Implementasi Program Pembinaan Waria Di Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Oleh Lembaga Kasih Rakyat

(1)

IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBINAAN WARIA DI PANCUR BATU KABUPATEN DELI SERDANG OLEH LEMBAGA KASIH RAKYAT

Skripsi

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

RIJAL P NABABAN 060902032

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

ABSTRAK

IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBINAAN WARGA DI PANCUR BATU KABUPATEN DELI SERDANG OLEH LEMBAGA KASIH RAKYAT (Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 77 halaman, 32 tabel, 4 lampiran, serta 21

kepustakaan)

Pada masyarakat yang mempunyai keteraturan sosial sering memandang hal-hal yang di luar kewajaran sebagai sesuatu yang menyimpang dan melanggar norma. Munculnya waria sebagai fenomena sosial transsexual dianggap sebagai perilaku yang menyimpang oleh masyarakat pada umumnya. Kurangnya kepedulian pemerintah dalam menangani permasalahan waria tersebut, membuat beberapa lembaga yang dikelola oleh pihak swasta seperti Lembaga Kasih Rakyat yang berada di Kota Medan turut serta dalam memberikan program pembinaan terhadap waria-waria yang ada di Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Adapun tujuan dari penelitian ini untuk memperoleh data dan informasi secara langsung, realistis dan objektif mengenai Implementasi Program Pembinaan Waria oleh Lembaga Kasih Rakyat.

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif, teknik analisa data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dimana pengolahan data dilakukan dengan manual, data dikumpulkan dari hasil kuesioner dan wawancara, kemudian ditabulasikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan kemudian dianalisa. Sampel dalam penelitian ini berjumlah lebih dari 100 orang, maka untuk peneliti mengambil sampel sebesar 10% dari populasi agar representatif, sehingga : 20% x 112 orang = 22 Orang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan program pembinaan cegah tangkal HIV/AIDS yang dilakukan lembaga kasih rakyat kepada waria berlangsung dengan baik, hal tersebut terlihat dimana para waria mengerti dan memahami pendidikan seks sehat, wawasan tentang infeksi menular seksual, dan penggunaan alat pengaman atau kondom serta bagaimana menjaga kesehatan reproduksinya. Kemudian dari pembinaan keterampilan yang diberikan kepada para waria seperti salon, tata rias dan menjahit memberikan dampak perubahan ekonomi yang lebih baik dalam kehidupan mereka. Hal tersebut terlihat dari peningkatan penghasilan para waria rata-rata diatas Rp. 500.000 sampai Rp. 2.000.000. Hal tersebut menjadi penunjang dari kehidupan para waria, sehingga kebutuhan mereka dapat terpenuhi.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat anugerahNya, penelitian ini dapat di selesaikan dengan baik, meskipun penulis sadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan mengingat waktu, kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki, maka dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan adanya perbaikan dan penyempurnaan tulisan ini dan tentunya mengharapkan koreksi dan saran dari segenap pembaca sekalian.

Skripsi ini merupakan karya ilmiah yng disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul “Implementasi Program Pembinaan Waria di Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Oleh Lembaga Kasih Rakyat”.

Pada kesempatan yang berbahagia ini pula, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan bisa selesai tanpa bantuan, perhatian dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Arif Nasution, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

2. Bapak Drs. Matias Siagian, M.Si, selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial yang telah memberikan pengetahuan, arahan dan dorongan kepada penulis selama berkuliah.

3. Bapak Agus Suriadi, S.Sos, M.Si, selaku dosen Pembimbing yang telah banyak membimbing, mengarahkan, dan memberikan saran dan masukan kepada penulis.


(4)

4. Bapak Husni Thamrin S.Sos yang selalu Memotifasi Penulis selalu dalam segala ha.

5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen dan Pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara untuk segala ilmu pengetahuan selama perkuliahan dan dengan segala jasa-jasanya.

6. Buat kedua Orang tua tercinta Ayah S. Nababan dan Mama S. Br Sihombing, yang membesarkan Ananda dengan segenap Cinta, Doa dan kasih sayang yang teramat tulus, beserta dukungan, Motifasi dan juga dalam segala hal. 7. Kepada Pimpinan Lembaga Kasih Rakyat, Bapak Prisman Tarigan penulis

mengucapkan terima kasih karena telah diberikan kesempatan untuk melakukan penelitian.

8. kepada Teman-teman saya semua stambuk 2006, Senior-senior, adik-adik junior dan juga PERSIKS FC, FISIP FC dan LKN FC semua.

9. Terima

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, apabila terdapat kekurangan dan kesalahan kiranya dapat dimaafkan. Penulis juga mengaharapkan kritikan dan saran dari para pembaca untuk perbaikan kedepannya. Atas perhatiannya penulis menyampaikan terima kasih.

Medan, Juni 2010


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... ii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR TABEL... x

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Perumusan Masalah... 4

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 5

1.3.1. Tujuan Penelitian... 5

1.3.2. Manfaat Penelitian... 5

1.4. Sistematika Penulisan... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 7

2.1. Implementasi... 7

2.2. Pembinaan... 10

2.3. Waria (Transsexual)... 10

2.3.1. Jenis-jenis Waria... 11

2.3.2. Ciri-ciri Waria... 12

2.3.3. Faktor Pendukung Terjadinya Waria... 16


(6)

2.5. Fungsi-fungsi... 22

2.5.1. Peranan Pekerja Sosial dalam Penanganan Pembinaan Waria... 26

2.6. Definisi Konsep dan Operasional... 27

2.6.1. Definisi Konsep... 27

2.6.2. Definisi Operasional... 29

2.7. Kerangka Pemikiran... 30

BAB III METODE PENELITIAN... 33

3.1. Tipe Penelitian... 33

3.2. Lokasi Penelitian... 33

3.3. Populasi dan Sampel... 33

3.3.1. Populasi... 33

3.3.2. Sampel... 33

3.4. Teknik Pengumpulan Data... 34

3.5. Teknik Analisa Data... 35

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN... 36

4.1. Sejarah Singkat Lembaga Kasih Rakyat... 36

4.2. Struktur Organisasi LSM Kasih Rakyat... 38

4.3. Bidang-bidang Kerja... 40

4.4. Letak dan Kedudukan Lenbaga... 41


(7)

BAB V ANALISA DATA... 45

5.1. Identitas Responden... 46

5.2. Sosialisasi Program Pembinaan oleh Lembaga Kasih Rakyat... 50

5.3. Implementasi Program Pembinaan Waria oleh Lemabaga Kasih Rakyat... 58

BAB VI PENUTUP... 74

6.1. Kesimpulan... 74

6.2. Saran... 75

DAFTAR PUSTAKA... 76 LEMBARAN KUESIONER


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Pemikiran... 32 Gambar 2. Struktur Organisasi Lembaga... 39


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Umur Responden... 46

Tabel 5.2 Agama Responden... 47

Tabel 5.3 Suku Bangsa Responden... 47

Tabel 5.4 Tingkat Pendidikan Responden... 48

Tabel 5.5 Pekerjaan Responden... 49

Tabel 5.6 Penghasilan Responden/Bulan... 50

Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Waktu Mengikuti Sosialisasi... 52

Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Bentuk Sosialisasi yang dilakukan oleh Lembaga Kasih Rakyat... 53

Tabel 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Bentuk Sosialisasi yang Dilakukan oleh Lembaga Kasih Rakyat... 54

Tabel 5.10 Distribusi Responden Mengenai Tema Sosialisasi oleh Lembaga Kasih Rakyat... 55

tabel 5.11 Distribusi Responden Tentang Pemahaman Sosialisasi... 56

Tabel 5.12 Distribusi Responden Mengenai Pengetahuan Terhadap Bahaya Virus HIV/AIDS... 57

Tabel 5.13 Distribusi Rsponden Mengetahui atau tidak Program yang diberikan oleh Lembaga Kasih Rakyat... 58


(10)

Tabel 5.14 Distribusi Responden Mengerti atau tidak Terhadap

Pendidikan Seks yang Sehat... 59 Tabel 5.15 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pelatihan dan

Keterampilan yang diberikan oleh Lembaga Kasih Rakyat... 60 Tabel 5.16 Distribusi Responden Waktu Pelatihan dan Keterampilan

yang diberikan oleh lembaga kasih rakyat... 62 Tabel 5.17 Distribusi Responden Terhadap Kecukupan Dana

Pengganti Transport Pelatiha dan keterampilan

oleh lembaga kasih rakyat... 64 Tabel 5.18 Distribusi Responden terhadap ketersediaan sarana dan

prasarana mengikuti pelatihan dan keterampilan yang

diberikan oleh lembaga kasih rakyat ... 65 Tabel 5.19 Distribusi Responden terhadap kesesuaian saran dan

prasarana pada saat mengikuti pelatihan dan keterampilan

yang dibererikan oleh kasih rakyat... 66 Tabel 5.20 Distribusi Responden terhadap penyampaian informasi

mengikuti pelatihan dan keterampilan yang diberikan

lembaga kasih rakyat... 67 Tabel 5.21 Distribusi Responden terhadap alasan mengikuti

pelatihan dan keterampilan yang diberikan oleh

lembaga kasih rakyat... 69 Tabel 5.22 Distribusi Responden mengikuti pelatihan dan


(11)

Tabel 5.23 Distribusi Responden tentang peraturan/mekanisme keterlibatan masyarakat terhadap kegiatan program

lembaga kasih rakyat... 71 Tabel 5.24 Distribusi Responden terhadap minat melakukan seks

yang tidak sehat setelah mengikuti program kegiatan

lembaga kasih rakyat... 72 Tabel 5.25 Distribusi Responden terhadap efektifitas program kegiatan


(12)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

ABSTRAK

IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBINAAN WARGA DI PANCUR BATU KABUPATEN DELI SERDANG OLEH LEMBAGA KASIH RAKYAT (Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 77 halaman, 32 tabel, 4 lampiran, serta 21

kepustakaan)

Pada masyarakat yang mempunyai keteraturan sosial sering memandang hal-hal yang di luar kewajaran sebagai sesuatu yang menyimpang dan melanggar norma. Munculnya waria sebagai fenomena sosial transsexual dianggap sebagai perilaku yang menyimpang oleh masyarakat pada umumnya. Kurangnya kepedulian pemerintah dalam menangani permasalahan waria tersebut, membuat beberapa lembaga yang dikelola oleh pihak swasta seperti Lembaga Kasih Rakyat yang berada di Kota Medan turut serta dalam memberikan program pembinaan terhadap waria-waria yang ada di Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Adapun tujuan dari penelitian ini untuk memperoleh data dan informasi secara langsung, realistis dan objektif mengenai Implementasi Program Pembinaan Waria oleh Lembaga Kasih Rakyat.

