penilaian pengetahuan penilaian keterampilan

Nina : “Ya kan ini model baru mbak. Saya juga baru stok baru.” Pridiska : “Ya udah gimana kalau Rp 1.200.000?” Nina : “Rp 1.200.000 mah yg ini aja mbak.” Menunjuk handphone yang lain. Pridiska : “Yah, saya maunya yang ini. Saya sudah falling in love sama yang ini.” Menunjuk handphone Samsung Nina : “Ini 2.500.000 mbak. Kalau mau Rp 1.200.000 yang ini.” Menunjuk handphone yang lain. Pridiska : “Yah, yaudah ini saya tawar Rp 1.500.000?” Nina : “Yah, ini aja harganya Rp 2.500.000 masa mau ditawar segitu.” Pridiska : “Ya udah mbak-nya nego berapa?” Nina : “Rp 2.300.000.” Pridiska : “Tapi saya denger sama mas-mas yang tadi harganya Rp 2.000.000. Masa sama cowo Rp 2.000.000 sama cewe mahalan.” Nina : “Ya kan itu dia temannya keponakan saya, jadi saya kenal ya saya kasih segitu.” Pridiska : “Ya udah, kan kita sesama umat muslim, jadi seharusnya harganya sama dong harga saudara.” Nina : “Yaudah deh, karena mbak udah dengar tadi negosiasi saya sama mas tadi, boleh lah saya kasih Rp 2.000.000.” Pridiska : “Baik. Ini deal ya 2.000.000?” Nina : “Iya.” Pridiska : “Ini uangnya Rp 2.000.000.” Memberikan uang kepada penjual. Nina : “Saya hitung dulu ya.” Pridiska : “Iya.” Nina : “Oh iya mbak, sudah.” Pridiska : “Makasih.” Nina : “Ya.” Akhirnya Pridiska dan Vega sudah membeli hp antara penjual dan pembeli seharga 2.000.000 dengan melalui proses tawar-menawar. Kelompok 2 Jual Beli Baju Adissa Vintha Junilla sebagai pembeli Almira Reyhan sebagai penjual Dwi Harnum sebagai pembeli Vintha dan Hanum sedang berjalan-jalan di Tanah Abang mencari kaos lengan panjang untuk acara besok. Setelah beberapa butik dikunjungi, sampailah mereka di butik Almira. Almira : “Selamat datang di butik Almira. Ada yang bisa saya bantu?” Hanum : “Kaos lengan panjangnya ada, sis?” Almira : “Oh ada tuh dibagian sana.” Menunjuk tempat kaos. Hanum : “Yaudah. Eh ini sweaternya lucu, Vin.” “Eh sis, berapaan?” Almira : “Rp 80.000” Hanum : “Oh...” Vintha : “Num, ini juga Num lucu deh. “ “Ini kaos lengan panjang kan, sis?” Almira : “Iya.” Hanum : “Harganya berapaan, sis kalo yang itu?” Almira : “Rp 110.000.” Hanum : “Loh kok lebih mahal?” Almira : “Coba dipegang aja, sis bahannya. Bahan kaos itu lebih bagus, adem tapi gak tipis.” Vintha : Memegang kedua baju itu. “Oh iya Num, kayaknya yang adem yang itu.” Hanum : “Tapi, mending sweater aja deh Vin, soalnya lebih murah.” Vintha : “Tapi kan besok bakalan panas Num.” Hanum : “Tapi Rp 30.000 bedanya.” Vintha : “Daripada kita beli, terus besok gak dipake kepanasan.” Hanum : “Tapi tetap aja Rp 30.000 itu lumayan.” Vintha : “Ngapain dibeli kalo besok gak dipake.” Hanum : “Tapi kemahalan, Vin.” Vintha : “Sis, turunin lah, sis.” Almira : “Paling Cuma bisa Rp 100.000.” Vintha : “Gimana Num?” Hanum : “Gak mau gue kalo segitu.” Almira : “Kualitas bahannya lebih bagus.” Vintha : “Gimana Num?” Almira : “Emang maunya berapa, sis?” Hanum : “Rp 75.000 deh.” Almira : “Gak bisa, sis. Gimana kalau Rp 170.000 dua?” Vintha : “Gimana Num? Beda sedikit doang.” Hanum : “Hmm ya udah deh.” Vintha : “Oke, sis. Kes atau debit?” Almira : “Kes aja, sis.” Vintha : Memberikan uang. Almira : “Makasih, sis.” Vintha : “Sama-sama, sis.” Vintha dan Dwi meninggalkan butik Almira dengan dua potong kaos seharga Rp 85.000. Kelompok 3 Jual Beli Laptop Muhammad Fariza Ibrahim sebagai Peter Parker Anak Nabila sebagai Ibu Peter Parker

