Tahapan penanggulangan bencana Situ Gintung oleh PKPU

(1)

TAHAPAN PENANGGULANGAN BENCANA SITU GINTUNG OLEH PKPU

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Sosial Islam ( S. Sos. I )

Disusun oleh : ERSYAD TONNEDY

NIM: 105054102070

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1431 H ./ 2010 M.


(2)

TAHAPAN PENANGGULANGAN BENCANA SITU GINTUNG OLEH PKPU

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Sosial Islam ( S. Sos. I )

Disusun oleh : ERSYAD TONNEDY

NIM: 105054102070

Pembimbing:

Ismet Firdaus, M.Si NIP: 150411196

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1431H / 2010 M


(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 20 April 2010


(4)

ABSTRAK

Ersyad Tonnedy

Tahapan Penanggulangan Bencana Situ Gintung oleh PKPU

Ancaman bencana tidak mengenal waktu dan tempat. Rusaknya infrastruktur, bangunan rumah, hilangnya korban jiwa, harta benda dan mata pencaharian, hingga timbulnya rasa trauma yang membekas adalah gambaran kerugian akibat bencana. Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu penanggulangan bencana yang bersifat menyeluruh baik sebelum, pada saat maupun setelah terjadi bencana.

Penulis mengambil judul Tahapan Penanggulangan Bencana Situ Gintung oleh PKPU karena pada dasarnya penanggulangan bencana merupakan upaya untuk mencegah dan mengurangi dampak bencana dengan tujuan memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman dan kerugian akibat bencana

Berdasarkan UU penanggulangan bencana RI No. 24/ 2007, penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri atas 3 (tiga) tahapan, yaitu tahapan pra bencana (pencegahan; kesiapsiagaan; mitigasi), tanggap darurat dan pasca bencana (rehabilitasi dan rekonstruksi). Rangkaian tahapan penanganan bencana tersebut merupakan upaya melindungi dan menyelamatkan manusia sebagai sumber daya pembangun, mengembalikan kerugian harta benda dan kerusakan sarana prasarana serta memulihkan kehidupan dan penghidupan masyarakat

Prosedur pemilihan informan pada penelitian ini menggunakan purposive sampling. Adapun informan dalam penelitian ini berjumlah 10 orang, yang terdiri dari 7 orang penerima program dan 3 orang koordinator program (pelaksana program), yaitu Koordinator Rescue, Koordinator Pemberdayaan Ekonomi dan Koordinator divisi Kesehatan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan dokumentasi.

Hasil penelitian ini adalah tahapan penanggulangan bencana yang dilakukan PKPU, yaitu pada masa tanggap darurat dengan menurunkan Team Ekspedisi/ SAR, membuat posko bantuan darurat, mengadakan program dapur air, program bersih rumah, program steam gratis dan memberikan beragam paket-paket sumbangan bagi korban Situ Gintung. Pada masa pasca bencana/ recovery yaitu kegiatan rehabilitasi meliputi program trauma healing anak-anak, program tag sale, program wisata keluarga dan program gizi. Kemudian masa rekonstruksi melalui program ekonomi. Sedangkan pada tahapan pra bencana, PKPU tidak ikut terlibat dalam upaya-upaya penanganan bencana. Kemudian faktor pendukung tahapan penanggulangan bencana PKPU yaitu tersedianya sarana dan prasarana yang memadai, adanya mitra usaha yaitu para donator yang mendukung jalannya program dari segi pendanaan, kemudian mitra kerja yang solid. Faktor penghambatnya yaitu kondisi medan yang berat dan sulitnya akses keluar masuk wilayah bencana akibat lumpur dan material-material lainnya, serta terhalang oleh ribuan orang yang datang melihat, lokasi korban dan pengungsian yang terpencar sehingga agak menyulitkan pelaksanaan program penanggulangan bencana.


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Adil dan Maha Pengasih. Hanya kepada-Nya kita memuji, memohon ampun dan pertolongan. Hanya dengan inayah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan pendidikan sampai pada tingkat strata satu (S1).

Shalawat serta salam semoga tercurah ke haribaan baginda Rasulullah SAW beserta keluarganya, sahabat-sahabatnya dan seluruh umatnya sampai akhir zaman yang senantiasa ikhlas mengikuti sunah-sunah serta jejak perjuangannya.

Terselesaikannya skripsi ini tentu tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik moril maupun materiil yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam kepada:

1. Bapak Dr. Arief Subhan, M. Ag, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi beserta para pembantu Dekan I, II dan III Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Helmi Rustandi, M. Ag, selaku Ketua Jurusan Konsentrasi Kesejahteraan Sosial dan sebagai Penguji, terimakasih telah memberikan kritik, saran dan masukan untuk skripsi yang telah penulis selesaikan.

3. Bapak Ismet Firdaus, M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Konsentrasi Kesejahteraan Sosial, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang telah bersedia membagi waktunya untuk memberikan arahan, bimbingan dan motivasi serta masukan-masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Helmi Rustandi, M.A. dan Ibu Wati Nilamsari, M.Si., selaku Dosen Penguji, penulis mengucapkan terima kasih telah memberikan kritik, saran dan masukan membangun terhadap skripsi yang telah penulis selesaikan


(6)

5. Para Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi beserta seluruh Civitas Akademika yang telah membagi wawasan serta keilmuan, juga membimbing penulis selama mengikuti proses perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

6. Pimpinan Perpustakaan, para staff dan para karyawan, baik perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah maupun perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah membantu penulis selama menjalani perkuliahan dan khususnya dalam proses penyelesaian skripsi

7. Para staff dan pengurus PKPU, Bapak Ir. Muhammad Yasin, Bapak Nurzaman, Bapak Feri, Mba Ida, Mba Nia, Mba Ina dan seluruh pengurus dan staff PKPU yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas kesediaannya memberian kesempatan bagi penulis untuk mengambil skripsi di PKPU. Kemudian kepada para korban Situ Gintung yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Ibunda “Murni Ainun, S. Pd” dan Ayahanda “Ir. Edison” yang begitu tulus mencintai, mengerti dan tidak henti-hentinya selalu mengiringkan do’a bagi penulis. Kakakku tersayang “Erisya Indah Rahmania Tonnedy, S.pt” dan adikku “Ervan Tonnedy” terima kasih atas dukungan, motivasi dan canda tawanya. Nenek dan Kakek, Nek Mami, Mbah Putri, Om dan tanteku, bibi, sepupu-sepupuku, de Ria, Harits, Fadel, Bayu, Taufan dan lainnya yang tak dapat disebutkan satu persatu.

9. Sahabat dan teman-teman seperjuangan di Jurusan Konsentrasi Kesejahteraan Sosial Angkatan 2005. Kawan-kawan Konsentrasi Kesejahteraan Sosial angkatan 2003, 2004, 2006, 2007, 2008 terima kasih atas support dan dukungannya.

10.Teman-teman “Capung Community”

11.“Nda” terima kasih atas perhatiannya yang selalu mendukung dan memberikan semangat bagi penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.


(7)

13.Teman-teman yang tak dapat disebutkan satu persatu tanpa mengurangi rasa terima kasih penulis kepada kalian.

Akhir kata, karena keterbatasan wawasan, pengetahuan dan pengalaman penulis, tentu banyak kesalahan dan kekhilafan penulis dalam skripsi ini. Selanjutnya penulis ucapkan terima kasih dan semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Amin

Ciputat, 20 April 2010


(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN………. i

ABSTRAK………. ii

KATA PENGANTAR……….………. iii

DAFTAR ISI………. vi

DAFTAR TABEL……… viii

DAFTAR GAMBAR……… ix

DAFTAR LAMPIRAN………....……… … x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……….. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah……….……. 12

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……… 13

D. Metodologi Penelitian………. 14

E. Sistematika Penulisan……….. 21

BAB II LANDASAN TEORI A. Bencana……….... 23

1. Pengertian Bencana ………. ….. 23

2. Jenis - Jenis Bencana... 25

3. Penyebab Bencana………... 26

4. Dampak - Dampak Bencana………... 28

5. Pengelolaan Bencana (Disaster Management)……... 30

6. Tahapan Penanggulangan Bencana……….... 37

a. Pra Bencana……….. 40

1) Pencegahan (prevention)………. 41

2) Kesiapsiagaan (preparedness)……….... 43

3) Mitigasi (mitigation)………... 47

b. Tanggap Darurat (response)………... 52

c. Pasca Bencana (pemulihan/ recovery)…………... 57

1) Rehabilitasi (rehabilitation)………... 59

2) Rekonstruksi (reconstruction)……….. 62

BAB III GAMBARAN UMUM PKPU A. Profil PKPU…………... 65

1. Sejarah Singkat………... 65

2. Visi dan Misi………..…. 66

3. Tujuan ………. 66


(9)

5. Aktivitas Lembaga………. 67

6. Struktur Lembaga………... 68

7. Jaringan Kerja………... 70

B. Profil Situ Gintung………... 70

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS A. Analisis Tahapan Penanggulangan Bencana Situ Gintung oleh PKPU ….………... 73

1. Pra Bencana………. 73

2. Tanggap Darurat……….………... 74

a. Menurunkan Team Ekspedisi/ SAR...…... 74

b. Penyediaan Posko Bantuan………... 83

c. Program Dapur Air……..………... 86

d. Program Bersih Rumah..………... 88

e. Program Steam Gratis………... 91

f. Paket-Paket Sumbangan …..………. 93

3. Pasca Bencana (pemulihan/ Recovery)…..…………. 96

a. Rehabilitasi………...……….… 96

1)Program Trauma Healing Anak-Anak……..… 96

2)Program Tag Sale……….……... 101

3)Program Wisata Keluarga…………..……... 105

4)Program Gizi………. 107

b. Rekonstruksi……….. 113

1)Program Ekonomi………... 113

B. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Tahapan Penanggulangan Bencana Situ Gintung oleh PKPU………. ………... 127

1. Faktor Pendukung………... 130

2. Faktor Penghambat………... 130

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan………... 111

B. Saran………...………... 112

DAFTAR PUSTAKA………... 132 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Rancangan Penelitian………... 15

Tabel 2 Siklus Penanganan Bencana………... 40

Tabel 3 Struktur Lembaga PKPU.………. 69

Tabel 4 Aktivitas Team Ekspedisi/ SAR PKPU……… 83

Tabel 5 Aktivitas Penyediaan Posko Bantuan PKPU……… 85

Tabel 6 Aktivitas Program Dapur Air PKPU………. 87

Tabel 7 Aktivitas Program Bersih Rumah PKPU………... 90

Tabel 8 Aktivitas Program Steam Gratis PKPU………. 92

Tabel 9 Aktivitas Program Trauma Healing Anak PKPU……….. 101

Tabel 10 Aktivitas Program Tag Sale PKPU……… 104

Tabel 11 Aktivitas Program Wisata Keluarga………... 107

Tabel 12 Aktivitas Program Gizi………... 111

Tabel 13 Aktivitas Program Ekonomi PKPU……… 119


(11)

DAFTAR GAMBAR


(12)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Surat Keterangan Riset/ Penelitian Lampiran 2 Form Assesment

Lampiran 3 Pedoman Wawancara Lampiran 4 Transkrip Wawancara Lampiran 5 Dokumentasi Kegiatan


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Wilayah Indonesia yang bercirikan kepulauan dan lingkungan alam tropiknya dengan curah hujan yang cukup tinggi, secara alamiah dapat menyebabkan terjadinya pembentukan situ, danau atau waduk yang kemudian selain berfungsi sebagai tempat penampungan dari air hujan, mata air maupun sungai-sungai yang terdapat disekitarnya, juga dimanfaatkan untuk perairan ladang pertanian, tambak dan tempat wisata alam.