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif, teknik analisa data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dimana pengolahan data dilakukan dengan manual, data dikumpulkan dari hasil kuesioner dan wawancara, kemudian ditabulasikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan kemudian dianalisa. Sampel dalam penelitian ini berjumlah lebih dari 100 orang, maka untuk peneliti mengambil sampel sebesar 10% dari populasi agar representatif, sehingga : 20% x 112 orang = 22 Orang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan program pembinaan cegah tangkal HIV/AIDS yang dilakukan lembaga kasih rakyat kepada waria berlangsung dengan baik, hal tersebut terlihat dimana para waria mengerti dan memahami pendidikan seks sehat, wawasan tentang infeksi menular seksual, dan penggunaan alat pengaman atau kondom serta bagaimana menjaga kesehatan reproduksinya. Kemudian dari pembinaan keterampilan yang diberikan kepada para waria seperti salon, tata rias dan menjahit memberikan dampak perubahan ekonomi yang lebih baik dalam kehidupan mereka. Hal tersebut terlihat dari peningkatan penghasilan para waria rata-rata diatas Rp. 500.000 sampai Rp. 2.000.000. Hal tersebut menjadi penunjang dari kehidupan para waria, sehingga kebutuhan mereka dapat terpenuhi.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam masyarakat selama ini hanya dua kategori gender, yakni laki-laki dan perempuan. Maka, munculnya jenis seksual yang seperti waria yang tidak mempunyai ketidakjelasan posisi. Latar belakang ini jelas menjadi masalah karena dianggap berada diluar pola pengaturan sosial yang sudah baku. Dalam disiplin ilmu psikologi, dikenal beberapa gejala kewariaan yaitu pertama, transeksualitas yaitu seseorang dengan jenis kelamin secara jasmani sempurna, namun secara psikis cenderung menampilkan diri sebagai lawan jenis. Kedua, tranvetis yaitu nafsu yang patologis untuk memakai pakaian dari lawan jenis kelaminya dan mendapat kepuasan seks dengan memakai pakaiaan dari jenis kelamin lainnya. Sedangkan yang ketiga, hermafrodit yaitu orang yang mempunyai dua jenis kelamin atau tidak kedua-duanya (Nadia, 2005 : 3).

Dalam konteks ini, kaum waria akan dilihat sesama anggota masyarakat yang keberadaannya tidak selalu ditentukan oleh kondisi tubuhnya saja, melainkan juga dimensi psikisnya. Mereka juga mempunyai hak, baik dalam pendidikan, politik, serta hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.

Pada masyarakat yang mempunyai keteraturan sosial sering memandang hal-hal yang di luar kewajaran sebagai sesuatu yang menyimpang dan melanggar norma. Penyimpangan adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai suatu pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat (Horton, 1999).


(14)

Norma diciptakan dan menjadi pedoman bagi masyarakat melalui proses kesepakatan sosial yang merujuk pada tuntunan agama atau kepercayaan yang dianut oleh masyarakat yang bersangkutan meskipun sesungguhnya norma-norma tersebut mengalami pergeseran dan pada perkembangan selanjutnya bentuk-bentuk penyimpangan perilaku sosial dianggap sebagai suatu kewajaran.

Munculnya waria sebagai fenomena sosial transsexual dianggap sebagai perilaku yang menyimpang oleh masyarakat pada umumnya, Pelaku transsexual di Indonesia disebut dengan istilah waria (wanita-pria), wadam (wanita-adam), banci atau bencong. Norma kebudayaan hanya mengakui dua jenis kelamin secara obyektif yaitu pria dan wanita. Jenis kelamin itu sendiri mengacu kepada keadaan fisik alat reproduksi manusia. Kelly berpendapat bahwa mengenai jenis kelamin dapat mengakibatkan masyarakat menilai tentang perilaku manusia dimana pria harus berperilaku sebagai pria (berperilaku maskulin) dan wanita harus berperilaku sebagai wanita (Kelly dalam Koeswinarno, 2005 : 15).

Pandangan psikologi mengatakan bahwa transeksual merupakan salah satu bentuk penyimpangan seksual baik dalam hasrat untuk mendapatkan kepuasan seksual maupun dalam kemampuan untuk mencapai kepuasaan seksual (Supratiknya, 1995 : 91). Dilain pihak, pandangan sosial beranggapan bahwa akibat dari penyimpangan perilaku yang ditunjukkan oleh waria dalam kehidupan sehari-hari akan dihadapkan pada konflik sosial dalam berbagai bentuk pelecehan seperti mengucilkan, mencemooh, memprotes dan menekan keberadaan waria di lingkungannya (Koeswinarno, 2005 : 151).


(15)

Kehadiran seorang waria menjadi bagian dari kehidupan sosial rasanya tidak mungkin untuk dihindari. Mereka akan terus bertambah selama belum ditemukan cara yang tepat untuk mencegahnya. Satu hal yang harus diperhatikan dalam hal ini, yaitu pengertian waria (transsexual) berbeda dengan homoseksual (perilaku seksual yang ditujukan pada pasangan sejenis) atau transvestisme (suka menggunakan pakaian wanita dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan seksualnya). Walaupun hal tersebut juga merupakan bagian dari suatu kelainan seksual. Seorang transsexual khususnya seorang waria hanya akan bahagia apabila diperlakukan sebagai seorang wanita. Mereka akan mencari teman atau populasi yang keadaannya serupa dengan diri mereka agar mereka dapat diterima dan dihargai sebagai individu yang utuh, sebagaimana layaknya individu yang normal (Nadia, 2005: 46).

Selanjutnya timbul masalah lain, yaitu pemenuhan kehidupan sehari-hari, sementara tidak semua waria memiliki bakat dan keterampilan yang memadai untuk bertahan hidup, sehingga cara yang mereka lakukan adalah menjajakan diri dalam dunia “cebongan” atau pelacuran (Nadia, 2005: 48). Hal ini menjadi dilema tersendiri bagi waria. Disatu sisi, masyarakat tidak membuka kesempatan pendidikan, kehidupan yang layak dan pekerjaan bagi waria Namun, di sisi lain seiring dengan menjamurnya prostitusi waria, pandangan masyarakat yang sering ditujukan pada waria adalah bahwa waria identik dengan prostitusi. Ironisnya, pada saat yang lain diam-diam, masyarakat juga tidak memiliki kestabilan diri dan tidak dapat menerima kritikan dari orang lain mengenai dirinya (Calhoun dan Acocella, 1995 : 72).


(16)

Menurut Departemen Kesehatan jumlah waria di Indonesia pada tahun 2006 ada sekitar antara 20.960 hingga 35.300 orang. Tidak adanya kepedulian dan solusi dari pemerintah dalam menyelesaikan masalah penyimpangan transeksualitas di Indonesia, jelas terlihat bahwa tidak adanya program pemberdayaan bagi mereka. Program-program pemberdayaan yang ada saat ini masih dipegang oleh berbagai organisasi dan LSM dalam dan luar negeri. Bukti nyata dari tidak adanya kepedulian pemerintah, bisa kita lihat dari fakta di lapangan. Salah seorang waria yang biasa mencari penghidupan di daerah Taman Lawang, mengaku kalau dirinya selalu saja ’diuber-uber’ Trantib. Tindak kekerasan dan pemerasan, baginya sudah menjadi hal yang biasa. Seandainya pun berhasil ditangkap, hal itu tidak membawa pengaruh baik sama sekali untuk diri dan kaumnya (Nurdiyansah, 2007).

Kurangnya kepedulian pemerintah dalam menangani permasalahan waria tersebut, membuat beberapa lembaga yang dikelola oleh pihak swasta seperti Lembaga Kasih Rakyat yang berada di Kota Medan turut serta dalam memberikan program pembinaan terhadap waria-waria yang ada di Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Melihat uraian diatas maka peneliti tertarik untuk membuat suatu penelitian dalam rangka penulisan karya ilmiah untuk mengetahui bagaimana Implementasi Program Pembinaan Waria di pancur batu kabupaten deli serdang oloeh lembaga kasih rakyat.

1.2. Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan: Bagaimana Implementasi Program Pembinaan Waria


(17)

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah: Untuk memperoleh data dan informasi secara langsung, realistis dan objektif mengenai Implementasi Program Pembinaan Waria oleh Lembaga Kasih Rakyat di Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang.

1.3.2. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, penelitian ini sebagai bahan untuk mempertajam kemampuan penulis dalam penulisan ilmiah.

2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian di FISIP-USU.

3. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan kontribusi nyata dalam perbaikan proses Implementasi Program Pembinaan Waria oleh Lembaga Kasih Rakyat di Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ke arah yang lebih baik.


(18)

1.4. Sistematika Penulisan

Penulisan Penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tipe Penelitian, lokasi Penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, serta teknik analisa data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang gambaran umum mengenai lokasi penelitian.

BAB V : ANALISIS DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian dan analisisnya.

BAB VI : PENUTUP


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Implementasi

Dalam proses pembangunan, ada sekelompok anggota masyarakat yang secara struktural tidak mempunyai peluang dan kemampuan yang memadai untuk mencapai kehidupan yang layak. Sehingga mencerminkan usaha dan prakarsa masyarakat sendiri/kegiatan organisasi/kegiatan pemerintahan dalam rangka memperbaiki kondisi ekonomi, sosial, budaya dan mengubah keterbelakangan akibat kemiskinan. Pembangunan masyarakat bertujuan mengatasi permasalahan seperti adanya kemiskinan, keterbelakangan, dan sebagainya. Upaya penanggulangan kemiskinan tidak terlepas dari program-program peningkatan kesejahteraan keluarga, yang sampai saat ini masih dinaungi oleh program-program pemerintah. Namun demikian lembaga-lembaga/organisasi-organisasi pun telah banyak mengambil peran, seperti pada sektor pemberdayaan, kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya. Sehingga untuk mewujudkan program secara nyata diperlukan adanya pelaksanaan.

Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan. Implementasi ini merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk mengoprasikan sebuah program. Oleh karena itu, implementasi berfungsi untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran kebijaksanaan. (Van Meter dan Van Hom dalam buku Wahab, 1990: hal 52-55).


(20)

Sedangkan pengertian implementasi lain dirumuskan secara pendek, dimana

“to implementasi" (mengimplementasikan) berarti “to provide means for carrying out; to give practical effect to” (menyajikan alat bantu untuk melaksanakan; menimbulkan dampak/berakibat sesuatu). menurut Webster (Wahab, 1990:64

Negara diwujudkan sebagai hasil akhir dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah.

Tiga kegiatan berikut adalah pilar-pilarnya :

1. Organisasi : Pembentukan atau penataan kembali hasil sumber daya,unit-unit serta metode untuk menjadikan program berjalan.

2. Interpretasi : Menafsirkan agar program menjadi rencana yang tepat dan dapat di terima serta dilaksanakan.

3. Penerapan : Ketentuan rutin pelayanan, pembayaran atau lainnya yang sesuai dengan tujuan.

Pelayanan akan menunjang implementasi karena dalam pelayanan tersebut telah di muat berbagai aspek, bahwa di dalam setiap pelayanan dijelaskan mengenai: 1. Tujuan yang akan di capai.

2. Kebijakan yang harus di pegang dan prosedur yang harus di lalui. 3. Aturan-aturan yang harus di pegang dan prosedur yang harus di lalui. 4. Perkiraan anggaran yang dibutuhkan.

5. Strategi pelaksanaan.

Dapat dikatakan bahwa program merupakan unsur utama yang harus ada agar tercapainya kegiatan implementasi program akan menunjang implementasi atau


(21)

pelaksanaannya, karena dalam program tersebut telah dimuat berbagai aspek antara lain:

1. Adanya tujuan dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai.

2. Adanya kebijaksanaan yang harus diambil dalam mencapai tujuan dan sasaran-sasaran tersebut.

3. Adanya aturan dan prosedur yang harus dilalui. 4. Adanya perkiraan anggaran yang akan dibutuhkan. 5. Adanya strategi dalam pelaksanaan

Unsur kedua yang harus di penuhi dalam proses implementasi yaitu adanya kelompok yang menjadi sasaran program/pelayanan, sehingga masyarakat tersebut akan menerima manfaat dari program yang akan dijalankan serta terjadinya perubahan peningkatan pada kehidupannya.