M. Fikry Raka sebagai Penjual

Diceritakan, Peter Parker seorang anak SMA yang bertubuh tinggi dan kurus dikenal pintar di kelasnya. Peter saat ini menduduki bangku kelas X. Tepatnya 9 bulan yang lalu ia memilih jurusan IPA pada peminatan di sekolah yang diadakan di awal tahun. Dengan kemampuan akademiknya yang cenderung di atas rata-rata, ia sering sekali mendapatkan nilai yang bagus dan memuaskan. Tetapi Peter tidak seperti anak lainnya, ia bukanlah anak pintar, tapi anak pintar yang cupu atau anak pintar tapi sombong. Ia dikenal sebagai orang yang rendah diri, mudah bergaul dan pastinya memiliki banyak teman. Suatu hari, Peter sedang duduk di bangku meja belajar di kamarnya. Ibunya merasa ada yang aneh pada dirinya. Hari itu, hari Minggu pagi. Peter biasanya sedang duduk manis menonton kartun kesayangannya di depan televisi. Akhirnya, Ibunya masuk ke kamarnya dan menghampirinya. Ibu : “Sedang apa kamu Peter? Tumben, biasanya kamu kan nonton Doraemon di tv .” Peter : “Ini Bu, aku sedang belajar. Minggu depan soalnya ada UTS.” Ibu : “Oh ulangan toh, bagus lah kalau begitu.” Peter : “Iya Bu.” Ibu : “Peter, selama ini Ibu lihat nilai kamu bagus-bagus ya.” Peter : “Ah biasa aja Bu.” Ibu : “Sudahlah, kamu tidak perlu merendahkan dirimu terus menerus. Ibu tahu, kamu ini berbeda kan dengan anak yang lainnya.” Peter : “Berbeda apanya Bu?” Ibu : “Ya berbeda saja. Biasanya anak lainnya saat mereka mendapatkan nilai yang bagus, mereka meminta hadiah kepada orang tuanya. Nah, sedangkan kamu tidak meminta apapun kepada Ibu. Hmm, mungkin cuma buku. Buku itupun untuk keperluan sek olah.” Peter : “Ibu, aku ini memang suka Sains, jadi wajar aja kalau aku belajar. Paling cuma baca- baca buku doang.” Ibu : “Kamu ini. Ibu ada ide.” Peter : “Ide apa Bu?” Ibu : “Kan kamu akan menghadapi UTS, kalau kamu dapat nilai 100 lagi, Ibu akan membelikanmu laptop. Mungkin laptop itu akan berguna untukmu. Lagi pula, laptop itu gampang dibawa kemana-mana, tidak seperti komputermu itu. Bagaimana?” Peter : “Mau mau Bu. Tapi, nilai 100? Aku kurang yakin Bu.” Ibu : “Ya kamu harus yakinlah. Ibu yakin kamu pasti bisa.” Peter : “Iya, akan aku usahakan Bu.” Ibu : “Ya sudah, Ibu sudah membuatkanmu Pancake. Segera dimakan lah sebelum itu dingin.” Peter : “Ya sudah. Ayo Bu.” Peter dan Ibunya pun meninggalkan kamar. Singkat cerita, UTS pun telah usai dan satu persatu nilai pun telah dibagikan hasilnya. Akhirnya, seperti yang diduga Peter berhasil mendapatkan nilai 100. Setelah mengetahui kabar itu, Ibunya pun merasa bangga. Pada hari itu juga Ibunya menepati janjinya. Ia mengajak Peter untuk memilih laptop barunya. Ia mengajak Peter ke toko elektronik di dekat rumahnya. Toko elektronik itu berbeda dari toko-toko elektronik lainnya yang berada di mall atau dimanapun. Toko tersebut memperbolehkan untuk tawar-menawar. Jadi, Ibunya memilih toko tersebut dengan tujuan untuk mendapatkan laptop dengan harga yang relatif lebih murah. Toko tersebut berada 100 meter dari