46
b. Biaya minimum dalam dua periode sebesar :
��� ×
T t
= Rp 1.609.578.393, − × 11,07 bulan
= Rp 17.818.032.810,- Sehingga biaya minimum untuk setiap periodenya adalah :
Rp 17.818.032.810, −
2
=Rp 8.909.016.405,-
c. Waktu yang dibutuhkan tiap putaran produksi adalah :
t
p
=
Q P
bulan =
6.943.198,528 3.221.352,88
= 2,155 bulan
Maka, interval waktu yang dibutuhkan tiap putaran produksi adalah 2,155 bulan. Bila diasumsikan 1 bulan adalah 30 hari maka waktu yang dibutuhkan adalah
64,65 hari atau 1551,60 jam.
Sehingga dapat dihitung lama produksi berhenti tiap putaran produksi adalah :
t − t
p
=2,168 bulan −2,155 bulan
= 0,013 bulan
Maka produksi akan berhenti selama 0,013 bulan. Dengan asumsi bahwa 1 bulan adalah 30 hari maka produksi akan berhenti selama 9,36 jam tiap putaran
produksi.
3.5 Perhitungan Berdasarkan Kondisi Produksi Perusahaan
Perhitungan yang dilakukan merupakan hasil penelitian yang didasarkan pada kondisi produksi perusahaan, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
47
a. Laju produksi CPO setiap bulan :
P = 3.221.352,88 kgbulan
b. Laju penyaluran produksi CPO setiap bulan :
D = 3.202.610,833kgbulan
c. Lamanya mesin beroperasi selama dua periode adalah :
t = jumlah penyaluran
laju produksi bulan
t = 76.862.660
3.221.352,88 = 23,86 bulan
Maka biaya untuk pengadaan persediaan produksi CPO dalam dua periode sekaligus adalah :
TIC × t =Rp 742.425.458,2 × 23,86 bulan
= Rp 17.714.271.432,-
Dan biaya pengadaan persediaan produksi CPO dalam satu periode adalah: TIC
=
Rp .17.714.271.432, −
2
= Rp 8.857.135.716,-
3.6 Rangkuman Pembahasan
Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan pada subbab sebelumnya, dan hasilnya dapat dirangkum yaitu sebagai berikut :
a. Perhitungan yang dilakukan dengan model Economic Production Quantity
EPQ, diperoleh : 1.
Tingkat optimal produksi CPO tiap putaran produksi sebesar 6.943.198,528 kgbulan
Universitas Sumatera Utara
48
2. Interval waktu optimal produksi adalah 2,168 bulan atau 65,04 hari
atau 1560,960 jam setiap putaran produksi dengan jumlah putaran produksi 5,54 setiap periode.
3. Biaya minimum dalam pengadaan persediaan produksi setiap
periodenya sebesar Rp 8.909.016.405,-
b. Perhitungan yang dilakukan berdasarkan kondisi perusahaan, diperoleh :
1. Laju produksi CPO setiap bulannya sebesar 3.221.352,88 kgbulan
2. Biaya pengadaan produksi CPO dalam satu periode sebesar
Rp 8.857.135.716,-
Dari hasil rangkuman tersebut, maka dapat dihitung selisih biaya pengadaan produksi CPO dalam satu periode adalah sebesarRp 8.909.016.405,-
– Rp 8.857.135.716,- = Rp.51.880.689,-
Maka dengan menerapkan model Economic Production Quantity EPQ, perusahaan dapat memperkecil biaya pengadaan persediaan tiap putaran
produksinya sebesar : Rp. 51.880.689,
− 12
= Rp. 4.323.390,8 per bulan
Dengan ketentuan bahwa interval waktu optimal setiap putaran produksi adalah 2,168 bulan dan tingkat produksi optimal CPO sebanyak 6.943.198,528 kg
per putaran produksi, maka perusahaan seharusnya dapat menghemat biaya pengadaan persediaan produksi sebesar :
Rp. 4.323.390,8 × 2,168 = Rp.9.373.111,3
Universitas Sumatera Utara
49
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan