Aspek Hukum yang Harus Dipenuhi dalam Perjanjian Kredit Bank dengan Jaminan Hak Tanggungan Studi pada Bank Danamon Simpan Pinjam Unit Petisah)

(1)

ASPEK HUKUM YANG HARUS DIPENUHI DALAM

PERJANJIAN KREDIT BANK DENGAN JAMINAN HAK

TANGGUNGAN

(Studi Pada Bank Danamon Simpan Pinjam Unit Petisah)

S K R I P S I

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

Natalia Gracia

090200331

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ASPEK HUKUM YANG HARUS DIPENUHI DALAM

PERJANJIAN KREDIT BANK DENGAN JAMINAN HAK

TANGGUNGAN

(Studi Pada Bank Danamon Simpan Pinjam Unit Petisah)

Oleh

Natalia Gracia

090200331

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG

Disetujui Oleh,

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum NIP.1966033185081001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum Hj. Puspa Melati, SH., M.Hum NIP.1966033185081001 NIP. 196801281994032001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala berkat dan kasih karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Dalam menyelesaikan akhir studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, sudahlah menjadi kewajiban bagi setiap mahasiswa untuk membuat suatu karya tulis berupa skripsi. Dalam kesempatan ini, penulis telah memilih judul:

“ASPEK HUKUM YANG HARUS DIPENUHI DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN (STUDI PADA BANK DANAMON SIMPAN PINJAM UNIT PETISAH)”, sebagai judul skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyajian tulisan ini masih sangat jauh dari yang diharapkan dan sangat sederhana sekali sebagai suatu karya tulis ilmiah. Hal ini tidak lain disebabkan karena penulis masih dalam tahap belajar. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan bagi semua kalangan untuk dapat memberikan petunjuk dan saran-saran demi kemajuan untuk masa-masa yang akan datang. Untuk itu penulis menerima dengan segala senang hati setiap saran dan kritik yang bersifat membangun.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya, serta rasa hormat yang setinggi-tingginya kepada Ibu Hj. Puspa Melati, SH., M.Hum, selaku dosen pembimbing saya yang telah banyak mencurahkan buah pikirannya dalam membimbing serta mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini. Beliau telah begitu baik dan sabar dalam memberikan nasehat-nasehat kepada penulis mulai dari awal hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Penulis tidak akan pernah melupakan kebaikan beliau selama penulis menjadi mahasiswi di Fakultas Hukum USU. Dan juga saya menyampaikan rasa hormat yang setinggi-tingginya kepada Bapak Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum, yang juga selaku dosen pembimbing saya yang telah mengarahkan dan memberikan saran-saran kepada penulis dalam penyusunan


(4)

skripsi ini hingga selesai. Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bimbingan beliau.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku Pembantu

Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Prof. Dr. Syafruddin Hasibuan, SH., M.H., D.F.M, selaku

Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak Dr. OK. Saidin, S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan III

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Seluruh staf pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara Medan atas didikan dan arahannya kepada penulis sejak memasuki Fakultas Hukum Universitas Sumatera Medan hingga dapat memperoleh gelar sarjana hukum;

6. Semua pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam

penulisan skripsi ini.

Dengan penuh rasa sayang dan dari hati yang terdalam penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Ayahanda Marlon Sinaga, SE dan Ibunda Artamaslian Telaumbanua yang telah bersusah payah dan penuh pengorbanan serta kasih sayang sehingga bisa menyekolahkan anaknya hingga memperoleh gelar kesarjanaan. Penulis juga telah membuktikan kepada kedua orang tua tersayang bahwa penulis akan tetap meneruskan dan menyelesaikan pendidikan serta meraih gelar sarjana meskipun telah menikah. Saya persembahkan gelar sarjana ini untuk mereka, semoga menjadi suatu kebahagiaan dan kebanggaan yang dapat menyenangkan hati mereka. Saya sangat menyayangi dan mencintai kalian. Semoga penulis dapat menjadi manusia yang berguna bagi nusa dan bangsa, di tengah-tengah keluarga, terlebih-lebih di hadapan Tuhan. Semoga Tuhan Yesus selalu memberkati ayahanda dan ibunda serta keluarga besar. Begitu juga untuk Opung Boru Tambunan tersayang yang sangat menantikan saat-saat saya resmi menjadi sarjana seperti yang diharapkan


(5)

Almarhum Opung Doli Sinaga saya ucapkan terima kasih kepada kalian. Semoga Opung Boru selalu diberkati dan diberi kebahagiaan oleh Tuhan Yesus di masa tuanya.

Saya mengucapkan terima kasih dan rasa sayang yang sebesar-besarnya kepada Nico Theo Kurniawan Sitanggang, SH yang merupakan suami, sahabat, senior sekaligus ayah dari anak dalam kandungan saya. Beliau telah banyak membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini, memberikan masukan dan pemikiran-pemikiran serta mendampingi penulis selama penyusunan skripsi. Penulis sangat bersyukur mempunyai seorang suami yang begitu baik dan menyayangi saya. Terlebih lagi saya selama proses penyusunan skripsi ini saya sedang dalam masa-masa kehamilan anak kami yang pertama, beliau selau mencurahkan perhatian dan kasih sayangnya kepada saya. Hal-hal yang beliau curahkanlah yang menjadi penyemangat dan memberi kekuatan kepada penulis untuk tetap menyelesaikan skripsi ini meskipun sudah memasuki masa-masa akhir kehamilan. Terima kasih karena telah begitu sabar menghadapi segala keluh kesah

saya selama penyusunan skripsi dan masa kehamilan. I just wanna say I love you

so much Nico Sitanggang, I thankful to God because I’m so lucky having you as

my best friend and got you as my husband and our lil’heart’s daddy. Semoga Tuhan Yesus selalu memberikan kesuksesan dan rejeki untuk kita berdua terutama untuk suamiku sebagai pemimpin keluarga, terlebih-lebih memberkati keluarga kecil kita. Terima kasih untuk anak dalam kandunganku yang begitu kuat dan mengerti bahwa ibunya harus bekerja keras untuk menyelesaikan skripsi dan meraih sarjana hukum. Semoga kamu terlahir sempurna dan menjadi anak yang membanggakan serta berguna bagi nusa bangsa terlebih keluarga dan Tuhan. Papa dan Mama sangat menyayangimu.

Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk adik-adik penulis Andreas Christian Wibowo Sinaga, Patrick Abraham Sinaga, Yulio Sebastian Sinaga, Amos Malka Sinaga, Gerald Samuel Sinaga dan Ananias Denzel Easter Sinaga yang selalu memberikan semangat dan dorongan untuk tetap menyelesaikan skripsi ini. Kakak sangat menyayangi kalian, semoga


(6)

kalian juga tumbuh dewasa menjadi orang-orang yang sukses dan berguna bagi banyak orang terlebih keluarga dan Tuhan.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada orang-orang yang telah menjadi bagian dalam kehidupan penulis sejak penulis menikah dan mulai menyusun skripsi ini selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis, yaitu Bapak mertua Nelson Sitanggang, SH., M.H dan Mama mertua Rita Zahara L. Batu yang sangat baik dan menyayani penulis. Penulis sangat bersyukur mempunyai kedua mertua yang begitu baik dan perhatian kepada penulis. Semoga Tuhan Yesus selalu memberkati dan memberikan kebahagiaan kepada kalian. Begitu juga dengan adik-adik ipar penulis Lettu Adi Putra Sitanggang, Bonar Yudhistira Sitanggang, SH, dan si Calon Dokter cantik Putri Mentari Sitanggang yang di saat-saat akhir proses penyusunan ini selalu menjaga dan mengantar saya bolak-balik rumah ke kampus, meskipun modus sebenarnya untuk menghindari rasa suntuk dari libur kuliah yang panjang, semoga keponakanmu gak sebawel dan secerewet dirimu.

Saya juga mengucapkan terima kasih untuk Rahmi Pambpha a.k.a Myemye dan Aubertus Siahaan a.k.a Obe, sahabat-sahabat terbaik saya sejak ospek sampai saat ini yang selau memberikan keceriaan dan dukungan dalam persahabatan kami. Semoga kita semua menjadi sarjana hukum yang sukses dan

berhasil yaa guys! Begitu juga dengan teman-teman seangkatan lainnya Oky

Wiratama, Kania, Bitha, Ayu, Yulistia, Novaliani, Melva, Sri, Fenny, Chrispo, Angga, Gabriel dan teman-teman lainnya yang sama-sama berjuang sejak tahun 2009.

Akhirnya harapan penulis, semoga tulisan ini dapat memberi manfaat untuk kita semua demi kemajuan bersama di hari esok yang lebih baik.

Medan, Agustus 2014 Penulis

Natalia Gracia NIM: 090200331


(7)

ABSTRAKSI

Natalia Gracia

**

H. Hasim Purba

***

Hj. Puspa Melati Lubis

Dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia tidak lepas dari kegiatan perekonomian. Bagi pembangunan ekonomi Negara, kredit merupakan tulang punggung bagi pembangunan bidang ekonomi. Ini berarti perkreditan mempunyai arti penting dalam berbagai aspek pembangunan seperti bidang perdagangan, perindustrian, perumahan, transportasi, dan sebagainya. Perkreditan juga memberikan perlindungan kepada golongan ekonomi lemah dalam pengembangan usahanya. Perkembangan ekonomi dan perdagangan akan selalu diikuti oleh perkembangan kebutuhan akan kredit dan pemberian kredit. Demi keamanan pemberian kredit tersebut dalam arti piutang dari pihak yang meminjamkan terjamin dengan adanya jaminan Pada umumnya, lembaga atau badan usaha yang dapat memberikan jasa perkreditan adalah lembaga perbankan dan dalam hal ini lebih spesifik disebut bank. Sebab bank merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap Negara.

Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana menerapkan dan melaksanakan pemberian kredit dengan jaminan hak tanggungan dari pihak bank yang dalam hal ini adalah Bank Danamon Simpan Pinjam kepada calon debiturnya. Apa yang menjadi dasar bank untuk memberikan kredit, dan apa saja yang menjadi hambatan dalam pemenuhan aspek hukum untuk perjanjian kredit itu sendiri. Serta bagaimana menyelesaikan masalah hukum yang terjadi dalam pemberian kredit tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan metode pendekatan berdasarkan hukum normatif. Melakukan pengumpulan data baik itu primer, sekunder maupun tersier. Tidak lupa pula mengumpulkan literatur-literatur hukum yang ada sehingga dapat dilakukan suatu analisis data, serta wawancara secara langsung dalam studi lapangan.

Dalam menerapkan dan melaksanakan pemberian kredit, pihak bank selalu mengutamakan prinsip kehati-hatian dengan cara mengenali calon debitur dan kelayakan jenis usaha yang dilakukannya. Sehingga yang menjadi dasar bank memberikan kredit adalah hal-hal yang sesuai dengan peraturan bank itu sendiri serta peraturan perkreditan umum, dimana hal tersebut diharapkan dapat menguntungkan kedua belah pihak.

Mahasiswa Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.

**

Pembimbing I, Staf Pengajar Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.

***


(8)

Sering kali yang menjadi yang menjadi hambatan dalam pemenuhan aspek hukum untuk pemberian kredit adalah sumber daya manusia yang selalu memiliki kekurangan dalam berbagai hal. Hal ini bisa saja terjadi pada pihak bank maupun calon debitur itu sendiri. Dan dalam menyelesaikan permasalahan yang timbul, pihak bank tidak melakukan penyelesaian sepihak. Namun pihak bank bersama dengan debitur melakukan evaluasi secara bertahap sehingga hal yang diinginkan dapat tercapai bersama-sama.


(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

ABSTRAKSI...v

DAFTAR ISI...vi

BAB I: PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang...1

B. Permasalahan...7

C.Tujuan Penulisan...7

D. Manfaat Penulisan...8

E. Keaslian Penulisan...8

F. Metode Penulisan...9

G. Sistematika Penulisan...11

BAB II : PERJANJIAN KREDIT BANK...13

A. Pengertian dan Landasan Hukum...13

B. Sifat Perjanjian Kredit Bank...31

C.Ketentuan dan Persyaratan Umum Kredit...34

D. Prinsip-prinsip Pemberian Kredit Bank...36

BAB III : HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT...41

A. Pengertian Hak Tanggungan...41

B. Dasar Hukum Hak Tanggungan...45

C.Asas-asas Hak Tanggungan...47


(10)

E. Kedudukan Hak Tanggungan...58

BAB IV : ASPEK HUKUM YANG HARUS DIPENUHI DALAM PERJANJIAN KREDIT BANKDENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN PADA BANK DANAMON SIMPAN PINJAM...70

A. Penerapan dan Pelaksanaan Pemberian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan pada Bank Danamon Simpan Pinjam...70

B. Dasar Bank Danamon Simpan Pinjam Memberikan Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan...81

C.Hambatan-hambatan yang Dihadapi dalam Pemenuhan Aspek Hukum Perjanjian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan...84

D. Penyelesaian Masalah Hukum Pemberian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan pada Bank Danamon Simpan Pinjam...91

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN...104

A. Kesimpulan...104

B. Saran...106

DAFTAR PUSTAKA...109 LAMPIRAN


(11)

ABSTRAKSI

Natalia Gracia

**

H. Hasim Purba

***

Hj. Puspa Melati Lubis

Dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia tidak lepas dari kegiatan perekonomian. Bagi pembangunan ekonomi Negara, kredit merupakan tulang punggung bagi pembangunan bidang ekonomi. Ini berarti perkreditan mempunyai arti penting dalam berbagai aspek pembangunan seperti bidang perdagangan, perindustrian, perumahan, transportasi, dan sebagainya. Perkreditan juga memberikan perlindungan kepada golongan ekonomi lemah dalam pengembangan usahanya. Perkembangan ekonomi dan perdagangan akan selalu diikuti oleh perkembangan kebutuhan akan kredit dan pemberian kredit. Demi keamanan pemberian kredit tersebut dalam arti piutang dari pihak yang meminjamkan terjamin dengan adanya jaminan Pada umumnya, lembaga atau badan usaha yang dapat memberikan jasa perkreditan adalah lembaga perbankan dan dalam hal ini lebih spesifik disebut bank. Sebab bank merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap Negara.

Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana menerapkan dan melaksanakan pemberian kredit dengan jaminan hak tanggungan dari pihak bank yang dalam hal ini adalah Bank Danamon Simpan Pinjam kepada calon debiturnya. Apa yang menjadi dasar bank untuk memberikan kredit, dan apa saja yang menjadi hambatan dalam pemenuhan aspek hukum untuk perjanjian kredit itu sendiri. Serta bagaimana menyelesaikan masalah hukum yang terjadi dalam pemberian kredit tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan metode pendekatan berdasarkan hukum normatif. Melakukan pengumpulan data baik itu primer, sekunder maupun tersier. Tidak lupa pula mengumpulkan literatur-literatur hukum yang ada sehingga dapat dilakukan suatu analisis data, serta wawancara secara langsung dalam studi lapangan.

Dalam menerapkan dan melaksanakan pemberian kredit, pihak bank selalu mengutamakan prinsip kehati-hatian dengan cara mengenali calon debitur dan kelayakan jenis usaha yang dilakukannya. Sehingga yang menjadi dasar bank memberikan kredit adalah hal-hal yang sesuai dengan peraturan bank itu sendiri serta peraturan perkreditan umum, dimana hal tersebut diharapkan dapat menguntungkan kedua belah pihak.

Mahasiswa Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.

**

Pembimbing I, Staf Pengajar Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.

***


(12)

Sering kali yang menjadi yang menjadi hambatan dalam pemenuhan aspek hukum untuk pemberian kredit adalah sumber daya manusia yang selalu memiliki kekurangan dalam berbagai hal. Hal ini bisa saja terjadi pada pihak bank maupun calon debitur itu sendiri. Dan dalam menyelesaikan permasalahan yang timbul, pihak bank tidak melakukan penyelesaian sepihak. Namun pihak bank bersama dengan debitur melakukan evaluasi secara bertahap sehingga hal yang diinginkan dapat tercapai bersama-sama.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perekonomian tanah air terus tumbuh, dan transaksi perdagangan baik secara tunai maupun kredit terus meningkat. Bagi pembangunan ekonomi Negara, kredit merupakan tulang punggung bagi pembangunan bidang ekonomi. Ini berarti perkreditan mempunyai arti penting dalam berbagai aspek pembangunan seperti bidang perdagangan, perindustrian, perumahan, transportasi, dan sebagainya. Perkreditan juga memberikan perlindungan kepada golongan ekonomi lemah dalam pengembangan usahanya. Pada umumnya, lembaga atau badan usaha yang dapat memberikan jasa perkreditan adalah lembaga perbankan dan dalam hal ini lebih spesifik disebut bank. Sebab bank merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap Negara. Bahkan bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara, bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya. Melalui berbagai jasa yang diberikan oleh bank ini dalam melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor terutama perekonomian diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Di Indonesia masalah yang terkait dengan bank diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998. Di dalam Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dirumuskan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya


(14)

kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Dalam Black’s Law Dictionary, bank dirumuskan sebagai:

An institution, usually incopated, whose business to receive money on deposit, cash, checks, or drafts, discount commercial paper, make loans, and issue promissory notes payable to bearer known as bank notes.1

Tidak jauh berbeda dengan rumusan tersebut, menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia, bank adalah usaha di bidang keuangan yang menarik dan mengeluarkan uang di masyarakat, terutama memberikan kredit dan jasa di lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.

Berdasarkan dari pengertian diatas dapat dikatakan bahwa pada dasarnya bank adalah badan usaha yang menjalankan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada pihak-pihak yang membutuhkan dalam bentuk kredit dan memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Sebagai lembaga keuangan peranan bank dalam perekonomian sangatlah penting. Hampir semua kegiatan perekonomian masyarakat membutuhkan bank dengan fasilitas kreditnya.

Oleh karena itu, dalam memperoleh modal untuk usahanya masyarakat melakukan pinjaman uang atau kredit dari bank, karena bunga pinjaman bank relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan bunga pinjaman dari anggota masyarakat. Diketahui bahwa bank satu-satunya badan yang berwenang untuk menyalurkan dan mengatur peredaran uang, dengan mengadakan perjanjian

1


(15)

dengan nasabah atau pihak yang membutuhkan kredit. Kehadiran bank tersebut baik secara lagsung maupun tidak langsung telah memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk melakukan transaksi ekonomi, baik dalam bentuk tabungan,

pinjaman kredit dan kegiatan lainnya yang menggunakan jasa perbankan.2

Hal ini juga berkaitan dengan perjanjian kredit antara bank dengan masyarakat sebagai nasabah. Kegiatan pemberian kredit merupakan kegiatan yang sangat pokok dan sangat konvensional dari suatu bank terkait fungsi bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat. Penyaluran dana pada umumnya dilakukan dalam bentuk pemberian perjanjian kredit.

Perjanjian kredit merupakan salah satu bagian yang sangat strategis dalam kehidupan perbankan. Karena perjanjian kredit merupakan media atau perantara

pihak dalam keterkaitan pihak yang mempunyai kelebihan dana (surplus of funds)

dengan pihak-pihak yang kekurangan dan memerlukan dana (lack of funds).

Kenyataan yang nyata perjanjian kredit merupakan pelayanan nyata dari bank dalam kehidupan serta pengembangan perekonomian. Peranan dari suatu perjanjian kredit dimasukkan sebagai pedoman dan alat stabilitator dari kelancaran serta kepastian bagi pihak perbankan dan debitur secara proporsional

terutama untuk menunjang sikap pembangunan.3

2

Hermansyah, SH, M.Hum, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta: Kencana, 2011),hal.8.

3

Ignatius Ridwan Widyadharma,SH, MS, Ph.D, Hukum Sekitar Perjanjian Kredit (Jakarta: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1997), hal.1.


