negeri Sipil hanya ada satu. Ada yang bekerja sebagai Guru SD dan sampai sekarang masih mengajar sebagai Guru SD, sebagian besar bekerja di swalayan. Untuk yang mengontrak tidak hanya mahasiswa di RT 004/08.27

24

Wawancara Pribadi dengan Nana (Ketua RT 004/08), Gintung, 28 April 2011 Siang Hari 25

Ibid 26

Ibid 27


(56)

Bapak Nana selaku Ketua RT 004/08, baru tinggal di rumah yang baru ini selama 1,5 tahun. Sebelumnya Bapak Nana sekeluarga tinggal di bawah.28

D. Gambaran Kelembagaan Sosial

Ketika peneliti menanyakan mengenai suatu organisasi di sekitar situ gintung dari Bapak Shodiqin, terdapat organisasi yang bernama Ikatan Pemuda Situ Gintung. Tetapi ketika peneliti menanyakan mengenai seberapa besar pengaruh organisasi tersebut dengan warga sekitar dari Mas Tommy, selaku orang yang mengetahui seluk-beluk Situ Gintung. Menurutnya, organisasi tersebut tidak berjalan dengan lancar. Maka dari itu, Mas Tommy mendirikan Forum Situ Gintung.29

E. Gambaran dan Peran Pemerintah Daerah Tangerang Selatan

Pemerintah Daerah Tangerang Selatan menurut Bapak Lamro dari bagian Kessos Pemerintah Daerah Tangerang Selatan dibentuk pada bulan Januari 2008 berdasarkan UU Nomor 51 Tahun 2008.30 Setelah peneliti menelusuri situs

28

Wawancara Pribadi dengan Nana (Ketua RT 004/08), Gintung, 28 April 2011 Siang Hari 29

Wawancara Pribadi dengan Tommy (Penasehat RT 001/08), Gintung, 30 April 2011 Malam Hari

30

Wawancara Pribadi dengan Lamro S. (Bagian Kessos Pemerintah Daerah Tangerang Selatan), Pamulang, 28 Juni 2011 Siang Hari


(57)

45

Tangerang Selatan ternyata persetujuan dari terbentuknya Pemerintah Daerah Tangerang Selatan pada tanggal 27 Desember 2006.31

Pada bulan Maret 2009 terjadilah tragedi Situ Gintung. Jadi, perbaikan tanggul dilakukan oleh Pemerintah Tangerang, Pemerintah Daerah Tangerang Selatan hanya melanjutkan apa yang telah dilakukan.32

Menurutnya, sebelum tragedi Situ Gintung, tidak diperbolehkan warga untuk membangun rumah di bagian bawah tanggul Situ Gintung. Karena itu bahaya bagi warga sekitar, baik bertempat tinggal ataupun sekedar bermain di sekitar tanggul Situ Gintung. Tetapi itu kembali dari kesadaran warga sendiri untuk mentaatinya.33

Bantuan bencana sendiri sudah dilakukan oleh Pemerintah Daerah Tangerang Selatan baik yang terkena korban bencana maupun yang tidak terkena korban bencana.34

31

Sejarah Kota Tangerang Selatan, artikel diakses pada 28 Juni 2011 dari http://www.tangerangselatankota.go.id/

32

Wawancara Pribadi dengan Lamro S. (Bagian Kessos Pemerintah Daerah Tangerang Selatan), Pamulang, 28 Juni 2011 Siang Hari

33 Ibid 34


(58)

46

TEMUAN DAN ANALISIS

Terdapat dampak yang terjadi dari jebolnya tanggul Situ Gintung. Bagi warga, dampak dari tragedi ini, membuat sertifikat tanah rumahnya hilang. Untuk mendapatkan kembali sertifikat tanah yang sudah hilang warga harus membayar seharga 1 juta rupiah, yang menurut mereka sangat berat.1

Ketika tragedi Situ Gintung pada tahun 2009, akibatnya tidak lain karena ulah manusia sendiri. Sekarang bendungan Sintung tidak curam seperti dahulu. Dan sekarang bendungan Gintung telah dibangun dengan benar-benar aman, agar kejadian yang dahulu tidak terulang kembali.