Berhasil atau tidaknya suatu pelayanan diimplementasikan tergantung pada unsur pelaksanaanya. Unsur pelaksana ini merupakan unsur ketiga dalam proses implementasi. Pelaksanaan program/pelayanan penting artinya, baik itu organisasi maupun perorangan bertanggung jawab dalam pengelolaan dan pengawasan dalam proses implementasinya.

Kegagalan atau keberhasilan implementasi dapat di lihat dari kemampuan secara nyata dalam mengoprasikan program-program/pelayanan yang telah di rancang. Agar implementasi pelayanan tercapai sesuai tujuan serta terpenuhi misi program/pelayanan diperlukan kemampuan tinggi pada organisasi/lembaga pelaksananya. Hasil akhir dari kegiatan implementasi dapat di lihat dari dampaknya terhadap penerima pelayanan dan tingkat perubahan penerimanya.


(22)

2.2 Pembinaan

Pembinaan merupakan hal umum yang digunakan untuk meningkatkan pengetahuan, ikap, kecakapan di bidang pendidikan, ekonomi, sosial, kemasyarakatan dan lainnya. Pembinaan menekankan pada pendekatan praktis, pengembangan sikap, kemampuan dan kecakapan sedangkan pendidikan lebih pada penekanan teoritis.

Pengertian Pembinaan lain menurut Poerwadarminta (1987:182), adalah yang dilakukan secara sadar, terencana, teratur dan terarah untuk meningkatkan pengetahuan sikap dan keterampilan subjek dengan tindakan pengarahan dan pengawasan untuk mencapai tujuan.

Pengertian pembinaan adalah suatu proses pembelajaran dengan melepaskan hal-hal yang sudah dimilikinya yang bertujuan untuk membantu dan mengembangkan kecakapan dan pengetahuan yang sudah ada serta mendapatkan kecakapan dan pengetahuan untuk mencapai tujuan hidup dan juga kerja yang sudah dijalani secara efektif dan efisien. Berdasarkan uraian diatas, dapat dilihat bahwasanya pembinaan terjadi melalui proses pelepasan hal-hal yang bersifat menghambat dan mempelajari pengetahuan dengan kecakapan baru yang meningkatkan taraf hidup dan kerja yang lebih baik menurut A.Maqun Hardjana (1989:12).


(23)

2.3 Waria (Transsexual)

Koeswinarno mengatakan bahwa seorang transseksual secara psikis merasa dirinya tidak cocok dengan alat kelamin fisiknya sehingga mereka memakai pakaian atau atribut lain dari jenis kelamin yang lain. Transsexual yaitu seseorang yang merasa memiliki kelamin yang berlawanan dimana terdapat pertentangan antara identitas jenis kelamin dan jenis kelamin biologisnya (Koeswinarno 2005 : 12).

Danandjaja menyatakan bahwa transsexual adalah kaum homo yang mengubah bentuk tubuhnya dapat menjadi serupa dengan lawan jenis. Jika yang jantan mengubah dadanya dengan operasi plastik atau menyuntikkan diri dengan hormon seks, dan membuang penis serta testisnya dan membentuk lubang vagina.

Dari beberapa pendapat diatas mengenai transsexual, maka dapat disimpulkan Bahwa transsexual merupakan suatu kelainan dimana penderita merasa tidak nyaman dan tidak sesuai dengan jenis kelamin anatomisnya sehingga penderita ingin mengganti kelaminnya (dari laki-laki menjadi wanita) dan cenderung berpenampilan menyerupai wanita. (Danandjaja Puspitosari, 2005 : 11).

2.3.1 Jenis-Jenis Waria

Kemala Atmojo (Nadia, 2005 : 40) menyebutkan jenis-jenis waria sebagai berikut:

a. Transsexual yang aseksual, yaitu seorang transsexual yang tidak berhasrat atau tidak mempunyai gairah seksual yang kuat.


(24)

b. Transsexual homoseksual, yaitu seorang transsexual yang memiliki kecenderungan tertarik pada jenis kelamin yang sama sebelum ia sampai ke tahap transsexual murni.

c. Transsexual yang heteroseksual, yaitu seorang transsexual yang pernah menjalani kehidupan heteroseksual sebelumnya.

Misalnya pernah menikah. Adapun penyebab dari waria (transsexual) ini masih menjadi perdebatan; apakah disebabkan oleh kelainan secara biologis dimana didalamnya terdapat kelainan secara hormonal dan kromosom atau disebabkan oleh lingkungan (Nature) seperti trauma masa kecil, atau sering diperlakukan sebagai seorang perempuan dan lain sebagainya.

Beberapa teori tentang abnormalitas seksual menyatakan bahwa keabnormalan itu timbul karena sugesti masa kecil. Seseorang akan mengalami atau terjangkit abnormalitas seksual karena pengaruh luar, misalnya dorongan kelompok tempat ia tinggal, pendidikan orangtua yang menjurus pada benih-benih timbulnya penyimpangan seksual, dan pengaruh budaya yang diakibatkan oleh komunikasi intens dalam lingkungan abnormalitas seksual.

2.3.2 Ciri-Ciri Waria

Menurut Maslim (2003 : 111), ciri-ciri transsexual adalah :

a. Identitas transsexual harus sudah menetap selama minimal dua tahun, dan harus bukan merupakan gejala dari gangguan jiwa lain seperti skizofrenia, atau berkaitan dengan kelainan interseks, genetik atau kromosom.


(25)

b. Adanya hasrat untuk hidup dan diterima sebagai anggota dari kelompok lawan jenisnya, biasanya disertai perasaan risih atau tidak serasi dengan anatomi seksualnya.

c. Adanya keinginan untuk mendapatkan terapi hormonal dan pembedahan untuk membuat tubuhnya semirip mungkin dengan jenis kelamin yang diinginkan. Tanda-tanda untuk mengetahui adanya masalah identitas dan peran jenis menurut Tjahjono (1995 : 98), yaitu :

a. Individu menampilkan identitas lawan jenisnya secara kontinyu.

b. Memiliki keinginan yang kuat berpakaian sesuai dengan lawan jenisnya. c. Minat-minat dan perilaku yang berlawanan dengan lawan jenisnya. d. Penampilan fisik hampir menyerupai lawan jenis kelaminnya. e. Perilaku individu yang terganggu peran jenisnya seringkali f. menyebabkan ditolak di lingkungannya.

g. Bahasa tubuh dan nada suara seperti lawan jenisnya.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri transsexual adalah:

1. Individu menampilkan identitas lawan jenisnya secara kontinyu minimal dua tahun.

2. Memiliki keinginan yang kuat untuk hidup dan diterima sebagai anggota dari lawan jenisnya.

3. Mempunyai keinginan yang kuat untuk berpakaian dan berperilaku menyerupai lawan jenis kelaminnya.


(26)

Sue dkk (1986 : 339), faktor-faktor yang mendukung terjadinya transsexual adalah:

a. Orang tua selalu mendorong anak bertingkah laku seperti wanita dan tergantung dengan orang lain.

b. Perhatian dan perlindungan yang berlebihan dari seorang ibu. c. Tidak adanya kakak laki-laki sebagai contoh.

d. Tidak adanya figur ayah.

e. Kurang mendapatkan teman bermain laki-laki. f. Dukungan pemakaian pakaian yang menyimpang.

Nadia (2005 : 26) menyatakan bahwa secara umum faktor-faktor terjadinya waria (transsexual) disebabkan karena :

a. Susunan kepribadian seseorang dan perkembangan kepribadiannya, sejak ia berada dalam kandungan hingga mereka dianggap menyimpang.

b. Menetapnya kebiasaan perilaku yang dianggap menyimpang.

c. Sikap, pandangan dan persepsi seseorang terhadap gejala penyimpangan perilaku. d. Seberapa kuat perilaku menyimpang itu berada dalam dirinya dan dipertahankan. e. Kehadiran perilaku menyimpang lainnya yang biasanya ada secara paralel.

Menurut Tjahjono (1995 : 99) mengatakan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya transsexual yaitu:

a. Anak laki-laki yang dibesarkan tanpa ayah atau dibesarkan tanpa kehadiran ayah selama periode waktu yang panjang menunjukkan minat-minat, sikap-sikap dan perilaku feminin.


(27)

b. Hubungan yang terlalu dekat antara anak dengan orangtua yang berlawanan dengan jenis kelaminnya. Anak dan orangtua cenderung memiliki kontak yang sangat intim baik secara fisik maupun secara psikis, dan orangtua sering melaporkan adanya suatu hubungan “yang tidak dapat dipisahkan”. Dengan demikian anak hanya mempunyai sedikit kesempatan untuk mengidentifikasi orangtua yang sama dengan jenis kelaminnya dan kurang mengembangkan perilaku-perilaku sesuai dengan peran jenisnya.

c. Beberapa orangtua, menginginkan anak dengan jenis kelamin yang lain, sehingga berusaha menjadikan anak perempuan bersikap seperti laki-laki yang tidak pernah dimilikinya atau sebaliknya.

d. Seorang ibu yang membenci dan iri terhadap kejantanan bias membentuk perilaku yang kurang jantan pada anak laki-lakinya. Ibu mungkin mengasosiasikan maskulinitas dengan kekerasan fisik dan agresifitas, penyalahgunaan seksual dan kekasaran. Ia lebih suka anak laki-lakinya lembut.

e. Pengaruh-pengaruh genetik atau hormonal. Dari perspektif medis, pada waria ini terdapat kemungkinan disebabkan oleh presdisposisi hormonal, hormon faktor-faktor endokrin (kelenjar) konstitusi pembawaan, dan beberapa diantaranya basis biologis pada masa prenatal atau masa didalam kandungan (Nadia, 2005 : 41). Crooks (1983 : 36) mengatakan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya transsexual antara lain yaitu:

a. Faktor biologis, faktor biologis merupakan peran yang dapat menentukan identitas seseorang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Goy tahun 1970 menyatakan bahwa tingkah laku maskulin dapat bertambah pada perempuan


(28)

b. Pengalaman pengetahuan sosial, seorang anak dapat terbuka dengan bermacam-macam pengalaman yang mendorong tingkah laku dalam sebuah pola secara tradisional yang berhubungan dengan jenis kelamin. Anak dapat mengembangkan sebuah keakraban, memperkenalkan hubungan dengan orang tua pada jenis kelamin yang berbeda sehingga dapat diperkuat oleh reaksi anak pada masa dewasa (http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi.1/import/2875.pdf. Tanggal .06 Oktober 2009, 23:22:42).

2.3.3 Faktor Pendukung Terjadinya Waria

Faktor-faktor yang mendukung terjadinya transsexual adalah:

a. Orang tua selalu mendorong anak bertingkah laku seperti wanita dan tergantung dengan orang lain.

b. Perhatian dan perlindungan yang berlebihan dari seorang ibu. c. Tidak adanya kakak laki-laki sebagai contoh.

d. Tidak adanya figur ayah.

e. Kurang mendapatkan teman bermain laki-laki. f. Dukungan pemakaian pakaian yang menyimpang.


(29)

Nadia (2005 : 26) menyatakan bahwa secara umum faktor-faktor terjadinya waria (transsexual) disebabkan karena :

a. Susunan kepribadian seseorang dan perkembangan kepribadiannya, sejak ia berada dalam kandungan hingga mereka dianggap menyimpang.

b. Menetapnya kebiasaan perilaku yang dianggap menyimpang.

c. Sikap, pandangan dan persepsi seseorang terhadap gejala penyimpangan perilaku. d. Seberapa kuat perilaku menyimpang itu berada dalam dirinya dan dipertahankan. e. Kehadiran perilaku menyimpang lainnya yang biasanya ada secara paralel.