(16)

Peranan dari suatu perjanjian kredit dimasukkan sebagai pedoman dan alat stabilitator dari kelancaran serta kepastian bagi pihak perbankan dan debitur secara proporsional terutama untuk menunjang sikap pembangunan.

Perjanjian kredit ini perlu memperoleh perhatian yang khusus baik oleh bank sebagai kreditur maupun oleh nasabah sebagai debitur, karena perjanjian kredit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian, pengelolaan dantata pelaksanaan kredit tersebut. Berkaitan dengan itu, menurut Ch. Gatot Wardoyo perjanjian kredit mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut:

a) Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok

b) Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak

dan kewajiban di antara kreditur dan debitur

c) Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.4

Perkembangan ekonomi dan perdagangan akan selalu diikuti oleh perkembangan kebutuhan akan kredit dan pemberian kredit. Demi keamanan pemberian kredit tersebut dalam arti piutang dari pihak yang meminjamkan

terjamin dengan adanya jaminan.5

Berkaitan dengan kredit yang disalurkan oleh bank, lembaga jaminan mempunyai arti yang lebih penting lagi, hal ini dikarenakan kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko. Oleh karena itu UU Perbankan memberikan pengaturan bagi bank dalam hal penyaluran kredit, baik dalam penegasan prinsip

4

Hermansyah, S.H., M.Hum, Op.Cit,hal.68.

5

Patrik Purwahiddan Kushadi, Hukum Jaminan, Edisi Revisi Pusat Studi Hukum Perdata danPembangunan, Fakultas Hukum Undip,Semarang, 1985, hal. 2.


(17)

perkreditan, batasan pemberian kredit sampai kepada sanksi bagi para pelaku

pelanggaran ketentuan perkreditan.6

Bank selaku kreditur menentukan berbagai persyaratan kepada peminjam (debitur). Apabila debitur telah menerima pinjaman kredit maka tentunya bank akanmengharapkan uang yang dipinjamkan akan diterimanya kembali dikemudian hari. Selanjutnya, dalam kegiatan pinjam-meminjam uang yang terjadi di masyarakat dapat diperhatikan umumnya bank sering mempersyaratkan adanya penyerahan jaminan utang oleh pihak peminjam kepada pihak bank sebagai pemberi pinjaman. Jaminan utang yang disepakati dalam perjanjian kredit antar bank dan nasabah tersebut dapat berupa barang (benda) sehingga merupakan jaminan kebendaan dan atau berupa janji penanggungan utang sehingga merupakan jaminan perorangan. Pihak bank yang dalam hal ini bertindak sebagai pemberi kredit menyadari adanya resiko atas kredit yang diberikannya. Sehingga untuk mengurangi resiko tersebut diperlukan adanya lembaga jaminan dalam pemberian kredit.

Lembaga jaminan ini bagi pihak bank sangat diperlukan karena kredit yang diberikan oleh bank ini diberikan atas kepercayaan dan merupakan salah satu usaha bank untuk memperoleh keuntungan. Maka bank hanya bisa meneruskan simpanan pada masyarakat yang ada padanya kepada nasabah dalam bentuk kredit jika bank yakin si debitur dapat mengembalikan pinjamannya, untuk itu lembaga jaminan sangat berperan apabila terjadi wanprestasi dari pihak debitur.

6

Dr.Neni Sri Imaniyati, SH., MH, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, Refika Aditama,Bandung, Juni 2010, hal.151.


(18)

Salah satu benda yang dapat dijadikan jaminan adalah tanah dan bangunan yang ada diatasnya, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dan lebih dikuatkan dengan adanya Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, dimana dalam Pasal 4 ayat (1) UU No. 4 Tahun 1996 tersebut menyebutkan, bahwa hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan adalah, Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan. Sedangkan mengenai pelaksanaan Hak Tanggungan ini dalam pengikatan kreditnya haruslah mengikuti ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata yaitu azas kebebasan berkontrakdan Pasal 1320 KUH Perdata mengenai syarat sahnya suatu perjanjian.

Lepas dari semua hal tersebut di atas, harus pula diterima bahwa hukum positif yang mengatur perjanjian kredit dengan jaminannya berikut kelengkapannya harus berkembang.

Kesemuanya itu hadir untuk menunjang serta guna mampu menampung tuntutan pengembangan dan peningkatan kemajuan yang dialami oleh majunya pelaksanaan pembangunan nasional dewasa ini. Gencarnya pembentukan hukum terutama yang menyangkut perjanjian kredit yang diberlakukan oleh perbankan saat ini adalah bentuk upaya-upaya penyempurnaan terhadap hukum yang telah ada. Kesemuanya dimaksudkan guna terwujudnya hukum yang kokoh yang dapat

menopang hadirnya peranan bank dalam pembangunan nasional dewasa ini.7

Untuk itu dalam uraian ini akan membahas hal-hal mengenai perjanjian kredit dari beberapa sisi, yaitu tentang landasan hukum dan prinsip-prinsip

7


(19)

perkreditan, unsur-unsur serta aspek-aspek hukum yang harus dipenuhi dalam perjanjian kredit bank. Klausul-klausul penting dalam perjanjian kredit bank serta masalah jaminan dalam perjanjian kredit bank.

B. Permasalahan

Berdasarkan judul skripsi ini mengenai “Aspek Hukum Yang Harus Dipenuhi Dalam Perjanjian Kredit Bank dengan Jaminan Hak Tanggungan (Studi

pada Bank Danamon Simpan Pinjam Unit Petisah)”, sehingga dengan demikian

timbullah pertanyaan mengenai aspek-aspek hukum apa saja yang harus dipenuhi dalam sebuah perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan dalam perbankan, yang mana diperlukan suatu penelitian lebih lanjut mengenai hal tersebut yang pada akhirnya masalah tersebut dapat terpecahkan.

Untuk lebih memperjelas uraian latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penerapan dan pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan

Hak Tanggungan pada Bank Danamon Simpan Pinjam?

2. Apa yang menjadi dasar Bank Danamon Simpan Pinjam memberikan kredit

dengan jaminan Hak Tanggungan?

3. Apa saja hambatan yang dihadapi dalam upaya memenuhi aspek hukum

perjanjian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan?

4. Bagaimanakah penyelesaian masalah hukum pemberian kredit dengan

jaminan Hak Tanggungan pada Bank Danamon Simpan Pinjam? C.Tujuan Penulisan


(20)

1. Untuk mengetahui penerapan dan pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan pada Bank Danamon Simpan Pinjam.

2. Untuk mengetahui hal-hal yang menjadi dasar Bank Danamon Simpan Pinjam

memberikan kredit dengan jaminan Hak Tanggungan.

3. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi dalam upaya memenuhi aspek

hukum perjanjian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan.

4. Untuk mengetahui penyelesaian masalah hukum pemberian kredit dengan

jaminan Hak Tanggungan pada Bank Danamon Simpan Pinjam. D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan skripsi ini secara teoritis adalah meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dalam ilmu hukum dagang khususnya hukum perbankan tentang perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan yang bermanfaat bagi pembangunan hukum nasional serta bagi hukum perbankan yang ada di Indonesia agar dapat meningkatkan kemajuan serta kelancaran terhadap usaha kredit perbankan dengan jaminan dalam memenuhi aspek hukumnya, sekaligus dapat mengikuti perkembangan serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai hukum perbankan dan hukum jaminan kredit. E. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini adalah merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar kesarjanaan dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Selain itu melalui penulisan skripsi ini juga menambah pengetahuan dan wawasan kita akan perjanjian kredit perbankan dengan jaminan hak tanggungan.


(21)

Perjanjian Kredit Bank Dengan Jaminan Hak Tanggungan (Studi Pada Bank Danamon Simpan Pinjam Unit Petisah)” ini belum pernah dibahas oleh mahasiswa lain di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan skripsi ini asli disusun oleh penulis sendiri, bukan jiplakan atau diambil dari skripsi milik orang lain. F. Metode Penulisan

1. Metode Pendekatan

Dalam penulisan skripsi ini penulis mempergunakan metode penelitian hukum normatif, dimana bahan atau materi penulisan diperoleh dengan mengkaji peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan dengan Tanah, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,Kitab Undang-Undang Hukum Dagang serta literatur-literatur lain. Melalui pendekatan tersebut diharapkan dapat menemukan jawaban atas permasalahan tersebut diatas.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini berupa data sekunder. Data sekunder yang dimaksud penulis adalah sebagai berikut:

a. Bahan Hukum Primer


(22)

berupa peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 7Tahun 1999 tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan dengan Tanah, Kitab Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Selain itu, hasil wawancara yang didapatkan melalui studi lapangan PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk - Simpan Pinjam Unit Petisah, Medan menjadi bahan hukum primer yang membantu dalam mengkaji masalah dalam penelitian ini.

b. Bahan Hukum Sekunder

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan bahan hukum sekunder yang terdiri atas semua catatan, buku-buku teks, makalah-makalah, artikel tentang hukum, jurnal-jurnal hukum dan situs

internet (website).

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang mencakup bahan yang memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, majalah, jurnal ilmiah, serta bahan-bahan di luar bidang hukum yang relevan dan dapat digunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.


(23)

Metode, pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam skripsi ini berupa literatur-literatur yang diperoleh melalui studi kepustakaan, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tersier. Disini penulis mengumpulkan sebanyak mungkin bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti, selanjutnya menginventarisasi bahan-bahan hukum tersebut sehingga pada akhirnya permasalahan semakin jelas dan dapat terpecahkan.

4. Analisis Data

Dalam Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif yaitu dengan menggunakan kenyataan-kenyataan yang terungkap dari data sekunder yang dihimpun dimana kemudian berdasarkan hasil analisis data tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan

dengan menggunakan pola berfikir deduktif-induktif.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini terdiri dari 4 (empat) bab, yang masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Uraian singkat atas bab-bab dan sub bab tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

1. Bab I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini terdiri dari latar belakang, permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

2. Bab II : PERJANJIAN KREDIT BANK


(24)

perjanjian kredit bank, ketentuan dan persyaratan umum kredit, dan prinsip-prinsip pemberian kredit bank.

