2.2. Penggolongan Deterjen
Deterjen merupakan salah satu produk industri yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, terutama untuk keperluan rumah tangga dan industry. Setelah Perang
Dunia II, deterjen sintetik mulai dikembangkan akan tetapi karena gugus utama surfaktant ABS yang sulit di biodegradasi maka pada tahun 1965 industri
mengubahnya dengan yang biodegradabel yaitu dengan gugus utama surfaktant LAS.
Proses pembuatan deterjen dimulai dengan membuat bahan penurun tegangan permukaan, misalnya alkilbenzena sulfonat dengan gugus alkil yang sangat
bercabang disintesis dengan polimerisasi propilena dan dilekatkan pada cincin benzena dengan reaksi alkilasi Friedel-Craft Sulfonasi, yang disusul dengan
pengolahan dengan basa.
4
Berdasarkan dapat tidaknya zat aktif terdegradasi, detergen terbagi atas dua bagian yaitu, detergen keras dan detergen lunak.
a. Deterjen Keras
Deterjen keras mengandung zat aktif yang sukar dirusak oleh mikroorganisme meskipun bahan itu telah di pakai dan telah di buang. Hal ini diakibatkan adanya
rantai cabang pada atom karbon, akibatnya zat tersebut masih aktif dan jenis inilah yang dapat menyebabkan pencemaran air, seperti Alkil Benzene Sulfonat.
b. Deterjen Lunak
Deterjen ini mengandung zat aktif yang relatif mudah untuk di rusak mikroorganisme karena umumnya zat aktif ini memiliki rantai karbon yang tidak bercabang, sehingga
setelah dipakai, zat aktif ini akan rusak, contohnya Linier Alkil Benzene Sulfonat.
5
4
www.chem.is.try.org,Metode Pengolahan Detergen Tinjauan Pada Suatu Instalasi Pengolahan Air 15 Juli 2008
5
Schwartz, A.M., 1958, Surface Aktive Agents and Detergents, Interscience Publisher, Inc : New York.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Komponen Penyusun Deterjen
Deterjen adalah Surfaktan anionik dengan gugus alkil umumnya C
9
– C
15
atau garam dari sulfonat atau sulfat berantai panjang dari Natrium RSO
3 -
Na
+
dan ROSO
3 -
Na
+
yang berasal dari derifat minyak nabati atau minyak bumi fraksi parafin dan olefin. Komponen penyusun deterjen adalah surfaktan sebagai bahan baku utama yang
memiliki sifat pembersih, bahan penguat builder, bahan pengisi filler, bahan tambahan additif, dan air sebagai bahan pelarut larutan pencuci piring.
2.3.1. Surfaktan
Detejen termasuk dalam kelas umum yang disebut dengan surfaktan yakni senyawa yang dapat menurunkan tegangan permukaan air. Molekul surfaktan mengandung
suatu ujung hidrofobik dan satu ujung hidrofobik. Surfaktan surface active agents menurunkan tegangan permukaan air dan mematahkan ikatan-ikatan hidrogen pada
permukaan. Hal ini dilakukan dengan menaruh kepala hidrofiliknya pada permukaan air dengan ekor hidrofiliknya terentang menjauhi permukaan air. Secara umum
lambing untuk surfaktan diperlihatkan pada Gambar 2.2 dibawah ini.
Ekor hidrofobik Kepala hidrofilik
Gambar 2.2 Lambang umum untuk suatu Surfaktan
Molekul-molekul dan ion-ion yang diadsorbsi pada antar muka dinamakan surfaktan. Nama lainnya adalah amfifil, yang menunjukkan bahwa molekul atau ion
tersebut mempunyai affinitas tertentu baik solven polar maupun non polar. Tergantung dari jumlah dan sifat dari gugus-gugus polar dan non polar yang ada
padanya, amfifil dapat bersifat hidrofilik suka air, lipofilik suka minyak atau bersifat seimbang.
6
6
Ralp, J. Fessenden., 1982, Kimia Organik, Edisi Ke Empat, Jilid II, Penerbit Erlangga : Jakarta
.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai contoh, alkohol-alkohol berantai lurus, amina-amina dan asam asam semuanya adalah amfifil yang sifatnya dapat berubah dari hidrofilik atau lipofilik jika
jumlah atom-atom karbon dalam rantai alkilnya bertambah. Oleh karena itu, etil akohol dapat bercampur dengan air dalam semua perbandingan. Sebagai bandingan,
kelarutan amil akohol dalam air sangat berkurang, sedang setil alkohol dapat dikatakan bersifat lipofilik dan tidak larut dalam air.