rumahnya. Jadi, mereka tidak perlu memakai kendaraan apapun. Setelah sampai, seperti biasa toko tersebut ramai dari pembeli. Peter dan Ibunya langsung disambut oleh pria tua yang bertubuh tinggi dan gemuk. Penjual : “Selamat pagi Bu, Dik. Silahkan masuk. Oh ya, Anda yang tadi menelpon saya ya?” Ibu : “Iya Pak, betul.” Penjual : “Anda ingin membeli laptop kan? Perkenalkan, nama saya Dr. Heri pemilik toko ini. Silahkan saya antar ke tempat yang Anda inginkan.” Ibu : “Boleh, terima kasih Pak.” Peter : “Yang ini kayaknya bagus, Bu.” “Pak yang ini harganya berapa ya?” Penjual : “Oh yang itu. Ini laptop Lenovo. Prosesornya I5. RAMnya 4 GB. Harganya cukup murah cuma Rp 5.700.000 saja.” Peter : “Oh, begitu ya. Kalo yang ini berapa ya?” Menunjuk laptop yang lain. Penjual : “Oh kalo yang ini notebook. Kalo notebook harganya lebih murah. Ini I5 juga sama seperti yang disampingnya. Cuma karena ini notebook, harganya lebih murah kira- kira Rp 4.000.000.” Peter : “Wah mahal juga ya.” Penjual : “Tenang saja, di toko ini pembelinya bisa tawar-menawar kok.” Peter : “Oh gitu ya.” Penjual : “Iya.” Ibu : “Jadi Peter, kamu mau membeli yang mana?” Peter : “Yang ini saja deh Bu.” Ibu : “Kamu yakin? Ibu tau kamu pasti lebih suka yang ini kan”. Menunjuk laptop yang lain. Peter : “Iya Bu.” Ibu : “Ya udah gak apa-apa. Jadi harganya Rp 5.000.000 Pak? Gak bisa kurang?” Penjual : “Oh bisa kok Bu, boleh diturunkan asal harganya pas saja.” Ibu : “Bagaimana kalau Rp 3.500.000?” Penjual : “Wah kalau Rp 3.500.000 kayaknya terlalu murah. Ini laptop keluaran baru loh Bu.” Ibu : “Oh gitu. Kalau Rp 4.000.000 deh gimana?” Penjual : “Kalau Rp 4.000.000 masih belum Bu. begini deh saya turunkan harganya bagaimana kalau Rp 4.800.000.” Ibu : “Masih terlalu mahal Pak. Rp 4.200.000 deh, gimana?” Penjual : “Wah, masih tidak bisa Bu. Ini penawaran terakhir saya, laptop ini saya jual seharga Rp 4.500.000. Bagaimana?” Peter : “Tapi Bu, harganya terlalu mahal.” Ibu : “Gak apa-apa Peter, Ibu sudah menabung.” Peter : “Terima kasih ya Bu.” Penjual : “Jadi kalian setuju? Oke baiklah. Pembayaran mari ke kasir.” Ibu : “Ini Pak, uangnya kes ya. di cek lagi.” Penjual : “Saya cek dulu ya.” Menghitung uang. “Ya, cukup uangnya Bu. Jadi, Anda setuju membeli ini. Deal?” Ibu : “Deal.” Penjual : “Silahkan, boleh diambil barangnya.” Peter : “Biar aku saja bu yang membawa.” Ibu : “Terima kasih Pak.” Penjual : “Iya sama-sama. hati-hati ya Bu. Jangan lupa kembali lagi ke sini mungkin jika ada yang Ibu inginkan toko ini menjual keperluan yang lainnya.” Ibu : “Oke, kami duluan ya Pak Heri.” Penjual : “Iya.” Peter : “Assalamu’alaikum Pak.” Penjual : “Waalaikumsalam.” Setelah negosiasi mencapai kata sepakat, mereka pun pulang ke rumah dengan perasaan yang gembira. Peter mendapat laptop barunya dan Ibunya bangga atas prestasi anaknya. Keesokan harinya, Peter menggunakan laptop tersebut dan digunakan dengan baik. Ibunya juga ikut senang, dan itu lah hasil dari cerita laptop baru Peter ini. Kelompok 4 Negosiasi Pembelian Buku

M. Fathurrahman Aria Bisma sebagai penjual Febiana Gita. M sebagai pembeli