Dampak bagi sosial ekonomi warga korban tragedi Situ Gintung, yaitu kehilangan pekerjaan, kehilangan tempat tinggal, dan lain sebagainya. Mereka, sebelum tragedi Situ Gintung, dapat membuka usaha di rumahnya dan bisa menabung, tetapi sekarang mereka hanya bisa menyewa tempat usaha dari orang lain, yang diharuskan untuk membayarkan sewa tiap bulannya. Salah satu informan yang dahulu mempunyai rumah sendiri sekalipun ukuran rumahnya kecil, sekarang menyewa kontrakan, yang sudah dua bulan belum dibayar.2

Berikut peneliti akan menjelaskan lebih lanjut berbagai dampak sosial ekonomi yang terjadi setelah tragedi Situ Gintung yang mengakibatkan perubahan

1

Wawancara Pribadi dengan Tommy (Penasehat RT 001/08), Gintung, Maret 2011 Siang Hari

2

Wawancara Pribadi dengan Shodiqin (Keamanan RT 001/08), Gintung, 26 April 2011 Malam Hari


(59)

47

sosial ekonomi di warga sekitar Situ Gintung, yaitu Dampak pada Pekerjaan, Dampak pada Kelembagaan Sosial, dan Dampak pada Sistem Nilai.

A. Dampak kepada Pekerjaan

Peneliti akan membahas mengenai dampak kepada pekerjaan. Dampak kepada pekerjaan terbagi menjadi dampak kepada pola pencarian nafkah, keadaan ekonomi, kehilangan pekerjaan lama dan berganti kepada pekerjaan baru, jaringan sosial pekerjaan, dan warga yang mempunyai pekerjaan baru dan tidak bekerja.

1. Dampak kepada Pola Pencarian Nafkah

Warga RT 001/08 sebelum tragedi Situ Gintung sebagian besar bekerja sebagai wiraswasta, swasta, dan karyawan.3

Di RT ini memang tidak ada korban, tetapi rumah warga hanyut dari tragedi ini. Dari segi perubahan ekonomi, ada beberapa perubahan yang dialami warga. Ketika mereka sebelum tragedi Situ Gintung bisa berdagang di rumahnya sendiri, dan ketika keuntungan yang didapat dapat ditabung untuk keperluan keluarganya. Tetapi sekarang, mereka mengontrak dan menyewa tempat untuk berdagang. Ketika mendapatkan

3

Posko Terpadu Penanggulangan Bencana Situ Gintung, Data Korban Bencana Situ Gintung Buku 2(Media Center, 2009)


(60)

keuntungan, mereka tidak bisa menabung, karena uang tersebut dikumpulkan untuk membayar tempat sewa.4

Untuk di RT 002/08 tidak ada perubahan ekonomi yang terjadi setelah tragedi Situ Gintung. Karena RT tersebut, tidak mengalami dampak dari tragedi Situ Gintung seperti jatuhnya korban jiwa, rumah yang hanyut, dan sebagainya. Tetapi, sebagian besar warga bekerja sebagai wiraswasta. Ada yang bekerja sebagai guru. Sebagian ada yang bekerja dan tidak bekerja.5

Warga RT 003/08 sebelum tragedi Situ Gintung masih didominasi oleh pekerjaan sebagai Wiraswasta, Swasta, dan Karyawan.6

Menurut penuturan Bapak Sumarno, selaku Ketua RT 003/08, warga di sini sebagian besar bekerja sebagai Wiraswasta, Guru, dan Pegawai. Tidak jauh berbeda dibandingkan sebelum tragedi Situ Gintung.7 Warga RT 004/08 sebelum tragedi Situ Gintung didominasi oleh pekerjaan sebagai Karyawan, kemudian Wiraswasta dan Swasta.8

Warga sebelum tragedi Situ Gintung sebagian besar bekerja sebagai kerja harian lepas, seperti kuli bangunan. Dan ada yang bekerja sebagai guru. Sekarang setelah tragedi Situ Gintung, ia tetap bekerja menjadi

4

Wawancara Pribadi dengan Shodiqin (Keamanan RT 001/08), Gintung, 26 April 2011 Malam Hari

