Latar Belakang Pertanggungjawaban Pidana PJTKI dalam kasus Human Trafficking

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PJTKI DALAM KASUS HUMAN TRAFFICKING

A. Latar Belakang

Masyarakat yang religius dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia HAM tentunya tetap diperhatikan di dalam era kemerdekaan. Bangsa Indonesia terus meningkatkan komitmennya untuk mensejahterakan kehidupan bangsa melalui upaya-upaya yang diselenggarakan secara konsisten dan berkelanjutan dalam melindungi warga negaranya antara lain dari praktek-praktek perdagangan orang dan bentuk-bentuk eksploitasi lainnya. Di masa lalu, perdagangan orang hanya dipandang sebagai pemindahan secara paksa ke luar negeri untuk tujuan prostitusi. Jumlah konvensi terdahulu mengenai perdagangan manusia hanya memfokuskan aspek ini. Namun seiring dengan perkembangan zaman, perdagangan didefenisikan sebagai pemindahan, khususnya perempuan dan anak dengan atau tanpa persetujuan orang yang bersangkutan di dalam suatu negara atau ke luar negeri untuk semua perburuhan yang eksploitatif, tidak hanya prostitusi. 1 Trafficking merupakan salah satu masalah yang perlu penanganan mendesak seluruh komponen bangsa. Hal tersebut perlu, sebab erat terkait dengan citra bangsa Indonesia di mata internasional. Apalagi, data Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menunjukkan bahwa Indonesia berada di urutan ketiga sebagai pemasok 1 Chairul Bariah Mozasa, Aturan-aturan Hukum Trafficking, Medan : 1995, Hal. 1 Universitas Sumatera Utara perdagangan perempuan dan anak. Suatu tantangan bagi Indonesia untuk menyelamatkan anak bangsa dari keterpurukan. 2 Permasalahan pedagangan orang memang merupakan permasalahan yang sangat kompleks yang tidak lepas dari faktor-faktor ekonomi, sosial, budaya, dan politik yang berkaitan erat dengan perdagangan perempuan bahkan dijadikan sebagai bagian dari kebijakan politik perburuhan Cheap Labour yang di manfaatkan untuk menekan biaya produksi sehingga cenderung dieksploitasi. Trafficking merupakan salah satu jalur terjadinya perdagangan orang yang korbannya rata-rata berada di bawah garis kemiskinan, khususnya perempuan. Apalagi, hingga saat ini posisi perempuan masih termarjinalisasi, tersubordinasi yang secara langsung dan tidak langsung akan mempengaruhi kondisi perempuan. Situasi semacam ini merupakan santapan sindikat perdagangan orang yang sudah terorganisir untuk melakukan perekrutan. Bahkan nyaris jauh dari jangkauan hukum, karena sindikatnya diawali dengan transaksi hutang piutang antara pemasok tenaga kerja illegal dengan korban yang mempunyai anak perempuan yang masih perawan, sehingga jika korban tidak mampu untuk menyelesaikan transaksi yang telah disepakati, maka agunan adalah anak perempuan yang bau kencur, bisa saja untuk dipekerjakan atau dijadikan pekerja seksual . 3 Pemberitaan tentang perdagangan Tenaga Kerja Wanita, pada beberapa waktu terakhir ini di Indonesia makin marak, baik dalam lingkup domestik maupun yang telah bersifat lintas batas negara. Perdagangan Tenaga Kerja Wanita yang menonjol 2 Ibid, hal 2 3 Log.Cit., hal. 2 Universitas Sumatera Utara terjadi dikaitkan dengan kegiatan industri seksual, menjadi perhatian masyarakat melalui media massa pada beberapa tahun terakhir ini. Tentu saja sama sekali hal ini tidak dapat disimpulkan bahwa sebelumnya fenomena ini tidak terjadi. Kemungkinan terjadi dalam skala yang kecil, atau dalam suatu kegiatan yang terorganisasi dengan sangat rapi, merupakan sebagian dari alasan