9
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep 2.1.1 Dialek
Dialek adalah sebagai sistem kebahasaan yang dipergunakan oleh satu masyarakat untuk membedakannya dari masyarakat lain yang bertetangga yang mempergunakan
sistem yang berlainan walaupun erat hubungannya Weijnen dalam Ayatrohaedi, 1983:1. Ada dua ciri yang dimiliki dialek, yaitu 1 dialek adalah seperangkat bentuk ujaran
setempat yang berbeda-beda, yang memiliki ciri-ciri umum dan masing-masing lebih mirip sesamanya dibandingkan dengan bentuk ujaran lain dari bahasa yang sama, dan 2 dialek
tidak harus mengambil semua bentuk ujaran dari sebuah bahasa Meillet 1967:69.
2.1.2 Isolek
Adelaar dalam Hudson 1970:302-303 menyatakan bahwa isolek digunakan untuk mengacu pada bentuk bahasa tanpa memperhatikan statusnya sebagai bahasa ataukah
sebagai dialek. Istilah isolek merupakan istilah netral yang dapat digunakan untuk menunjuk pada bahasa, dialek, atau subdialek.
2.1.3 Geografi Dialek
Menurut Keraf 1984:143, geografi dialek mempelajari variasi-variasi bahasa berdasarkan perbedaan lokal dalam suatu wilayah bahasa. Geografi dialek mengungkapkan
fakta-fakta tentang perluasan ciri-ciri linguistis yang sekarang tercatat sebagai ciri-ciri dialek.
Universitas Sumatera Utara
10 Dalam memperoleh hasil penelitian yang baik, penelitian geografi dialek harus
didasarkan pada dua hal yaitu: 1. Pengamatan yang setara terhadap daerah yang diteliti
2. Bahannya harus dapat diperbandingkan sesamanya, dan keterangan yang bertalian dengan kenyataan-kenyataannya dikumpulkan dengan aturan dan cara yang sama.
Geografi dialek adalah cabang dialektologi yang bertujuan mempelajari hubungan yang terdapat di dalam ragam-ragam bahasa dengan bertumpu kepada satuan ruang atau
tempat terwujudnya ragam-ragam tersebut, Dubois dkk., 1973:230 dalam Ayatrohaedi, 1983:29. Geografi dialek menyajikan hal-hal yang bertalian dengan pemakaian anasir
bahasa yang diteliti pada saat penelitian dilakukan sehingga dapat dibuktikan Jaberg dalam Ayatrohaedi, 1983:29.
Berdasarkan konsep di atas, disimpulkan bahwa geografi dialek adalah variasi bahasa yang dituturkan masyarakat dengan cara yang berbeda berdasarkan tempat. Dari konsep
tersebut diharapkan dapat ditemukan variasi dialek dari bahasa yang akan diteliti pada
daerah pengamatan. 2.1.4 Variasi Morfologi
Perbedaan morfologi yang di deskripsikan menyangkut semua perbedaan aspek kajian morfologis, yang terdapat dalam bahasa yang diteliti. Perbedaan itu dapat
menyangkut aspek afiksasi, reduplikasi, komposisi, dan morfofonemik Mahsun 1995:51. Dalam penelitian ini perbedaan morfologi yang dideskripsikan hanya menyangkut
perbedaan dalam aspek reduplikasi. Contohnya, di Desa Munte, Desa Singgamanik, Desa Tanjung Beringin, Desa Kuta Suah, dan Desa Guru Benua terdapat kata ulang yang bentuk
pengulangannya yaitu bentuk pengulangan yang terjadi pada suku awal kata atau sering
Universitas Sumatera Utara
11 disebut dengan ‘dwipurwa’, sedangkan di Desa Gunung Saribu, Desa Sukarame dan di
Desa Sari Munte tidak terdapat reduplikasi dwipurwa, melainkan di desa tersebut menggunakan kata ulang utuh atau penuh yang sering disebut dengan ‘dwilingga’. Sebagai
contoh y aitu untuk menyatakan kata ‘pohon-pohon’, di Desa Munte, Desa Singgamanik,
Desa Tanjung Beringin, Desa Kuta Suah, dan Desa Guru Benua mengatakan babatang sedangkan di Desa Gunung Saribu, Desa Sukarame dan Desa Sari Munte menggunakan
kata batang-batang. Contoh lain, untuk merealisasikan kata ‘ibu-ibu’ di Desa Munte, Desa
Singgamanik, Desa Tanjung Beringin, Desa Kuta Suah, dan Desa Guru Benua mengatakan nanande , sedangkan di Desa Sukarame, Desa Sarimunte dan Desa Gunung Saribu
merealisasikan kata ‘gayung’ dengan nande-nande.
2.1.5 Variasi Leksikon