7
Surfaktan digolongkan berdasarkan struktur kimianya atau berdasarkan sifat gugus hidrofilik dan gugus hidrofobiknya. Surfaktan memiliki rantai atom karbon
yang panjang yang merupakan bagian yang hidrofobik. Oleh karena adanya kedua bagian ini dalam suatu senyawa maka disebut dengan ampifilik.
1. Surfaktan Anionik
Surfaktan anionik merupakan surfaktan dengan bagian aktif pada permukaannya mengandung muatan negatif. Contoh dari jenis surfaktan anionik adalah alkil benzena
sulfonat linier pada Gambar 3 di bawah ini, Alkohol Sulfat AS, Alkohol Eter Sulfat AES, Natriuum Laurel Eter Sulfat SLES.
SO
3 -
Na
+
Gambar2.3 Alkil Benzena Sulfonat Linier
2. Surfaktan Kationik
Surfaktan ini merupakan surfaktan dengan bagian aktif pada permukaannya mengandung muatan positif. Surfaktan ini terionisasi dalam air serta bagian aktif pada
permukaannya adalah bagian kationnya. Contoh jenis surfaktan ini adalah ammonium kuarterner.
8
7
ibid
8
Myers, D., 2006. Surfactant Science And Technology. 3
rd
Edition. New Jersey : Jhon Wiley and Son, Inc.
Universitas Sumatera Utara
3. Surfaktan Nonionik
Surfaktan yang tidak terionisasi di dalam air adalah surfaktan nonionik yaitu surfaktan dengan bagian aktif permukaanya tidak mengandung muatan apapun, contohnya:
alkohol etoksilat, polioksietilen R-OCH
2
CH.
4. Surfaktan Ampoterik
Surfaktan ampoterik dapat bersifat sebagai non ionik, kationik, dan anionik di dalam larutan, jadi surfaktan ini mengandung muatan negatif maupun muatan positif pada
bagian aktif pada permukaannya. Contohnya: Sulfobetain RN
+
CH
3 2
CH
2
CH
2
SO
3 -
.
9
2.3.2. Builder Bahan Penguat
Builder adalah suatu bahan yang dapat menambah kerja dari bahan penurun tegangan permukaan dengan cara menonaktifkan mineral penyebab kesadahan air. Builders
digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineral-mineral yang terlarut, sehingga surfaktan dapat berkonsentrasi pada fungsi utamanya. Builder juga
membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan dapat berlangsung lebih baik serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan kotoran
yang telah lepas.
Dalam pembuatan detergen, builder sering ditambahkan dengan maksud meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan dengan cara menon-aktifkan mineral
penyebab kesadahan air. Baik berupa Phosphat Sodium Tri Poly PhosphateSTPP, Asetat Nitril Tri AcetatNTA, Ethylene Diamine Tetra AcetatEDTA, Silikat
Zeolit, dan Sitrat asam sitrat. Builder juga berfungsi untuk mencegah mengendapnya kembali kotoran-kotoran yang terdapat pada bahan yang akan dicuci.
10
9
Sastrohamidjojo, H. 2005, Kimia Organik, Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.
10
Permono. Ajar., 2002, Membuat Detergen Bubuk, Penebar Swadaya : Jakarta.
Universitas Sumatera Utara
2.3.3. Pengisi Filler
Bahan ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku yang berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume. Keberadaan bahan ini dalam
campuran bahan baku detergen semata-mata ditinjau dari aspek ekonomis. Namun selain digunakan sebagai pembantu proses, bahan pengisi ini juga berfungsi
meningkatkan kekuatan ionik dalam larutan pencuci. Pada umumnya sebagai bahan pengisi digunakan Natrium Sulfat Na
2
SO
4
Natrium Klorida, dan Natrium Pospat.
11
Sekitar 50 dari Natrium Sulfat yang dikonsumsi di Amerika Serikat digunakan untuk membuat pulp Kraft. Kerk Garam, sesudah direduksi menjadi
Natriun Sulfida atau sesudah dihidrolisis menjadi kaustik, digunakan sebagai bahan penolong untuk mencernakan kapur pulp dalam melarutkan lignin. Kira-kira 30
masuk kedalam ramuan detegen rumah tangga dan sisanya digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain pembuatan Kaca, Pakan ternak, Zat warna, Tekstil, dan Obat-
obatan. Membuat Natrium Sulfat bermutu tinggi adalah dengan proses Hargreaves. Persamaan reaksinya adalah:
4NaCl + 2SO
2
+ 2H
2
O + O
2
2 Na
2
SO
4
+ 4HCl.