5

Wawancara Pribadi dengan Iyok (Ketua RT 002/08), Gintung, 28 April 2011 Siang Hari 6

Posko Terpadu Penanggulangan Bencana Situ Gintung, Data Korban Bencana Situ Gintung Buku 2(Media Center, 2009)

7

Wawancara Pribadi dengan Sumarno (Ketua RT 003/08), Gintung, 2 Mei 2011 Siang Hari 8

Posko Terpadu Penanggulangan Bencana Situ Gintung, Data Korban Bencana Situ Gintung Buku 2(Media Center, 2009)


(61)

49

Guru. Perubahan sendiri tidak terlalu banyak, tetapi di RT ini memang lebih banyak pendatang daripada warga tetap.9

Berbagai perubahan yang peneliti dapatkan di atas, dapat dikatakan, bahwa perubahan tidak selalu mencakup dari tiga aspek, yaitu struktural, kultural, dan interaksional, tetapi perubahan sosial bisa terjadi ketika dalam suatu warga terdapat peristiwa yang tidak bisa ditolak, yaitu peristiwa tragedi Situ Gintung, yang tidak lain karena ulah manusia sendiri.

2. Keadaan Ekonomi

Warga di RT 001/08, lebih banyak mereka tidak bekerja daripada yang bekerja. Warga yang tidak bekerja karena menjadi korban dari tragedi Situ Gintung, sedangkan warga yang masih bekerja, mereka tidak menjadi korban dari tragedi Situ Gintung. 10

Warga yang bekerja di lingkungan RT 002/08 termasuk banyak. Dapat dihitung untuk warga yang tidak bekerja.11

Pekerjaan yang dilakukan beberapa warga di RT 003/08 yaitu kuli bangunan, dalam arti warga bekerja tidak setiap hari. Sebenarnya mereka tidak menganggur, hanya pekerjaannya dituntut berdasarkan panggilan bekerja dari warga sekitar.

9

Wawancara Pribadi dengan Nana (Ketua RT 004/08), Gintung, 28 April 2011 Siang Hari 10

Wawancara Pribadi dengan Shodiqin (Keamanan RT 001/08), Gintung, 11 Mei 2011 Malam Hari

11


(62)

Warga di RT 004/08, yang bekerja dan tidak bekerja jumlahnya sama. Pak Nana selaku ketua RT 004/08 bekerja sebagai wiraswasta. Rumahnya yang sekarang mendapatkan santunan, karena sebelumnya rumahnya sudah hancur akibat tragedi Situ Gintung.12

Warga mengalami perubahan setelah tragedi Situ Gintung. Yang menjadi korban tidak mempunyai pekerjaan lagi, sedangkan yang tidak menjadi korban, mereka masih mempunyai pekerjaan. Ketika warga ini berubah, mereka harus bisa menyesuaikan diri dengan keadaan yang mereka alami sekarang. Sebelum tragedi Situ Gintung, mereka masih mempunyai pekerjaan, sekarang setelah tragedi Situ Gintung, mereka tidak mempunyai pekerjaan.

Penyesuaian yang dilakukan oleh Bapak Shodiqin yang dahulu punya rumah, sekarang menyewa tempat tinggal sangat sulit. Ia sampai dua bulan belum membayar tempat sewa. Menurut penuturan Bapak Shodiqin, yang dahulu mempunyai tempat usaha di rumahnya dan bisa menabung, sekarang menyewa tempat usaha dan tidak bisa menabung, karena penghasilan yang didapat untuk membayar sewa tempat usaha. Di sinilah menurut Parsons tingkat penyesuaian diri suatu warga menjadi meningkat.

Penyelesaian masalah menurut peneliti yang harus dilakukan di sini adalah memberikan modal bagi korban yang telah kehilangan pekerjaan. Ketika korban telah diberikan bantuan usaha untuk bekerja, mereka

12

Wawancara Pribadi dengan Suhaini dan Aminah (Warga RT 004/08), Gintung, 11 Mei 2011 Siang Hari


(63)

51

menjadi semakin termotivasi untuk bergerak ke depan dan mengurangi perasaan trauma yang mereka miliki.