yang membuat berita-berita perdagangan orang ini belum menarik media massa pada masa lalu. Perdagangan orang memang bukanlah suatu hal yang baru di muka bumi ini, bahkan negara-negara yang kini dianggap sebagai negara besar pada awalnya banyak berhutang pada penduduk negara miskin dan lemah, yang dibawa secara paksa untuk bekerja di perkebunan ataupun pabrik. Masalah perbudakan merupakan sejarah hitam umat manusia, yang bahkan juga telah direkam dalam kitab-kita suci. Sejarah juga telah mencatat berbagai peperangan yang disebabkan karena isu perbudakan, misalnya yang terjadi antara Amerika Utara dan Selatan pada abad-abad lalu. 4 Seperti halnya kondisi perdagangan orang yang terjadi di dunia, untuk Indonesia sendiri, informasi yang disampaikan baik oleh media massa maupun penelitian-penelitian yang dilakukan di lembaga pendidikan dan LSM menunjukkan bahwa sebagian besar korban perdagangan orang adalah perempuan sebagai Tenaga Kerja Wanita. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa perilaku tidak adil terhadap perempuan merupakan ancaman terus menerus bagi mereka di manapun di dunia, utamanya di negara-negara berkembang. Kini masalahnya semakin serius karena perdagangan perempuan juga terjadi di berbagai belahan dunia. Pada dasarnya 4 Muslim Harahap., Medan : Makalah disampaikan dalam Seminar Sehari tentang Perlindungan Anak, Februari 2006, hal. 3 Universitas Sumatera Utara masalah yang sangat berkenaan dengan perdagangan orang khususnya perdagangan perempuan, adalah konstruksi sosial tentang perempuan, dan ini adalah masalah perekonomian rendahnya tingkat sosial ekonomi khususnya dalam negara-negara berkembang sehingga mereka menjadi Tenaga Kerja Wanita. Perilaku terhadap perempuan sebagai Tenaga Kerja Wanita pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari masalah yang berkenaan dengan konstruksi sosial masyarakat setempat terhadap posisi dan peran perempuan. Dalam tatanan yang lebih luas, berbagai peristiwa yang terjadi dewasa ini telah cukup kiranya untuk menunjukkan bahwasanya diskriminasi terhadap perempuan bukan hanya dijumpai dalam novel dan di negara-seberang atau antah berantah, tapi juga terjadi di Indonesia. 5 Hal yang berkenaan dengan kondisi perekonomian Indonesia sebagai bagian dari negara-negara berkembang. Mayoritas populasi dengan tingkat pendidikan rendah, membatasi bentuk-bentuk pekerjaan yang menghasilkan upah yang layak. Di wilayah pedesaan, lahan pertanian yang makin lama makin menipis membuat pekerjaan sebagai petani juga jauh berkurang, seperti pula sebagai nelayan karena tingginya persaingan yang tidak seimbang dengan kapal pencari ikan besar dan juga trawls yang menguasai lautan, menjadi terpinggirkan. Dalam kondisi perekonomian yang lemah, konstruksi masyarakat yang ada akhirnya juga menempatkan perempuan dalam posisi yang lebih tidak menguntungkan dibandingkan dengan laki-laki. Rendahnya pasaran kerja yang diakibatkan oleh rendahnya tingkat perekonomian di wilayah rural, telah mendorong terjadinya tingkat urbanisasi yang 5 Forum Keadilan, Trafficking, Redaksi,12 Februari 2006, hal. 11. Universitas Sumatera Utara tinggi, antara lain karena kota dipersepsikan sebagai suatu tempat dimana pekerjaan mudah dicari. Sebagai akibatnya, berbagai upaya dilakukan untuk merekrut perempuan khususnya perempuan muda dan anak perempuan dari wilayah pedesaan untuk bekerja di wilayah perkotaan. Walau awalnya memang sungguh-sungguh kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan lapangan kerja