Situ adalah sejenis waduk kecil sebagai wadah genangan air di atas permukaan tanah atau air permukaan yang terbentuk secara alamiah sebagai siklus hidrologi dan merupakan salah satu bagian yang juga berperan potensial dalam kawasan lindung.1 Sedangkan waduk adalah kolam besar tempat menyimpan air sediaan untuk berbagai kebutuhan. Waduk dapat terjadi secara alami maupun buatan manusia.2

Terjadinya pembentukan situ atau danau baik secara alami maupun buatan, yang tanpa disadari semakin lama sudah berumur relatif tua namun tidak disertai dengan adanya pemeliharaan dan perawatan yang memadai, kemudian ditambah dengan pelanggaran-pelanggaran tata ruang yang terjadi dan telah berlangsung sejak lama, sedikit demi sedikit menyebabkan kemungkinan akan kerentanan terhadap terjadinya bencana sangatlah besar. Hingga fenomena bencana jebolnya tanggul situ atau danau di Indonesia yang sangat berdampak bagi lingkungan sekitarnya menjadi semakin bertambah.

1 Roviky, “Dongeng Seputar Situ-situ di Indonesia,” artikel diakses pada Selasa, 23 Februari 2010 dari http://rovicky.wordpress.com/2009/03/30/dongeng-seputar-situ-situ-di-indonesia-beauty-and-the-beast-1/


(14)

Hasil inventarisasi situ-situ di Jabodetabek oleh BBWS-CC (Balai Besar Waduk dan Sungai-Ciliwung Cisadane) yang dilakukan tahun 2009, Jabodetabek yang dulunya memiliki 202 situ kini hanya tinggal 182 situ. Situ-situ yang tersisa pun saat ini cukup memprihatinkan dan kurang baik, ada pula yang dinyatakan rusak.3 Dengan demikian, seharusnya menjadi tolak ukur untuk dapat berbuat banyak dalam menjamin keselamatan warga.4

Wilayah, daerah dan lokasi yang semestinya tidak/ kurang layak dihuni atau dikembangkan sebagai pemukiman, aktivitas produksi dan industri tanpa memperhatikan kaidah alam dan perilakunya, serta tidak menggunakan pertimbangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bijaksana dan tepat, misalnya pada lokasi pinggir danau/ situ, dapat menimbulkan kerentanan terhadap bencana. Pada akhirnya, aktivitas pembangunan, industri, produksi, transportasi dan rekreasi untuk tujuan pembangunan sosial, budaya, politik, hukum dan keamanan yang dapat dilihat betapa semarak dan berpacu tanpa henti-hentinya tersebut, menjadi kandas dan pudar manakala bencana datang dengan dahsyatnya.5

Lebih-lebih Indonesia kini termasuk dalam daftar negara paling beresiko bencana (dilansir Badan Pencegahan Bencana PBB atau United Nations International Strategy for Disaster Reduction). Dalam daftar ini, negara-negara di Asia mendominasi dan Indonesia berada diposisi Sembilan (sangat tinggi) bersama Bangladesh, China, India dan Myanmar. Data disusun berdasarkan bencana sejak tahun 1977 sampai 2009, yang tidak hanya mengukur resiko bencana, namun juga menunjukan kemampuan negara dan masyarakat di negara bersangkutan dalam menanggulangi bencana. Tidak mengherankan

3 “Situ Gintung Segera di Bangun Lagi,”

Kompas, 18 Mei 2009, h. 7.

4 “Departemen PU Kaji Kondisi Situ di JABOTABEK” artikel diakses pada Sabtu, 20 Maret 2010 dari http://bbwsciliwungcisadane.com/index.php?option=com_content&task=view&id=136 &Itemid=2

5 Robert J. Kodoatie dan Roestam Sjarief,

Pengelolaan Bencana Terpadu (Jakarta: Yarsif Watampone, 2006), h. 2-3.


(15)

bila Indonesia oleh masyarakat Internasional dikenal sebagai supermarket bencana, karena hampir semua jenis bencana ada di Indonesia. Jepang misalnya, masuk dalam negara beresiko sedang atau medium karena dinilai sangat siap menghadapi bencana jenis apapun.6

Dalam dasa warsa terakhir pengelolaan bencana semakin bergeser kearah pemberdayaan komunitas, seperti yang dicanangkan dalam World Conference on Natural Disaster Reduction di Yokohama pada tahun 1994 mengenai Community-based Disaster Management. Suatu kesadaran mengenai pentingnya upaya pemberdayaan komunitas agar memiliki informasi yang memadai, memiliki kewaspadaan yang lebih tinggi, lebih aktif, serta memiliki kemampuan untuk berkoordinasi dan mendukung pemerintah. Tentunya bukan hanya sekedar merespon bencana tetapi juga dalam kegiatan mitigasi.7

Melihat banyaknya potensi bencana, sudah seharusnya bangsa Indonesia senantiasa sadar dan waspada. Bencana sudah seyogyanya dijadikan peristiwa yang membuat kita patut merenungi dan merefleksi diri bahwa negara kita merupakan wilayah yang hampir semua bencana exist.8

Ketika terjadinya suatu bencana maka kita berhadapan dengan manusia, sehingga kondisi serta kebutuhan para korban harus didahulukan dan akhir dari tindakan terlihat pada hasil yang dinikmati korban. Kebutuhan korban harus dimaknai sebagai menjawab kebutuhan manusia yang tengah menderita tersebut.9

Terjadinya bencana seolah menagih simpati jiwa kemanusiaan kita untuk mengaplikasikan nilai-nilai moral. Dengan demikian, suara hati manusia tanpa harus memandang agama dan kepercayaannya akan bicara mengenai tindakan-tindakan yang

6 “Resiko Tinggal di Negeri Seribu Bencana,” Komunika, Edisi 12/tahun V (Agustus 2009): h. 8. 7 Robert J. Kodoatie dan Roestam Sjarief,

Pengelolaan Bencana Terpadu (Jakarta: Yarsif Watampone, 2006), h. 92.

8 Kodoatie dan Sjarief,

Pengelolaan Bencana Terpadu, h. 2-3.

9 Abraham Fanggidae, “Soal Nilai Dalam Manajemen Bencana”, artikel diakses pada Selasa, 23 Februari 2010 dari http://www.averroes.or.id/breaking-news/soal-nilai-dalam-manajemen-bencana.htmlZ


(16)

berperikemanusiaan. Begitu banyak manusia yang tunduk pada tuntutan-tuntutan moral karena menanti surga dan kekhawatiran akan Jahanam dan ancaman siksa. Tentu dalam hal ini, agama mempunyai peran sebagai pendorong untuk menerapkan nilai-nilai moral. Dalam kerangka interaksi sosial, aplikasi nilai-nilai moral adalah harga mati yang tak bisa ditawar lagi karena keadilan dan tatanan sosial bersemayam dalam nilai-nilai moral yang bertanggungjawab.10 Seperti yang dikatakan dalam Al-Qur’an (QS. Al-Maidah/ 5: 2) yang berbunyi:11

! "#$ % &' ()*

+ & ,- "./ 0123

" 5 6 78,* 9 : ; <=,> ?,*

+ & ,- @  B'C D$/E72 F ;

'G HIJK LM /NK O 7PQ8 S T2 6 "U

V> 7W/X 72 O 'G YZ [&,\7]

@ %0^$ _' 7 @ ` 'Gab K <X cF

def"g,* _ & ,- @ `

V B#7h i L "#7h k6h

QH d*,* Y. ,8lB*

L "#7h k6h dm,m=n

@M / #,* O a8Zh

Z@Q8 V $ do 78 #,* cp

Artinya:

“Hendaklah kamu tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan, dan janganlah saling membantu dalam perbuatan dosa dan permusuhan. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras dalam hukuman-Nya.”

Allah SWT menyuruh umat manusia untuk saling membantu, tolong menolong dalam mengerjakan kabaikan/ kebajikan dan ketaqwaan. Sebaliknya Allah melarang kita untuk saling menolong dalam melakukan perbuatan dosa dan pelanggaran.

Sebagai makhluk sosial, manusia tak bisa hidup sendirian namun membutuhkan orang lain. Tak hanya sebagai teman dalam kesendirian, tetapi juga partner dalam melakukan

10 “Aplikasi Nilai-Nilai Moral Dalam Bencana”, artikel diakses pada Kamis, 25 Februari 2010 dari http://en.search.zorpia.com/murtaufiq/journal/1770283


(17)

sesuatu. Entah itu aktivitas ekonomi, sosial, budaya, politik maupun amal perbuatan yang terkait dengan ibadah kepada Tuhan. Di sinilah tercipta hubungan untuk saling tolong menolong antara manusia satu dengan yang lainnya. Allah SWT memberikan rule

(kaidah/ panduan) agar dalam melakukan tolong menolong itu seyogyanya dalam melakukan hal-hal yang baik, tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah keagamaan maupun budaya atau norma yang berlaku di masyarakat dimana kita tinggal. Masing-masing membantu orang lain sesuai dengan kapasitas dan kemampuan.12

Manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk biologis, makhluk pribadi dan makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial atau makhluk yang bermasyarakat, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia ada kalanya sehat, sakit senang dan ada kalanya susah. Kita sangat membutuhkan bantuan orang lain. Jadi adab kepada orang yang kena musibah adalah membantu atau menolong mereka untuk meringankan penderitaannya, serta menghiburnya dalam kesusahan. Allah SWT akan senantiasa menolong hambanya yang suka memberi pertolongan kepada orang lain.13 Sebagaimana dalam suatu hadis, Nabi Muhammad SAW bersabda:

)

Artinya:

“Allah senantiasa akan menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu menolong saudaranya sendiri.” (H.R Muslim).