Dari keseluruhan produksi natrium sulfat yang dihasilkan, 46 berasal dari air garam alam. Sumber utama Natrium Sulfat yang berasal dari hasil sampingan industri
seperti industri pembuatan bahan kimia krom. Persama pembuatan Natrium Sulfat dari asam sulfat dan garam menurut proses Mannheim adalah sebagai berikut:
NaCl + H
2
SO
4
NaHSO
4
+ HCl NaHSO
4
+ NaCl Na
2
SO
4
+ HCl Bila suhu didalam tanur sudah mencapai tingkat yang diperlukan, maka garam
yang sudah digiling halus dan bahan baku lainnya pun diisikan. Tanur itu dijalankan secara kontinu, tumpak demi tumpak sampai kemudian dihentikan dan ditutup untuk
pembersihan dan pemeliharaan berkala.
12
11
Purnomo Ajar., 2002, Membuat Cairan Pencuci Piring, Penebar Swadaya : Jakarta.
12
George T. Austin., 1996, Industri Proses Kimi, Edisi ke-5, Jilid 1, Penerbit Erlangga : Jakarta.
Universitas Sumatera Utara
2.3.4. Bahan Tambahan Additif Bahan tambahan additif digunakan untuk membuat produk lebih menarik, misalnya
pewangi, pemutih, pelembut, pewarna, dan lain sebagainya. Bahan ini tidak berhubungan langsung dengan daya cuci deterjen, bahan ini ditambahkan lebih untuk
maksud komersialisasi produk.
2.3.5. Air
Kadar air menunjukkan banyaknya terdapat dalam suatu bahan. Kualitas air yang digunakan adalah air yang dapat di minum yang berarti air yang bebas kandungan dari
bakteri berbahaya dan ketidakmurnian kimiawi. Air ini harus jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak mengandung bahan tersuspensi atau kekeruhan.
13
2.4. Koloid
Koloid merupakan suatu sistem dispersi karena terdiri dari dua fase terdispersi dan fase pendispersi. Fase terdispersi umumnya memiliki jumlaah yang lebih kecil atau
mirip dengan zat terlarut dan fase pendispersi jumlahnya lebih besar atau mirip pelarut pada suatu larutan. Salah satu perbedaan nya antara antara koloid dan kristaloid adalah
ukuran partikelnya. Berdasarkan ukuran partikel ini, campuran zat dapat dibedakan menjadi tiga yaitu : kristaloid larutan sejati memiliki diameter partikel lebih kecil
dari 1 nm, koloid memiliki diameter partikel antara 1-100 nm, dan suspense yang memiliki diameter partikel lebih besar dari 100 nm.
2.4.1. Penggolongan Koloid
Berdasarkan cara pembentukannya koloid dibedakan menjadi koloid dispersi, koloid asosiasi dan koloid makromolekul.
14
13
Purnomo Ajar., 2002, Membuat Cairan Pencuci Piring, Penebar Swadaya : Jakarta.
14
Yazid, E., 2005. Kimia Fisika untuk Paramedis. Penerbit C.V. Andi Offset : Yokyakarta.
Universitas Sumatera Utara
1. Koloid disprsi, yaitu koloid yang terbentuk dari penyebaran partikel-partikel
kecil yang tidak larut dalam medium fase pendispersi dengan membentuk agregat molekul atau atom yang sangat banyak.contohnya dispersi koloid emas
dan belerang. 2.
Koloid asosiasi yaitu koloid yang terbentuk dari gabungan molekul-molekul kicil, atom atau ion yang larutdalam medium sehingga membentuk agregat-
agregat yang disebut misel. Koloid asosiasi kadang-kadang dinamakan koloid elektrolit. System ini terdiri dari molekul-molekul yang berat molekulnya yang
rendah yang beragregasi membentuk partikel berukuran koloid. Contoh koloid asosiasi adalah sabun dan detergen.
3. Koloid makromolekul, yaitu koloid yang terbentuk dari makromolekul tunggal
yang sangat besar. Contoh dari koloid ini adalah polimer tingggi seperti karet dan plastik.
Ditinjau dari interaksinya antasa fase pendispersi dan fase terdispersi koloid dibedakan menjadi koloid liofil dan koloid liofob. Koloid liofob yaitu koloid yang
memiliki daya tatik kuat dengan medium pendispersinya, sehingga sulit dpisahkan stabil. Bila mediumnya air disebut koloid hidrofil. Koloid liofob yaitu koloid yang
daya tariknya kecil terhadap medium pendispersinya, sehingga cenderung memisah tidak stabil. Bila mediumnya air disebut koloid hidrofob. Contohnya koloid FeOH
3
dan sol emas dalam air.