yang legal untuk mereka, akan tetapi maraknya industri seks di perkotaan dan tempat-tempat lain meningkatkan terjadinya pemasokan perempuan-perempuan muda, utamanya ke rumah-rumah pelacuran. Kondisi semacam ini bukan hanya terjadi antara desa dan kota urbanisasi, namun juga sudah terjadi secara lintas negara trans-nasional. Dalam bidang ketenagakerjaan, pengalaman pahit yang diderita banyak tenaga kerja perempuan yang bekerja di luar negeri sebagai pekerja domestik, sebagaimana diungkapkan media pada akhir-akhir ini, hanya merupakan sebagian penderitaan yang mereka alami karena mereka perempuan. Peristiwa yang lebih memprihatinkan lagi adalah ketika mereka dikirim ke luar negeri untuk menjadi pekerja seksual komersial, tanpa sepengetahuan mereka ketika akan berangkat yang tidak lain akibat ulah PJTKI yang tidak bertanggung jawab. Hal yang disebut terakhir ini merupakan salah satu bagian dari kegiatan yang disebut sebagai perdagangan orang trafficking in person. Sayang sekali data yang komprehensif dan akurat mengenai perdagangan orang yang terjadi di Indonesia belum pernah dicatat dengan seksama, terutama karena sulitnya mendeteksi fenomenon yang tentu saja dilakukan secara sembunyi-sembunyi ini atau tersusun rapi dalam jaringan mafia perdagangan orang. Universitas Sumatera Utara Protokol Perserikatan Bangsa-bangsa untuk mencegah, menekan dan menghukum perdagangan manusia, khususnya pada wanita dan anak-anak salah satu dari tiga “protokol palermo, mendefinisikan perdagangan manusia sebagai: Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari pemaksanaan, penculikan, penipuan, kebohongan, atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain, untuk tujuan exploitasi. Exploitasi termasuk, paling tidak, exploitasi untuk melacurkan orang lain atau bentuk bentuk lain dari exploitasi seksual, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik-praktik serupa perbudakan, perhambaan atau pengambilan organ tubuh. 6 Perdagangan orang keluar negeri adalah merupakan tindak pidana, artinya perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. 7 Eksploitasi tenaga kerja ini menjerumuskan para tenaga kerja pada sistem kerja tanpa upah yang jelas, tanpa ada syarat-syarat kerja, tanpa perlindungan kerja dan sebagainya layaknya kerja paksa. 8 6 Pusaka Indonesia, Majalah Gempita, Medan,Vol.3, 2005, hal 4. 7 Moeljatno,1983, Azas-Azas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, hal.54. 8 Makalah Agusmidah, Tekad Memberantas Perdagangan Perempuan dan Anak Dengan Memberi Advokasi Penegakan Hukum Melalui UU No. 21 Tahun 2007, Makalah disampaikan pada acara Dialog Interaktif yang diselenggarakan oleh IKA FH. USU Medan, 30 Agustus 2007 di FH USU Medan, hal 1. Universitas Sumatera Utara Pemberantasan Perdagangan orang juga tidak terlepas dari peran serta Keimigrasian RI, karena yang menjadi tugas pokok dan fungsi imigrasi adalah melakukan pelayanan terhadap lalu lintas orang baik WNI maupun orang asing serta pengawasan terhadap keberadaan dan kegiatan orang asing di Indonesia. 