Kania Nur Ainiyah sebagai pembeli Pada suatu hari, ada seorang gadis yang bernama Gita yang berkuliah di Jurusan Sastra Indonesia. Ketika itu Gita harus mencari buku untuk mempersiapkan seminar satu minggu yang diadakan Universitasnya. Dia telah pergi ke berbagai toko buku untuk mencari buku itu, namun hasilnya nihil. Akhirnya salah satu toko buku terdapat buku yang ia cari. Gita masuk ke toko buku Fathur : “Hallo selamat pagi. Ada yang bisa saya bantu?” Gita : “Selamat pagi. Saya ingin membeli Kamus Linguistik edisi ketiga. Apakah ada?” Fathur : “Oh kalau boleh tau, penerbit sama pengarangnya siapa ya?” Gita : “Hmm... Gramedia Pustaka.” Fathur : “Oke, saya cari dulu ya.” Fathur mencari buku. “Kebetulan mbak, tinggal satu.” Gita : “Wah, berapa harganya mas?” Fathur : “Rp 200.000.” Gita : “Wah, mahal sekali ya. Sepertinya saya harus menghubungi orang tua saya terlebih dahulu. Sebentar ya mas .” Fathur : “Baik.” Gita menghubungi orang tuanya. Kemudian datang pembeli yang lain bernama Kania. Fathur : “Selamat pagi. Ada yang bisa saya bantu?” Kania : “Saya mencari buku Lingusitik penerbit Gramedia Pustaka. Apakah ada?” Fathur : “Oh ada mba. Kebetulan tinggal satu, mba yang ini mau beli.” Menunjuk Gita. Gita : “Mas, saya jadi membeli buku itu.” Kania : “Maaf mba bila saya lancang, saya ingin membeli buku ini. Buku ini penting untuk saya. Saya sudah mencarinya kemana-mana namun tidak ada.” Gita : “Wah, saya juga harus membelinya mba. Saya juga telah mencarinya keman- mana, namun hanya toko ini yang ada.” Fathur : “Maaf kalau boleh saran, bagaimana jika kalian berunding saja daripada tidak jelas akhirnya bagaimana.” Akhirnya mereka memutuskan untuk bernegosiasi dan menyepi agar tidak mengganggu pengunjung lainnya. Kania : “Bagaimana mba? Saya ingin menegaskan buku ini. Ini penting untuk saya.” Gita : “Buku itu juga penting untuk saya mba. Saya harus memilikinya, untuk seminar saya nanti. Hmm dosen saya juga telah menyuruh saya untuk membawa buku ini saat seminar.” Kania : “Namun, buku ini penting tidak untuk Anda?” Gita : “Dalam kenyataannya, seminar itu wajib oleh seluruh mahasiswa Jurusan Sastra di Universitas saya dan berarti buku ini juga harus saya miliki untuk meme nuhi tuntutan dosen saya.” Kania : “Tapi mbak, buku ini penting untuk saya. Saya akan menggunakannya pada semester depan.” Gita : “Yah, maaf sekali mbak.” Kania : “Bagaimana jika kita membelinya bersama? Kita membelinya dengan cara patungan.” Gita : “Hmm sepertinya itu ide yang bagus. Kita dapat memakainya secara bergantian, bukan?” Kania : “Ya. makasih.” Gita : “Saya boleh meminta kontak kamu?” Kania : Memberikan kartu nama kepada Gita. “Ini nomor saya.” Gita : “Oke.” Akhirnya mereka berhasil memutuskan keputusan mereka. Akhirnya mereka pun kembali menemui penjaga toko dan membeli buku tersebut. Fathur : “Jadi, bagaimana keputusan kalian?” Kania : “Kami bersepakat untuk membeli buku ini.” Fathur : “Tapi kan bukunya Cuma satu. Jadi siapa yang ingin membeli buku?” Gita : “Hmm kita telah bernegosiasi dan kita akan membeli buku ini bersamaan.” Fathur : “Oh kalau begitu bagus deh.” Kania : “Ini uangnya.” Memberikan kepada Fathur. Fathur : “Oke, kalau begitu ini bukunya mba.” Memberikan buku kepada Gita. Gita : “Iya.” Fathur : “Makasih ya. Jangan segan-segan datang kembali.”