Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa Syariah Card, seperti Kartu Kredit, terdapat 3 tiga pihak terkait dalam sistem kerjanya, yaitu penerbit
kartu mushdir al – bithaqah, pemegang kartu hamil al – bithaqah, dan penerima kartu merchant, tajir atau qabil al – bithaqah.
D. Akad Syariah Card
1. Akad Kafalah
a. Pengertian kafalah Kafalah menurut bahasa berarti dhaman jaminan.
18
Sedangkan secara syara’ kafalah sebagaimana diutarakan ahli fiqh mazhab Hanafi yakni
penggabungan tanggungan seorang kaf īl pihak penjamin dengan tanggungan
ash īl orang yang ditanggung untuk memenuhi tuntutan dirinya, atau utang, atau
barang, atau suatu pekerjaan. Menurut kalangan Ulama Fikih lainnya kafalah adalah penggabungan dua tanggungan dalam pemenuhan tuntutan dan utang.
19
b. Landasan Hukum Kafalah Landasan syariah mengenai Kafalah antara lain:
1 Firman Allah SWT QS Yunus 10: 72
18
Baalbaki, Kamus AlMaurid, h. 561
19
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jakarta: Penapundi Aksara, 2006, h.303
Artinya: “Penyeru-penyeru itu berkata: ‘Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan
makanan seberat beban unta, dan Aku menjamin terhadapnya’”.
2 Al – Hadis dari Abu ‘
Āshim dari Yazid ibn ‘Ubaid dari Salmah Ibn Akwa’
Artinya: “Telah dihadapkan kepada Rasulullah saw. mayat seorang laki-laki untuk dishalatkan…. Rasulullah saw. Bertanya ‘Apakah dia
mempunyai warisan?’ Para sahabat menjawab,’Tidak.’ Rasulullah bertanya lagi,’Apakah dia mempunyai utang?’ Sahabat menjawab
‘ya, sejumlah tiga dinar.’ Rasulullah pun menyuruh para sahabat untuk menshalatkannya tetapi beliau sendiri tidak. Abu Qatadah
lalu berkata, ‘Saya menjamin utangnya, ya Rasulullah.’ Maka Rasulullah pun menshalatkan mayat tersebut.’” H.R. al Bukhari
c. Rukun dan Syarat Kafalah
1 Kaf
īl, yaitu orang yang berkewajiban untuk memenuhi tuntutan makfūl bihi orang yang ditanggung. Seorang kaf
īl diharuskan memenuhi kriteria balig, berakal, berwenang penuh atas urusan hartanya, dan rela
dengan adanya kafalah. Kaf īl disebut juga dengan dhāmin orang yang
menjamin, za’ īm penanggung jawab, hāmil orang yang menanggung
beban, dan q ābil orang yang menerima tanggungan.
2 Ash
īl atau makfūl anhu adalah orang yang berutang yang akan ditanggung. Seorang ash
īl tidak disyaratkan balig, hadir, dan rela dengan
adanya kafalah. Bahkan ash īl berlaku pada anak kecil, orang gila, dan
yang tidak hadir.
3 Makf
ūl lahu adalah orang yang memberikan utang. Pihak penjamin disyaratkan untuk mengenalnya, hal itu dimaksudkan agar jaminan tidak
menjadi kemudharatan. Juga tidak disyaratkan mengetahui sesuatu yang menjadi tanggungan.
4 Makf
ūl bihi adalah orang, barang, atau pekerjaan yang wajib dilaksanakan oleh makf
ūl anhu orang yang ditanggung.
20
d. Macam - macam Kafalah
1 Kafalah dengan jiwa
Kafalah dengan jiwa dikenal juga dengan sebutan jaminan muka, yaitu komitmen kaf
īl untuk menghadirkan orang yang ditanggung kepada makfūl lahu. Sah apabila seseorang mengatakan, “Aku sebagai kaf
īl untuk menghadirkan badan atau wajahnya,” atau “Aku sebagai penjamin,” atau “Aku
menjadi penanggung” dan semisalnya. Hal itu dibolehkan bila mengenai perkara yang berhubungan dengan hak manusia. Dalam hal ini, orang yang dijamin tidak
20
Sayyid sabiq, Fiqih Sunnah,h.303
diharuskan mengetahui perkara tersebut, karena kafalah menyangkut badan, bukan harta.