Menurut Tjahjono (1995 : 99) mengatakan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya transsexual yaitu:

a. Anak laki-laki yang dibesarkan tanpa ayah atau dibesarkan tanpa kehadiran ayah selama periode waktu yang panjang menunjukkan minat-minat, sikap-sikap dan perilaku feminin.

b. Hubungan yang terlalu dekat antara anak dengan orangtua yang berlawanan dengan jenis kelaminnya. Anak dan orangtua cenderung memiliki kontak yang sangat intim baik secara fisik maupun secara psikis, dan orangtua sering melaporkan adanya suatu hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Dengan demikian anak hanya mempunyai sedikit kesempatan untuk mengidentifikasi orangtua yang sama dengan jenis kelaminnya dan kurang mengembangkan perilaku-perilaku sesuai dengan peran jenisnya.

c. Beberapa orangtua, menginginkan anak dengan jenis kelamin yang lain, sehingga berusaha menjadikan anak perempuan bersikap seperti laki-laki yang tidak pernah dimilikinya atau sebaliknya.


(30)

d. Seorang ibu yang membenci dan iri terhadap kejantanan bias membentuk perilaku yang kurang jantan pada anak laki-lakinya. Ibu mungkin mengasosiasikan maskulinitas dengan kekerasan fisik dan agresifitas, penyalahgunaan seksual dan kekasaran. Ia lebih suka anak laki-lakinya lembut.

e. Pengaruh-pengaruh genetik atau hormonal. Dari perspektif medis, pada waria ini terdapat kemungkinan disebabkan oleh presdisposisi hormonal, hormon faktor-faktor endokrin (kelenjar) konstitusi pembawaan, dan beberapa diantaranya basis biologis pada masa prenatal atau masa didalam kandungan (Nadia, 2005 : 41).

Puspitosari (2005 : 12) mengatakan bahwa faktor-faktor terjadinya transsexual adalah : Disebabkan oleh faktor biologis yang dipengaruhi oleh hormon seksual dan genetik seseorang. Hermaya (Nadia, 2005 : 29) berpendapat bahwa peta kelainan seksual dari lensa biologi dapat dibagi ke dalam dua penggolongan besar yaitu :

1. Kelainan seksual akibat kromosom. Dari kelompok ini, seseorang ada yang berfenotip pria dan yang berfenotip wanita. Dimana pria dapat kelebihan kromosom X. bisa XXY, atau bahkan XXYY atau XXXYY. Diduga, penyebab kelainan ini karena tidak berpisahnya kromosom seks pada saat meiosis (pembelahan sel) yang pertama dan kedua. Hal ini dikarenakan usia seorang ibu yang berpengaruh terhadap proses reproduksi. Artinya bahwa semakin tua seorang ibu, maka akan semakin tidak baik proses pembelahan sel tersebut dan, sebagai akibatnya, semakin besar kemungkinan menimbulkan kelainan seks pada anaknya.


(31)

a. Pseudomale atau disebut sebagai pria tersamar. Ia mempunyai sel wanita tetapi secara fisik ia adalah pria. Testisnya mengandung sedikit sperma atau sama sekali mandul. Menginjak dewasa, payudaranya membesar sedangkan kumis dan jenggotnya berkurang.

b. Pseudofemale atau disebut juga sebagai wanita tersamar. Tubuhnya mengandung sel pria. Tetapi, pada pemeriksaan gonad (alat yang mengeluarkan hormon dalam embrio) alat seks yang dimiliki adalah wanita. Ketika menginjak dewasa, kemaluan dan payudaranya tetap kecil dan sering tidak bias mengalami haid.

c. Female-pseudohermaprodite. Penderita ini pada dasarnya memiliki kromosom sebagai wanita (XX) tetapi perkembangan fisiknya cenderung menjadi pria.

d. Male-pseudohermaprodite. Penderita ini pada dasarnya memiliki kromosom pria (XY) namun perkembangan fisiknya cenderung wanita.

2.4 Pelayanan Sosial

Kesejahteraan sosial dalam artian yang sangat luas mencakup berbagai tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik. Menurut Walteral Friedlander dalam Muhidin (1992: 1), Kesejahteraan Sosial adalah sistem yang terorganisir dari pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga-lembaga yang bertujuan untuk membantu individu dan kelompok untuk mencapai


(32)

standar hidup dan kesehatan yang memuaskan dan relasi-relasi pribadi dan sosial yang memungkinkan mereka untuk mengembangkan kemampuannya sepenuh mungkin dan meningkatkan kesejahteraannya selaras dengan kebutuhan keluarga dan masyarakatnya.

Elizabeth Wickenden dalam Muhidin (1992: 2) mengemukakan bahwa kesejahteraan sosial termasuk di dalamnya peraturan perundangan, program, tunjangan dan pelayanan yang menjamin atau memperkuat pelayanan untuk memenuhi kebutuhan sosial yang mendasar dari masyarakat serta menjaga ketentraman dalam masyarakat.

Kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi dapat terlihat dari rumusan

Undang-undang Republik Indonesia nomor 6 tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial pasal 2 ayat 1:“Kesejahteraan sosial ialah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materiil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap warganegara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila”(Muhidin, 1992: 5).

Dari berbagai pengertian di atas dapat terlihat luas lingkup pengertian kesejahteraan sosial yang sebenarnya sangat meluas dan melingkupi berbagai aspek kehidupan. Dalam kesejahteraan sosial juga terdapat usaha kesejahteraan sosial, dimana pelayanan sosial juga termasuk dari salah satu di dalamnya.


(33)

1. Pelayanan sosial dalam arti luas adalah pelayanan sosial yang mencakup fungsi pengembangan termasuk pelayanan sosial dalam bidang pendidikan, kesehatan, perumahan, tenaga kerja dan sebagainya.

2. Pelayanan sosial dalam arti sempit atau disebut juga pelayanan kesejahteraan sosial mencakup program pertolongan dan perlindungan kepada golongan yang tidak beruntung seperti pelayanan sosial bagi anak terlantar, keluarga miskin, cacat, tuna sosial dan sebagainya (Muhidin, 1992: 41).

Maka dapat diartikan bahwa efektifitas pelayanan sosial adalah tercapainya tujuan pekayanan kesejahteraan sosial mencakup program pertokongan dan perkindungan kepada golongan yang tidak beruntung. Dikatakan efektif apabila hasil yang dicapai dari pelayanan sosial yang diberikan telah sesuai dengan apa tujuan awal yang telah ditetapkan.

Kebanyakan pengertian pelayanan sosial di negara-negara maju sama dengan point pertama, sedangkan di negara berkembang umumnya sama dengan point kedua. Di Negara Amerika Serikat, pelayanan sosial diartikan sebagai suatu aktifitas yang terorganisir yang bertujuan untuk menolong orang-orang agar terdapat suatu penyesuaian timbal balik antara individu dengan lingkungan sosialnya. Tujuan ini dapat dicapai melalui teknik dan metode yang diciptakan untuk memungkinkan individu, kelompok dan masyarakat dan melalui tindakan-tindakan kooperatif untuk meningkatkan kondisi-kondisi sosial dan ekonomi.

Sedangkan di Inggris, pelayanan sosial mencakup suatu peralatan luas untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan dimana mereka hidup. Motif utamanya adalah masyarakat secara keseluruhan yang mempunyai tanggung jawab untuk


(34)

menolong masyarakat yang lemah dan kurang beruntung dan memberikan perlindungan dengan pelayanan-pelayanan yang tidak mungkin dipenuhi oleh mereka sendiri secara perseorangan.

Pada umumnya baik kualitas maupun kuantitas daripada pelayanan sosial akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemakmuran suatu Negara dan juga sesuai dengan faktor sosiokultural dan politik yang juga menentukan masalah prioritas pelayanan.

Semakin tersebarnya dan dipraktekkan secara universal pelayanan sosial, maka pelayanan sosial cenderung menjadi pelayanan yang ditujukan kepada golongan masyarakat yang membutuhkan pertolongan khusus.

2.5. Fungsi-fungsi Pelayanan Sosial

Pelayanan sosial dapat dikategorikan dalam berbagai cara tergantung dari tujuan klasifikasi. Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengemukakan fungsi pelayanan sosial sebagai berikut:

1. Peningkatan kondisi kehidupan masyarakat 2. Pengembangan sumber-sumber manusiawi

3. Orientasi masyarakat terhadap perubahan-perubahan sosial dan penyesuaian sosial

4. Mobilisasi dan pencipta sumber-sumber masyarakat untuk tujuan pembangunan.


(35)

5. Penyediaan dan penyelenggaraan struktur kelembagaan untuk tujuan agar pelayanan-pelayanan yang terorganisasi dapat berfungsi (Muhidin, 1992: 42).

Richard M. Titmuss dalam Muhidin (1992: 43) mengemukakan fungsi pelayanan sosial ditinjau dari persfektif masyarakat sebagai berikut:

1. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan individu, kelompok dan masyarakat untuk masa sekarang dan untuk masa yang akan datang. 2. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan

untuk melindungi masyarakat.

3. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan sebagai program kompensasi bagi orang-orang yang tidak mendapat pelayanan sosial misalnya kompensasi kecelakaan industri dan sebagainya.

4. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan sebagai suatu investasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan sosial.

Alfred J. Khan dalam Muhidin (1992: 43) menyatakan fungsi utama pelayanan sosial adalah :

1. Pelayanan sosial untuk sosialisasi pengembangan

2. Pelayanan sosial untuk penyembuhan, perlindungan dan rehabilitasi 3. Pelayanan akses


(36)

Pelayanan sosial untuk sosialisasi dan pengembangan dimaksudkan untuk mengadakan perubaha-perubahan dalam diri anak dan pemuda melalui program-program pemeliharaan, pendidikan (non formal) dan pengembangan. Tujuannya yaitu untuk menanamkan nilai-nilai masyarakat dalam usaha pengembangan kepribadian anak.

Bentuk-bentuk pelayanan sosial tersebut antara lain : 1. Program Penitipan Anak

2. Program-program kegiatan remaja dan pemuda

3. Program-program pengisian waktu terluang bagi anak dan remaja dalam keluarga (Muhidin, 1992: 43).

Pelayanan sosial untuk penyembuhan, perlindungan dan rehabilitasi mempunayi tujuan untuk melaksanakan pertolongan kepada seseorang, baik secara individual maupun di dalam kelompok/keluarga dan masyarakat agar mampu mengatasi masalah-masalahnya.

Bentuk-bentuk pelayanan sosial itu antara lain : 1. bimbingan sosial bagi keluarga

2. program asuhan keluarga dan adopsi anak

3. program bimbingan bagi anak nakal dan bebas hukuman 4. program-program rehabilitasi bagi penderita cacat 5. program-program bagi lanjut usia


(37)

7. program-program bimbingan bagi anak-anak yang mengalami masalah dalam bidang pendidikan

8. program-program bimbingan bagi para pasien di Rumah Sakit Kebutuhan akan program pelayanan akses disebabkan oleh karena :

1. adanya birokrasi modern

2. perbedaan tingkat pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap hal-hal dan kewajiban/tanggung jawabnya

3. diskriminasi

4. jarak geografi antara lembaga-lembaga pelayanan dari orang-orang yang memerlukan pelayanan sosial (Muhidin, 1992: 44).

