Peranan toksikologi forensik dalam penyelesaian kasus kejahatan
6.6. Peranan toksikologi forensik dalam penyelesaian kasus kejahatan
Perdanakusuma (1984) mengelompokkan ilmu forensik berdasarkan peranannya dalam Perdanakusuma (1984) mengelompokkan ilmu forensik berdasarkan peranannya dalam
pelanggaran Hak Asasi Manusia) pihak kejaksaan dapat melakukan penyidikan.
a. Ilmu-ilmu forensik yang menangani tindak kriminal sebagai masalah hukum.
Sampurna (2000) menggambarkan proses penyidikan sampai ke persidangan seperti pada
Dalam kelompok ini termasuk hukum pidana gambar 6.1. Upaya penyidikan pada umumnya dan hukum acara pidana. Kejahatan sebagai bermuara pada proses penuntutan dan disusul masalah hukum adalah aspek pertama dari oleh proses pengadilan. Pembuktian dari suatu tindak kriminal itu sendiri, karena kejahatan perkara pidana adalah upaya untuk membuktikan merupakan perbuatan-perbuatan yang bahwa benar telah terjadi tindak pidana yang melanggar hukum. diperkarakan dan bahwa si terdakwalah pelaku
b. Ilmu-Ilmu forensik yang menangani tindak tindak pidana tersebut. Pembuktian dilakukan kriminal sebagai masalah teknis.
dengan mengajukan alat bukti yang sah ke depan Kejahatan dipandang sebagai masalah teknis,
persidangan. Guna mendapatkan atau setidak- karena kejahatan dari segi wujud perbuatannya
tidaknya mendekati kebenaraan materiil, dalam maupun alat yang digunakannya memerlukan
pembuktian (penyidikan dan pemeriksaan bukti penganan secara teknis dengan menggunakan
fisik) harus dilakukan pembuktian secara ilmiah. bantuan diluar ilmu hukum pidana maupun
acara pidana. Dalam kelompok ini termasuk ilmu kriminalistik, Tindak Pidana
kedokteran forensik, kimia forensik, fisika
Dilaporkan ke polisi
Ditemukan oleh polisi
forensik, toksikologi forensik, serologi/biologi molekuler forensik, odontologi forensik, dan
Penyelidikan
entomogoli forensik.
Penyidikan
c. Ilmu-ilmu forensik yang menangani tindak kriminal sebagai masalah manusia
dan Catatan
TKP
Dalam kelompok ini termasuk kriminologi, psikologi forensik, dan psikiatri/neurologi
Bukti fisik
forensik. Kejahatan sebagai masalah manusia, karena pelaku dan objek penghukuman dari
Penyelidikan lanjutan
tindak kriminal tersebut adalah manusia. Dalam melakukan perbuatannya, manusia tidak
Pemberkasan
terlepas dari unsur jasmani (raga) dan jiwa. Disamping itu, kodrat manusia sebagai mahluk Pelimpahan Berkas ke
Penuntut Umum
sosial, yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu perbuatan yang
Persidangan
dilakukan juga dipengaruhi oleh faktor internal
(dorongan dari dalam dirinya sendiri) dan faktor Gambar 6.1. Sistematika proses penyidikan eksternal (dipengaruhi oleh lingkungannya).
sampai ke persidangan Berdasarkan klasifikasi diatas peran ilmu forensik
Peran toksikolog forensik dalam membantu dalam menyelesaikan masalah / kasus-kasus
penyidik dalam penyelesaian kasus tindak pidana kriminal lebih banyak pada penanganan
tersirat dalam pasal 133 (1) KUHAP, berbunyi: kejahatan dari masalah teknis dan manusia. dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan
Sehingga pada umumnya laboratorium forensik menangani seorang korban baik luka, keracunan dimanfaatkan untuk kepentingan peradilan,
atau pun mati yang diduga karena peristiwa yang khususnya perkara pidana.
merupakan tindak pidana, ia berwenang Dalam sistem peradilan pidana yang berlaku di
mengajukan permintaan keterangan ahli kepada Indonesia, peradilan perkara pidana diawali oleh
ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau penyidikan yang dilakukan oleh penyidik tunggal
ahli lainnya. Dalam pembuktian kasus (lebih tepatnya penyidik umum) yang dilakukan
penyalahgunaan Narkorba dan Zat aditif lainnya oleh kepolisian, namun dalam khasus-khasus
mutlak diperlukan peran toksikolog forensik.
Sesuai dengan bagan pada gambar 1 toksikolog dokter yang melakukan otopsi, maka kerjasama forensik dapat terlibat dalam penyidikan kasus-
antara pemeriksa toksikologi di Labfor Bareskrim kasus toksikologi pada pemeriksaan bukti fisik,
Mabes Polri dengan dokter forensik merupakan sampai persidangan. Hasil analisis toksikologik
hal yang harus dilakukan, khususnya dalam berupa ada-tidaknya zat racun yang diduga terlibat
penanganan kasus keracunan dengan korban dalam kasus yang dituduhkan (misal keracuanan),
meninggal. Dalam hal ini, kesimpulan hasil dan interpretasi dari temuan analisis sebagai
pemeriksaan toksikologi forensik di Labfor suatu argumentasi apakah zat racun, dengan
Bareskrim Mabes Polri juga dimasukkan menjadi konsetrasi terukur dapat diduga sebagai
bagian dari Visum et Revertumer yang dikeluarkan penyebabkan keracunan. Dipersidangan seorang
oleh dokter forensik (Subandi 2005). toksikolog forensik dapat dipanggil oleh hakim