15
2.4.2. Sifat–Sifat Koloid
Koloid mmpunyai sifat yang berbeda dengan larutan. Sifat khusus koloid timbul akibat ukuran partikelnya yang lebih besar daripada larutan. Sifat sifat tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Sifat Fisik
Sifat fisika koloid berbeda tergantung pada jenisnya. Pada koloid hidrofob sifat-sifat seperti rapatan, tegagan muka dan viskositas hampir sama dengan medium
Universitas Sumatera Utara
pendispersinya. Sedangkan koloid hidrofil karena terjadi hidrasi sifat fisiknya sangat berbeda dengan sifat mediumnya, viskositasnya lebih besar dan tegangan mukanya
lebih kecil. Bila sol tersebut menggunakan air sebagai medium, maka kedua jenis koloid tersebut adalah sol hidrofil dan sol hidrofob.
Sol liofil lebih kental daripada mediumnya dan tidak terkoagulasi jika ditambah sedikit elektrolit. Oleh karena itu, koloid liofil lebih stabil jika
dibandingkan dengan koloid liofob. Untuk mengumpalkan koloid liofil diperlukan elektrolit dalam jumlah banyak, sebab selubung molekul-molekul cairan yang
berfungsi sebagai pelindung harus dipecahkan terlebih dahulu. Untuk memisahkan mediumnya. Pada koloid liofil, dapat dilakukan dengan cara pengendapan atau
penguraian. Akan tetapi, jika zat mediumnya ditambah lagi, maka akan terbentuk koloid liofil lagi. Dengan kata lain, koloid liofil bersifat reversibel. Koloid liofob
mempunyai sifat yang berlawanan dengan koloid liofil.
2. Sifat Koligatif
Suatu koloid dalam medium cair juga mempunyai siifat koligatif. Sifat ini hanya bergantung pada jumlah partikel koloid bukan pada jenisnya. Sifat-sifat koligatif
koloid umumnya lebih kecil daripada larutan sejati dengan jumlah partikel yang sama. Sifat koligatif berguna untuk menghitung konsentrasi atau jumlah partikel
koloid.
3. Sifat Listrik
Partikel permukaan koloid mempunyai muatan listrik disebabkan terjadinya ionisasi atau penyerapan ion-ion dalam larutan. Jika sepasang elektroda dimasukkan ke dalam
sistem koloid, partikel koloid yang bermuaran positif akan menuju elektroda negatif katoda dan partikel koloid yang bermuatan negatif akan menuju elektroda positif
anoda. Pergerakan partikel-partikel koloid dalam medan listrik ke masing-masing elektrode disebut elektroforesis. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
elektroforesis dapat digunakan untuk menentukan jenis muatan koloid.
16
15
Ibid
16
Bird, T., 1993, Kimia Fisika Untuk Universitas, Cetakan Ke -2, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
Universitas Sumatera Utara
4. Sifat Kinetik
Selain menunjukkan efek tyndall, koloid bila diamati dibawah mikroskop ultra nampak sebagai bintik-bintik bercahaya yang bergerak secara acak dan berliku-liku.
Gerak Brown terjadi akibat adanya tumbukan yang tidak seimbang antara partikel- partikel koloid dengan molekul-molekul pendispersinya. Gerak Brown akan makin
cepat, jika partikel-partikel koloid makin kecil. Gerak Brown adalah bukti dari teori kinetik molekul.
5. Sifat Optis
Cara yang paling mudah untuk membedakan suatu campuran merupakan larutan, koloid atau suspensi adalah menggunakan sifat efek Tyndall . Jika berkas cahaya
dilewatkan melalui larutan, nyatanya berkas cahaya seluruhnya dilewatkan. Jika seberkas cahaya dilewatkan melalui suatu sistem koloid, maka berkas cahaya tersebut
kelihatan dengan jelas. Hal itu disebabkan penghamburan cahaya oleh partikel- partikel koloid. Gejala seperti itulah yang disebut efek Tyndall koloid.
17
2.5. Koagulasi
Suatu koloid bila dibiarkan dalam waktu tertentu akan berpengaruh oleh gaya grafitasi bumi, sehingga antara partikel dapat bergabung membentuk gumpalan yang akan
mengendap di dasar wadah. Peristiwa penggumpalan atau pengendapan partikel partikel koloid ini disebut koagulasi, atau dengan kata lain koagulasi adalah peristiwa
destabilisasi dari pada partikel-partikel koloid di mana gaya tolak-menolak repulsi di antara partikel-partikel tersebut dikurangi ataupun ditiadakan.