3. Bab III : HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT

Dalam bab ini dibahas mengenai pengertian hak tanggungan, dasar hukum hak tanggungan, asas-asas hak tanggungan, fungsi hak tanggungan sebagai jaminan kredit dan kedudukan hak tanggungan.

4. Bab IV : ASPEK HUKUM YANG HARUS DIPENUHI DALAM

PERJANJIAN KREDIT BANK DENGAN JAMINAN HAK

TANGGUNGAN PADA BANK DANAMON SIMPAN PINJAM

Dalam bab ini membahas mengenai penerapan dan pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan hak tanggungan pada Bank Danamon Simpan Pinjam, dasar Bank Danamon Simpan Pinjam memberikan kredit dengan jaminan hak tanggungan, hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pemenuhan aspek hukum perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan, dan penyelesaian masalah hukum pemberian kredit dengan jaminan hak tanggungan pada Bank Danamon Simpan Pinjam.

5. Bab V : KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini penulis menyampaikan pendapat berupa kesimpulan dari seluruh skripsi ini yang merupakan rangkuman dari pembahasan dan juga penulis menyampaikan berupa saran-saran dari permasalahan skripsi ini.


(25)

BAB II

PERJANJIAN KREDIT BANK

A. Pengertian dan Landasan Hukum 1. Pengertian Kredit

Secara etimologis istilah kredit berasal dari bahasa Latin, credere, yang

berarti kepercayaan. Misalkan, seorang nasabah debitur yang memperoleh kredit dari bank adalah tentu seseorang yang mendapat kepercayaan dari bank. Hal ini menunjukakan bahwa yang menjadi dasar pemberian kredit oleh bank kepada

nasabah debitur adalah kepercayaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,

salah satu pengertian kredit adalah pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur atau pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain. Dan di dalam Pasal 1 butir 11 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Indonesia dirumuskan bahwa pengertian kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah

jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.8

Bank sebagai kreditur dalam hubungan perkreditan dengan debitur (nasabah atau penerima kredit) mempunyai kepercayaan, bahwa debitur dalam waktu dan dengan syarat-syarat yang telah disetujui bersama, dapat mengembalikan (membayar kembali) kredit yang bersangkutan. Dalam masyarakat umum sudah

8


(26)

tidak asing lagi dan bahkan dapat dikatakan populer (dan merakyat), sehingga dalam bahasa sehari-hari sudah dicampurbaurkan begitu saja dengan istilah utang.

Undang-Undang Perbankan yang diubah menggunakan dua istilah yang berbeda, namun mengandung makna yang sama untuk pengertian kredit. Kedua istilah pembiayaan berdasarkan pada prinsip syariah. Penggunaan istilah tersebut tergantung pada kegiatan usaha yang dijalankan oleh bank, apakah bank dalam menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah. Bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional menggunakan istilah kredit, sedangkan bank yang menjalankan usahanya berdasarkan syariah menggunakan istilah pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Istilah kredit disebutkan pada Pasal 1 angka 11 dan istilah pembiayaan berdasarkan prinsip syariah disebutkan pada Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Perbankan yang diubah. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Sedangkan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu

dengan imbalan atau bagi hasil.9

9

Rachmadi Usman, S.H., Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama,Jakarta, 2001, hal. 236-237.


(27)

Berdasarkan pengertian kredit yang ditetapkan oleh undang-undang sebagaimana tersebut diatas, suatu pinjam-meminjam uang akan digolongkan

sebagai kredit perbankan sepanjang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:10

1. Adanya penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan

penyediaan uang

Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang tersebut dilakukan oleh bank. Bank adalah pihak penyedia dana dengan menyetujui pemberian sejumlah dana yang kemudian disebut sebagai jumlah kredit atau plafon kredit. Sementara tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang dalam praktik perbankan misalnya berupa pemberian (penerbitan) garansi bank dan penyediaan fasilitas dana untuk pembukaan letter of credit (LC).

2. Adanya persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan

pihak lain

Persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam merupakan dasar dari penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang tersebut.Persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam dibuat oleh bank dengan pihak debitur yang diwujudkan dalam bentuk perjanjian kredit.

3. Adanya kewajiban melunasi utang

Pinjam-meminjam uang adalah suatu utang bagi peminjam. Peminjam wajib melunasinya sesuai dengan yang diperjanjikan. Pemberian kredit oleh bank kepada debitur adalah suatu pinjaman uang, dan debitur wajib melakukan

10

M. Bahsan S.H., S.E., Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal. 75-79.


(28)

pembayaran pelunasan kredit sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah disepakatinya, yang biasanya terdapat dalam ketentuan perjanjian kredit. Dengan demikian, kredit perbankan bukan suatu bantuan dana bank yang diberikan secara cuma-cuma. Kredit perbankan adalah suatu utang yang harus dibayar kembali oleh debitur.

4. Adanya jangka waktu tertentu

Pemberian kredit terkait dengan suatu jangka waktu tertentu. Jangka waktu tersebut ditetapkan pada perjanjian kredit yang dibuat bank dengan debitur. Jangka waktu tersebut ditetapkan merupakan batas waktu kewajiban bank untuk menyediakan dana pinjaman dan menunjukan kesempatan dilunasinya kredit.

5. Adanya pemberian bunga kredit

Terhadap suatu kredit sebagai salah satu bentuk pinjaman uang ditetapkan adanya pemberian bunga. Bank menetapkan suku bunga atas pinjaman uang yang diberikannya. Suku bunga merupakan harga atas uang yang dipinjamkan dan disetujui bank kepada debitur. Namun, sering pula disebut sebagai balas jasa atas penggunaan uang bank oleh debitur. Sepanjang terhadap bunga kredit yang ditetapkan dalam perjanjian kredit dilakukan pembayarannya oleh debitur, akan merupakan salah satu sumber pendapatan yang utama bagi bank.

Kelima unsur yang terdapat dalam pengertian kredit sebagaimana yang disebutkan diatas harus dipenuhi bagi suatu pinjaman uang untuk dapat disebut sebagai kredit di bidang perbankan.Walaupun istilah kredit banyak pula digunakan untuk kegiatan perutangan lainnya di masyarakat, hendaknya untuk


(29)

istilah kredit dalam kegiatan perbankan selalu dikaitkan dengan pengertian yang ditetapkan oleh ketentuan Pasal 1 angka 11 UU Pokok Perbankan Indonesia No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992.

2. Perjanjian Kredit Bank a. Pengertian dan Istilah

Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana dua orang atau dua pihak saling berjanji untuk melakukan suatu hal atau suatu persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan menaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu. Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok (prinsipil) yang bersifat

riil. Sebagai perjanjian prinsipil, maka perjanjian jaminan adalah assessornya.

Ada dan berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian pokok. Arti

riil ialah bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh

bank kepada nasabah debitur. Perjanjian kredit sebagai salah satu jenis perjanjian, tunduk kepada ketentuan hukum perikatan dalam hukum positif di Indonesia. Pengaturan tentang perjanjian terdapat dalam ketentuan-ketentuan KUH Perdata, Buku Ketiga tentang Perikatan, dan ketentuan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sepanjang yang mengatur tentang larangan pencantuman klausul baku dalam perjanjian. Dilihat dari bentuknya, perjanjian

kredit perbankan pada umumnya menggunakan bentuk perjanjian baku (standard

contract). Berkaitan dengan itu, memang dalam praktiknya bentuk perjanjiannya telah disediakan oleh pihak bank sebagai kreditur sedangkan debitur hanya mempelajari dan memahaminya dengan baik. Perjanjian yang demikian itu biasa


(30)

tersebut pihak debitur hanya dalam posisi menerima atau menolak tanpa ada

kemungkinan untuk melakukan negosiasi atau tawar-menawar.11

Perjanjian pinjam-meminjam uang antara bank dengan debitur lazim disebut perjanjian kredit, surat perjanjian kredit, akad kredit, dan sebutan lain yang hampir sejenis. Perjanjian kredit yang dibuat secara sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku (antara lain memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata) merupakan undang-undang bagi bank dan debitur. Ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata menetapkan suatu perjanjian yang sah berlaku sebagai undang-undang bagi

pihak yang berjanji.12

Perjanjian kredit yang di dalam praktek sering disebut akad kredit, sebenarnya di dalam bidang hukum perdata disebut perjanjian pinjam-meminjam atau hutang piutang, yaitu suatu perjanjian yang satu pihak (kreditur) berjanji untuk menyediakan barang yang habis karena pemakaian, sedangkan pihak lain (debitur) berjanji untuk mengembalikan barang tersebut dengan barang lain dengan jenis, mutu, dan jumlah yang sama di lain waktu, baik disertai dengan

bunga atau tidak sesuai kesepakatan.13

b. Perjanjian Kredit Sebagai Hubungan Hukum

Di bidang dunia usaha atau perusahaan pasti terjadi hubungan hukum, artinya suatu hubungan subyek hukum, yang akibat dari hubungan hukum itu kebanyakan terjadi karena perjanjian. Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara 2 (dua) pihak atau lebih, dimana para pihak dengan sengaja mengikatkan

11

Hermansyah, S.H., M.Hum, Op.Cit,hal.67-68.

12

M. Bahsan S.H., S.E., Loc.Cit. hal.76.

13


(31)

diri atau saling mengikatkan diri, yang mana satu pihak mempunyai hak (kreditur), sedangkan pihak lain mempunyai kewajiban (Pasal 1313 KUH Perdata). Di dalam suatu perjanjian, masing-masing terdapat suatu kewajiban yang disebut prestasi, yang isinya:

a. Memberi sesuatu (misal: uang, barang, dan sebagainya)

b. Berbuat sesuatu (misal: membuat bangunan, mengirim barang, mengangkut

orang, dan sebagainya)

c. Tidak berbuat sesuatu (misal: tidak menutup jalan, dan lain-lain).