Kita harus mencoba memahami setiap musibah yang kita dapatkan. Segala musibah tersebut terjadi dengan seizin Allah. Manusia memang ditakdirkan tidak pernah lepas dari ujian. Baik yang sudah diprediksikan ataupun yang datang tiba-tiba seketika. Musibah

12 Ahmad Nurcholish, “Tolong Menolong Dalam Kebajikan”, artikel diakses pada Rabu, 23 Februari 2010 dari http://ahmadnurcholish.wordpress.com/2008/08/27/tolong-menolong-dalam-kebajikan-qs-al-maidah52/

13 Anggit Saputra Dwi Pramana, “Tolong Menolong dalam Kebaikan”, artikel diakses pada Rabu, 23 Februari 2010 dari http://anggitsaputradwipramana.blogspot.com/2009/08/tolong-menolong-dalam-kebaikan.html


(18)

merupakan salah satu cara Allah dalam menilai keimanan seseorang kepada takdir, karena seorang mukmin yakin bahwa segala sesuatu yang diterimanya adalah ketentuan dari Allah SWT.14

Sudah selayaknya manusia sebagai salah satu penghuni muka bumi ini untuk senantiasa merawat, melestarikan serta menjaga bumi ini dari hal-hal negatif yang dapat merusak alam semesta. Paling tidak dapat mengurangi terjadinya bencana yang disebabkan oleh ulah tangan-tangan manusia dan kelalaian-kelalaiannya yang berakibat fatal.15 Peringatan Allah seperti yang dikatakan dalam Al-Qur’an (QS. Ar-Rum/ 30: 41) yang berbunyi:16

&"\7V V> <f$q,* kQ QH "*,*

[&7 ?,* "gQr /= C<f$s .  `

Z Z * GV\78 du u * v# r .

# w$x'GV\ "#7* @ #yz'& cN

Artinya:

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan ulah manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

Allah dengan segala Kebesaran dan Anugrah-Nya telah memberikan akal budi dan pikiran kepada manusia yang membedakannya dengan makhluk hidup lainnya di planet bumi. Manusia sebagai makhluk sosial itulah yang justru cenderung kurang bijaksana menyikapi dan menyiasati eksistensi alam sebagai habitatnya yang penuh dengan rahasia dan peristiwa alam, serta berpotensi menimbulkan bencana yang bisa datang dan pergi tiba-tiba.17

14 “Ujian Bagi Mereka Adalah Ujian Bagi Kita”, artikel diakses pada Rabu, 23 Februari 2010 dari http://mta-online.com/v2/2009/10/02/ujian-bagi-mereka-adalah-ujian-bagi-kita/

15 Agus Mustofa,

Menuai Bencana (Surabaya: PADMA press, 2005), h. 236. 16 M Said,

Tarjamah Al Qur’an Al Karim (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1987), h. 368-369. 17 Kodoatie dan Sjarief, Pengelolaan Bencana Terpadu, h. 2.


(19)

Pada hakekatnya bencana juga merupakan suatu cobaan, peringatan dan ujian dalam kehidupan manusia didunia. Sebagai suatu alat introspeksi diri serta pelajaran berharga bagi manusia untuk senantiasa memperbaiki dirinya, karena suatu saat kita pasti akan kembali kepada-Nya.

Sebagaimana dalam firman Allah SWT (QS. Al-Anbiyaa/ 21: 35) yang berbunyi:18

K K{ s |J,q L # 78} 7P G' "g,* Y

G s # '? L QH (~* Qr Q '&7

,-• 2 ,>7*Q8 @ #"z'&#h c[Q

Artinya:

“Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.”

Bagi orang-orang yang menggunakan akalnya dan membuka diri, mereka akan dapat mengambil hikmah dari berbagai peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Hikmah tersebut akan menjadi pelajaran berharga untuk menghadapi masalah di masa depan, serta membangun kedekatan dengan Allah sang penguasa kehidupan. Demikian seharusnya kita menyikapi setiap bencana yang menimpa kita, menimpa sahabat-sahabat kita atau mungkin sanak famili kita. Hikmah yang terkandung di dalam bencana tentu selalu memuat beberapa pelajaran agar kita berintrospeksi dan kemudian termotivasi untuk melangkah kearah yang lebih baik dan produktif. Bagi orang-orang yang berfikir positif, mereka akan selalu berpendapat bahwa semua ini adalah ujian dan cobaan. Ujian terhadap keimanan kita dan cobaan bagi kesabaran kita dalam menerima musibah. Karena semua itu datangnya dari Allah dan kita pun akan kembali pada-Nya.19

18 Said,

Tarjamah Al Qur’an Al Karim, h. 293. 19 Mustofa, Menuai Bencana, h. 236-237.


(20)

Untuk itu, atas semua musibah dan bencana yang tengah kita alami saat ini, seharusnya membuat kita mawas diri dan jangan sampai menunggu bencana yang lebih besar kembali datang memusnahkan kita. Penanggulangan terhadap ancaman bencana yang tidak mengenal waktu dan tempat, juga memerlukan pengelolaan secara menyeluruh baik sebelum terjadi bencana, saat terjadi bencana maupun juga pasca terjadinya bencana. Penanggulangan bencana harus ditangani secara terpadu dan terkoordinasi, serta menekankan pada upaya penanganan secara sistemik, termasuk kebijakan-kebijakan sosial terkait. Kebijakan sosial memiliki fungsi preventif (pencegah), kuratif (penyembuh) dan pengembangan (developmental). Kebijakan sosial adalah ketetapan yang didesain secara kolektif untuk mencegah terjadinya masalah sosial (fungsi preventif), mengatasi masalah sosial (fungsi pengembangan) sebagai wujud kewajiban negara (state obligation) dalam memenuhi hak-hak sosial warganya (Suharto, 2006a).20

Penanggulangan bencana pada hakekatnya merupakan upaya kemanusiaan untuk melindungi dan menyelamatkan manusia sebagai sumber daya pembangun dari ancaman bencana. Penanggulangan bencana juga merupakan upaya kegiatan ekonomi yang bertujuan memulihkan dan mengembalikan kerugian harta benda, kerusakan sarana dan prasarana, serta kehidupan dan penghidupan masyarakat. 21

Usaha kesejahteraan sosial dengan mengacu pada program penanggulangan bencana yang secara kongkrit, bertujuan untuk mengembalikan keberfungsian sosial para korban bencana pada kondisi yang normal dan merupakan suatu tanggung jawab bersama semua kalangan baik pemerintah, swasta maupun lapisan dan golongan masyarakat lainnya untuk turut andil dalam proses penanggulangan bencana.

20 Suharto,

Kebijakan Sosial; Sebagai Kebijakan Publik, h. 11. 21 Soeladi,

Manajemen Bencana Alam Tsunami (Yogyakarta: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial, 1995), h. 1.


(21)

Dalam undang-undang no. 6 tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial, pasal 2 ayat 1 adalah sebagai berikut:

“Kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun spiritual yang diliputi rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri sendiri, keluarga serta masyarakat dan menjunjung tinggi hak-hak azasi manusia serta kewajiban manusia sesuai dengan falsafah kita, yaitu pancasila”.22

Dalam kondisi bencana, diperlukan upaya penanganan agar dapat menumbuhkan semangat korban dalam membangun kembali wilayahnya yang telah hancur dengan partisipasi sosial masyarakat, dimana manusia (warga masyarakat) tidak boleh dipandang dan diperlakukan sebagai objek pembangunan belaka, namun menjadi subjek terhadap pembangunan daerahnya sendiri.23 Dengan melaksanakan aktivitas kemanusiaan baik itu didalam maupun diluar lembaga pelayanan sosial, yang direkat tidak hanya oleh sikap karitatif atau belas kasihan, melainkan dengan dasar pengetahuan (body of knowledge) dan keterampilan (body of skill),24 untuk membantu individu, keluarga, kelompok dan masyarakat agar berfungsi sosial dalam memenuhi kebutuhan fisik, psikis dan sosial, serta dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan sesuai dengan peran dan situasi sosialnya.25

Hal-hal tersebut diatas dapat diwujudkan melalui pelayanan-pelayanan sosial yang pada prinsipnya mempunyai tiga unsur utama, yaitu: 1. Pelayanan sosial merupakan aktivitas profesi pekerjaan sosial bersama dengan profesi lain (bukan monopoli profesi pekerjaan sosial), 2. Pelayanan sosial ditujukan untuk membantu agar seseorang dapat mengembangkan diri, tidak bergantung, memperkuat relasi keluarga dan juga

22 Syarif Muhidin, Pengantar Kesejahteraan Sosial (Bandung: Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial,1997), h. 5.

23 Jusman Iskandar, Strategi Dasar Membangun Kekuatan Masyarakat (Bandung: KM STKS, 1993), h. 27. 24 Edi Suharto, M.Sc,

Pembangunan Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial (Bandung: LSP-STKS, 1997), h. 392.


(22)

memperbaiki individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, 3. Pelayanan sosial diberikan agar penerima pelayanan dapat berfungsi sosial dengan baik.26

Selama ini, umumnya banyak diantara kita yang bereaksi hanya pada waktu terjadi bencana dan setelah itu dilupakan, baru ramai lagi saat terjadi bencana pada waktu dan lokasi lain. Penanggulangan bencana sesaat (responsive) lebih terlihat dari pada upaya antisipatif dan pencegahan (preventif) yang cenderung dilupakan.27 Penanggulangan bencana harus dilakukan baik sebelum, pada saat maupun setelah terjadi bencana. Upaya ini harus dilakukan secara terus menerus secara bersama, baik oleh pemerintah, masyarakat serta dunia usaha yang merupakan segi tiga kekuatan yang harus solid dalam penanggulangan bencana.

Bencana yang terjadi di Indonesia selalu menimbulkan bentuk simpatik dari masyarakat baik secara nasional maupun internasional dari lembaga pemerintah, swasta, organisasi-organisasi, partai politik dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).28 Kini semakin banyak lembaga-lembaga terkait yang concern dan aware terhadap masalah penanggulangan bencana, yang diwujudkan dengan penyediaan berbagai bentuk usaha kesejahteraan sosial melalui berbagai program-program pelayanan sosial yang konkrit (jelas).