9 Dalam konteks pelayanan terhadap lalu lintas WNI adalah menyangkut keberangkatan orang Indonesia yang akan bepergian ke luar negeri maupun yang tiba kembali dari luar negeri. Lazimnya dalam tata pergaulan internasional, maka seseorang dapat bepergian dan masuk ke wilayah suatu negara adalah dengan menggunakan paspor dan di Indonesia instansi yang berwenang mengeluarkan paspor adalah instansi imigrasi bilamana berkaitan dengan paspor biasa, bila berkaitan dengan surat dinas maupun diplomatik maka paspor dikeluarkan oleh Departemen Luar Negeri, sedangkan bila berkaitan dengan penunaian ibadah haji, maka paspor dikeluarkan oleh Departemen Agama. Berbagai maksud dan tujuan keluar negeri salah satunya adalah untuk bekerja atau lazim disebut dengan Tenaga Kerja Indonesia TKI. Banyak faktor yang mengakibatkan Warga Negara Indonesia bekerja ke luar negeri dan pada umumnya mereka berkerja di sektor non formal karena memiliki latar belakang pendidikan yang kurang memadai. Pada umumnya yang melatarbelakangi TKI yang kebanyakan wanita atau sebut saja Tenaga Kerja Wanita bekerja baik di sektor formal maupun disektor infomal tersebut disebabkan oleh karena adanya push factor dan pull factor. Push factor yang dimaksud adalah sulitnya mencari lapangan kerja di tanah air dan upah yang relatif tinggi di negara- 9 Makalah Sahat Parulian Manik, Pengawasan dan Kebijakan Terhadap Administrasi Pembuatan Paspor Imigrasi, Makalah disampaikan pada acara Dialog Interaktif yang diselenggarakan oleh IKA FH. USU Medan, 30 Agustus 2007 di FH USU Medan, hal. 2. Universitas Sumatera Utara negara lain berperan sebagai pull factor. Di sinilah peranan PJTKI yang memposisikan sebagai penyalur yang semestinya mempu untuk meminimalisir tindakan-tindakan yang bertentang dengan hukum, bukan malahan menjadi pendukung pelanggaran hukum dalam hal penyalur tenaga kerja wanita yang terindikasi berkaitan dengan perdagangan orang yang mesti harus diberantas. Pada tataran politis pemerintah telah menunjukkan keseriusan untuk menghapuskan perdagangan orang termasuk perdagangan tenaga kerja, hal ini terbukti dengan telah diratifikasinya konvensi-konvensi internasional dan menuangkannya dalam peraturan nasional Indonesia, walau dalam tataran praktis instrumen hukum ketenagakerjaan sejauh ini masih memberi celah bagi perdagangan orang untuk tujuan eksploitasi pekerja maupun dalam lembah prostitusi. Celah tersebut baik berasal dari peraturan perundang-undangan yang secara substansi masih belum jelas dan tegas, juga dari segi penegakannya masih parsial sektoral sebaiknya dilakukan kerjasama terpadu antar instansi. 10 Dan ada juga elemen yang tidak terlepas dari perdagangan orang yaitu orang yang terdekat dengan korban, jaringan mata rantai sindikat, agen, dan sebagainya serta termungkinkan adanya kerjasama dengan pejabat publik. 11 Perdagangan manusia untuk tenaga kerja trafficking in Persons for labor merupakan masalah yang sangat besar. 12 10 Makalah Sahat Parulian Manik, Op.Cit, hal. 19. 11 Makalah Baldwin Simatupang, Perdagangan Perempuan dan Anak Dalam Perspektif HAM, Makalah disampaikan pada acara Dialog Interaktif yang diselenggarakan oleh IKA FH. USU Medan, 30 Agustus 2007 di FH USU Medan, hal. 6. 12 Jane Morse, Forced Labor a Growing Problem Worldwide, U.S. Officials Say Traficked labor estimated to generate 9.5 billion, USINFO Staff Writer, Universitas Sumatera Utara ”traficking in persons for labor may not attract as much publicity as traficking in persons for sex, but it is a huge problem...” Data perdagangan manusia di Indonesia sejak 1993-2003 menunjukkan bahwa perdagangan manusia dengan modus menjanjikan pekerjaan banyak terjadi dan ini dialami oleh kalangan perempuan dan anak-anak. 13 Dampak yang dialami para korban perdagangan manusia beragam, umumnya masuk dalam jurang prostitusi PSK, eksploitasi tenaga kerja dan sebagainya. Sedangkan dari sisi Pelaku umumnya dilakukan oleh agen penyalur tenaga kerja dengan modus janji memberikan pekerjaan dan dilakukan baik secara pasif dengan iklan lowongan pekerjaan maupun dengan aktif langsung ke rumah-rumah penduduk merekrut mereka yang memang mengharapkan pekerjaan. 