3. Kehilangan Pekerjaan Lama dan berganti dengan Pekerjaan Baru

Warga yang kehilangan pekerjaan di RT 001/08 setelah tragedi Situ Gintung sangat banyak. Sebagian besar mendapatkan pekerjaan yang baru, sebagian lagi masih belum mendapatkan pekerjaan. Jumlah warga yang mendapatkan pekerjaan baru dan belum mendapatkan pekerjaan relatif sama.13

Ini mengakibatkan bahwa tragedi Situ Gintung membuat semakin banyak warga yang kehilangan pekerjaan. Memang ada sebagian yang sudah mendapatkan pekerjaan baru, tetapi tidak sedikit warga yang tidak mendapatkan pekerjaan.

Ketika ada seseorang yang tidak mendapatkan pekerjaan setelah tragedi Situ Gintung, ini disebabkan oleh beberapa hal. Tidak adanya modal yang didapatkan bagi korban sebagai pengganti, perasaan trauma yang masih dialami dari para korban, dan lain sebagainya. Hal yang harus dilakukan adalah pelatihan motivasi dan juga penyediaan modal usaha bagi korban tragedi Situ Gintung.

4. Jaringan Sosial Pekerjaan

Arti jaringan sosial pekerjaan adalah bagaimana setiap warga di setiap daerah yang belum mempunyai pekerjaan dapat berhubungan

13

Wawancara Pribadi dengan Istri Shodiqin (Warga RT 001/08), Gintung, 19 Mei 2011 Malam Hari


(64)

dengan orang lain untuk mencari pekerjaan atau membutuhkan pekerjaan. Dan dapat juga diartikan sebagai seseorang yang membutuhkan modal untuk usaha supaya tidak menganggur.

Warga sekitar Situ Gintung di RT 002/08, RT 003/08, dan RT 001/08 beranggapan bahwa warga bekerja sendiri untuk mencari pekerjaan. Tidak melakukan pinjaman uang ke tetangga untuk melakukan usaha.14 Warga sendiri sudah mempunyai modal untuk membuka usaha sendiri.15 Mereka melakukan lamaran kerja ke berbagai perusahaan. Ketika mereka melamar pekerjaan, mereka hanya membuat surat kelakuan baik dari Ketua RT.16

Warga RT 01/08 hanya meminta pinjaman usaha dari Dompet Dhuafa. Tetapi ketika warga sudah mendapatkan pinjaman untuk usaha, warga tidak bisa mengembalikan uang yang dipinjam. Karena untuk makan sehari-hari tidak mencukupi dan mengembalikan uang yang dipinjam pun tidak bisa. Serta ada sumbangan-sumbangan yang didapat oleh warga untuk melakukan usaha. Kalau meminta bantuan dari warga tidak bisa diharapkan, baik itu sebelum tragedi Situ Gintung maupun sesudah tragedi Situ Gintung. Memang ada yang meminta dicarikan pekerjaan, tetapi lebih banyak warga tidak mendapatkan pekerja daripada

14

Wawancara Pribadi dengan Sumarno (Ketua RT 003/08), Iyok (Ketua RT 002/08), dan Shodiqin (Keamanan RT 001/08), Gintung, 8 Mei 2011 Siang Hari dan Malam Hari

15

Wawancara Pribadi dengan Sumarno (Ketua RT 003/08), Gintung, 8 Mei 2011 Siang Hari

16


(65)

53

yang mendapatkan pekerjaan. Tergantung dari hati seseorang untuk membantu mencari pekerjaan.17

Solidaritas warga sekitar Situ Gintung memang sangat tinggi seperti kegiatan kerja bakti, gotong royong, pengajian, dan lain sebagainya. Tetapi ketika menyangkut untuk menolong mencari pekerjaan bagi yang membutuhkan, warga cenderung tidak bisa diharapkan.18

Jadi, dalam jaringan sosial pekerjaan pada warga sekitar Situ Gintung sebagian besar melakukan secara individu, tidak bergantung kepada tetangga sekitar. Warga hanya membutuhkan surat kelakuan baik dari Ketua RT untuk melamar pekerjaan. Serta warga meminta bantuan pinjaman dana dari sumbangan-sumbangan seperti Dompet Dhuafa. Solidaritas pada warga sekitar Situ Gintung bukan dari pemberian informasi mengenai lapangan pekerjaan, tetapi solidaritas atas kegiatan-kegiatan sosial seperti kerja bakti, gotong royong, dan lain sebagainya.