PKPU sebagai Lembaga Amil Zakat Nasional yang telah melakukan berbagai misi kemanusiaan baik didalam maupun luar negeri, tetap konsisten dan kontinyu menjalankan aksi-aksi kemanusiaannya. Bencana jebolnya tanggul Situ Gintung yang menyebabkan terjadi banjir bandang beberapa waktu silam juga tak luput untuk ditangani. Beragam rangkaian aksi program-program penanggulangan bencana untuk para korban bencana

26 Soetarso, MSW, Kesejahteraan Sosial, Pelayanan Sosial dan Kebijakan Sosial (Bandung: Koprasi Mahasiswa Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial, 1993), h. 103.

27 “Resiko Tinggal di Negeri Seribu Bencana,”Edisi 12/tahun V, h. 8.

28 Dedi Gunawan, “Upaya Pekerja Sosial dalam Menumbuhkan Semangat Membangun Kembali Masyarakat Korban Bencana Gempa Bumi di Klaten (Jawa Tengah) pada Tahap Rehablitasi,” (Skripsi S1 Institut Imu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta, 2007), h. 2.


(23)

Situ Gintung digulirkan oleh PKPU secara bertahap dari awal terjadinya bencana hingga proses pasca bencana/ recovery.

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka kemudian mendorong penulis untuk melakukan pembahasan dan penelitian secara lebih mendalam mengenai “Tahapan Penanggulangan Bencana Situ Gintung Oleh PKPU.”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Mengingat keterbatasan penulis dalam hal ilmu pengetahuan, waktu, dana dan demi terfokusnya pikiran, maka peneliti membatasi masalah penanggulangan bencana (disaster management) Situ Gintung pada “Tahapan Penanggulangan Bencana Situ Gintung oleh PKPU.”

2. Perumusan Masalah

1.) Apa saja tahapan penanggulangan bencana yang dilakukan PKPU untuk Situ Gintung?

2.) Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam tahapan penanggulangan bencana Situ Gintung oleh PKPU ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimana bentuk aplikasi tahapan penanggulangan bencana Situ Gintung oleh PKPU dilaksanakan.

b. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam program penanggulangan bencana Situ Gintung oleh PKPU.


(24)

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi semua pihak dan juga diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran serta masukan bagi lembaga yang bergerak dalam bidang penanggulangan bencana (disaster management).

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi bahan masukan bagi masyarakat secara umum dan tentunya dapat menambah wawasan bagi penulis.

D. Metodologi Penelitian 1. Unit Analisa

Pencatatan data penelitian ini menggunakan sampel yang bertujuan menjaring informasi dari berbagai sumber. Teknik yang digunakan untuk penentuan subyek dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling dimana informan dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu dan dianggap sebagai orang-orang yang tepat dalam memberikan informasi yang sesuai dengan kebutuhan penelitian.29 Menurut Neuman konsep sampel dalam penelitian kualitatif berkaitan erat dengan bagaimana memilih informan atau situasi sosial tertentu yang dapat memberikan informasi yang mantap dan terpercaya mengenai elemen-elemen yang ada. Tidak ada ketentuan baku

29 Irawan Soehartono,

Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), h. 63.


(25)

tentang jumlah informan minimal yang harus dipenuhi pada suatu penelitian kualitatif.30

Dalam penelitian ini, yang menjadi unit analisis adalah keterwakilan unsur dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana oleh PKPU, yaitu 7 orang dari para korban bencana Situ Gintung sebagai wakil dari unsur penerima/ peserta program. Kemudian 3 orang koordinator program, yaitu Koordinator Rescue, Koordinator Pemberdayaan Ekonomi dan Koordinator Divisi Kesehatan sebagai unsur dari pemberi/ pelaksana program.

Tabel 1 : Rancangan Penelitian

No. Informan Informasi yang dicari Jumlah

1. Koordinator Divisi Program

Perihal Program Penanganan Bencana untuk Situ Gintung, Faktor pendukung dan penghambat program

3 orang

2. Penerima Program (Korban Situ Gintung)

Perihal pelayanan sosial yang diterima 7 orang

2. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Nawawi pendekatan kualitatif dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses menjaring informasi dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu obyek, dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah, baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis. Penelitian kualitatif dimulai dengan mengumpulkan

informasi-30 Lawrence W. Neuman.

Social Research Methods: Qualitative dan Quantitative Approaches (Needham Heights: Allyn & Bacon, 2000), h. 20-21.


(26)

informasi dalam situasi sewajarnya, untuk dirumuskan menjadi suatu generalisasi yang dapat diterima oleh akal sehat manusia.31

Kemudian menurut Bagdon dan Taylor dalam Syamsir menjelaskan bahwa metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati.32

Oleh sebab itu, penulis menggunakan pendekatan kualitatif untuk menggambarkan tahapan-tahapan program yang dilakukan PKPU dalam upaya melakukan penanggulangan bencana bagi para korban jebolnya tanggul Situ Gintung. 3. Sumber Data

a. Data primer yaitu berupa data yang diperoleh dari partisipan atau sasaran penelitian. Data primer yang penulis gunakan adalah observasi dan interview atau wawancara langsung kepada semua unsur terkait penyelenggaraan program. b. Data sekunder yaitu berupa catatan atau dokumen yang diperoleh dari berbagai

sumber dan literatur, buku-buku, internet juga beragam sumber atau tulisan-tulisan lainnya terkait dengan masalah dalam penelitian ini. Seperti laporan praktikum Penanggulangan Bencana Situ Gintung PKPU dan brosur PKPU.

4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun untuk pelaksanaan penelitian ini, teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah melalui:

a. Observasi

Yaitu pengamatan langsung pada suatu objek yang diteliti. Dimana penulis melakukan pengamatan secara langsung, memperhatikan secara akurat, mencatat

31 Nawawi Hadari,

Instrumen Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1992), h. 209.


(27)

fenomena yang muncul dan mempertimbangkan antar aspek dari hasil rangkaian tahapan penanggulangan bencana yang dilakukan PKPU untuk korban bencana Situ Gintung.

b. Interview atau wawancara

Yaitu suatu alat pengumpulan informasi secara langsung tentang beberapa jenis data.33 Wawancara yang dilakukan oleh penulis untuk memperoleh data dari berbagai narasumber. Alat yang digunakan dalam pencatatan data berupa alat tulis dan tape recorder. Pencarian data dengan metode ini sangatlah penting untuk mendapatkan berbagai informasi mengenai tahapan penanggulangan bencana Situ Gintung oleh PKPU.

c. Dokumentasi

Yaitu suatu cara memperoleh data yang tidak diperoleh dengan observasi dan interview, namun dengan melakukan penelusuran data melalui telaah buku, majalah, surat kabar, jurnal, sumber internet, laporan hasil praktikum penanggulangan bencana Situ Gintung PKPU dan sumber lain terkait dengan masalah yang sedang diteliti.

5. Teknik Analisis Data

Setelah terkumpulnya data dan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahan penelitian, maka selanjutnya penulis melakukan analisis terhadap data dan informasi tersebut. Dalam menulis data tersebut penulis menggunakan analisis deskriptif, yaitu mendeskripsikan hasil temuan penelitian secara sistematis, faktual dan akurat yang disertai dengan petikan hasil wawancara.


(28)

Nasir mengemukakan bahwa analisa data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode ilmiah, karena dengan analisis data tersebut dapat diberi data dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian.34

Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Data-data kualitatif dari hasil wawancara mendalam yang berupa kalimat-kalimat atau pernyataan pendapat atau sikap tersebut, dianalisa dan diinterpretasikan untuk mengetahui makna yang terkandung didalamnya dan memahami keterikatan dengan permasalahan yang sedang diteliti.

Data kualitatif dari hasil wawancara, observasi langsung dan dokumentasi, selanjutnya disusun dalam catatan lapangan. Kemudian diringkas dan dipilih hal-hal yang penting dan pokok, dikategorikan serta disusun secara sistematis dengan mengacu pada perumusan masalah dan tinjauan teoritis yang berkaitan dengan penelitian ini.

6. Keabsahan Data

Teknik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini memiliki kriteria, yaitu: a. Kredibilitas dengan teknik triangulasi, yaitu memeriksa keabsahan data dengan

memanfaatkan sesuatu yang lain.35 Misalnya membandingkan keadaan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain. Kemudian juga membandingkan hasil wawancara dengan dokumen yang berkaitan. Dalam hal ini penulis melakukan perbandingan wawancara dari informan satu ke informan lain dan juga melakukan wawancara terhadap hasil dari observasi yang penulis lakukan.

34 Mohammad Nasir D,

Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1993), h. 405.


(29)

b. Ketekunan/ keajegan pengamatan, dengan maksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari. Kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Dengan kata lain peneliti hanya memusatkan jawaban sesuai dengan rumusan masalah saja. Dalam teknik keabsahan ketekunan ini, penulis melakukan pengamatan hanya kepada masalah yang sedang diteliti yaitu tahapan penanggulangan bencana Situ Gintung oleh PKPU.

7. Pedoman Penulisan Skripsi

Untuk mempermudah dalam penulisan skripsi ini, maka peneliti menggunakan teknik penulisan berdasarkan pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah” yang diterbitkan oleh CeQda UIN Jakarta, 2007.

8. Tinjauan Pustaka

Sebagai bahan perbandingan, maka penulis memaparkan beberapa skripsi sebagai berikut:

1) Dalam skripsi yang berjudul: Upaya Pekerja Sosial dalam Menumbuhkan Semangat Membangun Kembali Masyarakat Korban Bencana Gempa Bumi di Klaten (Jawa Tengah) pada Tahap Rehablitasi.

Di susun oleh : Dedi Gunawan

Univ/ Prog Studi : Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta/ Kesejahteraan Sosial


(30)

Skripsi ini jelas berbeda dengan skripsi saya, adapun letak perbedaannya antara lain:

a. Subjek dan objeknya: subjek skripsi ini adalah pekerja sosial di wilayah Klaten (Jawa Tengah) dan objeknya adalah kegiatan rehabilitasi yang dilaksanakan untuk korban bencana gempa bumi di Klaten (Jawa Tengah). b. Adapun masalah yang dibahas dalam skripsinya yaitu, Pertama: Bagaimana

proses rehabilitasi untuk korban bencana gempa bumi di Klaten (Jawa Tengah)? Kedua: Bagaimana kontribusi pekerja sosial dalam menumbuhkan semangat membangun kembali masyarakat korban bencana gempa bumi di Klaten (Jawa Tengah)?.

Dengan melihat skripsi diatas, maka skripsi saya berbeda materi yang dibahas, yaitu tentang: “Tahapan Penanggulangan Bencana Situ Gintung oleh PKPU”.

