Kemungkinan Pendidikan: Manusia sebagai Makhluk yang Dapat Dididik

3. Kemungkinan Pendidikan: Manusia sebagai Makhluk yang Dapat Dididik

Suatu fakta yang jarang orang mempertanyakan kembali tentang hakikat manusia apakah harus dididik dan dapat dididik, karena ketidak pedulian orang atau keawaman orang terhadap permasalahan pendidikan. Para ahli pendidikan, kapanpun dan dimanapun akan berorientasi pada landasan filsafat antropologis yang memberikan pandangan tentang potensi-potensi manusia yang dapat dikembangkan melalui upaya pendidikan. Demikian pula, para ahli kedokteran dan fisiologi akan lebih berkonsentrasi pada upaya menyelidiki tentang berbagai rahasia yang ada pada fisik manusia, sehingga mampu menemukan berbagai obat atau metode penyembuhan sakit fisik manusia.

Permasalahan apakah manusia akan dapat dididik ? Pertanyaan tersebut menuntut jawaban dengan prinsip-prinsip Antropologis apakah yang melandasinya? Untuk menjawab permasalahan tersebut, Anda dapat mengacu kepada konsep hakikat manusia sebagaimana telah diuraikan terdahulu (point 1). Berdasarkan itu, Tatang Syaripudin (1994), mengemukakan lima prinsip antropologis yang melandasi kemungkinan manusia akan dapat dididik, yaitu : (1) prinsip potensialitas, (2). prinsip dinamika, (3) prinsip individualitas, (4) prinsip sosialitas, dan (5) prinsip moralitas. MI. Soelaeman (1984) mengemukakan 3 prinsip, yaitu prinsip (1) individualitas, (2) sosialitas, dan (3) moralitas. Sementara La Sulo (1994) mengemukakan 4 prinsip, (1) prinsip individualitas, (2) sosialitas, (3) moralitas, dan (4) prinsip keberagamaan. Prinsip keberagamaan tidak serta merta tercakup dalam prinsip moralitas, sebab ada moral yang bersumber dari filsafat atau bentuk-bentuk moral ilmu pengetahuan. Marilah kita ikuti uraian prinsip-prinsip antropologi yang dikemukakan oleh Tatang Syaripudin dalam Tesis (1994), dan Landasan Pendidikan (2008) berikut ini.

(1) Prinsip Potensialitas.

Pendidikan bertujuan agar seseorang menjadi manusia ideal. Sosok manusia ideal tersebut antara lain adalah manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, bermoral/berakhlak mulia, cerdas, berperasaan, berkemauan, mampu berkarya, dst.. Di pihak lain, manusia memiliki berbagai potensi, yaitu: potensi untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, potensi untuk mampu berbuat baik, potensi cipta, rasa, karsa, dan potensi karya. Sebab itu, manusia akan dapat dididik karena ia memiliki potensi untuk menjadi manusia ideal.

(2) Prinsip Dinamika. Ditinjau dari sudut pendidik, pendidikan diupayakan dalam rangka membantu manusia (peserta didik) agar menjadi manusia ideal. Di pihak lain, ma nusia itu sendiri (pe­serta didik) memiliki dinamika untuk menjadi manusia ideal. Manusia selalu aktif baik dalam aspek fisiologik mau­pun spiritualnya. Ia (2) Prinsip Dinamika. Ditinjau dari sudut pendidik, pendidikan diupayakan dalam rangka membantu manusia (peserta didik) agar menjadi manusia ideal. Di pihak lain, ma nusia itu sendiri (pe­serta didik) memiliki dinamika untuk menjadi manusia ideal. Manusia selalu aktif baik dalam aspek fisiologik mau­pun spiritualnya. Ia

(3) Prinsip Individualitas

Praktek pendidikan merupakan upaya membantu manusia (peserta didik) yang antara lain diarahkan agar ia mampu menjadi dirinya sendiri. Dipihak lain, manusia (peserta didik) adalah individu yang memiliki ke-diri-sendirian (subyektivitas), bebas dan aktif berupaya untuk menjadi dirinya sendiri. Sebab itu, individualitas mengimplikasikan bahwa manusia akan dapat dididik.