Dengan adanya berbagai kesenjangan tersebut, maka pelayanan sosial disini mempunyai fungsi sebagai “akses” untuk menciptakan hubungan bimbingan yang sehat antara berbagai program, sehingga program-program tersebut dapat berfungsi dan dimanfaatkan oleh masyarakat yang membutuhkannya. Pelayanan akses bukanlah semata-mata memberikan informasi, tetapi juga termasuk menghubungkan seseorang dengan sumber-sumber yang diperlukan dengan melaksanakan program-program referral.

Fungsi tambahan dari pelayanan sosial ialah menciptakan partisipasi anggota masyarakat untuk mengatasi masalah-masalah sosial. Tujuannya dapat berupa terapi individual dan sosial (untuk memberikan kepercayaan pada diri individu dan masyarakat) dan untuk mengatasi hambatan-hambatan sosial dalam pembagian politis, yaitu untuk mendistribusikan sumber-sumber dan kekuasaan.


(38)

Partisipasi mungkin merupakan konsekuensi dari bagaimana program itu diorganisir, dilaksanakan dan disusun. Partisipasi kadang-kadang merupakan alat, kadang-kadang merupakan tujuan. Ada yang memandang bahwa partisipasi dan pelayanan merupakan dua fungsi yang selalu konflik, karenanya harus dipilih salah satu. Karena itu harus dipilih partisipasi sebagai tanggung jawab masyarakat dan pelayanan sebagai tanggung jawab program. Pada umumnya suatu program sulit untuk meningkatkan kedua-duanya sekaligus.

2.5.1. Peranan Pekerja Sosial dalam Penanganan Pembinaan Waria

Menurut Walter A Friedlander dalam Muhidin (1992: hal 7), Pekerjaan Sosial adalah suatu pelayanan professional yang dilaksanakan pada ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam relasi kemanusiaan yang bertujuan untuk membantu, baik secara perseorangan maupun di dalam kelompok untuk mencapai kepuasan dan etidaktergantungan secara pribadi dan sosial.

Pekerjaan sosial berusaha untuk membantu individu, kelompok dan asyarakat mencapai tingkat kesejahteraan sosial, mental dan psikis yang setinggi-tingginya. Permasalahan dalam bidang pekerjaan sosial erat kaitannya dengan masalah fungsi sosial, yaitu kemampuan seseorang untuk menjalankan peranannya sesuai dengan tuntutan lingkungannya. Oleh karena itu, usaha-usaha untuk memberikan pelayanan sosial, baik secara langsung maupun tidak langsung, juga diarahkan untuk membantu individu, kelompok ataupun masyarakat dalam menjalankan fungsi sosialnya.


(39)

Menurut pandangan Zastrow, setidaknya ada beberapa peran yang biasa dilakukan oleh pekerja sosial, yaitu:

1. Enabler

Sebagai enabler seorang pekerja sosial membantu masyarakat agar dapat mengartikulasikan kebutuhan mereka, mengidentifikasikan masalah mereka dan mengembangkan kapasitas mereka agar dapat menangani masalah yang mereka hadapi secara lebih efektif.

2. Broker

Peranan sebagai broker yaitu berperan dalam menghubungkan individu ataupun kelompok dalam masyarakat yang membutuhkan bantuan ataupun layanan masyarakat (community services) tetapi tidak tahu dimana dan bagaimana mendapatkan bantuan tersebut. Broker dapat juga dikatakan menjalankan peran sebagai mediator yang menghubungkan pihak yang satu dengan pemilik sumber daya.

3. Educator

Dalam menjalankan peran sebagai educator (pendidik), pekerja sosial diharapkan mempunyai keterampilan sebagai pembicara dan pendidik. Pekerja sosial harus mampu berbicara di depan publik untuk menyampaikan informasi mengenai beberapa hal tertentu, sesuai dengan bidang yang ditanganinya.

Dalam pelayanan sosial anak, umumnya peran pekerja sosial adalah sebagai enabler dimana mereka membantu anak agar dapat mengidentifikasikan masalah mereka dan mengembangkan kapasitas mereka agar dapat menangani masalah secara


(40)

efektif, disamping itu juga sebagai educator (pendidik) yang diharapkan membantu anak dalam hal pendidikannya (Adi, 1994: 26-28).

2.6 Definisi Konsep dan Operasional 2.6.1 Definisi Konsep

Konsep adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau idividu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1989: 33). Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan peneliti.

Untuk lebih mengetahui pengertian mengenai konsep-konsep yang akan digunakan, maka peneliti membatasi konsep yang digunakan sebagai berikut:

1. Implementasi adalah pelaksanaan dari suatu kebijakan dan strategi organisasi yang dilakukan oleh individu atau anggota organisasi.

2. Program waria, merupakan kegiatan lembaga untuk memberikan pendidikan seks sehat untuk waria, menjaga kesehatan reproduksi. Memberikan rujukan pendidikan untuk mengetahui hubungan yang sehat sesama jenis (waria). Membantu waria memiliki keterampilan dalam bidang pekerjaan wanita secara khusus, misalnya salon dan tatarias .

3. Pembinaan merupakan suatu tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan, pelaksanaan, penggunaan, pengarahan terhadap sesuatu agar berdaya guna dan berhasil oleh karena adanya komponen-komponen yang saling


(41)

4. Waria, seorang transseksual secara psikis merasa dirinya tidak cocok dengan alat kelamin fisiknya sehingga mereka memakai pakaian atau atribut lain dari jenis kelamin yang lain.

5. Lembaga Kasih Rakyat, merupakan lembaga non profit yang salah satu bidangnya bergerak di bidang HIV-Aids terkhusus kepada waria.

2.6.2 Definisi Operasional

Defenisi operasional merupakan unsur Praktikum yang memberitahukan bagaimana cara mengukur variabel (Singarimbun, 1989: 33). Untuk mengukur variabel dalam Praktikum ini, yaitu dengan melihat berbagai indikator yang akan diteliti yang dilihat dari keberhasilan program dan tujuan dari Lembaga Kasih Rakyat adalah sebagai berikut:

1. Program pembinaan waria Cegah Tangkal HIV-AIDS binaan lembaga Kasih Rakyat merupakan salah satu program yang diberikan kepada waria di Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Adapun jenis-jenis kegiatan yang dilakukan oleh Lembaga Kasih Rakyat dengan program Cegah Tangkal HIV-AIDS adalah : a. Melakukan sosialisasi dengan membagi brosur tentang HIV-AIDS kepada waria. b. Mengadakan penjangkauan terhadap waria terhadap virus yang membahayakan. c. Memberikan pembinaan dan pendidikan seks sehat untuk waria, bagaimana


(42)

2. : Implementasi program yang dilaksanakan akan diukur dengan : a. Waktu.

b. Sumber daya manusia ( SDM ). c. Angaran.

d. Ketersedian sarana. e. Strategi pelaksanaan. f. Tujuan pelaksanaan. . 2.7 Kerangka Pemikiran

Pada masyarakat yang mempunyai keteraturan sosial sering memandang hal-hal yang di luar kewajaran sebagai sesuatu yang menyimpang dan melanggar norma. Penyimpangan adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai suatu pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat. Munculnya waria sebagai fenomena sosial transsexual dianggap sebagai perilaku yang menyimpang oleh masyarakat pada umumnya, Pelaku transsexual di Indonesia disebut dengan istilah waria (wanita-pria), wadam (wanita-adam), banci atau bencong. Norma kebudayaan hanya mengakui dua jenis kelamin secara obyektif yaitu pria dan wanita. Jenis kelamin itu sendiri mengacu kepada keadaan fisik alat reproduksi manusia.

Dengan kondisi di atas, Lembaga Kasih Rakyat merupakan suatu lembaga yang berada di Medan mencoba memberikan solusi yang dianggap dapat meminimalkan resiko HIV-AIDS dengan cara mensosialisasikan bahaya HIV-AIDS


(43)

kemudian memberikan pembinaan dan pendidikan seks sehat untuk waria, bagaimana menjaga kesehatan reproduksi sesama jenis (waria) dan juga membuat waria memiliki keterampilan dalam bidang pekerjaan wanita secara khusus, misalnya salon dan tata rias.

Program pembinaan ini bernama program Cegah Tangkal HIV-AIDS yang di implementasikan kepada para waria yang berada di Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Dengan adanya program pembinaan cegah tangkal HIV-AIDS binaan Lembaga Kasih Rakyat diharapkan keluaran daripada program ini memiliki pendidikan seks sehat dan menjaga kesehatan reproduksi serta memiliki keterampilan dan kemampuan di bidang salon dan tata rias. Pelaksanaan program ini diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap waria di Pancur Batu.


(44)

Bagan Alir Pemikiran

Lembaga Kasih Rakyat

Program Pembinaan Lembaga :

1. Melakukan sosialisasi tentang HIV-AIDS kepada waria.

2. Mengadakan penjangkauan terhadap waria terhadap virus yang membahayakan.

3. Memberikan pembinaan dan pendidikan seks sehat untuk waria, bagaimana

menjaga kesehatan reproduksi sesama jenis (waria) dan juga membuat waria

memiliki keterampilan dalam bidang pekerjaan wanita secara khusus, misalnya

salon dan tata rias.

Implementasi :

a. Perubahan ekonomi waria.

- salon dan tata rias

- berwirausaha

b. Perubahan perilaku

- memeliki wawasan tentang infeksi menular seksual

- mengguakan alat pengaman atau kondom


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian

Adapun penelitian ini termasuk penelitian deskriptif, yaitu suatu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan subjek atau objek penelitian (perorangan, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya ( Nawawi, 1991 : hal 67). Penelitian ini bertujuan untuk mengatahui Implementasi Program Pembinaan waria Di Pancur Batu Kab. Deli Serdang Oleh Lembaga Kasih Rakyat.

3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek yang diteliti dari manusia, benda, hewan, dan tumbuha, gejala, peristiwa, nilai-nilai atau peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakter tertentu dalam suatu peristiwa (Nawawi, 1991 : 61). Berdasarkan uraian tersebut, maka populasi dari penelitian ini seluruh waria yang mendapatkan program dengan jumlah 112 orang.

3.3.2. Sampel

Pada dasarnya sampel adalah himpunan bagian atau bagian dari populasi. Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti dan yang dianggap dapat menggambarkan populasinya (Soehartono, 2004 : hal 57).


(46)

Menurut Arikunto, jumlah populasi lebih dari 100 maka dianjurkan untuk menentukan jumlah populasi antara 10% - 20% dan 20% - 25%. Waria yang dijadikan sampel lebih dari 100 orang, maka untuk waria peneliti mengambil sampel sebesar 10% dari populasi agar representatif, sehingga : 20% x 112 orang = 22 Orang (Arikunto, 2002 : 109).

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengumpulkan data-data melalui :

1. Studi Kepustakaan, yaitu pengumpulan data melalui data atau informasi yang menyangkut masalah yang akan diteliti dengan mempelajarinya dan menelaah buku serta tulisan lainnya yang ada releansinya dengan masalah yang diteliti. 2. Studi lapangan yaitu pengumpulan data yang diperoleh melalui kegiatan

penelitian langsung turun ke lokasi penelitian untuk mencari fakta-fakta yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, melalui :

a.Observasi, yaitu pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti. Dilakukan dengan melihat, mendengarkan dan mencatatat kejadian yang menjadi objek penelitian.

b.Wawancara yatitu data variabel (kata-kata) sebagai data yang diperoleh melalui percakapan atau tanya jawab.

c.Angket, yaitu kegiatan mengumpul data dilakukan dengan cara menyebar suatu daftar pertanyaan tertutup dan terbuka untuk dijawan oleh responden.