Kalangan pengikut mazhab Hanafi menyatakan bahwa kaf īl
penjamin harus ditahan hingga ia dapat menghadirkan orang itu atau hingga ia mengetahui bahwa orang itu telah mati. Dalam keadaan seperti ini, ia tidak
berkewajiban untuk membayar dengan harta, kecuali jika ia mensyaratkan untuk dirinya. Mereka mengtakan bahwa jika ash
īl telah meninggal dunia, maka kafīl tidak mesti membayar kewajibannya, karena ia tidak menjamin harta, melainkan
hanya orangnya. Oleh karena itu, tidak ada keharusan untuk menunaikan apa yang tidak dijaminnya. Beginilah pendapat yang masyhur menurut Imam Syafi’i.
Kaf īl dinyatakan lepas tanggung jawabnya apabila orang yang ia
tanggung meninggal dunia. Akan tetapi, kedudukan itu digantikan oleh ahli warisnya dalam hal tuntutan mengenai menghadirkan orang yang ia jamin
tersebut. 2
Kafalah dengan harta Kafalah dengan harta adalah komitmen kaf
īl atas kewajibannya untuk menjaminnya berupa harta. Jenis ini ada tiga macam, yaitu:
a Kafalah bid-dain, yaitu komitmen kewajiban pembayaran utang yang
menjadi tanggungan orang lain. Dalam perkara utang, disyaratkan bahwa pertama, utang tersebut dinyatakan benar adanya pada saat terjadinya
transaksi jaminan. Seperti, utang qiradh, upah, dan mahar. Jika tidak, maka
tidak sah. Hal ini menurut mazhab Syafi’I, Muhammad bin Hasan, serta az- Zahiriah. Sedangkan Abu Hanifah, Malik, dan Abu Yusuf berpendapat
bahwa dibolehkan hal seperti itu. Mereka mengatakan bahwa menjamin sesuatu yang tidak wajib ditanggung, maka hukumnya adalah sah. Kedua,
status barang diketahui. Karena itu tidak sah menjamin barang yang tidak diketahui karena hal itu merupakan gharar. Apabila seseorang mengatakan,
“aku jamin untukmu apapun yang ada pada tanggungan si Fulan, “ sedangkan mereka sama-sama tidak mengetahui jumlah barangnya, maka hal seperti itu
tidak sah. Ini menurut kalangan mazhab Syafi’I dan Ibnu Hazm. Sedangkan Abu Hanifah, Malik, dan Ahmad mengatakan, “jaminan seseorang yang tidak
diketahui adalah sah,” b
Kafalah dengan barang atau kafalah dengan penyerahan, yaitu komitmen untuk menyerahkan barang tertentu yang ada ditangan orang lain, misalnya
mengembalikan barang yang dirampas oleh pelaku ghasab dan menyerahkan barang jualan kepada si pembeli. Juga disyaratkan bahwa barang yang
dijaminuntuk pihak ashiil seperti dalam asus ghasab. Apabila berbentuk bukan jamina – seperti ‘ariyah pinjaman dan wadi’ah titipan – maka
kafalah tidak sah berlaku. c
Kafalah bid-darak penyusulan, maksud ad-darak adalah barang jualan yang diketahui adnya bahaya karena telah adanya transaksi penjualan barang.
Berarti ia sebagai jaminan untuk hak si pembeli kepada si penjual, apabila
barang yang dijual terdapat orang yang lebih berhak. Misalnya, jika terbukti bahwa barang yang dijual adalah milik orang lain yang bukan milik penjual
awal atau barang itu adalah barang gadaian.
21
e. Akibat Hukum Kafalah
1 Apabila orang yang dijamin tidak ada atau hilang ghaib, maka kaf
īl bertanggung jawab dan tidak bisa terlepas dari kafalah, kecuali dengan
pemenuhan utangnya atau ash īl. Atau orang yang mengutangkan
menyatakan bebas untuk kaf īl dari utang atau ia mengundurkan diri dari
kafalah. Ia berhak mengundurkan diri karena itu persoalan haknya. 2
Merupakan hak bagi makf ūl lahu orang yang mengutangkan untuk
membatalkan akad kafalah dari pihaknya, sekalipun orang yang makf ūl
anhu dan kaf īl tidak merelakannya, karena hak pembatalan bukan hak
bagi makf ūl anhu dan kafīl.
22
2. Akad Ijarah