Adapun masalah yang penulis bahas adalah:

a. Apa saja tahapan penanggulangan bencana yang dilakukan PKPU untuk Situ Gintung ?

b. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam tahapan penanggulangan bencana Situ Gintung oleh PKPU ?

9. Teknik Penulisan

Adapun dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis dan Disertasi” yang diterbitkan oleh UIN Jakarta Press Tahun 2007.

E. Sistematika Penulisan

Penulisan Skripsi ini berdasarkan sistematika penulisan, yaitu sebagai berikut: BAB I Pendahuluan


(31)

Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II Landasan Teori

Pengertian Bencana, Jenis-Jenis Bencana, Penyebab Bencana, Dampak-Dampak Bencana, Pengelolaan Bencana (Disaster Management), Tahapan Penanggulangan Bencana meliputi tahap Pra bencana yaitu Pencegahan (prevention); Kesiapsiagaan (preparedness); Mitigasi (mitigation), Tanggap Darurat (response), Pasca Bencana (Pemulihan/ recovery) yaitu Rehablitasi (rehabilitation) danRekonstruksi (reconstruction).

BAB III Gambaran Umum PKPU

Sejarah Berdiri, Visi dan Misi, Tujuan, Nilai Budaya Organisasi, Aktivitas Lembaga, Struktur Lembaga, Jaringan Kerja dan Profil Situ Gintung.

BAB IV Temuan dan Analisis

Analisis Tahapan Penanggulangan Bencana Situ Gintung oleh PKPU, Analisis Faktor Pendukung dan Penghambat Program Penanggulangan Bencana Situ Gintung oleh PKPU.

BAB V Penutup


(32)

BAB II LANDASAN TEORI

B. Bencana

1. Pengertian Bencana

Istilah bencana dapat diartikan sebagai sesuatu yang menimbulkan kesusahan, kerugian, penderitaan, malapetaka, kecelakaan dan mara bahaya.36 Bencana merupakan kejadian yang luar biasa, diluar kemampuan normal seseorang menghadapinya, menakutkan dan juga mengancam keselamatan jiwa. Akibatnya, berbagai bangunan penting hancur, korban jiwa berjatuhan dan mempengaruhi kondisi psikologis dari mereka yang terkena dampak bencana.37

Bencana adalah keadaan yang mengganggu kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang disebabkan oleh gejala alam atau perbuatan manusia. Bencana dapat terjadi

36 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h. 100.

37 Nani Nurrachman, ed.,

Pemulihan Trauma: Panduan Praktis Pemulihan Trauma Akibat Bencana Alam (Jakarta, LPSP3 Fakultas psikologi UI, 2007), h. 3.


(33)

melalui proses yang panjang atau situasi tertentu dalam waktu yang sangat cepat tanpa adanya tanda-tanda.38 Bencana merupakan sumber kesulitan dan kemalangan yang potensial untuk sementara waktu, menjerumuskan kelompok-kelompok tertentu ke bawah garis kemiskinan. Bencana dapat menimbulkan kehilangan jiwa, rumah dan aset, mengganggu peluang penghidupan, pendidikan dan penyelenggaran pelayanan-pelayanan sosial, menggerogoti tabungan dan menciptakan masalah-masalah kesehatan, seringkali dengan konsekuensi-konsekuensi yang berjangka panjang.39

Bencana merupakan gangguan atau kekacauan pada pola normal kehidupan. Gangguan atau kekacauan ini biasanya hebat, terjadi tiba-tiba, tidak disangka-sangka dan wilayah cakupan cukup luas. Dampak kepada manusia seperti kehilangan jiwa, luka-luka dan kerugian harta benda. Dampak ke pendukung utama struktur sosial dan ekonomi seperti kerusakan infrastruktur berupa sistem jalan, air bersih, listrik, komunikasi dan pelayanan penting lainnya.40

Dalam UU RI No. 24/ 2007 dikatakan bahwa bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan serta penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau non-alam maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.41

Dengan demikian, maka dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian bencana yaitu suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang dapat menimbulkan ancaman dan gangguan terhadap keberfungsian suatu masyarakat

38 Deny Hidayati, Panduan Siaga Bencana Berbasis Mayarakat (Jakarta: LIPI Press. Vol. 8 no. 1, 2005), h. 65.

39 ProVention Consortium Secretariat, Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Resiko Bencana: Catatan Panduan bagi Lembaga-Lembaga yang Bergerak dalam Bidang Pembangunan (Yogyakarta: Circle Indonesia, 2007), h. 40.

40 Robert J. Kodoatie dan Roestam Sjarief, Pengelolaan Bencana Terpadu (Jakarta: Yarsif Watampone, 2006), h. 67.

41 Sentosa Sembiring,

Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana (Bandung: Nuansa Aulia, 2009), h. 10.


(34)

melebihi batas kemampuannya, sehingga mengakibatkan kerusakan, kerugian serta penderitaan bahkan sampai jatuhnya korban jiwa, baik terjadi karena alam ataupun non-alam (seperti oleh manusia) ataupun karena faktor keduanya.

C. Jenis - Jenis Bencana

Dalam UU RI No. 24/ 2007 berdasarkan jenis dan klasifikasinya, bencana yang terjadi dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:

a. Bencana Alam :

Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor.

b. Bencana non-Alam :

Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit.

c. Bencana Sosial :

Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa karena manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat dan terror.42

Sedangkan jenis bencana menurut UU No. 7 tahun 2004 tentang sumber daya air yaitu banjir, erosi dan sedimentasi, tanah longsor, banjir lahar dingin, tanah ambles, perubahan sifat dan kandungan kimiawi, biologoi dan fisik air, terancam punahnya jenis tumbuhan dan satwa, wabah penyakit, intrusi, perembesan dan kekeringan. Kemudian dalam Disaster Management Handbook, jenis bencana yaitugempa bumi,


(35)

letusan gunung berapi, tsunami, angin topan, banjir, tanah longsor, kebakaran, kekeringan, wabah/ epidemik, kecelakaan besar, kerusuhan massal.43

Bencana yang menimbulkan ancaman dan kerugian bagi umat manusia, juga dapat diklasifikasikan sebagai berikut: geologi (gempa bumi, tsunami, longsor, gerakan tanah), hidro-meteorologi (banjir, topan, banjir bandang, kekeringan), biologi (epidemi, penyakit tanaman, hewan), teknologi (kecelakaan transportasi, industri), lingkungan (kebakaran, kebakaran hutan, penggundulan hutan), sosial (konflik, terrorisme).44

D. Penyebab Bencana

Penyebab bencana dapat dibagi menjadi dua yaitu alam dan manusia (dapat juga karena faktor keduanya). Secara alami bencana akan selalu terjadi di muka bumi, misalnya tsunami, gempa bumi, gunung meletus, jatuhnya benda-benda dari langit ke bumi, tidak adanya hujan pada suatu lokasi dalam waktu yang relatif lama sehingga menimbulkan bencana kekeringan atau sebaliknya curah hujan yang sangat tinggi di suatu lokasi menimbulkan bencana banjir dan tanah longsor. Bencana oleh aktivitas manusia adalah terutama akibat eksploitasi alam yang berlebihan, alih tata guna lahan meningkat, pertumbuhan penduduk yang mengakibatkan kebutuhan pokok dan non-pokok meningkat, kebutuhan infrastrukturpun meningkat.45 Bencana yang dikarenakan ulah manusia, antara lain dapat pula disebabkan oleh gencarnya

43 Kodoatie dan Sjarief,

Pengelolaan Bencana Terpadu, h. 5.

44 “Pengantar Bencana,” artikel diakses pada Jum’at, 07 Agustus 2009 dari http://www.pirba.hrdp- network.com/e5781/e5795/e5809/e14422/eventReport14449/pengantar

bencana(FILEminimizer).ppt


(36)

pembangunan fisik terutama di kota, yang tidak atau kurang memperhatikan aspek kelestarian dan keseimbangan alam.46

Salah satu hal yang sangat penting dalam pengelolaan bencana adalah penegakan hukum (law enforcement). Peraturan perundangan telah banyak diterbitkan, namun pada implementasinya sering dilanggar. Pelanggaran tidak diikuti dengan sanksi maupun hukuman yang tegas walaupun sudah dinyatakan dalam aturan. Sehingga ada istilah yaitu low law enforcement.47

Proses penggunaan lahan yang terus-menerus, lama kelamaan dapat menimbulkan gerakan masa. Gerakan masa yang dapat menimbulkan bencana adalah gerakan masa yang terjadi pada daerah yang berpenghuni, sehingga menimbulkan resiko kerugian terhadap harta maupun jiwa. Penggunaan lahan bersifat dinamis, mempunyai kecenderungan merubah faktor-faktor topografi, keadaan tanah, batuan dan vegetasi alam, sehingga dapat mengganggu stabilitas.48

BAKORNAS PBP (Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Pengungsi) dalam “Panduan Pengenalan Karakter Bencana dan Upaya Mitigasi di Indonesia” menjelaskan empat faktor utama yang dapat menimbulkan terjadinya bencana, yaitu kekurangan pemahaman terhadap karakteristik bahaya (hazard), sikap atau perilaku yang mengakibatkan penurunan kualitas sumber daya alam (vulnerability), kurangnya informasi atau peringatan dini (early warning) yang menyebabkan ketidaksiapan dan ketidakmampuan/ ketidakberdayaan dalam menghadapi ancaman bahaya.49

46 Warto dkk,

Ujicoba Pola Manajemen Penanggulangan Korban Bencana Alam pada Era Otonomi Daerah (Yogyakarta: Departemen Sosial RI, 2003), h. 11.

47 Kodoatie dan Sjarief, Pengelolaan Bencana Terpadu, h. 93.

48 Sutikno, dkk., “Dampak Penggunaan Lahan Terhadap Bencana Alam Akibat Gerakan Massa Tanah/ Batuan di Daerah Temanggung, Jateng” (Laporan Penelitian Fakultas Geologi Universitas Gajah Mada, 1992), h. 10.

49 A.B. Susanto,

Sebuah Pendekatan Strategic Management: Disaster Management di Negeri Rawan Bencana (Jakarta: PT Aksara Grafika Pratama, 2006), h. 3.


