Stressor keluarga selama anak dirawat inap

5.2.6. Kurangnya komunikasi antar keluarga

Dari aspek kurangnya komunikasi antar keluarga mayoritas responden 69,4 menyatakan stres disebabkan tidak ada teman bertukar fikiran. Table 5.2.6 Distribusi frekuensi dan persentase stressor keluarga dilihat dari spek kurangnya komunikasi antara keluarga selama anak dirawat inap dirumah sakit n= 49 No Kurangnya komunikasi antar keluarga Ya Tidak f f 1 Tidak ada teman bertukar fikiran 3469,4 1530,6 2 Kesibukan atau pekerjaan membuat saya jarang berkomunikasi secara terbuka kepada keluarga dengan baik 2142,9 2857,1 3 Selalu berbeda pendapat selama anak dirawat 2346,9 2653,1 4 Keluarga sibuk dengan urusannya masing-masing sehingga tidak ada waktu untuk berdiskusi mengenai masalah penyakit anak 2142,9 2857,1 5 Keluarga tidak mau mendengarkan apa yang menjadi keputusan saya 2755,1 2244,9

5.3. Pembahasan

Pembahasan hasil penelitian disajikan dengan mengacu pada tujuan penelitian yaitu untuk mengidentifikasi stressor keluarga selama anak dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidempuan.