(47)

3.5. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dimana pengolahan data dilakukan dengan manual, data dikumpulkan dari hasil kuesioner dan wawancara, kemudian ditabulasikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan kemudian dianalisa.


(48)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI

4.1. Sejarah Singkat Lembaga Kasih Rakyat

Beberapa kelompok pencinta akan keadilan duduk bersama dan mendiskusikan apa yang akan diperbuat untuk boleh menyelamatkan dan juga untuk menginformasikan akan adanya suatu cara untuk dikerjakan dan disampaikan kepada masyarakat agar supaya masyarakat dapat menjadi masyarakat yang berorientasi ke

Civil Society yang memiliki pemahaman yang benar akan Kesadaran Gender. Kesadaran akan Pluralisme dan sadar akan Hak Azasi untuk mengangkat Hak-Hak Masyarakat yang Termarginalkan (Homosexual, Transgender dan Anak terlantar) serta memiliki pengetahuan jelas untuk Kesehatan Reproduksi dan Penyakit Menular Seksual dan HIV/AIDS. Semua kerinduan ini hendak dilaksanakan dikarenakan beberapa sukarelawan telah turun ke masyarakat langsung untuk melihat keadaan yang ada ditengah masyarakat. Dalam hal ini sukarelawan mengadakan kelompok kecil pada masyarakat untuk berdiskusi permasalahan yang ada di masyarakat tersebut. Ternyata dari kunjungan-kunjungan yang dilakukan didapat bahwa ternyata masih banyak masyarakat yang belum memahami secara benar apa artinya Civil Society yang menggiring menuju masyarakat yang sehat serta paham Gender serta mengerti Hak Azasi dan Kesehatan secara benar. Ada beberapa hal yang menyebabkan LSM Kasih Rakyat terbentuk adalah sebagai berikut :


(49)

2. Lemahnya informasi akan Penyakit Menular Seksual dan Hiv-Aids. Sejak awal kondisi ini udah kami lakukan dan sampai sekarang masih kurang banyak orang yang paham akan Bahaya PMS dan Virus Hiv-Aids secara benar.

3. Kurangnya informasi yang benar tentang Kesehatan Reproduksi untuk perempuan sehingga tidak sedikit perempuan yang terkena infeksi pada Vagina yang akhirnya mendapat Kanker Serviks yang sampai sekarang menjadi pembunuh nomor satu di Indonesia bagi Perempuan.

4. Pluralisme. Meskipun dikatakan bahwa Pluralisme di Medan adalah yang cukup baik tapi tetap masih arus dibuat kegiatan yang berorientasi untuk saling mengasihi antar iman untuk menjaga kekondusifan.


(50)

5. Kurangnya penguatan informasi Bahaya Narkoba pada anak-anak remaja sejak dini. Sehingga tidaklah heran sudah ribuan anak menjadi pencandu Narkoba langsung maupun tidak langsung.

4.2. Struktur organisasi LSM Kasih Rakyat

Struktur kepengurusan dari LSM Kasih Rakyat adalah merupakan kepengurusan yang sering dipakai di organisasi-organisasi yang ada dengan gambaran sebagai berikut :

a. Pengurus LSM Kasih Rakyat

Dikatakan untuk Pengurus LSM Kasih Rakyat dikarenakan pada organisasi seperti kami harus ada Pengurus LSM untuk memantau kinerja Pengurus Harian yang diangkat oleh Pengurus LSM Kasih Rakyat dalam mengemban tugasnya sehari-hari seperti berikut :

- Ketua

- Sekretaris - Bendahara

- Anggota - Anggota b. Pengurus pelaksana harian

Dan tugas utama dari Kepengurusan LSM Kasih Rakyat adalah memantau kinerja dari Kepengurusan Pelaksana Harian LSM Kasih Rakyat yang terdiri dari :

- Direktur pelaksana LSM Kasih Rakyat - Sekretaris Pelaksana


(51)

- Koordinator Program Bidang Pelayanan Masyarakat Termarginalkan. - Koordinator Program Bidang HIV-AIDS dan penyakit Menular Seksual. - Koordinator Program Bidang Kesehatan Reproduksi.

- Koordinator Bidang Program Civil Society.

KETUA LSM KASIH

RAKYAT

SEKRETARIS BENDAHARA

DIREKTUR PELAKSANA

SEKRETARIS PELAKSANA

BENDAHARA PELAKSANA

KASIR PELAKSANA

BIDANG CIVIL SOCIETY

BIDANG PROGRAM HIV/AIDS & PENYAKIT

BIDANG KESEHATAN REPRODUKSI

BIDANG PELAYANAN MASYARAKAT TERMAGINALK

STAFF STAFF


(52)

4.3. Bidang-bidang Kerja

Melalui struktur di atas dilihat koordinasi tugas sebagai berikut :

1. Direktur pelaksana

- Direktur Pelaksana membawahi :

- Koordinator Bidang Program Civil Society.

- Koordinator Bidang Program HIV/AIDS dan Penyakit Menular Seksual. - Koordinator Bidang Program Pelayanan Masyarakat Termarginalkan. - Koordinator Bidang Program Kesehatan Reproduksi.

Direktur Pelaksana dalam tugasnya dibantu oleh seorang Sekretaris.

2. Bidang Program Civil Society

Terdiri dari koordinator Bidang Program Civil Society, dan staff lapangan.

3. BidangProgram Hiv-Aids dan Penyakit Menular Seksual

Terdiri dari koordinator Bidang HIV/AIDS dan Penyakit Menular Seksual dan staff lapangan.

4. Bidang Profram Kesehatan Reproduksi

Terdiri dari koordinator Bidang Program Kesehatan Reproduksi dan staff lapangan.

5. Bidang Program Pelayanan Masyarakat Termarginalkan

Terdiri dari koordinator Program Pelayanan Masyarakat Termarginalkan dan staff lapangan.


(53)

4.4. Letak dan Kedudukan Lembaga

Timur : Berbatasan dengan rumah penduduk Barat : Berbatasan dengan rumah penduduk Utara : Berbatasan dengan rumah penduduk Selatan : Berbatasan dengan jalan raya

4.5. Fungsi Utama dan Uraian Tugas Masing-masing Bagian 1. Direktur Pelaksana

Fungsi Utama :

Mengarahkan dan membimbing serta mengendalikan kegiatan sehari-hari dari LSM Kasih Rakyat untuk mengimplementasikan program-program yang sudah ada melalui koordinator bidang program untuk mencapai keberhasilan program untuk masyarakat.

Uraian Tugas :

- Menyusun dan membuat rencana kerja setahun kedepan. - Meyusun anggaran keuangan setahun kedepan.

- Menetapkan orang-orang yang lebih layak untuk program kerja. - Meyusun program pendididkan dan informasi bagi masyarakat. - Menyusun area jaringan kerja dan penjangkauan setahun kedepan.

- Mengkordinasikan program-program yang akan dan sedang dilaksanakan. 2. Bidang Program Civil Society


(54)

Meningkatkan hubungan kemasyarakatan melalui kegiatan antar suku dan antar agama ditengah-tengah masyarakat untuk dapat saling menerima keberbedaan yang ada ditengah-tengah masyarakat.

Uraian Tugas :

- Mengadakan Dialog Antar Iman dan Antar Suku

- Meningkatkan persahabatan melalui perbandingan olahraga antar iman.

- Meningkatkan Seminar-Seminar tentang keagamaaan untuk menambah wawasan pemikiran antar iman.

3. Bidang Program HIV/AIDS dan Penyakit Menular Seksual

Memberikan pendidikan dan informasi kepada masyarakat tentang bahaya HIV/AIDS dan Penyakit Menular Seksual. Peningkatan penderita HIV/AIDS semakin hari semakin meninggi termasuk juga PMS.

Uraian Tugas :

- Mengadakan Pendidikan Tentang Bahaya HIV/AIDS pada masyarakat tanpa pilih bulu baik untuk remaja, pemuda dan dewasa.

- Memberikan informasi lebih pada kaum termarginalkan akan bahaya HIV/AIDS seperti Kaum Waria dan Wanita Penjual Seks.

- MemberikaN Pendidikan Penguatan Organisasi bagi Pemimpin Agama agar dapat mempengaruhi para umat dan keluarga umat untuk mengerti bahaya HIV/AIDS. Mempersiapkan Pendidikan Sebaya untuk Remaja, Pemuda dan orang Dewasa.


(55)

4. Bidang Program Kesehatan Reproduksi

Memberikan pengertian yang benar bagi masyarakat untuk dapat mengerti akan Bahaya Kesehatan Reproduksi jika tidak dijaga sejak dini. Khusus bagi Kaum Perempuaan untuk dapat lebih memperhatikan kesehatan Reproduksi.

Uraian Tugas :

- Melaksanakan Pendidikan dan Informasi akan Kesehatan Reproduksi kepada Remaja Perempuan dan Laki-Laki, Perempuan Dewasa dan Laki-Laki Dewasa. 5. Bidang Program Masyarakat Termarginalkan

Masyarakat yang majemuk didalamnya terdapat juga masyarakat yang termarginalkan

dikarenakan Status dan Kondisi mereka seperti Kelompok Waria, Kelompok Gay dan Wanita Pekerja Seks serta Anak Terlantar.

Uraian Tugas :

- Melaksanakan Pendididkan keterampilan untuk kelanjutan hidup.

- Melaksanakan Pendidikan Dan Informasi untuk kesehatan para Waria, Gay dan WPS.

- Mendidik masyarakat agar dapat menjadi Orangtua asuh bagi Anak Terlantar. - Melaksanakan pedampingan dijalanan untuk Kaum Waria dan GAY.


(56)

4.6. Visi dan Misi LSM Kasih Rakyat

Adapun yang menjadi Visi dari LSM Kasih Rakyat yaitu Menjadi lembaga pusat untuk pendidikan dan informasi bagi masyarakat dalam bidang kesehatan, pluralisme, kesehatan reproduksi dan masyarakat termarginalkan menuju masyarakat madani ( Civil Society).

Dan yang menjadi Misi dari LSM Kasih Rakyat yaitu :

1. Meningkatkan Pendidikan dan Informasi masyarakat tentang HIV/AIDS dan PMS, Pluralisme, Kesehatan Reproduksi dan Masyarakat termarginalkan.

2. Menjadi pembina masyarakat untuk menjalankan Pluralisme.

3. Membantu memberikan informasi dan pendidikan kesejahteraaan masyarakat petani dan nelayan.


(57)

BAB V ANALISIS DATA

Pada Bab V ini akan dibahas tentang analisis data, dimana data diperoleh dari hasil penelitian melalui wawancara dan menyebarkan kuesioner kepada responden. Menganalisis data merupakan suatu upaya untuk menata dan mengelompokkan data menjadi suatu bagian-bagian tertentu menurut kelompok data jawaban responden. Analisis data yang dimaksud adalah suatu interpretasi langsung yang berdasarkan data dan informasi yang diperoleh di lapangan dengan tetap berpedoman pada tujuan penelitian.

Seperti yang telah dijelaskan pada bab metodologi penelitian bahwa yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah waria- waria yang dipancur batu yang dibina oleh lembaga kaih rakyat yang diwakili oleh 22 orang.berdasarkan hasil penelitian melalui penyebaran angket/kusioner diperoleh data tentang latar belakang responden yang meliputi umur, tingkat pendidikan, agama, suku, penghasilan dan pekerjaan.