(37)

E. Dampak - Dampak Bencana

Dampak bencana yaitu pengaruh atau segala sesuatu yang terjadi akibat bencana. Berbagai dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya bencana adalah kematian, luka-luka, kerusakan, kehilangan dan kehancuran harta benda, sumber mata pencaharian dan hasil pertanian, gangguan proses produksi, gangguan gaya hidup, kehilangan tempat tinggal, kerusakan infrastruktur, gangguan sistem pemerintahan, kerugian ekonomi, dampak psikologi, dll.50

Dampak bencana bervariasi tergantung pada kondisi, kerentanan lingkungan dan masyarakat.51 Namun seiring dengan berjalannya waktu, dampak bencana secara fisik perlahan teratasi dengan berbagai program bantuan dari berbagai organisasi, baik pemerintah maupun LSM. 52

Para korban selamat saat terjadi bencana mengalami persoalan dalam penyesuaian diri terhadap kondisi fisik, psikologis dan sosial yang ada setelah terjadinya bencana. Seringkali kondisi tersebut memunculkan konflik batin bagi korban yang bersangkutan untuk bisa menerima kenyataan bahwa kondisi kini sudah tidak seperti dulu.53 Bencana sebagai suatu pengalaman traumatik, karena dalam waktu sekejap perubahan di lingkungan dan diri sendiri terjadi secara sangat bermakna.54

Secara sederhana trauma bermakna pukulan atau luka yang mengacu pada pengalaman-pengalaman mengagetkan dan menyakitkan, bahkan mengancam nyawa

50 Kodoatie dan Sjarief, Pengelolaan Bencana Terpadu, h. 146. 51 Hidayati,

Panduan Siaga Bencana Berbasis Mayarakat, h. 65.

52 Nurrachman, Pemulihan Trauma: Panduan Praktis Pemulihan Trauma Akibat Bencana Alam, h. 11. 53 Saru Arifin, “Studi Model Kebijakan Mitigasi Difabel Korban Bencana Alam (Studi Kasus di Kabupaten Bantul, Yogakarta),” (Laporan Penelitian Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 2008), h. 5.


(38)

yang memukul dan menimbulkan luka, dimana situasinya melebihi situasi sulit yang dialami manusia sehari-hari pada kondisi wajar.55

Reaksi terhadap trauma tidak dapat disamaratakan antara seseorang dengan lainnya. Demikian pula dengan faktor yang melatarbelakangi perbedaan seseorang dalam reaksi trauma. Sifat pengalaman traumatik, ciri/ kualitas diri seseorang yang mengalami dan ada/ tidak adanya dukungan sosial juga mempengaruhi reaksi seseorang terhadap trauma yang dialami.56

Bencana juga merupakan salah satu faktor besar yang dapat menghambat lajunya pembangunan nasional. Dalam pembangunan terdapat fungsi-fungsi pembangunan, dimana fungsi tersebut mempunyai tugas yang harus dilaksanakan yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi (economic growth), perawatan masyarakat (community care) dan pengembangan manusia (human development).57 Semua fungsi pembangunan tersebut dapat terhambat atau bahkan hilang apabila terjadi suatu bencana. Bencana juga merupakan salah satu faktor penyebab menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, berbagai unsur terkait harus menjadikan pengurangan resiko bencana sebagai prioritas pembangunan nasional, sehingga bencana dapat dicegah atau paling tidak dapat dikurangi dampaknya.58

F. Pengelolaan Bencana (Disaster Management)

Manajemen bencana membahas tentang bagaimana mengelola resiko bencana. Meliputi persiapan, pemberian dukungan dan pembangunan kembali masyarakat ketika bencana terjadi. Manajemen bencana adalah sebuah proses yang berkelanjutan

55 Kristi poerwandari, “Psikologi Korban Pasca Bencana,”

Jurnal Perempuan no. 40, Maret 2005, h. 47. 56Ibid., h. 38.

57 Edi Suharto,

Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat (Bandung: Refia Aditama, 2005), h. 5. 58 Syamsul Maarif, SIP, M.Si. “Indonesia Supermarket Bencana,”

Komunika, Edisi 12/tahun V (Agustus 2009): h. 9.


(39)

dimana setiap individu, kelompok dan masyarakat mengelola bahaya dalam sebuah usaha untuk menghindari dan mengatasi pengaruh bencana sebagai akibat dari bencana tersebut. Manajemen bencana adalah sebuah proses yang terus-menerus dimana pemerintah, dunia usaha dan masyarakat sipil merencanakan dan mengurangi pengaruh bencana, mengambil tindakan segera setelah bencana terjadi dan mengambil langkah-langkah untuk pemulihan. Prinsip manajemen bencana adalah bagaimana mengatasi keterbatasan manusia dalam memprediksi dan menghadapi bencana, yang kemudian dituangkan dalam strategi dan kebijakan dalam mengantisipasi, mencegah dan menangani bencana melalui tahapan penanggulangan bencana.59

Ada beberapa substansi yang perlu dalam filosofi pengelolaan bencana, meliputi: 1. Bencana memberi dampak mulai yang sangat kecil sampai ke yang sangat besar,

tergantung dari antara lain jenis bencana, luas area yang terkena, land-use.

2. Kerugian baik jiwa maupun materi (harta) dialami oleh semua lapisan masyarakat,

stakeholders maupun pemerintah

3. Penanggung jawab utama pengelolaan bencana ada di Pemerintah yang berperan dominan sebagai enabler

4. Pemerintah dibantu oleh stakeholder terkait.60

Pengelolaan bencana adalah suatu proses terpadu yang mempromosikan koordinasi pengembangan dan pengelolaan bencana juga pengelolaan aspek lainnya yang terkait langsung maupun tidak langsung dalam rangka mengoptimalkan kepentingan ekonomi dan kesejahteraan sosial dan untuk meningkatkan

tindakan-59 Susanto,

Sebuah Pendekatan Strategic Management: Disaster Management di Negeri Rawan Bencana, h. 10.


(40)

tindakan (measures) yang terorganisir dan sistematis terkait dengan preventif, mitigasi, persiapan, respon darurat dan pemulihan.61

Pengelolaan bencana dapat dikelompokan dalam 3 elemen penting, yaitu the enabling environmental, peran-peran institusi (institutional roles) dan alat-alat manajemen (management instruments).62

1. Enabling Environmental

Sebagai suatu pengkondisian yang memungkinkan terjadi terhadap hal-hal utama atau substansi pokok yang membuat pengelolaan dilakukan dengan cara-cara, strategi dan langkah-langkah ideal yang tepat sehingga tercapai tujuan pengelolaan bencana yang optimal. Ada 3 hal substansi di dalam pengkondisian tersebut, yaitu kebijakan, kerangka kerja legislatif dan finansial.

a. Kebijakan, Visi dan Misi

Pengelolaan bencana harus dibuat sesuai dalam tahapan siklus pengelolaan bencana mulai dari pra bencana, saat bencana dan pasca bencana. Kebijakan ditetapkan oleh pemerintah yang dapat dimengerti dan diterima oleh semua lapisan masyarakat. Secara makro hal-hal yang perlu diakomodir dalam penentuan kebijakan diantaranya:

1. Pengelolaan bencana harus dilihat dari multi aspek meliputi: teknik, sosial-budaya, ekonomi, hukum, kelembagaan dan politik.

2. Semua stakeholder harus terlibat dengan masing-masing peran sebagai pengelola bencana yang meliputi: penyedia pelayanan (service provider), pengatur (regulator), perencana (planner), organisasi pendukung (support organization), pelaksana kegiatan, pemakai (user) dari hasil pelaksanaan

61 Susanto,

Sebuah Pendekatan Strategic Management: Disaster Management di Negeri Rawan Bencana, h. 79.


(41)

dari rencana tindak dan penerima dampak bencana baik langsung maupun tidak langsung.

3. Keterkaitan kebijakan pengelolaan bencana dengan kebijakan-kebijakan lainnya

4. Kebutuhan biaya untuk pengelolaan bencana b. Kerangka kerja legislatif

Adalah kebijakan tentang bencana yang diterjemahkan dalam aspek hukum. Perlu adanya peraturan perundangan tentang bencana sebagai acuan hukum. Kerangka legislatif ini berperan sebagai rambu-rambu yang harus dipatuhi oleh semua pihak.

1. Reformasi peraturan yang ada

a. Kerangka kerja institusi, meliputi peran legal dan tanggung jawab dari institusi, interelasi antar institusi dan para pihak lainnya yang sesuai dengan fungsi-fungsi penyedia pelayanan, pengatur, perencana, pelaksana, organisasi pendukung dan pemakai (user).

b. Mekanisme para pihak untuk berpartisipasi dalam pengelolaan bencana c. Mekanisme penyelesaian konflik

2. Peraturan tentang bencana

RUU tentang bencana telah disusun oleh DPR RI yang terdiri dari 10 bab dan 72 pasal.

3. Penegakan hukum

Salah satu hal yang sangat penting dalam pengelolaan bencana adalah penegakan hukum. Peraturan perundangan telah banyak diterbitkan namun sering dilanggar. Pelanggaran tidak diikuti dengan sanksi maupun hukuman yang tegas.


(42)

c. Finansial

Pembiayaan untuk pengelolaan bencana meliputi semua biaya untuk kegiatan struktural maupun non-struktural, baik yang berskala kecil, skala kabupaten, skala propinsi maupun skala nasional. Substansi pentingnya adalah menyangkut waktu terjadi bencana sesuai dengan siklus tahapan penanggulangan bencana yaitu pada masa pra bencana, saat bencana dan pasca bencana. Aspek-aspek finansial yang harus dikaji meliputi proses anggaran, pengelolaan finansial, pengertian biaya, penentuan manfaat, hubungan manfaat-biaya, ekonomi publik.

2. Peran Institusi

a. Penciptaan kerangka kerja organisasi-bentuk dan fungsi

Pengelolaan bencana adalah kompleks dan saling ketergantungannya sangat tinggi, maka dalam kelembagaan perlu dibuat organisasi lintas batas, baik secara nasional, propinsi maupun kabupaten kota. Untuk institusi nasional resmi dan legal yang menangani adalah Bakornas PBP (Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi) yang bersifat non struktural dan bertanggung jawab langsung pada Presiden.

b. Para pihak pengelolaan bencana

Meliputi unsur pemerintah (enabler), perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), sukarelawan/ti (volunteer), swasta/ investor, kontraktor, konsultan, masyarakat. Pada prinsipnya pihak-pihak ini dikelompokan menjadi 5 group, yaitu: pengatur (regulator), perencana (planner), pemakai (user), organisasi pendukung (support organizations), penyedia pelayanan (service provider).


(43)

c. Institutional Capacity Building

Adalah semua usaha usaha dan upaya untuk melatih, mendidik, mengajar, mengembangkan kemampuan dan kecakapan sumber daya manusia. Tujuannya agar sumber daya manusia dapat lebih efektif dan efisien bekerja di bidangnya, dapat bekerja sama dan menjalin komunikasi secara lebih baik dengan sumber daya manusia dibidang lainnya dalam konteks pengelolaan bencana.

