14 tidak kaku, namun berdasarkan kebutuhan siswa; 3 tujuan penyelenggaraan
sekolah menurut paradigma organik, yaitu: a memfasilitasi anak didik agar dapat mempelajari apa yang ingin dipelajari, b memungkinkan anak didik dapat
belajar lebih efisien, dan c memotivasi anak didik untuk selalu ingin belajar; 4 orientasi belajar dengan prinsip: learning to know, learning to do, learning to be,
dan learning to life together; 5 sangat menekankan pada pengembangan nilai- nilai di kalangan warga sekolah dan masyarakat.
Merujuk pada pandangan tentang konsep dasar kualitas pendidikan dari berbagai ahli, peneliti dapat mengambil makna sebagai berikut. 1 Kualitas
pendidikan bersifat dinamis yang dapat berubah dan berkembang sesuai waktu dan perubahan konteks lingkungan baik pada level individu siswa maupun level
sistem pendidikan, sehingga memiliki implikasi yang berbeda pada masing- masing individu, kelompok, atau lembaga. Kualitas pendidikan berkait dengan
individu, mencakup sekolah memahami kondisi siswa, mengakui pengetahuan dan pengalaman siswa, membuat isi pelajaran yang relevan, menggunakan banyak
proses pembelajaran dan belajar, dan meningkatkan lingkungan belajar. Kualitas pendidikan berkait dengan sistem, yaitu sekolah menciptakan kerangka legislatif,
menerapkan kebijakan yang baik, membangun dukungan administratif dan kepemimpinan, memerlukan sumber daya yang cukup, dan mengukur hasil
belajar. 2 Kualitas pendidikan pada level sekolah memiliki ciri-ciri: a memfasilitasi siswa agar mampu menjadi yang mereka inginkan, memiliki sumber
aktivitas dan kesenangan yang membantu mereka untuk mencapai kepuasan hidup mereka; b memungkinkan siswa belajar lebih efisien dan memotivasi mereka
untuk selalu ingin belajar; c membantu siswa berhasil dengan cara menghilangkan rintangan yang dapat merampas hak siswa atau guru; d
mengeliminasi rasa takut agar setiap orang di sekolah dapat bekerja secara efektif untuk perbaikan sekolah.
2. Dimensi dan Perspektif Kualitas Pendidikan
M.N. Nasution 2001: 17 mengutip pandangan Garvin 1987 yang berhasil mengidentifikasi delapan dimensi yang dapat digunakan untuk menganalisis
15 karakteristik kualitas hasil, yaitu: performa, sifat, keandalan, konformitas, daya
tahan, kemampuan pelayanan, estetika, dan kualitas yang dirasakan. Performa performance berkaitan dengan aspek fungsional dari produk dan merupakan
karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan ketika ingin memakainya. Sifat features merupakan aspek kedua dari performa yang menambah fungsi
dasar, terkait dengan pilihan-pilihan mengembangkannya. Keandalan reliability berkenaan dengan kemungkinan suatu produk berfungsi secara berhasil dalam
periode tertentu di dalam kondisi tertentu. Konformitas conformance merupakan tingkat kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya
berdasarkan keinginan pelanggan. Daya tahan durability merupakan ukuran masa pakai suatu produk atau berkaitan dengan daya tahan suatu produk.
Kemampuan pelayanan service ability merupakan karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan, kesopanan, kompetensi, kemudahan, serta akurasi dalam
perbaikan. Estetika aesthetics merupakan karakteristik mengenai keindahan yang bersifat subjektif sehingga berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan
refleksi dari preferensi atau pilihan individual. Kualitas yang dirasakan perceived quality
bersifat subjektif, berkaitan dengan perasaan pelanggan dalam mengkonsumsi produk, seperti meningkatkan harga diri.
Dimensi-dimensi kualitas tersebut di atas dapat diterapkan ke dalam analisis kualitas pendidikan dan upaya peningkatannya. Produk dalam pendidikan dapat
dimaknai sebagai lulusan pendidikan, namun juga dapat dipahami sebagai bentuk atau wujud layanan pendidikan yang diberikan oleh pendidik, staf sekolah, orang
dewasa lainnya, dalam proses pendidikan baik di sekolah, keluarga, maupun masyarakat. Secara proses, layanan-layanan pendidikan hendaknya memiliki
kedelapan dimensi tersebut dengan penyesuaian dalam seting pendidikan, sehingga anak didik benar-benar mendapatkan pendidikan yang optimal.
Demikian pula, secara produk atau hasil, hasil pendidikan misal: lulusan sekolah harus dapat diidentifikasi dan memenuhi delapan dimensi kualitas tersebut,
sehingga masyarakat pengguna mendapatkan kepuasan karena sesuai dengan harapan mereka. Untuk lebih memahami bagaimana kualitas pendidikan dapat
16 dikondisikan di sekolah, perlu dipahami pula perspektif kualitas sebagai
pendekatan yang digunakan untuk mewujudkan kualitas pendidikan. Merujuk pandangan Garvin dalam M.N. Nasution, 2001: 19, terdapat lima
perspektif kualitas yang dapat digunakan untuk mewujudkan kualitas pendidikan, yaitu: transcendental approach, product-based approach, user-based approach,
manufacturing-based approach, dan value-based approach. Transcendental
approach berkaitan dengan aspek-aspek transenden yang melekat pada kualitas.
Menurut pendekatan ini kualitas dapat dirasakan atau diketahui, namun sulit dioperasionalkan. Product-based approach menganggap bahwa kualitas sebagai
karakteristik atau atribut yang dapat dikuantifikasikan dan dapat diukur, sehingga tidak dapat membedakan dalam selera, kebutuhan, dan preferensi individual.
User-based approach mendasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung
pada orang yang menggunakannya dan produk yang paling memuaskan preferensi pengguna. Manufacturing-based approach bersifat supply-based dan terutama
memperhatikan praktik-praktik
perekayasaan dan
manufacturing ,
serta mendefinisikan kualitas sama dengan persyaratan-persyaratannya. Hal ini berarti
yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan, bukan pengguna atau pelanggan. Value-based approach memandang kualitas dari
segi nilai dan harga. Kualitas bersifat relatif sehingga produk yang memiliki kualitas tinggi belum tentu yang paling bernilai. Produk yang paling bernilai
adalah produk atau jasa yang paling tepat dibeli dan digunakan. Perpsektif-perspektif kualitas tersebut dapat menjadi pertimbangan sekolah
dalam menetapkan kualitas proses ataupun hasil pendidikan. Sekolah dapat menggunakan satu atau kombinasi perspektif untuk menentukan kualitas
pendidikan yang akan dicapai. Hal tersebut, tentunya bergantung pada komitmen dan konsensus dari komponen-komponen sekolah serta disesuaikan dengan
kondisi dan kemampuan sekolah.
17
B. Komponen dan Asesmen Kualitas Pendidikan