BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stomatitis Aftosa Rekuren
Stomatitis aftosa rekuren SAR ditandai dengan munculnya ulser nekrotik yang dikelilingi haloeritematus pada mukosa mulut. Lesi SAR biasanya terjadi pada
mukosa mulut dan jarang terjadi pada gusi. SAR merupakan lesi mulut yang sering terjadi yaitu 5-25 pada populasi umum. Penderita SAR biasanya berkisar antara
umur 10-40 tahun, umumnya dapat terjadi pada perempuan, laki-laki atau juga individual yang berasal dari sosial ekonomi tinggi.
9
2.1.1 Etiologi
Sampai saat ini etiologi SAR masih tidak diketahui, namun ada beberapa faktor yang berhubung dengan SAR seperti stres, defisiensi nutrisi, perubahan
hormonal, berhenti merokok, obat-obatan, alergi, virus, dan bakteri.
5
1. Stres
Stres merupakan faktor etiologi SAR. Stres dapat menyebabkan trauma pada jaringan lunak rongga mulut dikaitkan dengan kebiasaan parafungsional seperti
mengigit bibir atau mukosa pipi dan trauma ini menyebabkan terjadi ulser pada rongga mulut. Stres dapat juga mempengaruhi aktivitas imun dengan meningkatkan
jumlah leukosit pada ulser tersebut dan terjadinya SAR. Stres dikatakan bertindak sebagai faktor pemicu SAR dan bukannya faktor etiologi pada pasien SAR.
10
2. Defisiensi Nutrisi
Pasien defisiensi nutrisi memiliki hubungan dengan terjadinya SAR. Sebagian penderita SAR diperkirakan mengalami defisiensi vitamin B12. Laporan kasus
Volkov 2005 terhadap tiga pasien SAR menyatakan bahwa terjadinya SAR dapat disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 karena kurangnya asupan nutrisi dari produk
hewani seperti daging yang menyebabkan rendahnya kadar serum vitamin B12. Para
Universitas Sumatera Utara
ahli memperkirakan bahwa ada hubungannya dengan adanya penekanan imunitas selular cell-mediated immunity pada sel mukosa.
5,11
3. Perubahan Hormonal
Keadaan hormonal wanita yang sedang menstruasi dapat dihubungkan dengan terjadinya SAR. Hormon yang dianggap berperan penting adalah estrogen dan
progestron. SAR sering terjadi pada masa menstruasi atau pada fase luteal menstruasi.
12
4. Berhenti Merokok
SAR dapat terjadi setelah penderita berhenti merokok. Prevalensi dan keparahan SAR pada perokok berat lebih rendah dibandingkan dengan perokok
sedang. Penggunaan tembakau tanpa asap juga terkait dengan prevalensi yang lebih rendah dari SAR.
13
5. Obat-obatan
Obat-obatan tertentu dikaitkan dengan SAR. Obat-obatan tersebut adalah NSAID dan obat Captopril. Obat-obatan ini akan menyebabkan hipersensitifitas T-
limfosit yang terjadi pada mukosa mulut sehingga ulser SAR muncul.
14
6. Alergi
SAR dapat terjadi karena sensitifitas jaringan mulut terhadap beberapa bahan pokok yang ada dalam pasta gigi, obat kumur, lipstik, permen karet, bahan gigi tiruan
atau bahan tambalan, serta bahan makanan. Setelah kontak dengan bahan tersebut terjadi rangsangan terhadap mukosa, maka mukosa akan meradang. Gejala ini disertai
rasa panas, kadang timbul gatal, dapat juga didahului dengan vesikel yang sifatnya sementara kemudian berkembang menjadi SAR.
10
7. Virus
Hasil penelitian Sun et al. menemukan Epstein-barr virus dengan menggunakan tes Polymerase chain reaction. Virus tersebut diperoleh dari lesi pre-
ulseratif pasien SAR. Hasil penelitian ini menunjukkan virus ditemukan pada lesi pre ulseratif pasien SAR.
4,5
Universitas Sumatera Utara
8. Bakteri
Streptococcus dalam mulut dikatakan merupakan faktor pemicu SAR. Menurut penelitian Barile et al., mikroorganisme yang terlibat langsung dalam
patogenesis lesi akan memicu produksi antibodi yang bereaksi dengan mukosa mulut. Penelitian ini juga telah mengemukakan bahwa bentuk L
Streptococcus α-hemolytic, Streptococcus sanguis, telah diidentifikasi sebagai Streptococcus mitis adalah agen
penyebab SAR.
3,4,5,14
2.1.2 Gambaran Klinis dan Klasifikasi