1) Kapasitas pengelolaan

Diperlukan pendidikan, pelatihan dan pengajaran yang sistematis baik untuk jangka pendek, menengah dan panjang termasuk juga situasi dan kondisi normal maupun darurat.

2) Kapasitas pengaturan

Building capacity yang menonjolkan keterampilan daripada alih ilmu pengetahuan dapat dipakai untuk meningkatkan penampilan organisasi yang terstruktur termasuk dalam organisasi pengelolaan bencana. Pelatihan dapat meliputi pelatihan manajemen, pemberdayaan sumber daya manusia, tindakan-tindakan terapan dalam pengelolaan bencana, pengenalan bencana spesifik dan pengelolaannya.

3) Berbagai (Alih) ilmu pengetahuan

Karena bencana dapat dialami oleh semua orang maka pengertian alih pengetahuan dan teknologi perlu dibuat secara tersistem dan terfokus kepada SDM yang menerimanya. Dapat saja alih ilmu ini untuk substansi-substansi yang canggih dan modern sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan namun perlu juga dilakukan transfer teknologi yang sederhana dan tepat guna.


(44)

3. Alat-alat manajemen atau instrument-instrumen pengelolaan Instrumen-instrumen pengelolaan bencana meliputi: 1. Analisis penilaian bencana

Terkait pemahaman tentang kebencanaan oleh para pihak. Analisis meliputi kuantitas dan kualitas terhadap potensi bencana. Terkait dengan pertumbuhan penduduk dan ekonomi, tata guna lahan, keseimbangan antara keberlanjutan ekologi, ekonomi dan sosial, otonomi daerah, perpaduan sistem alam dan sistem manusia, proses terjadinya, lokasi kejadian, penyebarannya, daerah rawan, dll.

2. Perancangan dan perencanaan pengelolaan bencana terpadu

Pengelolaan bencana (disaster management) harus menyeluruh dan terpadu dan merupakan proses, harus kontinyu dan bukan tindakan periodic (sesaat). Unsur manajemennya antara lain: manusia (SDM), alam (SDA), infrastruktur, institusi, keuangan, kebijakan, legalitas dan kemampuan pengelolaan.

3. Instrument perubahan sosial

Meliputi pendidikan, pelatihan, komunikasi, partisipasi dan kepedulian 4. Pengendalian perencanaan tata guna lahan dan perlindungan alam

Penentuan zona khusus dari pemakaian tanah dilarang, peraturan pembangunan, standar aplikasi daerah konservasi dan suaka alam, peraturan pembuangan sampah,dll.

5. Pengalihan dan pengelolaan data dan informasi

Meliputi sistem informasi, penyelenggaraan dan materi informasi, jaringan informasi, penyelenggaraan informasi, pembagian data dan alih teknologi.


(45)

Pengertian kata tahapan dapat diartikan sebagai suatu tingkatan ataupun jenjang.63 Sedangkan pengertian penanggulangan adalah suatu proses, perbuatan dan cara menanggulangi.64 Penanggulangan bencana menurut UU RI No. 24/ 2007 adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi.65

Upaya penanggulangan bencana merupakan usaha berkelanjutan yang direncanakan dan dikoordinir untuk mereduksi atau meminimalisir dampak suatu bencana dengan tujuan agar masyarakat daerah rawan bencana merasa aman dalam melakukan aktivitas sehari-hari, namun tetap mengerti dan memahami betul kondisi lingkungannya sehingga selalu waspada.66

Penanganan bencana berangkat dari keterbatasan manusia dalam memprediksi dan menghadapi bencana. Jadi pengertian ini justru berangkat dari sikap bahwa bencana tidak sepenuhnya dapat dikendalikan.67

Para pihak yang terlibat untuk pengelolaan bencana meliputi unsur-unsur pemerintah (enabler), perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), sukarelawan/ti (volunteer), swasta/ investor, kontraktor, konsultan, masyarakat dan lain-lain. Pemerintah dibantu stakeholders lainnya sebagai mitra dalam pengelolaan bencana secara terpadu. Para pihak dapat memberikan kontribusi sesuai dengan peran masing-masing, mulai dari jauh sebelum bencana, saat bencana dan pasca bencana.68

63 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,

Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 884 64Ibid., h. 898.

65 Sembiring, Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h. 10.

66 Herryal Z. Anwar, “Penanggulangan Bencana di Daerah Rawan Bencana,” dalam Kompas, 20 Februari 2003, h. 9.

67 Susanto,

Sebuah Pendekatan Strategic Management: Disaster Management di Negeri Rawan Bencana, h. 3.


(46)

Penanggulangan bencana tidak dapat dilaksanakan dengan mengandalkan suatu instansi saja, melainkan mutlak diperlukan adanya kerja sama antar instansi. Karena sebagai suatu sistem kerja sama, disini dapat secara langsung bersama-sama menangani proyek tertentu. Namun juga dapat secara partial yaitu tidak langsung, dimana saling melengkapi untuk penanggulangan bencana yang terjadi di suatu daerah.69

Prinsipnya, manajemen bencana adalah bagaimana mengatasi keterbatasan manusia dalam memprediksi dan menghadapi bencana, yang kemudian dituangkan dalam strategi dan kebijakan dalam mengantisipasi, mencegah dan menangani bencana.70

Sehingga tahapan penanggulangan bencana dapat diartikan sebagai suatu proses berjenjang dan berkelanjutan yang bertujuan untuk meminimalisir dampak suatu bencana, melalui serangkaian kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi, agar terciptanya suatu kondisi yang aman namun tetap waspada terhadap bencana. Berikut tabel tahapan penanggulangan bencana:

Tabel 2: Siklus Penanganan Bencana

69 Soeladi, Manajemen Bencana Alam Tsunami (Yogyakarta: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial, 1995), h. 9.

70 Susanto,

Sebuah Pendekatan Strategic Management: Disaster Management di Negeri Rawan Bencana, h. 18.

Saat Pra Bencana

Pasca Bencana PENCEGAHAN

MITIGAS

TANGGAP DARURAT

REHABILITASI REKONSTRUKSI


(47)

(Sumber: Depkes, 2007)

Jadi manajemen bencana bukanlah hanya sekedar memberikan pertolongan kepada korban yang terkena bencana seperti yang selama ini dipahami. Penanganan bencana harus dilakukan jauh sebelum bencana terjadi dan juga setelah terjadinya bencana.71 Berikut tahapan penanggulangan bencana, yang meliputi kegiatan pra bencana (pencegahan, kesiapsiagaan, mitigasi), tanggap darurat dan pasca bencana/ pemulihan (rehabilitas, rekonstruksi):

d. Pra Bencana

Bencana hampir seluruhnya datang mendadak, oleh karena itu perlu mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan apabila terjadi musibah. Apalagi pada daerah yang tidak terduga akan terjadi bencana, karena tidak termasuk daerah rawan bencana sebab sudah puluhan atau ratusan tahun tidak pernah ada bencana didaerah tersebut.72

Persiapan menghadapi bencana yaitu berbagai kegiatan yang dipersiapkan untuk menghadapi kemungkinan timbulnya bahaya dari bencana.73 Untuk itu dalam masa pra bencana, dapat dilakukan upaya-upaya sebagai berikut:

4) Pencegahan (prevention)

71 Susanto,

Sebuah Pendekatan Strategic Management: Disaster Management di Negeri Rawan Bencana, h. 9.

72 Soeladi,

Manajemen Bencana Alam Tsunami, h. 44. 73 Warto,

Ujicoba Pola Manajemen Penanggulangan Korban Bencana Alam pada Era Otonomi Daerah, h. 12.


(48)

Pencegahan bencana menurut UU RI No. 24/ 2007 adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan resiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana.74 Fungsi pencegahan (prevention) disini adalah mengidentifikasi penyebab-penyebab maupun akibat-akibat yang ditimbulkan lebih dini. Dengan demikian beberapa tindakan dapat dilakukan untuk meminimalisir kemungkinan tejadinya bencana.75

Tindakan pencegahan (prevention) menurut UU RI No. 24/ 2007, meliputi: a. Identifikasi dan pengenalan secara pasti terhadap sumber bahaya atau

ancaman bencana.

b. Kontrol terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam yang secara tiba-tiba dan berangsur berpotensi menjadi sumber bahaya bencana. c. Pemantauan penggunaan teknologi yang secara tiba-tiba dan berangsur

berpotensi menjadi sumber ancaman atau bahaya bencana. d. Pengelolaan tata ruang dan lingkungan hidup.

e. Penguatan ketahanan sosial masyarakat.76

Dari penjelasan diatas, pencegahan bencana dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk mengelola dan mengidentifikasi penyebab-penyebab maupun akibat-akibat bencana terhadap sumber-sumber yang berpotensi menjadi sumber ancaman bencana, dengan tujuan agar dapat mengurangi atau menghilangkan resiko bencana. Upaya pencegahan/ prevention yaitu seperti pengelolaan dan perawatan tanggul, pengerukan endapan situ/ danau, kelola tata kota.

74 Sembiring, Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h. 12.

75 “Banjir,” artikel diakses pada jum’at, 16 Oktober 2009 dari http://climatecoolnetwork.n ing.com/profilesnblogs/ banjir-1


(49)

Namun dalam pelaksanaannya, berbagai permasalahan dalam pencegahan bencana pada umumnya yaitu:

a. Terbatasnya dana dan biaya. b. Prioritas nasional yang lain.

c. Aspek politik (kadang terjadi masalah bencana yang kurang populer atau tidak menarik dari sudut pandang poitik, sehingga tidak dilakukan upaya-upaya pengelolaan secara terpadu). Umumnya pencegahan bencana menjadi perhatian yang besar dan yang penting tatkala bencana sudah terlanjur terjadi.

d. Masalah pembangunan.

e. Keseimbangan pengelolaan bencana alam dengan pengelolaan yang lain. f. Pandangan tradisional yang sudah melekat (sulit melakukan perubahan). g. Pandangan bahwa program pengelolaan bencana adalah proyek

pemerintah semata.77

5) Kesiapsiagaan (preparedness)

Kesiapsiagaan (preparedness) menurut UU RI No. 24/ 2007 adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian dan langkah yang tepat guna serta berdaya guna.78 Kesiapsiagaan juga merupakan setiap aktivitas sebelum terjadinya bencana yang bertujuan untuk mengembangkan kapabilitas operasional dan memfasilitasi respon yang efektif ketika suatu bencana terjadi.79

77 Kodoatie dan Sjarief, Pengelolaan Bencana Terpadu, h. 142. 78 Sembiring,

Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h. 11.