14 Eksploitasi tenaga kerja ini menjerumuskan para tenaga kerja pada sistem kerja tanpa upah yang jelas, tanpa ada syarat-syarat kerja, tanpa perlindungan kerja dan sebagainya layaknya kerja paksa. Hasil studi International Labour Organization ILO menunjukkan bahwa di dunia sekitar 12,3 juta orang terjebak dalam kerja paksa. Dari jumlah itu, sekitar 9,5 juta pekerja paksa berada di Asia sebagai wilayah pekerja paksa yang paling besar. Sisanya, tersebar sebanyak 1,3 juta di Amerika Latin dan Karibia, 660 ribu orang di sub-Sahara Afrika, 260 ribu orang di Timur Tengah dan Afrika Utara, 360 ribu di negara-negara industri, dan 210 ribu orang di negara- http:usinfo.state.govxarchivesdisplay.html?p=washfile- englishy=2007m=Julyx=20070723135828mjesrom0.5709955 13 Data Perdagangan Manusia di Indonesia dalam www.lfip.orgreporttrafickingdata in Indonesia table pdf 14 Ibid. Universitas Sumatera Utara negara transisi. Dari korban kerja paksa itu 40-50 persennya merupakan anak-anak yang berusia dibawah 18 tahun. 15 Perdagangan manusia semakin marak dikarenakan keuntungan yang diperoleh pelakunya sangatlah besar, bahkn menurut PBB perdagangan manusia ini adalah sebuah perusahaan kriminal terbesar ketiga tingkat dunia yang menghasilkan sekitar 9,5 juta USD dalam pajak tahunan, selain itu perdagangan manusia juga merupakan salah satu perusahaan kriminal yang paling menguntungkan dan sangat terkait dengan pencucian uang money laundering perdagangan narkoba, pemalsuan dokumen dan penyelundupan manusia. Menurut hasil studi ILO keuntungan yang diperoleh dari perempuan, laki-laki dan anak-anak yang diperdagangkan diperkirakan mencapai 32 miliar US dollar setiap tahunnya. Keuntungan yang diambil dari pekerja paksa yang diperdagangkan itu setiap orangnya kurang lebih sebesar 13 dollar AS. sehingga, dalam satu tahun keuntungan yang diperoleh bisa mencapai 32 miliar dolar AS. Eksploitasi tenaga kerja itu tidak hanya terjadi di sektor informal tapi juga terdapat di berbagai sektor, misalnya pertanian, konstruksi, pembuatan bata, bengkel dan manufaktur. Pada umumnya terjadi di negara yang sedang berkembang. Kerja paksa tersebut kemungkinan besar terjadi di wilayah dengan pengawasan ketenagakerjaan yang tidak memadai antara lain terhadap agen penyalur tenaga kerja dan sistem sub kontrak. 15 Dalam Laporan Unicef tahun 1998 diperkirakan jumlah anak yang tereksploitasi seksual atau dilacurkan di Indonesia mencapai 40.000 sd 70.000 anak tersebar di 75.106 tempat di seluruh wilayah Indonesia. Sebuah dokumen, yakni Traficking in Person Report yang diterbitkan oleh Deplu AS dan ESCAP juga telah menempatkan Indonesia pada peringkat ketiga atau terendah dalam upaya penanggulangan trafficking perempuan dan anak. Lihat dalam www.elsam.or.id, Perdagangan Manusia Dalam Rancangan KUHP. Universitas Sumatera Utara Negara Indonesia lebih dari satu dekade ini telah menjadi negara pemasok tenaga kerja terbesar kedua di dunia setelah Filipina. Sekitar 72 persen pekerja migran tersebut berjenis kelamin perempuan. Tenaga kerja asal Indonesia itu, 90 persennya bekerja sebagai pekerja rumah tangga di negara Malaysia, Singapura, Hongkong, Taiwan, Korea Selatan, dan Timur Tengah. 16 Dengan demikian perdagangan tenaga kerja perempuan dan anak sangat mungkin dialami warga negara Indonesia.

B. Permasalahan