Hal yang harus dilakukan adalah dengan membangun kembali rasa kebersamaan antar warga baik itu dari kegiatan sosial maupun dari kegiatan ekonomi. Yaitu dengan cara mendirikan suatu kelompok yang membahas mengenani informasi pekerjaan dan kegiatan sosial yang akan membuat warga menjadi terbuka akan informasi ini. Dan diharapkan semua warga bisa ikut serta dalam kelompok ini.

17

Wawancara Pribadi dengan Shodiqin (Keamanan RT 001/08), Gintung, 8 Mei 2011 Malam Hari

18 Ibid


(1)

Identitas Informan:

Nama : Yudi

Usia : 36 tahun

Alamat : Kp. Gintung RT 001 RW 08 Pekerjaan : Ketua RT 01/08

Lokasi Wawancara : Kediaman Rumah Bapak Yudi Waktu Wawancara :

1. 23 Maret 2011

VERBATIM INFERENCE PERSONAL

JOURNAL Azhar (A): Assalamualaikum pak. Saya azhar mahasiswa UIN, mau minta izin untuk

melakukan penelitian mengenai dampak sosial ekonomi di sekitar situ gintung. Pak RT (R): Nanti kamu mau wawancarai siapa aja?

Azhar (A): Warga sekitar situ gintung yang kena dampak dari jebolnya tanggul situ gintung.

Pak RT (R): Sebentar ya, saya tanda tangan dan cap dulu suratnya.

Pak RT (R): Ini, udah saya tanda tangan dan cap suratnya. Nanti kalau wawancara, bawa aja surat yang ini.

Azhar (A): Terima kasih banyak, pak. Kira-kira bapak punya foto mengenai situ gintung sebelum jebol?

Pak RT (R): Saya gag punya, coba ke mas tommy, rumahnya di seberang ni!, dia yang punya data-data foto mengenai situ gintung sebelum dan sesudah jebol. Bapaknya juga ngajar di UIN namanya Bapak Zainal Arifin Toy.

Azhar (A): Umm gtu, kira-kira mas Tommy ada di rumah jam berapa ya? Pak RT (R): Ya siangan lah mas Tommy udah di rumah..

Azhar (A): Oke deh pak. Makasih banyak. Saya pamit dulu. Assalamualaikum. Pal RT (R): Waalaikum salam.

Pak Yudi sangat baik untuk membantu saya dalam penelitian dan pak yudi menceritakan mengenai info tentang foto situ gintung yang dimiliki oleh tetangganya dengan nyaman.


(2)

2. 28 April 2011

VERBATIM INFERENCE PERSONAL

JOURNAL Bapak Yudi (Y): nanya apa lagi?

Azhar (A): gak, pak. Kemarin saya udah ketemu pak bongas. Dia adanya data penduduk, cuman dari 2009 sampai sekarang. Saya mau nanya sebelum 2009.

Bapak Yudi (Y): gag ada.

Azhar (A): oh emang gag ada ya pak.

Bapak Yudi (Y): karena pengadaan data itu dari rt sebelumnya Cuma yang ada itu doang. Dari rt sebelumnya gag data2 penduduk yang sebelum 2009. Data ulang ya itu yang adanya. Jadi kita itungnya pusat, kalo untuk data2 penduduk kayak korban, korban yang udah pindah, korban yang masih di sini. Gitu.

Azhar (A): kemarin kan nanya ke pak iqin. Ada ikatan remaja pemuda situ gintung. Itu emang ketuanya bophak ya?

Bapak Yudi (Y): hu um

Azhar (A): tinggal di mana si pak?

Bapak Yudi (Y): ya tinggalnya di deket mushalla. Azhar (A): mushalla yang bawah itu?

Bapak Yudi (Y): situ mau nyari apa lagi?