Partikel-partikel koloid yang terdapat dalam suatu wadah ataupun aliran air pada dasarnya bermuatan negatip pada permukaannya. Muatan ini menyebabkan gaya
tolak-menolak di antara partikel-partikel sehingga menghalangi terjadinya agregasi dari pada partikel-paartikel menjadi agregat yang lebih besar.
18
17
Sukardjo., 2002, Kimia Fisika, Cetakan Ketiga, PT. Rineka Cipta : Jakarta.
18
Http:Id.Wikipedia.OrgWikiSistem_Koloid
Universitas Sumatera Utara
2.4.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Koagulasi
Proses koagulasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain suhu dan efek pengadukan.
a. Suhu
Selama proses koagulasi berlangsung pengendapan dari flok-flok yang terbentuk semakin berkurang. Dengan turunnya suhu, maka viskositas air semakin tinggi
sehingga kecepatan flok untuk mengendap semakin turun. Penurunan suhu menyebabkan kecepatan reaksi berkurang sehingga flok lebih sukar mengendap.
b. Kondisi pengadukan
Pengadukan ini diperlukan agar tumbukan antar partikel untuk netralisasi menjadi sempurna. Dalam proses koagulasi ini, pengadukan dilakukan dengan cepat. Air yang
memiliki turbiditas yang rendah memerlukan pengadukan yang lebih banyak.
19
2.4.2. Pembentukan Koagulan
Pada dasarnya koagulasi disebabkan oleh ion-ion yang muatannya berlawanan dengan parikel koloid, dalam hal ion-ion koagulan yang bermuatan positip akan menetralisir
muatan negatip partikel koloid yang menyebabkan dapat mengurangi gaya tolak- menolak antar partikel-partikel koloid sehingga terjadi pengendapan. Koagulasi dapat
dilakukan dengan empat cara yaitu : a. Elektroforesis
Dalam cara ini koloid diberi arus listrik sehingga patikel bergerak ke elektroda yang berlawanan muatannya. Akibatnya partikel menjadi netral dan akhirnya menggumpal
dan mengendap di sekitar elektroda itu.
19
Linsley, R., 1995. Teknik Sumber Daya Air. Penerbit Erlangga : Jakarta
Universitas Sumatera Utara
b. Pemanasan Suatu koloid bila dipanaskan akan terkoagulasi karena energi partikel menjadi lebih
besar, dan tabrakan sesama dapat mengakibatkan partikel menjadi netral dan akhirnya menggumpal dan mengendap.
c. Penambahan Elektrolit Koloid yang dapat menyerap ion akan terkoagulasi bila ditambah larutan elektrolit,
karena menjadi tidak stabil. Contoh koloid FeOH
3
, bila ditambahkan ion negatif seperti PO
4 3-
. Koloid FeOH
3
distabilkan oleh ion Fe
3+
dengan cara teradsorpsi di permukaannya. Bila ditambahkan PO
4 3-
, maka mengakibatkan Fe
3+
di permukaan itu lepas karena membentuk FePO
4
. Akibatnya, koloid menjadi tidak stabil dan terkoagulasi. Koloid yang distabilkan oleh ion negtif, seperti sol As
2
S
3
akan terkoagulasi bila ditambahkan ion positif, karena ion negatif yang teradsorpsi ditarik
oleh ion positif tersebut. Kekuatan ion mengkoagulasi tergantug pada jenis ion dan besarnya muatan.
20
2.6. Kegunaan Koloid
Suatu partikel koloid akan bermuatan listrik apabila terjadi penyerapan ion pada permukaan partikel koloid tersebut. Contohnya, koloid FeOH
3
dalam air akan menyerap ion H
+
sehingga bermuatan positif, sedangkan koloid As
2
S
3
akan menyerap ion-ion negatif. Peristiwa ketika permukaan suatu zat dapat menyerap zat lain disebut
absorpsi. Suatu koloid mempunyai kemampuan mengabsorpsi ion-ion. Hal itu terjadi
karena koloid tersebut mempunyai permukaan yang sangat luas. Sifat absorpsi partikel-partikel koloid ini dapat dimanfaatkan Membersihkan benda-benda dengan
mencuci memakai deterjen yang didasarkan pada prinsip absorpsi. Buih detergen mempunyai permukaan yang luas sehingga mampu mengemulsikan kotoran yang
melekat pada benda yang dicuci.
21
20
Rajaram, J., kuriacose.j., 1983, Chemistry In Engineering And Technology Jilid I, Tata Mc Graw-Hill Publishing Compeny Limited : New Delhi
21
Yazid, E., 2005, Kimia Fisika Untuk Paramedis, Penerbit C.V. Andi Offset : Yokyakarta.
Universitas Sumatera Utara
2.7. Viskositas