59
Pada Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa pada saat kondisi
link
buruk, yaitu 0dB≤ SNR 15 dB, maka modulasi QPSK digunakan. Kondisi BER cukup kecil dan
terjadi penurunan nilai BER pada kenaikan SNR. Akan tetapi pada kondisi ini sistem memiliki
bit rate
lebih rendah dibandingkan modulasi 16-QAM dan 64-QAM. Ketika kondisi
link
semakin baik, yakni nilai 15 dB ≤ SNR 20 dB, maka sistem
mengubah jenis modulasi menjadi 16-QAM. Hal ini mengakibatkan nilai BER mengalami kenaikan sesaat setelah transisi, tetapi pada kondisi ini nilai
bit rate
yang diperoleh dua kali lebih besar dari keadaan sebelumnya. Kemudian pada saat nilai
SNR ≥ 20 dB, maka sistem menggunakan modulasi 64-QAM yang mengakibatkan adanya kenaikan nilai BER pada saat transisi, tetapi sistem pada saat itu dapat
mengirimkan data dengan
bit rate
tiga kali lebih besar dari
bit rate
dengan modulasi QPSK. Jadi dengan tetap memperhatikan target BER mendekati 10
-3
, maka sistem MISO 2x1-OFDM dapat mengirimkan jumlah data lebih banyak dengan mengubah-
ubah jenis modulasi ke level yang lebih tinggi.
4.2.3.2 MIMO 2x2 –OFDM
Pada bagian ini disimulasikan sistem MIMO 2x2-OFDM dengan menggunakan modulasi adaptif dengan kondisi SNR yang diterima. Syarat pemilihan
jenis modulasi disesuaikan dengan standar nilai SNR yang sudah ditetapkan sebelum simulasi, yaitu Modulasi QPSK digunakan untuk nilai 0 dB≤ SNR 8 dB, 16-QAM
digun akan untuk 8 dB ≤ SNR 15 dB, dan modulasi 64-QAM digunakan untuk SNR
≥ 15 dB. Data hasil simulasi diperlihatkan oleh Tabel 4.9
Universitas Sumatera Utara
60
Tabel 4.7 Perbandingan SNR vs BER MISO 2x2 - OFDM dengan Modulasi
Adaptif
SNR dB BER
Jenis Modulasi
0.0285
QPSK 1
0.0052
2
0.0051
3
0.0004
4
0.0003
5 6
7 8
0.0003
16-QAM 9
0.0001
10
0.0001
11 0.0001
12 13
14 15
0.0004
64-QAM 16
0.0002 17
0.0001
18 19
20 21
22 23
24 25
Tabel 4.9 memperlihatkan nilai BER yang diperoleh pada setiap jenis modulasi yang pengontrolannya dilakukan secara adaptif. Pada Tabel dapat dilihat
bahwa pada kondisi SNR=18 dB, maka nilai BER sudah mencapai nol, artinya tidak ada lagi kesalahan pengiriman data. Hal ini menunjukkan bahwa sistem MIMO 2x2-
OFDM dengan modulasi adaptif lebih baik daripada sistem MISO 2x1-OFDM pada
Universitas Sumatera Utara
61
bagaian sebelumnya. Dari Tabel tersebut didapat grafik perbandingan BER dan SNR seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.8.
Gambar 4.6 Grafik SNR vs BER MIMO 2x2 - OFDM dengan Modulasi Adaptif
Pada Gambar 4.8 dapat dilihat bahwa pada kondisi nilai SNR 8 dB sistem menggunakan modulasi QPSK dan nilai BER mengalami penurunan sampai
melewati batas BER=10
-3
dan akhirnya nilai BER mencapai angka nol. Kemudian pada kondisi saat kondisi
link
semakin membaik 8 dB ≤ SNR 15 dB, sistem
menggunakan modulasi 16-QAM sehingga nilai BER mengalami kenaikan mendekati BER = 10
-2
. Pada kondisi sistem memiliki
bit rate
dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan modulasi QPSK yang sebelumnya. Pada saat SNR = 14 dB
sistem sudah mencapai nilai BER = 0. Pada SNR ≥ 15 dB, sistem modulasi yang digunakan adalah 64-QAM dan dapat dilihat bahwa pada saat transisi nilai BER
mengalami kenaikan, tetapi sistem pada saat itu sudah dapat mengirimkan data dengan
bit rate
yang lebih tinggi dibandingkan dengan modulasi 16-QAM sebelumnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa MIMO 2x2-OFDM dapat mengirimkan
Universitas Sumatera Utara
62
data lebih banyak pada target BER sekitar 10
-3
dengan menggunakan modulasi adaptif dibandingkan dengan MISO 2x1-OFDM pada kondisi SNR yang sama
karena pemilihan modulasi dengan
bit rate
yang lebih tinggi dapat dilakukan pada kondisi SNR yang lebih kecil.
4.2.4.3 MIMO 2x4 –OFDM