Azhar (A): saya mau nyari ada organisasinya. Saya pengen tahu organisasinya, pemuda2 gitu. Saya mau nanya tentang visi misinya.

Bapak Yudi (Y): kalo mau lebih enak, kan saya udah bilang. Ke tommy langsung. Kalo ke tommy langsung, itu mungkin data2 korban, masalah kepemudaan, dia lebih tahu. Jadi mau nanya apa juga, dia lebih tahu. Kalo masalah situ gintung, karena memang waktu tanggul jebol, dia yang berperan. Terus masalah kepemudaan, dia yang berperan. Jadi nanya apapun, ama dia pasti dia tahu. Jadi itu dia memang salah satu dari penasehat saya. Azhar (A): yaudah deh pak itu aja.

Bapak Yudi membantu dengan baik data yang dibutuhkan dan menjawab dengan jelas.


(3)

Interviewer Interview


(4)

Identitas Informan:

Nama : Narasumber 1

Usia : -

Alamat : Sekitar Situ Gintung Pekerjaan : Tukang Bangunan

Lokasi Wawancara : Sekitar tanggul Situ Gintung Waktu Wawancara : 16 Maret 2011

VERBATIM INFERENCE PERSONAL

JOURNAL Azhar (A): Assalamualaikum pak.. Bapak tinggal di sini?

Narasumber 1 (N1): Iya, ada apa ya mas?

Azhar (A): Begini, pak. Saya mahasiswa UIN yang mau mengadakan penelitian di situ gintung.

Narasumber 1 (N1): Oh gitu. Saya juga tinggal ama anak saya, kuliah juga. Itu buat apa? Azhar (A): buat penelitian skripsi saya, pak..

Narasumber 1 (N1): Oh....

Azhar (A): Kira-kira saluran air di situ gintung menuju ke mana ya pak?

Narasumber 1 (N1): saluran air ini sampai petukangan, dan bendungan ini juga dibangun jadi lebih bagus, karena udah dibangun saluran airnya.

Azhar (A): Kalau kegiatan sosial ekonominya di sini, vaik itu sebelum jebol tanggul situ

Merasa kaget, pertama kali ditanya mengenai situ gintung, kemudian mulai enak bercerita ketika saya memperkenalkan diri sebagai mahasiswa UIN

Untuk studi perubahan sosial, waktu tak hanya merupakan dimensi universal tetapi menjadi faktor inti dan menentukan. Dalam dunia sosial, perubahan ada di mana-mana. Sumber: Buku Sosiologi Perubahan


(5)

gintung dan setelah jebol tanggul situ gintung seperti apa ya pak?

Narasumber 1 (N1): Tetep, tetep rame. Ramenya pas lagi malem-malem. Azhar (A): Yaudah, terima kasih banyak ya pak.

Narasumber 1 (N1): Ya, sama-sama.

Sosial karangan Piotr Sztompka

Interviewer Interview


(6)

Identitas Informan:

Nama : Narasumber 2

Usia : -

Alamat : Kp. Gintung RT 01 RW 08 Pekerjaan : Buka Usaha

Lokasi Wawancara : Tempat Usaha Narasumber 2 Waktu Wawancara : 16 Maret 2011

VERBATIM INFERENCE PERSONAL

JOURNAL Azhar (A): Permisi ibu, saya dari mahasiswa UIN yang mau mengadakan penelitian di

sekitar situ gintung. Kira-kira ibu punya foto-foto situ gintung waktu sebelum jebol? Narasumber 2 (N2): Duh, foto-fotonya udah kena lumpur, jadinya udah gag ada lagi. Azhar (A): Umm gitu, tapi ibu tahu tetangga ibu yang masih punya foto-foto situ gintung yang dulu?

Narasumber 2 (N2): Wah, saya gak tahu. Azhar (A): Yaudah, terima kasih bu.

Reaksi ibu ini pertama kali merasa kaget, tetapi ketika saya

memperkenalkan diri sebagai mahasiswa UIN yang melakukan

penelitian di situ gintung, ibu itu langsung merasa nyaman untuk menjawab pertanyaan saya.

Interviewer Interview