Pada bagian ini penulis membagi pembahasan data dalam beberapa bagian, agar penelitian tersusun secara sistematis, yaitu :


(58)

5.1. Identitas Responden

Tabel 5.1 Umur Responden

No Usia frekuensi persentase

1 2 3 4

20-29 tahun 30-39 tahun 40-49 tahun 50 tahun ke atas

10 7 4 1

45,5 31,8 18,2 4,5

Jumlah 22 100

Sumber : Kuesioner 2010

Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa mayoritas responden sebanyak 10 rang (45,5%) berumur 20-29 tahun, selanjutnya sebanyak 7 orang (31,8%) berusia 30-39 tahun, 4 orang (18,2%) berumur 40-49 tahun dan selebihnya sebanyak 1 orang (4,5%) berumur 50 tahun ke atas.

Bila melihat komposisi umur responden maka keseluruhan responden masih berada pada usia produktif yaitu berusia antara 16 tahun sampai dengan 55 tahun. Sebagai informasi 1 orang yang berada dalam kategori 50 tahun ke atas sebenarnya beruasia 52 tahun.


(59)

Tabel 5.2 Agama Responden

No Agama frekuensi persentase

1 2 3 Islam Kristen Protestan Kristen Katolik 9 12 1 40,9 54,6 5,5

Jumlah 22 100

Sumber : Kuesioner 2010

Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa responden yang beragama Kristen Protestan ada 12 orang (54,6%) dan ini merupakan jumlah terbanyak, sedangkan yang beragana Islam sebanyak 9 orang (40,9%), dan yang beragama Kristen Katolik hanya 1 orang (5,5%). Namun responden yang beragama lain seperti agama Hindu atau Budha tidak ada.

Tabel 5.3

Suku Bangsa Responden

No Agama frekuensi persentase

1 2 3 Jawa Batak Toba Batak Karo 4 4 14 18,2 18,2 63,6

Jumlah 22 100

Sumber : Kuesioner 2010

Menurut tabel 5.3 diketahui bahwa mayoritas responden berasal dari suku batak karo berjumlah 14 orang (63,6%), hal tersebut dikarenakan di daerah Pacur Batu merupakan mayoritas masyarakat suku Batak Karo. Kemudian responden yang


(60)

berasal dari suku batak toba sebanyak 4 orang (18,2%) dan yang berasal dari suku jawa juga sebanyak 4 orang (18,2%). Namun responden yang bersuku lain seperti mandailing dan suku lainnya tidak ada.

Tabel 5.4

Tingkat Pendidikan Responden

No Agama frekuensi persentase

1 2 3 4 5 6

Tidak tamat SD SD SMP SMA Diploma Sarjana 1 1 5 11 1 3 4,5 4,5 22,8 50 4,5 13,7

Jumlah 22 100

Sumber : Kuesioner 2010

Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa responden yang tingkat pendidikannya rendah ada 7 orang dengan pembagian tidak tamat SD berjumlah 1 orang (4,5%), yang hanya tamat SD berjumlah 1 orang (4,5%) dan yang tingkat pendidikannya hanya sampai tamat SMP berjumlah 5 orang (22,8%). Mayoritas responden berada pada pendidikan menengah yaitu sebanyak 11 orang (50%) responden adalah tamatan SMU. Namun ada juga responden yang tingkat pendidikannya hingga Diploma sebanyak 1 orang (4,5%) dan tamatan sarjana 3 orang (13,7%).Dari keseluruhan data terdapat waria yang memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi yaitu Diploma dan Sarjana, walaupun demikian mereka tetap


(61)

memilih untuk menjadi waria dan melakukan aktifitas menjajakan diri mereka dijalanan dan merupakan tambahan ekonomi mereka.

Tabel 5.5 Pekerjaan Responden

No Agama frekuensi persentase

1 2 3

Salon Pedagang Penjahit

11 4 7

50 18,2 31,8

Jumlah 22 100

Sumber : Kuesioner 2010

Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa mayoritas responden yang mengikuti kegiatan di Lembaga Kasih Rakyat bekerja sebagi karyawan salon yang berjumlah 11 orang (50%) responden. Hal tersebut menunjukkan bahwa mereka lebih tertarik dibidang tersebut, dan dapat kita lihat dimana-mana sekarang pegawai salon sudah kebanyakan para waria. Ada juga responden yang berprofesi sebagai pedagang sebanyak 4 orang (18,2%). Responden yang berprofesi sebagai penjahit berjumlah 7 orang (31,8%) sedangkan responden yang bekerja sebagai buruh maupun lainnya tidak ada.


(62)

Tabel 5.6

Penghasilan Responden/Bulan

No Agama frekuensi persentase

1 2 3 4 > 500.000 500.000- 1.000.000 1.000.000 – 2.000.000 2.000.000 – 3.000.000

2 2 7 11 9,1 9,1 31,8 50

Jumlah 22 100

Sumber : Kuesioner 2010

Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa responden yang penghasilannya lebih kecil dari RP.500.000,- berjumlah 2 orang (9,1%). Responden yang penghasilannya Rp.500.000,- sampai Rp.1.000.000,- per bulan sebayak 2 orang (9,1%). Sedangkan responden yang berpenghasilan Rp.1.000.000,- sampai Rp.2.000.000,- per bulan berjumlah 7 orang (31,8%) dan yang berpenghasilan Rp.2.000.000,- sampai Rp.3.000.000,- per bulan berjumlah 11 orang (50%). Penghasilan tersebut berasal dari pekerjaan yang dilakukan para waria, seperti buka kerja salon, penjahit, pedagang

5.2 Sosialisasi program pembinaan oleh Lembaga Kasih Rakyat

Berdasarkan hasil penelitian, menyatakan bahwa seluruh responden mengetahui mengenai keberadaan Lembaga Kasih Rakyat. Hal tersebut dikarenakan Lembaga Kasih Rakyat sering melakukan sosialisasi dan memberikan pelayanan dan bantuan kepada para waria. Responden juga sering melakukan interaksi dan


(63)

Lembaga kasih rakyat juga sering melakukan kunjungan-kunjungan ke masyarakat, dalam hal ini kepada waria. Selain itu lembaga kasih rakyat juga melibatkan para pemangku kebijakan atau stake holder untuk ikut berdiskusi mengenai permasalahan seperti seks menular, kesehatan reproduksi, keterampilan.

Dari data hasil penelitian, seluruh responden menyatakan bahwa mereka pernah mengikuti sosialisasi yang dilakukan oleh Lembaga Kasih Rakyat. Berdasarkan data di atas tentunya kita dapat melihat bahwasanya ada keinginan dari seluruh responden untuk mengikuti dan mengetahui sosialisai yang dilakukan oleh Lembaga Kasih Rakyat.

Kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh lembaga kasih rakyat merupakan kegiatan yang rutin. Karena itu merupakan bagian dari visi lembaga. Dengan demikian responden dalam hal ini para waria dengan sendirinya akan terlibat dalam sosialisasi, karena lembaga secara rutin menginformasikan kepada masyarakat.


(64)

Tabel 5.7

Distribusi responden berdasarkan waktu mengikuti Sosialisasi yang dilakukan oleh Lembaga Kasih Rakyat

No Waktu Frekuensi Persentase

1 2

Pagi Siang

9 13

40,9 59,1

Jumlah 22 100

Sumber : Kuesioner 2010

Berdasarkan tabel 5.7 menyatakan bahwa sebanyak 13 orang atau sekitar 59,1 % responden menjawab bahwa waria yang mengikuti program pembinaan tersebut lebih menyukai sosialisasi itu dilakukan siang hari. Karena responden memiliki waktu luang agar dapat mengikuti sosialisasi, walaupun waktu mereka padat tetapi disela-sela waktu istirahat dapat dimanfaatkan untuk mengikuti sosialisasi. Sedangkan sebanyak 9 orang atau 40,9 % memilih pagi hari.

Umumnya para waria tersebut lebih memilih siang hari dikarenakan pada malam hari mereka lebih banyak beraktifitas sebagai pekerja seks komersial. Sedangkan yang memilih pagi hari lebih sedikit dikarenakan pada siang hari mereka banyak melakukan aktifitas pekerjaan seperti salon, menjahit, berdagang dan lain-lain.


(65)

Tabel 5.8

Distribusi responden berdasarkan para peserta mengikuti program Sosialisasi oleh Lembaga Kasih Rakyat

No Kategori frekuensi persentase

1 2 3 4

1 kali 2 kali 3 kali

Lebih dari 3 kali

4 2 14

2

18,2 9,1 63,6

9,1

Jumlah 22 100

Sumber : Kuesioner 2010

Tabel 5.8 menunjukkan distribusi responden berdasarkan intensitas peserta mengikuti sosialisasi yang dilakukan oleh Lembaga Kasih Rakyat dapat diketahui bahwa responden yang mengikuti sosialisasi sebanyak 3 kali adalah 14 orang atau sekitar (63,6 %), peserta yang mengikuti 1 kali sebanyak 4 orang atau (18,2 %), sebanyak 2 orang mengikuti 2 kali atau (9,1 %), sedangkan responden yang mengikuti lebih dari 3 kali adalah 2 orang atau ( 9,1 %).

Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa responden yang lebih banyak mengikuti sebanyak 3 kali program sosialisasi, hal ini juga menunjukkan kepedulian dan ketertarikan mereka dalam program lembaga kasih rakyat tersebut.


(66)

Tabel 5.9

Distribusi responden berdasarkan bentuk sosialisasi yang dilakukan oleh Lembaga Kasih Rakyat

No Bentu sosialisasi frekuensi persentase

1 2

Seminar Konseling

10 12

45,5 54,5

Jumlah 22 100

Sumber : Kuesioner 2010

Jika kita melihat data dari tabel 5.9 dapat diketahui bahwa responden yang menjawab tertarik dengan sosialisasi dalam bentuk seminar sebanyak 10 orang dengan persentase sebesar 45,5 %, sedangkan responden yang menjawab tertarik dengan sosialisasi dalam bentuk konseling sebanyak 12 orang dengan persentase sebesar 54,5 %.

Responden merasa lebih tertarik dengan sosialisasi dalam bentuk konseling karena mereka merasa lebih mudah mengerti dan bisa menjaga prinsip kerahasiaan bagi mereka yang mengikuti koseling tersebut. Selain itu sosialisasi dalam bentuk konseling ini juga dapat dilakukan kapan saja, sebab tidak ada waktu yang mengikat bagi responden.


(67)

Tabel 5.10

Distribusi responden mengenai tema sosialisasi oleh Lembaga Kasih Rakyat

No Tema Sosialisasi frekuensi persentase

1 2 3

Pencegahan HIV/AIDS Penyakit Kelamin Pelatihan Ketrampilan

13 5 4

59,1 22,7 18,2

Jumlah 22 100

Sumber : Kuesioner 2010

Berdasarkan data pada tabel 5.10 mengenai tema yang sering disosialisasikan oleh Lembaga Kasih Rakyat, sebanyak 13 orang atau 59,1 % responden mengatakan bahwa Pencegahan HIV/AIDS merupakan tema yang sering disosialisasikan. Sedangkan sebanyak 5 orang atau 22,7 % responden mengatakan bahwasanya topik yang mereka dengarkan adalah mengenai Penyakit kelamin. Sebanyak 4 orang atau 18,2 % responden mengatakan bahwasanya Pelatihan ketrampilan yang sering mereka dengarkan dan ikuti.

Pada dasarnya ketiga tema tersebut merupakan tema yang selalu di berikan lembaga terhadap para responden, hanya saja di karenakan tidak seluruhnya para responden hadir ketika sosialisasi diadakan dengan tema yang berbeda-beda tersebut, dimana ketidakhadiran tersebut juga di karenakan aktivitas rutin para responden sehari-hari.