Dilihat dari jenisnya, maka ada beberapa jenis perjanjian, yaitu:

1. Perjanjian timbal balik, yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok

kepada kedua belah pihak. Contohnya: Perjanjian jual-beli, sewa-menyewa, hutang-piutang.

2. Perjanjian sepihak, yaitu perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah

satu pihak saja, contohnya: hibah.

3. Perjanjian pokok dan tambahan (principale dan accessoir), contohnya

perjanjian kredit (sebagai perjanjian pokok) dan perjanjian jaminan atau perjanjian hak tanggungan (sebagai perjanjian tambahan).

4. Perjanjian konsensuil dan perjanjian riil.

5. Perjanjian bersyarat dan ketentuan waktu.

6. Dilihat dari segi bentuknya: perjanjian tertulis (yang di Amerika disebut


(32)

Agar perjanjian mengikat para pihak, maka harus dibuat dengan sah.Syarat-syarat sahnya perjanjian ditentukan di dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu:14

a. Sepakat para pihak;

b. Cakapnya para pihak yang membuat perjanjian;

c. Obyek yang diperjanjikan harus tertentu;

d. Hal yang diperjanjikan adalah halal.

ad.a. Sepakat, artinya terjadi kesesuaian kehendak antara para pihak. Kesesuaian

kehendak ini terjadi pada saat melakukan negosiasi penawaran (offer) telah

diterima (acceptance). Kesepakatan dianggap tidak terjadi, meskipun terjadi

penandatanganan kontrak apabila terjadi paksaan, penipuan, ataupun kekhilafan dan kekeliruan. Jika kesepakatan ini tidak tercapai meskipun terjadi perjanjian, maka status perjanjian yang demikian adalah dapat dibatalkan, artinya pihak tertentu dapat mengajukan pembatalan. Jika pembatalan tidak dilakukan, maka perjanjian tersebut berjalan terus.

ad.b. Cakap, maksudnya bahwa para pihak yang membuat perjanjian apabila orang-perorangan sudah dewasa, sehat akal fikir, dan tidak di bawah perwalian atau pengampunan. Apabila yang melakukan perjanjian adalah suatu badan hukum atau organisasi, maka harus orang yang mempunyai kewenangan atau kompeten untuk melakukan hubungan hukum dengan pihak lain. Apabila syarat ini tidak terpenuhi, maka statusnya juga dapat dibatalkan.

14


(33)

ad.c. Obyek yang diperjanjikan adalah hal tertentu maksudnya isi perjanjian harus jelas spesifikasinya, sehingga obyeknya mudah diidentifikasi keberadaannya. Jika syarat ini tidak terpenuhi, maka status perjanjian adalah batal demi hukum, artinya dari semula perjanjian dianggap tidak ada, sehingga tidak dapat dilaksanakan, dan kalau terjadi ingkar janji, maka tidak dapat dituntut di pengadilan.

ad.d. Hal yang halal, artinya obyek yang diperjanjikan tidak dilarang oleh peraturan perundang-undangan dan tidak bertentangan dengan kepentingan umum dan kesusilaan. Jika hal ini tidak terpenuhi, maka statusnya juga batal demi hukum.

Undang-undang menentukan, bahwa perjanjian/persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang (mengikat) bagi mereka yang membuatnya. Artinya persetujuan tersebut tidak dapat ditarik kembali atau dibatalkan secara sepihak, kecuali ada kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu, dan persetujuan tersebut harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Berkaitan dengan pemberian kredit oleh bank kepada debitur tentu pula mengandung risiko usaha bagi bank. Risiko di sini adalah risiko kemungkinan ketidakmampuan dari debitur untuk membayar angsuran atau melunasi kreditnya disebabkan sesuatu hal tertentu yang tidak dikehendaki. Oleh karena itu, semakin lama jangka waktu atau tenggang waktu yang diberikan untuk pelunasan kredit, maka makin besar pula risiko bagi bank. Setiap perjanjian tertentu mengandung adanya prestasi dan kontraprestasi. Oleh karena itu, dalam perjanjian kredit sejak saat adanya kesepakatan atau persetujuan dari kedua belah pihak (bank dan nasabah debitur) telah menimbulkan hubungan hukum atau menimbulkan hak dan


(34)

kewajiban dari masing-masing pihak sesuai kesepakatan yang telah mereka sepakati. Bank sebagai kreditur berkewajiban untuk memberikan kredit sesuai jumlah yang disetujui, dan atas prestasinya itu bank berhak untuk memperoleh pelunasan kredit dan bunga dari debitur sebagai kontraprestasi.

Perjanjian kredit ditinjau dari KUH Perdata dapat dikategorikan sebagai perjanjian pinjam meminjam (Pasal 1754 sampai 1769 KUH Perdata). Namun, ada pula yang berpendapat bahwa perjanjian kredit merupakan perjanjian tidak bernama karena tidak ada kesamaan dengan jenis perjanjian dalam KUH Perdata. Alasan atas pendapat ini adalah sebagai berikut:

a. Perjanjian kredit bersifat konsensuil, yaitu perjanjian terjadi sejak adanya

kesepakatan, sedangkan perjanjian pinjam meminjam terjadi sejak penyerahan.

b. Dalam perjanjian kredit penggunaan harus sesuai dengan tujuan yang

disepakati, sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam yang obyeknya uang bebas dipergunakan uangnya.

c. Perjanjian kredit bisa dilakukan dengan penyerahan langsung, cek, maupun

pemindahbukuan, sedangkan pinjam meminjam adalah penyerahan langsung.

d. Dalam perjanjian kredit terdapat pengawasan kredit dimana hal ini tidak

terdapat dalam perjanjian pinjam meminjam.

Walaupun demikian beberapa sarjana tetap berpendapat bahwa bentuk perjanjian kredit adalah perjanjian dengan syarat khusus, hal ini dapat terlihat dari alasan yang dikemukakan:


(35)

a. Dalam KUH Perdata terdapat ketentuan pinjam meminjam barang yang dipergunakan pakai habis. Uang dapat dianalogikan sebagai barang pakai habis, dan diperbolehkan adanya tambahan bunga.

b. Uang dalam ilmu ekonomi moneter dapat diperjualbelikan dan dipinjamkan

dalam transaksi pasar uang.

c. Untuk mengisi kekosongan hukum, sehingga pasal-pasal yang terkait dengan

bunga dan syarat-syarat pengembalian masih bisa diperlakukan bagi pinjam meminjam uang dengan bank.

d. Masalah khusus dalam perjanjian kredit (seperti misalnya terkait dengan saat

terjadinya kesepakatan, tujuan dan lain-lain) bukan merupakan alasan yang kuat untuk tidak memberlakukan KUH Perdata. Sehingga dapat masuk sebagai perjanjian bersyarat.

e. Dalam Undang-Undang Perbankan Pasal 1 angka 11 dan 12 Undang-Undang

No. 10 tahun 1998, defenisi kredit adalah, “penyediaan uang atau tagihan yang

dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lainyang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”, merupakan pinjam meminjam.

Perjanjian kredit merupakan perjanjian pokok. Perjanjian kredit (akad kredit) dipersiapkan oleh notaris yang ditunjuk oleh bank atau dipilih/ditentukan oleh calon debitur (atas kesepakan bersama antara bank dan calon debiturnya). Bank akan

mengirim ahli hukumnya (lawyer atau legal officer) untuk mendampingi account


(36)

perjanjian kredit. Ketentuan-ketentuan tersebut diambil dari hasil analisa kredit yang dituangkan dalam Surat Persetujuan Kredit (SPK) termasuk revisi atau perubahan yang dipersyaratkan oleh komite kredit maupun direksi bank.

Secara umum, isi perjanjian kredit yang dibuat oleh Notaris berdasarkan

order Surat Persetujuan Kredit dari bank, sebagai berikut:15

1. Pihak pemberi kredit (bank);

2. Pihak penerima kredit (debitur);

3. Tujuan pemberian kredit, tergantung pada proyek atau bisnis debitur;

4. Besarnya nilai kredit yang diberikan;

5. Tingkat suku bunga kredit per tahun;

6. Biaya-biaya yang harus dibayar oleh debitur seperti: appraisal fee,

commitment fee, supervision fee, profisi kredit, biaya administrasi, biaya akta notaris dan lain-lain;

7. Jangka waktu pemberian kredit dan jatuh tempo fasilitas kredit;

8. Jadwal pembayaran angsuran pokok kredit dan bunga yang dikenakan dan

dinyatakan secara terperinci dalam bentuk lampiran jadwal angsuran kredit secara bulanan;

9. Jaminan yang diberikan oleh debitur atas fasilitas kredit, meliputi jenis

jaminan, pemiliknya, jumlah dan nilainya serta cara pengikatannya secara hukum yang dirinci dalam perjanjian kredit dan dituangkan dalam bentuk perjanjian jaminan kredit yang dibuat terpisah dari perjanjian pokoknya (hutang-piutang/pinjam-meminjam);

15

Hasanuddin Rahman, S.H., Aspek-aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal. 159-161.


(37)

10.Syarat-syarat yang harus dipenuhi debitur sebelum kredit dicairkan;

11.Kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi debitur selama kredit tersebut

berlangsung (belum lunas);

12.Menyampaikan laporan produksi, laporan penjualan laporan keuangan

(neraca, laba-rugi, dan arus kas), laporan hutang piutang debitur;

13.Kewajiban mengasuransikan seluruh aktiva (kekayaan yang telah dibiayai

oleh bank berikut asuransi atas jaminan fasilitas kredit);

14.Hak-hak yang dimiliki oleh bank sebelum kredit tersebut lunas, antara lain

memeriksa sewaktu-waktu fisik keadaan proyek yang dibiayai oleh bank, memeriksa pembukuan dan laporan keuangan debitur.

3. Landasan Hukum

Dasar-dasar hukum perjanjian kredit bank sebagai berikut:16

1. Perjanjian di antara para pihak;

2. Undang-Undang tentang Perbankan;

3. Peraturan pelaksanaan dari undang-undang;

4. Yurisprudensi;

5. Kebiasaan perbankan;

6. Peraturan perundang-undangan terkait lainnya.

1. Perjanjian di antara para pihak

Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya. Maka dengan ketentuan pasal itu berlaku

16

Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1996, hal. 9.