79 “Disaster Management,” artikel diakses pada Selasa, 23 Februari 2010 dari http:// www.siagabencana.lipi.go.index/i php?q=node/17


(50)

Tindakan kesiapsiagaan (preparedness) menurut UU RI No. 24/ 2007, meliputi:

a. Penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan bencana. b. Pengorganisasian, pemasangan dan pengujian sistem peringatan dini. c. Penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar. d. Pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan dan gladi tentang mekanisme

tanggap darurat.

e. Penyiapan lokasi evakuasi.

f. Penyusunan data akurat, informasi dan pemutakhiran prosedur tetap tanggap darurat bencana.

g. Penyediaan dan penyimpanan bahan, barang dan peralatan untuk pemenuhan pemulihan prasarana dan sarana.80

Mitigation dan preparedness adalah aktivitas yang beririsan. Mitigasi/

mitigation dan juga planning (perencanaan) adalah elemen utama dalam

preparedness. Pendidikan kesiapsiagaan bencana dilakukan sebagai bagian dari mitigation yang otomatis juga merupakan bagian dari preparedness. Ragam pendidikan yang dilakukan dapat berupa konsep-konsep pencegahan bencana ke dalam kurikulum pendidikan di sekolah. Baik di sekolah dasar, menengah hingga tinggi. Dapat melalui training untuk siswa, guru ataupun karyawan sekolah. Materinya dapat berupa peningkatan ketrampilan menghadapi bencana (emergency response skill) ataupun perencanaan menghadapi bencana (disaster preparedness planning). Bagi masyarakat umum, dapat berupa penyuluhan secara reguler ataupun melaksanakan latihan pencegahan bencana (disaster drill) secara rutin yang melibatkan unsur


(51)

masyarakat umum, LSM, pemerintah, lembaga kesehatan, pemadam kebakaran, palang merah, angkatan bersenjata hingga pekerja kantor dan para profesional.81

Dengan demikian, kesiapsiagaan (preparedness) dapat diartikan sebagai suatu upaya yang tepat guna dan berdaya guna menghadapi bencana, melalui penyusunan perencanaan yang efektif dalam mengantisipasi bencana. Lingkup

preparedness ini seperti pemberian training emergency response, pelatihan komunikasi dan koordinasi antar lembaga terkait untuk saling memberikan bantuan seperti peralatan, informasi, personil dan bantuan keuangan selama terjadinya bencana.

Sistem peringatan dini (early warning system) sebagai bagian dari kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan pemberian tanda peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana di suatu tempat.82 Karena pada prinsipnya, dapat bencana tersebut diatas/ dicegah lebih dini sehingga tidak perlu mengorbankan begitu banyak harta benda dan jiwa yang tak ternilai harganya.

Beberapa contoh sistem peringatan dini yang dapat digunakan, seperti: a. Alat pengukur curah hujan otomatis antara hulu dan poros bendungan,

yang akan mengirimkan data ke komputer pusat/ server (komunikasi/ pengiriman datanya bisa melalui radio/ seluler/ lainnya). Komputer pusat akan mengolah dan menganalisa data, jika ada sesuatu parameter/ nilai yang melewati ambang dan dianggap bahaya, maka komputer pusat secara otomatis akan memberikan peringatan/ warning dan menyebarkan informasinya ke pejabat-pejabat terkait (ke handphonenya misalnya), 81 “Disaster Management.”


(1)

Secara umum, faktor pendukung dan penghambat dalam tahapan penanggulangan bencana Situ Gintung oleh PKPU, yaitu:

1. Faktor Pendukung

Beberapa faktor yang sangat berperan sebagai pendukung dalam tahapan penanggulangan bencana Situ Gintung oleh PKPU, yaitu:

a. Tersedianya sarana dan prasarana yang cukup memadai guna memperlancar proses dalam tahapan penanggulangan bencana.263

b. Adanya mitra usaha yang sangat berpengaruh dalam mendukung jalannya program penanggulangan bencana, seperti dari segi pendanaan oleh para donator baik dari instansi maupun individu baik itu berupa uang ataupun barang.264

c. Adanya mitra kerja yang solid dalam melaksanakan tahapan demi tahapan yang dilakukan, yaitu seperti team dari masing-masing divisi PKPU maupun mitra dengan instansi lain.265

d. Para penerima program korban bencana Situ Gintung yang sangat menyambut positif terhadap program-program dalam tahapan penanggulangan bencana yang digulirkan PKPU.266

2. Faktor Penghambat

a. Kondisi medan yang berat berisi lumpur bermaterial sehingga munyulitkan aktivitas penanggulangan bencana.267

b. Kesulitan akses keluar masuk wilayah bencana karena ribuan orang datang untuk melihat.268

263 Wawancara Pribadi dengan Ferry Suranto (Manager Divisi Kesehatan PKPU). Jakarta, 28 Desember

2009.

264 Wawancara Pribadi dengan Ir. Muhammad Yasin (Manager Rescue PKPU). Jakarta, 28 Desember 2009. 265

Ibid.,

266 Wawancara Pribadi dengan Nurzaman (Manager PROSPEK PKPU). Jakarta, 30 Desember 2009. 267 Wawancara Pribadi dengan Ir. Muhammad Yasin (Manager Rescue PKPU). Jakarta, 28 Desember 2009.


(2)

c. Lokasi korban dan pengungsian yang terpencar sehingga agak menyulitkan pelaksanaan program.269

268

Ibid.,

269 Wawancara Pribadi dengan Ferry Suranto (Manager Divisi Kesehatan PKPU). Jakarta, 28 Desember


(3)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil kajian yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Rangkaian tahapan penanggulangan bencana yang dilakukan oleh PKPU yaitu pada

masa tanggap darurat dengan menurunkan Team Ekspedisi/ SAR, membuat posko bantuan darurat, mengadakan program dapur air, program bersih rumah, program steam gratis dan memberikan beragam paket-paket sumbangan yang disalurkan bagi para korban bencana Situ Gintung. Pada masa pasca bencana/ recovery yaitu rehabilitasi meliputi program trauma healing anak-anak, program tag sale, program wisata keluarga dan program gizi. Dan rekonstruksi melalui program ekonomi. Sedangkan pada tahapan pra bencana, PKPU tidak ikut terlibat dalam upaya-upaya penanganan bencana.

2. Faktor pendukung dalam tahapan penanggulangan bencana Situ Gintung oleh PKPU yaitu tersedianya sarana dan prasarana yang cukup memadai guna memperlancar proses dalam tahapan penanggulangan bencana, adanya mitra usaha yang sangat berpengaruh dalam mendukung jalannya program penanggulangan bencana, seperti dari segi pendanaan oleh para donator baik dari instansi maupun individu berupa uang ataupun barang. Kemudian adanya mitra kerja yang solid dalam melaksanakan tahapan demi tahapan yang dilakukan, yaitu seperti team dari masing-masing divisi PKPU. Selain itu para penerima program korban bencana Situ Gintung yang sangat menyambut positif terhadap program-program dalam tahapan penanggulangan bencana yang digulirkan PKPU. Faktor Penghambat dalam tahapan penanggulangan bencana Situ Gintung oleh PKPU yaitu kondisi medan yang berat berisi lumpur


(4)

bermaterial sehingga munyulitkan aktivitas penanggulangan bencana, kesulitan akses keluar masuk wilayah bencana karena ribuan orang datang untuk melihat. Kemudian lokasi pengungsian yang berbeda-beda sehingga agak menyulitkan pelaksanaan program.

B. Saran-saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah dipaparkan dalam skripsi ini, maka ada beberapa saran-saran yang ingin peneliti sampaikan, yaitu:

1. Ditujukan untuk penelitian selanjutnya

a. Untuk penelitian lain yang ingin meneliti di lembaga ini, masih terbuka kemungkinan untuk mendalami beragam bidang maupun program dalam lembaga ini, khususnya mengenai penanggulangan bencana atau disaster management. b. Dalam melakukan penelitian terkait penanggulangan bencana atau disaster

management, hendaknya dapat lebih bersifat aware terhadap lingkungan dan situasi sosial yang kita hadapi, baik itu dari segi tempat (place), pelaku (actors) dan aktivitas (activity) yang terkait satu sama lain.

2. Ditujukan untuk PKPU

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, penulis menyarankan beberapa hal yang diharapkan dapat membawa PKPU menjadi semakin terdepan dalam memberikan pelayanan yang terbaik melalui tahapan penanggulangan bencana bagi para penerima program. Saran-saran tersebut antara lain:

a. Agar ikut terlibat dalam upaya penanggulangan bencana pada masa pra bencana/ sebelum terjadinya bencana


(5)

b. Kuantitas jumlah penerima program PKPU lebih diperbesar lagi agar semakin banyak orang atau korban yang dapat menerima dan merasakan program-program pelayanan PKPU, namun tentunya juga disesuaikan dengan kapasitas program. c. Pengembangan program-program pelayanan sosial terkait pemenuhan kebutuhan

dasar dan peningkatan fungsi sosial yang sudah cukup baik dan kreatif, agar lebih beragam dan terus berinovasi dalam menciptakan program-program yang memang berdasarkan community need dengan tampilan atau kemasan yang semakin menarik.

d. Menciptakan program-program terkait dengan penyadaran masyarakat akan pentingnya perilaku sadar bencana, sehingga menjadikan masyarakat kita sebagai masyarakat yang mengerti akan pentingnya menjaga, memelihara dan melestarikan lingkungan sekitar sehingga terhindar atau paling tidak meminimalisir terjadinya suatu bencana.

e. Wilayah Indonesia yang begitu rawan terhadap bencana, baik itu bencana akibat kejadian alam, ataupun dikarenakan ulah manusia atau bahkan karena keduanya, sehingga tentu masih banyak membutuhkan kehadiran dari program-program pelayanan PKPU diberbagai wilayah di Indonesia.

3. Ditujukan untuk Pemerintah terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah dipaparkan dalam skripsi ini, maka ada beberapa saran-saran yang ingin peneliti sampaikan khususnya untuk pihak pemerintah setempat, yaitu:

a. Pemerintah sebagai penanggung jawab dan yang memiliki wewenang terhadap penyelenggaraan penanggulangan bencana, hendaknya menjalankan tahapan-tahapan penanggulangan bencana secara konsisten dan menyeluruh, dimulai dari tahap pra bencana, tanggap darurat hingga tahap pasca bencana.


(6)

b. Pemerintah hendaknya melakukan penegakan peraturan hukum (law enforcment) terkait pendirian bangunan, tata ruang dan pendayagunaan alam sekitar dari praktek-praktek yang dilarang, agar tidak menimbulkan dampak ancaman yang buruk terhadap keselamatan publik.