(68)

Tabel 5.11

Distribusi responden tentang pemahaman sosialisasi pembinaan oleh Lembaga Kasih Rakyat

No Pemahaman frekuensi persentase

1 2 3

Memahami

Kurang memahami Tidak memahami

17 4 1

77,3 18,2 4,5

Jumlah 22 100

Sumber : Kuesioner 2010

Berdasarkan Tabel 5.11 dapat diketahui bahwa responden yang paham tentang sosialisasi pembinaan yang dilakukan oleh Lembaga Kasih Rakyat berjumlah 17 orang dengan persentase 77,3 %, responden yang kurang memahami sebanyak 4 orang dengan persentase 18,2 % sedangkan yang tidak paham mengenai sosialisasi pembinaan sebanyak orang dengan persentase 4,5 %. Bervariasinya pemahaman responden terhadap sosialisasi yang diberikan lembaga setidaknya juga berpengaruh dari tingkat pendidikan yang mereka selesaikan.

Hal ini juga tentu saja mempengaruhi pola pemikiran dan pemahaman mereka tentunya. Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa belum sepenuhnya anggota binaan Lembaga Kasih rakyat memahami sosialisasi yang telah dilakukan.


(69)

Dari hasil penelitian, bahwasanya sebanyak 22 orang responden menyatakan bahwa sosialisasi yang dilakukan oleh Lembaga Kasih Rakyat adalah penting. Hal ini terlihat bahwa 100 % responden mengatakan hal itu penting dan tidak seorang pun yang mengatakan bahwa sosialisasi yang dilakukakan itu tidak penting. Dengan demikian tentunya sosialisasi tersebut dapat terus dilangsungkan oleh Lembaga Kasih Rakyat, mengingat bahwasanya hal demikian penting untuk para responden.

Keterbatasan pengetahuan masyarakat terkhusus kepada para waria, menjadi salah satu misi dari lembaga kasih rakyat. Melalui peningkatan pendidikan dan informasi mengenai HIV/AIDS, PMS dan kesehatan reproduksi.Dengan begitu sosialisasi ini sangat penting, karena para waria dapat memahami informasi yang bermanfaat bagi dirinya.

Tabel 5.12

Distribusi responden mengenai pengetahuan terhadap bahaya virus HIV/AIDS

No Kategori frekuensi persentase

1 2 3

Mengetahui

Kurang mengetahui Tidak mengetahui

17 5 -

77,3 22,7 -

Jumlah 22 100

Sumber : Kuesioner 2010

Berdasarkan data pada tabel 5.12 terdapat 17 orang atau sebanyak 77,3 % responden mengetahui akan bahaya mengenai virus HIV/AIDS. Sedangkan sebanyak 5 orang responden atau 22,7 % mengatakan kurang mengetahui bahaya virus


(70)

HIV/AIDS. Sebanyak 0 % atau tidak ada seorangpun yang mengatakan tidak mengetahui bahaya dari pada virus HIV/AIDS.

Dari beberapa hasil wawancara langsung dengan responden, secara umum bahwasanya mereka mengetahui mengenai bahaya daripada virus HIV/AIDS, akan tetapi pengetahuan yang dalam akan bahaya virus tersebut tidak sepenuhnya mereka ketahui, hal ini disebabkan karena daya ingat serta kehadiran mereka yang tidak selalu rutin pada saat lembaga melaksanakan sosialisasi.

5.3 Implementasi program pembinaan waria oleh lembaga kasih rakyat Tabel 5.13

Distribusi responden mengetahui atau tidak program Yang diberikan oleh lembaga kasih rakyat

No Kategori frekuensi persentase

1 2 3

Mengetahui

Kurang mengetahui Tidak mengerti

18 4 -

81,2 18,8 -

Jumlah 22 100

Sumber : Kuesioner 2010

Dari data yang disajikan pada table 5.13 dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yaitu sebanyak 18 orang atau sebesar 81,2 % menyatakan mengetahui mengenai program yang diberikan oleh lembaga kasih rakyat. Sebanyak 4 orang atau 18,8 % responden mengatakan kurang mengetahui program yang diberikan oleh lembaga kasih rakyat, hal ini terjadi karena kurangnya keseriusan mereka pada saat


(71)

untuk responden yang tidak mengetahui program yang diberikan oleh lembaga tidak ada sama sekali. Dengan demikian, upaya lembaga agar tujuan mereka melalui sosialisasi dapat menjangkau para responden telah berjalan dengan semestinya.

Sehubungan dengan program yang di berikan lembaga, pengetahuan responden tentang pendidikan seks yang sehat akan menjadi data yang akan disajikan dan dianalisis berikut ini.

Tabel 5.14

Distribusi responden mengerti atau tidak terhadap Pendidikan seks yang sehat

No Kategori frekuensi persentase

1 2

Mengerti

Kurang mengerti

18 4

81,2 18,8

Jumlah 22 100

Sumber : Kuesioner 2010

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.14 dapat diketahui bahwa sebahagian besar yakni sebanyak 18 orang atau 81,2 % menyatakan bahwa mereka mengerti akan pendidikan seks yang sehat. Sebanyak 4 orang atau 18,8 % menyatakan bahwa mereka kurang mengerti terhadap pendidikan seks yang sehat dan 0% atau tidak ada seorang responden yang tidak mengerti akan pendidikan yang sehat.

Dari sebahagian besar responden yang mengatakan bahwa mereka mengerti akan pendidikan seks yang sehat, terlihat bahwa mereka juga lebih antusias pada saat


(1)

Tabel 5.24

Distribusi responden terhadap minat melakukan seks tidak sehat setelah mengikuti program kegiatan lembaga kasih rakyat

No Kategori frekuensi persentase

1 2

Tidak ada Biasa saja

19 3

86,3 13,7

Jumlah 22 100

Sumber : Kuesioner 2010

Brdasarkan data yang disajukan pada tabel 5.24 dapat kita lihat tidak ada seorangpun responden atau 0 % yang mengatakan masih ada keinginan untuk melakukan kegiatan seks yang tidak sehat kembali. Sebanyak 19 orang atau 86,3 % responden mengatakan tidak ada lagi minat atau keinginan untuk melakukan kegiatan seks yang tidak sehat yang selama ini mereka kerjakan, dikarenakan mereka telah memperoleh ketrampilan yang telah mereka jalani dan mulai tekuni sebagai mata pencaharian dan sumber penghasulan bagi mereka. Sementara itu 3 orang atau sebesar 13,7 % responden mengatakan biasa saja. Berdasarkan hasil wawancara langsung mereka masih sulit melepas kebiasaan yang selama ini selalu mereka jalani dan penghasilan yang masih mereka harapkan dari kegiatan seks yang tidak sehat tersebut.


(2)

Tabel 5.25

Distribusi responden terhadap efektifitas program kegiatan lembaga kasih rakyat

No Kategori frekuensi persentase

1 2 3

Ya Tidak Biasa saja

17 1 4

77,3 4,6 18,1

Jumlah 22 100

Sumber : Kuesioner 2010

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.25 dapat kita ketahui bahwa sebanyak 17 orang responden atau sebesar 77,3 % mengatakan bahwa program yang dilaksanakan oleh lembaga kasih rakyat sudah efektif. Sebanyak 1 orang atau 4,6 % responden mengatakan bahwasanya program tidak efektif. Sedangkan 4 orang atau sebesar 18,1 % responden mengatakan biasa saja. Secara langsung para responden yang mengatakan biasa saja menginginkan adanya tambahan kegiatan ataupun jenis pelatihan lainnya, sehingga lebih menambah pengetahuan, wawasan serta ketrampilan mereka.


(3)

BAB VI PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang didapat dari hasil analisis data adalah sebagai berikut :

1. Pelaksanaan program pembinaan cegah tangkal HIV/AIDS yang dilakukan lembaga kasih rakyat kepada waria berlangsung dengan baik. Lembaga Kasih Rakyat dalam hal ini memiliki sumber daya manusia, anggaran serta ketersediaan sarana yang baik dan memadai. Selain itu juga terlihat antusias dari para waria untuk mengikuti pembinan yang diberikan,sehingga mereka mengerti dan memahami pendidikan seks sehat, wawasan tentang infeksi menular seksual, dan penggunaan alat pengaman atau kondom serta bagaimana menjaga kesehatan reproduksinya.

2. Dalam melaksanakan program, Lembaga kasih rakyat sudah sesuai dengan strategi dan tujuan pelaksanaan yang tetapkan yaitu meningkatkan pendidikan dan informasi masyaarakat tentang HIV/AIDS dan penyakit menular seks, kesehatan reproduksi serta menjadi pusat pembinaan bagi para waria.

3. Dari pembinaan keterampilan yang diberikan kepada para waria seperti salon,tata rias dan menjahit memberikan dampak perubahan ekonomi yang lebih baik dalam kehidupan mereka. Hal tersebut terlihat dari peningkatan penghasilan para waria


(4)

6.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran sebagai berikut :

1. Disarankan kepada pihak lembaga untuk terus melakukan motivasi dan pembinaan yang rutin kepada waria, agar para waria memiliki wawasan mengenai pendidikan seks sehat dan penyakit infeksi menular seksual.

2. Kepada para waria agar lebih sungguh-sunguh dalam mengikuti program pembinaan yang dilakukan oleh lembaga kasih rakyat, sehingga dapat hidup dengan pola sehat dan dapat melakukan usaha-usaha yang kreatif dan inovatif untuk menghidupi dirinya dari hasil usaha yang dilakukan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandi Rukminta. 1994. Psikologi, Pekerja Sosial dan Ilmu.

Arikunto, suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineke cipta.

A. Mangun Hardjana. 1986. Pembinaan : Arti dan Metodenya. Yogyakarta : Kansius Calhoun, J. F dan Accoella, J. R. 1995. Psikologi Tentang Penyesuaian dan

Hubungan Kemanusiaan. Edisi III. Diterjemahkan oleh Satmoko. Semarang :

IKIP Semarang Press.

Crooks, R. 1983. Our Sexuality. California : The Benjamin/Cummings Publishing Company.

Horton, P.B. 1999. Sosiologi. Jakarta : Erlangga.

Koeswinarno. 2005. Hidup Sebagai Waria. Yogyakarta : Kanisius.

Maslim, R. 2002. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta : PT. Raja Grapindo.

Muhidin, Syarif . 1992. Pengantar Kesjahteraan Sosial. Bandung : Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial.

Nadia, Z. 2005. Waria Laknat atau Kodrat. Yogyakarta : Galang Press

Nawawi, Hadari. 1991. Metodi Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gadjah Mada Universitas Press.

Poerwadarminta. 1987. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka Puspitosari, H dan Pujileksono, S. 2005. Waria dan Tekanan Sosial. Malang :

UniversitaS Muhammadiah Malang.

Wahab, Solichin Abdul. 1990. Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi. Malang : Bumi Aksara.


(6)

Sue, D. 1986. Understanding Abnormal Behavior. Edisi III. Boston : Houghton Miffin Company.

Supraktiknya, A. 1995. Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta : LKIS Pelangi Aksara.

Tjahjono, E. 1995. Perilaku- Perilaku seksual yang Menyimpang.

Sumber-sumber lain : Nurdiyansah,

2007.http://Bulan/06/tgl21/time/015504/idnews/795921/idkanal/10.htm. Diakses Tanggal 16 oktober 2009, pukul 13:00 wib

http:// digilib.unnes.ac.id./gsdl/colldt/skripsi.1/import/2875.pdf. Diakses tanggal 6 oktober 2009, pukul : 23:22.