5.3.1. Stressor keluarga selama anak dirawat inap

Hasil penelitian menunjukkan bahwa diagnosis penyakit merupakan salah satu stressor keluarga. Dari aspek diagnosis penyakit yang menjadi stressor pada keluarga disebabkan oleh keluarga tidak mengetahui akibat yang ditimbulkan oleh penyakit anak 71,4. Hal ini disebabkan oleh kurangnya penjelasan dari perawat atau dokter tentang penyakit anak. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Canam 1993 yang mengatakan ketika orang tua mendapat informasi Universitas Sumatera Utara mengenai diagnosis penyakit anak, orang tua akan semakin cemas dan takut yang dapat memicu terjadinya stres. Begitu juga dengan penelitian Tiedemaru 1997 menunjukkan hahwa pada saat mendengarkan keputusan dokter tentang diagnosis penyakit anaknya merupakan kejadian yang sangat membuat stres keluarga. Tindakan pengobatan atau perawatan juga dapat menyebabkan stres pada keluarga. Dari aspek tindakan pengobatan atau perawatan yang menjadi stressor keluarga yaitu melihat anak mendapat pengobatan seperti pengambilan darah, dan pemasangan infuse 93,9. Pada saat pengambilan darah dan pemasangan infuse, perawat kurang berkomunikasi dengan keluarga pasien sehingga menyebabkan keluarga menjadi stres melihat tindakan pengobatan yang dilakukan pada anaknya. Hasil penelitian ini sesuai denga apa yang dikemukakan oleh Spring, 2004, misalnya pada saat pemberian infus, seorang perawat gagal menginfus di tangan anak lalu mencoba di kaki yang dilakukan perawat lain lagi lalu kembali ke tangan. Hal ini membuat keluarga stres karena tidak mengetahui apa yang sebanrnya yang sedang dilakukan pada anak. Ketidaktahuan merawat penyakit anak juga merupakan stressor keluarga selama anak dirawat inap. Dari aspek ketidaktahuan merawat penyakit anak yang menjadi stressor keluarga yaitu keluarga tidak mampu merawat anak tanpa bantuan perawat 85,7. Keluarga tampak stres dalam merawat anaknya jika tidak di damping perawat. Hasil penelitian ini sama dengan apa yang dikemukakan oleh Karen 2004 menyatakan bahwa orang tua yang tidak tahu cara merawat penyakit anak lebih mudah stres karena bila terjadi sesuatu perubahan pada anak misalnya anak gelisah dan demam, keluarga yang tidak tahu merawat cenderung panik dan langsung memanggil petugas kesehatan untuk Universitas Sumatera Utara melihat kondisi anak tanpa melakukan apapun kepada anak dan kondisi anak setelah dilakukan tindakan pengobatan atau perawatan. Kurangnya support sistem juga merupakan stressor keluarga selama anak dirawat inap. Dari aspek kurangnya support system yang menjadi stressor keluarga yaitu keluarga tidak tahu apa yang menjadi kebutuhan anak selama dirumah sakit 73,5. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Wong, 2004, apabila salah satu anggota keluarga sakit maka anggota keluargakerabat harus memberikan harapan dan support dengan cara keluarga berkunjung, dan menggantikan jaga. Oleh karena itu perlu dilakukan pendekatan spiritual kepada keluarga untuk mengurangi stres Wong dan Whalley, 1997. Maka dari itu prawat perlu memberitahu informasi kepada keluarga tentang penyakit dan kondisi anak. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Sacharin, 1996 yang mengatakan bahwa support yang dapat dilakukan seorang perawat adalah dengan memberi informasi yang akurat tentang penyakit anak dan dengan tidak membatasi waktu kunjungan keluarga untuk meningkatkan kualitas perawatan kesehatan anak. Ketidakmampuan menggunakan mekanisme koping juga merupakan stressor keluarga selama anak dirawat inap. Dari aspek ketidakmampuan menggunakan mekanisme koping yang menjadi stressor keluarga yaitu keluarga belum dapat menerima penyakit yang dialami anak walaupun anak sudah mendapat perawatan 75,5. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Beresford 1994, yang mengatakan bahwa kesehatan fisik orang tua penting diperhatikan selama merawat anak di rumah sakit karena hal ini akan mempengaruhi kemampuan orang tua dalam menggunakan mekanisme koping Universitas Sumatera Utara yang positif atau negatif. Hal yang dapat dilihat pada orangtua yang menggunakan mekanisme koping yang negative adalah kesehatan fisik orang tua yang semakin menurun, memiliki keyakinan atau pandangan yang negative seperti penyakit anaknya tidak akan sembuh karena kekurangan biaya, merasa asing dengan lingkungan rumah sakit, merasa pengalaman perawatan sebelumnya menimbulkan trauma, belum dapat menerima penyakit yang dialami anak walaupun anak sudah mendapat pengobatanperawatan, dan adanya perasaan bahwa tidak ada yang peduli pada penyakit anaknya. Kurangnya komunikasi antar keluarga juga merupakan stressor keluarga selama anak dirawat inap. Dari aspek kurangnya komunikasi antar keluarga yang menjadi stressor keluarga yaitu keluarga tidak memiliki teman untuk bertukar fikiran 69,4. Pada saat merawat anak keluarga tidak memiliki teman untuk bertukar fikiran tentang bagaimana seharusnya merawat anak, dan ini dapat mengakibatkan stres pada keluarga. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Friedman 1998 yang mengatakan salah satu faktor utama yang melahirkan pola- pola komunikasi yang tidak berfungsi adanya harga diri yang rendah dari keluarga maupun anggota keluarga. Universitas Sumatera Utara

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 20 Juli 2012 sampai dengan 20 Agustus 2012 di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan diperoleh hasil bahwa mayoritas responden 71,4 mengatakan stres disebabkan oleh keluarga tidak mengetahui akibat yang ditimbulkan oleh penyakit anak. Stressor yang disebabkan oleh keluarga melihat anak mendapat pengobatan seperti pengambilan darah dan pemasangan infuse 93,9. Stressor yang disebabkan oleh keluarga tidak mampu merawat anak tanpa bantuan perawat 85,7. Stressor yang disebabkan oleh keluarga tidak tau apa yang menjadi kebutuhan anak selama dirumah sakit 73,5. Stressor yang disebabkan oleh keluarga belum dapat menerima penyakit yang dialami anak walaupun anak sudah mendapat perawatan 75,5. Dan stressor yang disebabkan oleh keluarga tidak ada teman bertukar fikiran 69,4. 6.2. REKOMENDASI 6.2.1. Praktek keperawatan Perawat sebagai bagian dari tim kesehatan yang menangani masalah pasien hendaknya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi tambahan bagi perawat, khususnya dalam melakukan praktek keperawatan secara profesional sehingga dapat meningkatkan Universitas Sumatera Utara