(38)

sah setiap perjanjian yang dibuat secara sah bahkan kekuatannya sama dengan kekuatan undang-undang. Demikian pula dalam bidang perkreditan, khususnya kredit bank yang diawali oleh satu perjanjian yang sering disebut dengan perjanjian kredit dan umumnya dilakukan dalam bentuk tertulis.

2. Undang-undang sebagai dasar hukum

Di Indonesia undang-undang yang khusus mengatur tentang Perbankan adalah Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

3. Peraturan pelaksanaan sebagai dasar hukum

Peraturan perundang-undangan seperti ini cukup banyak. Hal ini diakibatkan oleh karena suatu karakter yuridis dari bisnis perbankan yakni bidang bisnis yang sarat dengan pengaturan dan

petunjuk pelaksanaan (heavy regulated bussiness). Di antara

peraturan perundangan yang levelnya di bawah undang-undang yang mengatur juga tentang perkreditan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Peraturan Pemerintah;

b. Peraturan perundang-undangan oleh Menteri Keuangan;

c. Peraturan Perundang-undangan oleh Bank Indonesia;

d. Peraturan perundang-undangan lainnya.


(39)

Di samping peraturan perundang-undangan yang telah disepakati sebagai dasar hukum untuk kegiatan perkreditan yurisprudensi dapat juga menjadi dasar hukum.

5. Kebiasaan perbankan sebagai dasar hukum

Dalam Ilmu Hukum diajarkan bahwa kebiasaan dapat juga menjadi suatu sumber hukum. Demikian juga dalam bidang perkreditan, kebiasaan dan praktik perbankan dapat juga menjadi suatu dasar hukumnya. Memang banyak hal yang telah lazim dilaksanakan dalam praktek tetapi belum mendapat pengaturan dalam peraturan perundang-undangan. Hal seperti ini tentu sah-sah saja untuk dilakukan oleh perbankan, asal saja tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Indonesia No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992, bank bahkan dapat melakukan kegiatan lain dari yang telah diperincikan oleh Pasal 6 nya, jika hal tersebut merupakan kelaziman dalam dunia perbankan (vide Pasal 6 huruf n).

6. Peraturan terkait lainnya sebagai dasar hukum

Dalam pemberian kredit bank seringkali terkait dengan beberapa peraturan perundang-undangan, sebagai contoh karena kredit pada hakikatnya merupakan suatu wujud perjanjian, maka akan terkait buku ketiga KUH Perdata tentang Perikatan. Demikian halnya dengan ketentuan mengenai hipotik atau hak tanggungan yang


(40)

diatur dalam UU Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960, HIR tentang eksekusi hipotik, KUH Acara Perdata dan lain-lain.UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.

Dalam Undang-Undang Perbankan tidak dicantumkan secara tegas apa dasar hukum perjanjian kredit. Namun demikian dari pengertian kredit, dapat disimpulkan bahwa dasar hukum perjanjian kredit adalah pinjam meminjam yang didasarkan kepada kesepakatan antara bank dengan nasabah (kreditur dengan debitur).

Masalah pinjam-meminjam sendiri diatur dalam Buku III Bab ke tiga belas KUH Perdata. Dalam Pasal 1754 KUH Perdata disebutkan, bahwa pinjam meminjam ialah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula. Selanjutnya dalam Pasal 1765 KUH Perdata disebutkan, bahwa diperbolehkan memperjanjikan, bunga atas peminjaman uang atau barang lain yang menghabis karena pemakaian. Dari pengertian ini, terlihat bahwa unsur pinjam-meminjam adalah:

a. Adanya persetujuan antara peminjam dengan yang memberi pinjaman.

b. Adanya suatu jumlah barang tertentu habis karena memberi pinjaman.

c. Pihak yang menerima pinjaman akan mengganti barang yang sama.

d. Peminjam wajib membayar bunga bila diperjanjikan.17

Mariam Darus Badrulzaman mengatakan bahwa landasan perkreditan yang tercantum dalam Undang-Undang No.14 Tahun 1967. Undang-Undang

17

Sentosa Sembiring, S.H., M.H., Hukum Perbankan, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 2000,hal. 67.


(41)

Pokok Perbankan terdiri dari landasan idiil, landasan konstitusional, dan landasan politis. Landasan idiil menurutnya adalah pembinaan sistem ekonomi terpimpin yang berdasarkan pada Pancasila yang menjamin berlangsungnya Demokrasi Ekonomi dan bertujuan menciptakan masyarakat adil dan dan makmur yang diridhai oleh Tuhan Yang Maha Esa seperti yang tercantum dalam Pasal 5 Ketetapan MPRS Nomor XXIII/MPRS/1966. Sedangkan landasan konstitusional Undang-Undang Perbankan Tahun 1967 ialah Pasal 33 UUD RI Tahun 1945 yang menurutnya mengandung ajaran Demokrasi Ekonomi. Landasan konstitusional tersebut di atas dijabarkan dalam TAP MPRS RI Nomor XXIII/MPRS/1966 Pasal 6 tentang Pembaharuan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan, jo. Bab III B Pasal 14 ayat a TAP MPR RI Nomor IV/MPR/1978 yang di dalamnya diuraikan tentang ciri-ciri positif Demokrasi Ekonomi. UU Perbankan 1967 merupakan landasan politis yang seterusnya dituangkan dalam TAP MPR No.IV/MPR/1973 dan TAP MPR RI No.IV/MPR/1978 tentang GBHN, dan dilanjutkan pula dalam TAP-TAP MPR berikutnya. Selanjutnya Mariam Darus Badrulzaman, menganalisis landasan hukum perkreditan berdasar UU Pokok Perbankan 1967 dihubungkan dengan perjanjian pinjam mengganti yang tercantum dalam Pasal 1754 KUH Perdata. Dengan landasan yuridis yang telah dipaparkan, beliau menyimpulkan bahwa perkreditan seperti yang tercantum dalam UU Pokok Perbankan 1967 bukan ketentuan-ketentuan perjanjian pinjam mengganti menurut KUH Perdata. Sampai saat ini pengaturan perjanjian kredit di dalam pengaturan hukum masih bersifat sporadis. Inventarisasi aturan perjanjian kredit yang dilakukan Mariam Darus Badrulzaman, yaitu:


(42)

a. KUH Perdata Bab XIII, mengenai perjanjian pinjam meminjam uang.

b. UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 (UU Perbankan):

1) Pasal 1 ayat (12) tentang Perjanjian Kredit.

2) Perjanjian anjak piutang, yaitu perjanjian pembiayaan dalam bentuk

pembelian atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan-tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri.

3) Perjanjian kartu kredit, yaitu perjanjian dagang dengan mempergunakan

kartu kredit yang kemudian diperhitungkan untuk melakukan pembayaran melalui penerbit kartu kredit.

4) Perjanjian sewa guna usaha, yaitu perjanjian sewa menyewa barang yang

berakhir dengan opsi untuk meneruskan perjanjian itu atau melakukan jual beli.

c. Perjanjian sewa beli, yaitu perjanjian yang pembayarannya dilakukan secara

angsuran dan hak milik atas barang itu beralih kepada pembeli setelah

angsurannya lunas dibayar (Keputusan Menteri Perdagangan No.

34/KP/II/80).

Indonesia yang menganut sistem Hukum Eropa Kontinental, kedudukan undang-undang sebagai sumber hukum sangat penting. Oleh karena itu berbicara tentang landasan hukum perkreditan, maka kita harus mengurutnya kepada sumber undang-undang yang tertinggi yaitu Pancasila dan Undang-Undang


(43)

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, TAP MPR, Undang-undang,

dan peraturan pelaksana lainnya.18

B. Sifat Perjanjian Kredit Bank

Jika menelaah bentuk-bentuk perjanjian baik dalam KUHD maupun dalam KUH Perdata, maka tidak dapat ditemukan jenis perjanjian kredit bank beserta pasal-pasal yang mengatur bentuk hubungan hukum perjanjian atau Lembaga Perjanjian Kredit Bank. Oleh karena itu para pakar mengemukakan pendapatnya mengenai sifat hukum, atau struktur hukum Perjanjian Kredit Bank.

Marhaenis Abdul Hay dalam bukunya Hukum Perdata, berpendapat bahwa perjanjian kredit mendekati pada pengertian perjanjian pinjam mengganti yang diatur dalam KUH Perdata.Menurutnya bahwa perjanjian kredit identik

dengan perjanjian pinjam mengganti dalam Bab XIII KUH Perdata.19

Pendapat para pakar lain mengenai hal ini, yaitu: 1. Pendapat Winedsheid

Menurutnya perjanjian kredit adalah perjanjian dengan syarat tangguh (condition prestart), yang pemenuhannya bergantung pada peminjam yakni kalau penerima kredit menerima dan mengambil pinjaman itu, hal itu seperti yang diatur dalam Pasal 1253 KUH Perdata.

2. Goudekte

Perjanjian kredit yang di dalamnya terdapat perjanjian pinjam uang

adalah perjanjian yang bersifat konsensual (pactum decontranendo)

18

Dr. Neni Sri Imaniyati,S.H.,M.H., Op.Cit, hal. 139-141.

19

Sutan Remy Syahdaeni, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1999, hal.155.


(44)

dan obligator. Perjanjian ini mempunyai kekuatan mengikat sesuai dengan Pasal 1338 KUH Perdata.

3. Loseccat Vermeer

Mengatakan bahwa pertama-tama pihak membuka perjanjian di mana pihak yang meminjamkan berkewajiban untuk menyerahkan uang dan pihak peminjam berkewajiban untuk menerima uang. Pada saat itu diserahkan maka perjanjian itu “beralih” dan perjanjian untuk meminjamkan uang menjadi perjanjian uang.