(4) Prinsip Sosialitas

Pendidikan berlangsung dalam pergaulan (interaksi/komunikasi) antar sesama manusia (pendidik dan peserta didik). Melalui pergaulan tersebut pengaruh pendidikan disampaikan pendidik dan diterima peserta dididik. Telah Anda pahami, hakikatnya manusia adalah makhluk sosial, ia hidup bersama dengan sesamanya. Dalam kehidupan bersama dengan sesamanya ini akan terjadi huhun gan pengaruh timbal balik di mana setiap individu akan mene­rima pengaruh dari individu yang lainnya. Sebab itu, sosialitas mengimplikasikan bahwa manusia akan dapat dididik.

(5) Prinsip Moralitas

Pendidikan bersifat normatif, artinya dilaksanakan berdasarkan sistem norma dan nilai tertentu. Di samping itu, pendidikan bertujuan agar manusia berakhlak mulia; agar manusia berperilaku sesuai dengan nilai-nilai dan norma- norma yang bersumber dari agama, masyarakat dan budayanya. Di pihak lain, manusia berdimensi moralitas, manusia mampu membedakan yang baik dan yang jahat. Sebab itu, dimensi moralitas mengimplikasikan bahwa manusia akan dapat dididik.

(6) Prinsip Keberagamaan/religiusitas

Bagi umat beragama meyakini bahwa semua yang ada di alam semesta ini adalah diciptakan Tuhan Yang Maha Esa, ini berbeda denga aliran evolusionistik yang berargumen bahwa segala yang ada di dunia ini terjadi dengan sendirinya melalui proses panjang dengan hukum alam. Mereka lupa bahwa evolusi dari binatang tidak semua mencapai kesempurnaan, sementara evolusi manusia menuju ke kesempurnaan. Ada dua atau lebih proses evolusi, dimana ada yang menuju ke kehancuran dan ada yang tidak berevolusi, dan ada yang ke kesempurnaan/ keunggulan.

Realitas social, apakah mereka yang ada di pedalaman atau yang tinggal diping- giran kota, atau di metropolitan, manusia selalu akan terikat dengan yang dianggap menguasai alam atau lingkungannya, atau bahkan benda yang dianggap keramat karena dianggap ada hubungan antara dia dengan benda tersebut. Persoalan ini dapat dipahami dari sisi religiusitas seseorang, pada tataran mana seseorang memiliki keyakinan tersebut, apakah dasarnya logika, perasaan, intuisi, atau keyakinan dari hati sanubari. Permasalahannya adalah sampai sejauhmana peranan religi dapat menuntun manusia untuk mencapai kesempurnaan kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat. Agama yang diyakini seseorang, akan menjadi suatu paradigma berfikir dan berbuat yang selaras dengan hukum-hukum agama, dan ini menuntun dan mengembangkan seluruh proses kehidupan manusia baik aspek internal maupun eksternal diri dan aspek social dan moral berkehidupan di masyarakatnya.

Atas dasar berbagai asumsi di atas, jelas kiranya bahwa manusia akan dapat dididik, sehubungan dengan ini M.J. Langeveld (1980) memberikan identitas kepada manusia sebagai “Animal Educabile”. Dengan mengacu pada asumsi ini diharapkan kita tetap sabar dan tabah dalam melaksanakan pendidikan. Andaikan saja Anda telah melaksanakan upaya pendidikan, sementara peserta didik belum dapat mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan, Anda seyogyanya tetap sabar dan tabah untuk tetap mendidiknya. Dalam konteks ini, Anda justru perlu introspeksi diri, barangkali saja terjadi kesalahan-kesalahan Atas dasar berbagai asumsi di atas, jelas kiranya bahwa manusia akan dapat dididik, sehubungan dengan ini M.J. Langeveld (1980) memberikan identitas kepada manusia sebagai “Animal Educabile”. Dengan mengacu pada asumsi ini diharapkan kita tetap sabar dan tabah dalam melaksanakan pendidikan. Andaikan saja Anda telah melaksanakan upaya pendidikan, sementara peserta didik belum dapat mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan, Anda seyogyanya tetap sabar dan tabah untuk tetap mendidiknya. Dalam konteks ini, Anda justru perlu introspeksi diri, barangkali saja terjadi kesalahan-kesalahan

Demikianlah prinsip-prinsip yang melandasi perlunya anak manusia mendapat bantuan pendidikan, yang tentunya tidak mengabaikan prinsip-prinsip antropologis lainnya selama prinsip tersebut memperkuat kaidah-kaidah pentingnya pendidikan bagi manusia.