4. Asser Kleyn

Perjanjian pinjam uang selalu didahului oleh perjanjian pendahuluan (voorovereen-komst), misalnya perjanjian kredit. Perjanjian kredit adalah perjanjian pendahuluan dari perjanjian pinjam uang.

Dari beberapa pendapat para pakar tersebut, Mariam Darus Badrulzaman

mengelompokkan menjadi dua kelompok:

1. Ajaran yang mengemukakan bahwa perjanjian kredit dan perjanjian pinjam

uang itu merupakan “satu” perjanjian, sifatnya konsensual.

2. Ajaran yang mengemukakan bahwa perjanjian kredit dan perjanjian pinjam

uang merupakan “dua” buah perjanjian yang masing-masing bersifat

konsensual dan riil.

Selanjutnya Mariam Darus Badrulzaman mengemukakan pemikirannya,


(45)

(voorovereenkomst) dari perjanjian penyerahan uang.Perjanjian pendahuluan ini

merupakan hasil permufakatan antara pemberi dan penerima kredit.20

Munir Fuady mengemukakan bahwa sifat perjanjian kredit bukanlah perjanjian pinjam pakai habis yang tunduk pada Pasal 1754 KUH Perdata melainkan merupakan kelompok perjanjian umum (tidak bernama) yang tuduk pada ketentuan-ketentuan umum tentang perjanjian ditambah dengan ketentuan dalam pasal-pasal kontrak dan kebiasaan dalam praktik yurisprudensi.

Herlina mengemukakan bahwa perjanjian kredit merupakan perjanjian

konsensual, sedangkan pengakuan utang merupakan perjanjian riil.21

Dapat dikemukakan bahwa perjanjian kredit bank merupakan perjanjian pendahuluan dari perjanjian peminjaman uang yang mempunyai sifat konsensual. Sifat perjanjian konsensual ini menimbulkan konsekuensi hubungan hukum antara bank dengan nasabah debitur dan apabila terjadi sengketa antar bank dengan nasabah, dapat dijadikan dasar lembaga hukum apa yang akan dipakai sebagai

dasar untuk menyelesaikannya.22

Sifat Kredit Dikaitkan dengan Cara Penarikan Kredit

Terdapat berbagai macam sifat kredit yang biasanya dikaitkan dengan cara penarikan kredit. Secara garis besar terdapat dua cara penarikan, yaitu secara aflopend dan dengan cara revolving. Akan tetapi, dalam perkembangannya pola tersebut menjadi berbagai variasi, misalnya penarikannya secara transaksional, revolving per bacht, revolving plafond, dan lain-lain. Sedangkan jenis kredit

20

Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit,hal. 30-35.

21

Munir Fuady, Op.Cit. hal. 40.

22


(46)

biasanya dikaitkan dengan tujuan penggunaan kredit. Secara garis besar, penggunaan fasilitas kredit untuk modal kerja (kredit modal kerja) dan untuk investasi (kredit investasi) serta kredit untuk pembelian barang-barang konsumtif dan atau kegiatan seremonial yang dikenal dengan kredit konsumtif. Di samping

itu, terdapat pembagian jenis kredit lainnya, seperti cash loan dan non cash loan.

Kredit modal kerja dapat juga digunakan untuk fasilitas pembiayaan modal kerja untuk barang yang akan diekspor dan pembelian barang-barang untuk persediaan,

yang mungkin barang tersebut dibeli dari luar negeri (impor).23

C. Ketentuan dan Persyaratan Umum Kredit

Mengenai ketentuan dan persyaratan umum dalam pemberian kredit oleh

perbankan terdiri dari 9 (sembilan) persyaratan sebagai berikut:24

1. Mempunyai feasibility study, yang dalam penyusunannya melibatkan

konsultan yang terkait.

2. Mempunyai dokumen administrasi dan izin-izin usaha, misalnya akta

perusahaan, NPWP, SIUP, dan lain-lain.

3. Maksimum jangka waktu kredit adalah 15 tahun dan masa tenggang

waktu (grace period) maksimum 4 tahun.

4. Agunan utama adalah usaha yang dibiayai. Debitur menyerahkan

agunan tambahan jika menurut penilaian bank diperlukan. Dalam hal

ini akan melibatkan pejabat penilai (appraiser) independen untuk

menentukan nilai agunan.

23

Try Widiono, S.H., M.H., Sp.N.,Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankandi Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor, 2006, hal. 264.

24


(47)

5. Maksimum pembiayaan bank adalah 65% (enam puluh lima persen) dan self financing adalah sebesar 35% (tiga puluh lima persen).

6. Penarikan atau pencairan kredit biasanya didasarkan atas dasar prestasi

proyek. Dalam hal ini biasanya melibatkan konsultan pengawas independen untuk menentukan progres proyek.

7. Pencairan biasanya dipindahbukukan ke rekening giro.

8. Rencana angsuran ditetapkan atas dasar cash flow yang disusun

berdasarkan analisis dalam feasibility study.

9. Pelunasan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan.

Di dalam Penjelasan Pasal 8 ayat (2) UU Perbankan dijelaskan, bahwa UU Perbankan memberikan ketentuan-ketentuan pokok terhadap bank yang memberikan kredit kepada para nasabahnya. Ketentuan-ketentuan pokok ini merupakan pedoman perkreditan yang wajib dimiliki dan diterapkan oleh bank dalam pemberian kredit, yaitu:25

1. Pemberian kredit dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis.

2. Bank harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan

nasabah debitur yang antara lain diperoleh dari penilaian seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha nasabah debitur.

3. Kewajiban bank untuk menyusun dan menerapkan prosedur pemberian

kredit.

25

Penjelasan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Pokok Perbankan Indonesia No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992


(48)

4. Kewajiban bank untuk memberikan informasi yang jelas mengenai prosedur dan persyaratan kredit.

5. Larangan bank untuk memberikan kredit dengan persyaratan yang

berbeda kepada nasabah debitur dan atau pihak-pihak terafiliasi.

6. Penyelesaian sengketa.

Pada prinsipnya, ketentuan-ketentuan pokok tersebut tidak hanya memberikan pedoman atau landasan bagi bank sebagai kreditur untuk menerapkan prinsip kehati-hatian, melainkan juga dapat digunakan sebagai pegangan bagi para nasabah debitur dalam memperoleh fasilitas kredit dari bank.

D. Prinsip-prinsip Pemberian Kredit Bank

Pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya menurut UU Pokok Perbankan Indonesia Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 dan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, berawal dari pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berasaskan kekeluargaan harus lebih memperhatikan keserasian, keselarasan dan keseimbangan.Unsur-unsur pemerataan pembangunan ke arah peningkatan taraf hidup. Secara tanggap perbankan dituntut untuk menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya kepada masyarakat. Atas hal-hal tersebut diatas, maka di dalam memberikan kredit, bank dituntut dan wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan

yang diperjanjikan (Pasal 8 UU Perbankan 1992).26

Dalam menjalankan penyaluran dana maupun dalam kegiatan usaha lainnya maka bank harus bertindak dengan prinsip kehati-hatian. Sebagaimana

26


(49)

diwajibkan dalam ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Pasal 11 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, memuat ketentuan bahwa Bank Indonesia sebagai Bank Sentral dapat menetapkan

peraturan Batasan Maksimum Pemberian Kredit/BPMK (legal lending limit),

yang dapat dilakukan oleh bank. Pelaksanaan ketentuan pembatasan kredit ini wajib dilaporkan sesuai dengan ketentuan dari Bank Indonesia. Mengingat pelaksanaan pembatasan ini pun tidaklah dapat dilakukan segera setelah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan tersebut berlaku, karenanya ada ketentuan peralihan, bahwa pelaksanaannya dapat dilakukan secara bertahap selama lima tahun (Pasal 56 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan). Kebijakan ini bertujuan agar tidak menimbulkan kesulitan yang berat bagi perbankan dalam memenuhi ketentuan dimaksud, mengingat pada saat itu masih banyak bank yang memberikan kredit melebihi ketentuan batas maksimum yang sesuai dengan ketentuan yang diminta oleh Pasal 11 tersebut. Pengertian BMPK, yaitu suatu persentase perbandingan batas maksimum penyediaan dana yang diperkenankan terhadap modal bank. Dalam kerangka penyediaan dana ini maka ada beberapa yang dikecualikan diantaranya yaitu: penanaman dana pada SBI dan surat hutang yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia; bagian penyediaan dana uang dijamin dengan agunan tunai berupa giro, deposito, tabungan, setoran jaminan yang diblokir disertai dengan surat kuasa pencairan; penempatan sepanjang program penjaminan pemerintah masih berlaku dan bank tersebut memenuhi persyaratan program penjaminan.


(50)

Menurut Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/177/KEP/DIRtentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, tanggal 31 Desember 1998, maka BMPK dikelompokkan sebagai berikut:

a. BMPK untuk pihak tidak terkait ditetapkan setinggi-tingginya 30% (tiga puluh

persen) dari modal bank tersebut berlaku sampai dengan akhir tahun 2001 dan terus dikurangi setiap tahun 5% (lima persen) dan pada awal tahun 2003 harus tinggal 20% (dua puluh persen) dari modal bank.

b. BMPK untuk pihak terkait ditetapkan setinggi-tingginya sebesar 10% (sepuluh

persen) dari modal.

Ketentuan BMPK tersebut di atas, pelanggarannya dapat dikenakan sanksi denda serta berakibat kepada penilaian kesehatan bank yang bersangkutan. Dalam penilaian kesehatan bank sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/11/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan, ditentukan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan BMPK dihitung berdasarkan jumlah kumulatif pelanggaran BMPK kepada debitur individual, debitur kelompok dan pihak terkait dengan bank, terhadap modal bank yang bersangkutan.

Selain pembatasan tersebut di atas, bank dalam pemberian kredit juga diatur mengenai administrasinya, misalnya bahwa:

a. Bank tidak diperkenankan mempertimbangkan permohonan kredit yang tidak

memenuhi persyaratan kewajiban penyampaian NPWP dan Laporan Keuangan sebagaiman ditetapkan dalam Surat Keputusan Direksi Bank


(51)

Indonesia Nomor 27/121/KEP/DIR tanggal 25 Januari 1995 tentang Penyampaian NPWP dan Laporan Keuangan Dalam Permohonan Kredit;

b. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit untuk pembelian saham dan

modal kerja dalam rangka kegiatan jual beli saham sebagaimana ditetapkan dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 23/70/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Pembatasan Pemberian Kredit untuk Pembelian Saham dan Pemilikan Saham Oleh Bank;

c. Bank perlu membatasi pemberian untuk pengadaan dan atau pengolahan tanah

sebagaimana ditetapkan dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/46/KEP/DIR tanggal 7 Juli 1997 tentang Pembatasan Pemberian Kredit Untuk Pembiayaan Pengadaan dan Atau Pengolahan Tanah;

d. dan pembatasan lainnya.

Pembatasan seperti tersebut di atas merupakan upaya dalam rangka sikap berhati-hati dan penuh perhitungan yang matang dalam melakukan kegiatan perkreditan. Hal tersebut diperlukan karena pemberian kredit mengandung risiko, dengan demikian dunia perbankan terhindarkan dari laju pertumbuhan pinjaman perbankan yang berlebihan sehingga terjaga kestabilan moneter dan kesehatan

perbankan itu sendiri.27

Pada dasarnya pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur berpedoman kepada 2 prinsip, yaitu:

a. Prinsip Kepercayaan

27

Drs. Muhamad Djumhana,S.H. Hukum Perbankan di Indonesia, Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal.421-423.


(52)

Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur selalu didasarkan kepada kepercayaan. Bank mempunyai kepercayaan bahwa kredit yang diberikannya bermanfaat bagi nasabah debitur sesuai dengan peruntukkannya, dan terutama sekali bank percaya nasabah debitur yang bersangkutan mampu melunasi utang kredit beserta bunga dalam jangka waktu yang telah ditentukan.

b. Prinsip kehati-hatian (prudential principle)

Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya, termasuk pemberian kredit kepada nasabah kreditur harus selalu berpedoman dan menerapkan prinsip kehati-hatian. Prinsip ini antara lain diwujudkan dalam bentuk penerapan secara konsisten berdasarkan itikad baik terhadap semua persyaratan dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemberian kredit oleh

bank yang bersangkutan.28

28

Hermansyah, S.H., M.Hum. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Penerbit Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hal.65-66.


(53)

BAB III

HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT

A. Pengertian Hak Tanggungan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tanggungan diartikan sebagai barang yang dijadikan jaminan. Sedangkan jaminan itu sendiri artinya tanggungan atas pinjaman yang diterima. Sementara dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, yang dimaksud dengan hak tanggungan adalah :

“Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya.”

Prof. Budi Harsono mengartikan hak tanggungan adalah :

“Penguasaan hak atas tanah, berisi kewenangan bagi kreditur untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dijadikan agunan. Tetapi bukan untuk dikuasai secara fisik dan digunakan, melainkan untuk menjualnya jika debitur cedera janji dan mengambil dari hasilnya seluruhnya atau

sebagian sebagai pembayaran lunas hutang debitur kepadanya” (Budi


(1)

masukan-masukan kepada pihak debitur berkaitan dengan perubahan status yang diberikan oleh bank, hal ini dilakukan oleh Bank Danamon Simpan Pinjam guna menghindari kredit yang ada menjadi bermasalah yang akhirnya berpengaruh terhadap kondisi kesehatan bank sendiri. B. Saran

1. Dalam menerapkan prinsip kehati-hatian ini, ada baiknya pihak bank sebagai kreditur memperhatikan hal-hal penting yang berkaitan dengan pemberian kredit kepada debitur. Agar tidak terjadi risiko yang terlalu berdampak luas atau sistemik, maupun menimbulkan masalah hukum dikemudian hari baik terhadap bank selaku kreditur maupun nasabah debitur. Hal-hal tersebut, meliputi:

a) Deviasi, yaitu seluruh jenis deviasi kredit yang ada harus dicantumkan dalam 1 form, sehingga dapat diketahui seluruh risiko yang dimiliki oleh calon debitur/debitur yang akan dibiayai.

b) Tujuan Permohonan Kredit, harus jelas data, informasi atau dokumen pendukung atas tujuan permohonan kredit yang diajukan oleh debitur. c) Lama Usaha, hal ini sangat menentukan kemampuan calon debitur

dalam mengelola usaha dan mengetahui risiko usaha serta mitigasinya. Waspadai calon debitur yang sering berganti usaha atau pindah lokasi usaha.

d) Verifikasi Debitur, memastikan bahwa debitur mengajukan permohonan fasilitas kredit sesuai dengan tujuan penggunaan fasilitas.


(2)

e) Verifikasi Usaha, memastikan bahwa debitur adalah pemilik dan pengelola usaha yang akan dibiayai, aktivitas, lama usaha dan kemampuan mengelola usaha.

f) Internal dan Eksternal Checking, Internal checking dilakukan oleh bank kreditur yang bersangkutan sendiri, sedangkan Eksternal checking merupakan pengecekan melalui Bank Indonesia terhadap debitur atau calon debitur.

g) Kemampuan membayar, yang dinilai oleh pihak bank selaku kreditur saat menilai debitur.

h) Pengeluaran Rumah Tangga, berapa besarnya biaya pengeluaran rumah tangga dan pribadi debitur.

i) Jaminan, ada baiknya kreditur menetapkan kriteria jaminan untuk menjamin nilai yang akan diperoleh dari jaminan tersebut sesuai dengan hutang debitur.

2. Setiap bank memang memiliki kebijakan dan dasar-dasar tersendiri dalam memberikan kredit namun hal yang harus diperhatikan adalah dasar-dasar yang diterapkan oleh bank itu sendiri tidak boleh bertentangan dengan kebijakan perkreditan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia dan sesuai dengan Undang-Undang Perbankan, sehingga jelas operasional perkreditan yang dijalankan oleh setiap bank umum dapat juga diterima dengan mudah oleh masyarakat yang membutuhkan fasilitas kredit karena mempunyai dasar hukum yang jelas.


(3)

3. Untuk meminimalisir adanya hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pemenuhan aspek hukum perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan, bank selaku penyedia fasilitas kredit harus meningkatkan penilaian calon debitur dalam segala aspek oleh credit officer sebelum memberi fasilitas kredit. Terutama dalam hal pemenuhan syarat-syarat perjanjian kredit untuk mengurangi serta resiko terjadinya masalah dalam pelaksanaan kredit.

4. Sebaiknya permasalahan yang timbul dalam perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan diselesaikan dengan mempertimbangkan kepentingan kedua belah pihak, sehingga saling menguntungkan dan tidak ada pihak yang diberatkan dan juga menghindari adanya kerugian yang semakin bertambah dengan melihat peluang-peluang untuk melakukan peninjauan ulang perjanjian kredit kemudian menghindari penyelesaian masalah melalui jalur litigasi yang biasanya membuat masalah semakin panjang dan memberatkan kedua belah pihak.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku:

Badrulzaman, Mariam Darus. Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994. Bahsan, M. Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta, 2007.

Black, Champbell Harry. Black’s Law Dictionary, St. Paul Minn, West Publishing Co, 1979.

Dendawijaya, Lukman. Manajemen Perbankan, Ghalia Indonesia, Bandung, 2001.

Djumhana, Muhamad. Hukum Perbankan di Indonesia, Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.

Fuady, Munir. Hukum Perkreditan Kontemporer, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1996.

Harahap, M.Yahya. Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986.

Hasan, Djuhaendah, Aspek Hukum Jaminan Kebendaan Dan Perorangan, Makalah disampaikan dalam Seminar Sosialisasi UU No. 42/1999 tentang Jaminan Fidusia, di Jakarta tanggal 9-10 Mei 2000.

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta: Kencana, 2011). HS, Salim. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT RajaGrafindo

Persada, Jakarta, 2004.

Imaniyati, Neni Sri. Pengantar Hukum Perbankan Indonesia,Refika Aditama, Bandung, Juni 2010.

Kushadi, Patrik Purwahiddan. Hukum Jaminan, Edisi Revisi Pusat Studi Hukum Perdata dan Pembangunan, Fakultas Hukum Undip, Semarang 1985. Muljadi, Kartini & Widjaja, Gunawan. Seri Hukum Harta Kekayaan: Hak


(5)

Parlindungan, A.P. Dalam Makalah Elys Diana Sembiring, “Komentar Undang -Undang Hak Tanggungan dan Sejarah Berlakunya”, (Bandung; CV. Mandar Maju, 1996.

Purnamasari, Irma Devita. Kiat-Kiat Cerdas Mudah, dan, Bijak Memahami Masalah Hukum Jaminan Perbankan, Penerbit Kaifa, Bandung, 2011. Rahman, Hasanuddin. Aspek-aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di

Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995.

Riarahma, Kiki. Fungsi dan Kedudukan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Dalam Perjanjian Kredit (Studi Penelitian di PT Bank Bukopin Cabang Medan), Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, 2007, Abstraksi.

Sembiring, Sentosa. Hukum Perbankan, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 2000. Siswanto, Sutojo. Menangani Kredit Bermasalah: Konsep, Teknik, dan Kasus,

Jakarta:PT.Pustaka Binaman Pressindo, 1997.

Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen. Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta, 1980. Subekti, R. Jaminan-jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum

Indonesia, PT. Citra Adityabakti, Bandung, 1991

Sutarno. Aspek-aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Alfabeta, Jakarta, 2003. Suyatno, Thomas. Dasar-dasar Perkreditan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,

1995.

Syahdaeni, Sutan Remi. Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1999.

Usman, Rachmadi. Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001.

Widiono, Try. Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor, 2006.

Widyadharma, Ridwan Ignatius. Hukum Sekitar Perjanjian Kredit (Jakarta: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1997).


(6)

Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

KUH Perdata KUH Dagang

Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.

Media Internet:

Buchori, Yusuf. Pengadilan Agama dalam Eksekusi Grosse Akta, Pengadilan Agama Kendal.