Paradigma Pendidikan Liberal
2. Paradigma Pendidikan Liberal
Golongan kedua yakni kaum Liberal, berangkat dari keyakinan bahwa memang ada masalah dimasyarakat tetapi bagi mereka pendidikan tidak ada kaitannya dengan persoalan politik dan ekonomi masyarakat. Denganl keyakinan seperti itu. tugas pendidikan juga tidak ada sangkut pautnya dengan persoalan politik dan ekonomi. Sungguh pun demikian, kaum liberal selalu berusaha untuk menyesuaikan pendidikan dengan keadaan ekonomi dan politik di luar dunia pendidikan, dengan jalan memecahkan berbagai masalah yang ada dalam pendidikan dengan usaha reformasi “kosmetik”. Umumnya yang dilakukan adalah seperti: perlunya membangun kelas dan fasilitas baru, memoderenkan peralatan sekolah dengan pengadaan komputer yang lebih canggih dan laboratorium, serta berbagai usaha untuk menyehatkan rasio murid-guru. Selain itu juga Golongan kedua yakni kaum Liberal, berangkat dari keyakinan bahwa memang ada masalah dimasyarakat tetapi bagi mereka pendidikan tidak ada kaitannya dengan persoalan politik dan ekonomi masyarakat. Denganl keyakinan seperti itu. tugas pendidikan juga tidak ada sangkut pautnya dengan persoalan politik dan ekonomi. Sungguh pun demikian, kaum liberal selalu berusaha untuk menyesuaikan pendidikan dengan keadaan ekonomi dan politik di luar dunia pendidikan, dengan jalan memecahkan berbagai masalah yang ada dalam pendidikan dengan usaha reformasi “kosmetik”. Umumnya yang dilakukan adalah seperti: perlunya membangun kelas dan fasilitas baru, memoderenkan peralatan sekolah dengan pengadaan komputer yang lebih canggih dan laboratorium, serta berbagai usaha untuk menyehatkan rasio murid-guru. Selain itu juga
Kaum Liberal dan Konservatif sama-sama berpendirian bahwa pendidikan ialah a-politik, dan “excellence” haruslah merupakan target utama pendidikan. Kaum Liberal beranggapan bahwa masalah mayarakat dan pendidikan adalah dua masalah yang berbeda. Mereka tidak melihat kaitan pendidikan dalam struktur kelas dan dominasi politik dan budaya serta diskriminasi gender di masyarakat luas. Bahkan pendidikan bagi salah satu aliran liberal yakni “struct ural funct ionalism” justru dimaksud sebagai sarana untuk menstabilkan norma dan nilai masyarakat. Pendidikan justru dimaksudkan sebagai media untuk mensosialisasikan dan mereproduksi nilai-nilai tata susila keyakinan dan nilai-nilai dasar agar masyarakat luas berfungsi secara baik.
Pendekatan liberal inilah yang mendominasi segenap pemikiran tentang pendidikan baik pendidikan formal seperti sekolah, maupun pendidikan non-formal seperti berbagai macam pelatihan. Akar dari pendidikan ini adalah Liberalisme, yakni suatu pandangan yang tnenekankan pengembangan kemampuan, melindungi hak, dan kebebasan (freedom), serta mengidentifikasi problem dan upaya modernisasi dan pembangunan demi menjaga stabilitas jangka panjang. Konsep pendidikan dalam tradisi liberal berakar pada cita-cita Barat tentang individualisme. Sejarah ide politik liberalisme berkait erat dengan bangkitnya kelas menengah yang diuntungkan oleh kapitalisme. Pengaruh liberalisme dalam pendidikan dapat dianalisa dengan melihat komponen-- komponennya. Komponen pert ama, adalah komponen pengaruh filsafat barat tentang model manusia universal yakni model manusla Amerika dan Eropa. Model tipe ideal mereka adalah manusia “rat ionalis liberal”, seperti pertama, bahwa semua manusia memiliki potensi sama dalam intelektualitas; kedua, baik tatanan alam maupun norma sosial dapat ditangkap oleh akal; ket iga, adalah “individualis” yakni adanya anggapan bahwa manusia adalah atomistik dan otonom (Bay, 1988). Menempatkan individu secara atomistik, membawa pada keyakinan bahwa hubungan sosial sebagai kebetulan, dan masyarakat dianggap tidak stabil karena kepentingan-kepentingan anggotanya yang tidak stabil.
Pengaruh liberal ini kelihatan dalam pendidikan yang mengutamakan prestasi melalui proses persaingan antar murid. Pembuatan ranking untuk menentukan murid terbaik, adalah implikasi dari paham pendidikan ini. Pengaruh pendidikan liberal juga dapat dilihat dalam berbagai pendekatan “andragogy” seperti dalam pelatihan manajemen kewiraswastaan dan manajemen lainnya. Achievement Mot ivation Training (AMT) yang diciptakan oleh David McClelland adalah contoh terbaik pendekatan liberal. Mclelland berpendapat bahwa akar masalah keterbelakangan dunia ketiga karena mereka tidak memiliki apa yang dinamakannya “N Ach”. Oleh karena syarat pembangunan bagi rakyat Dunia Ketiga adalah perlu virus “N Ach” yang membuat individu agresif dan rasional (McClelland, 1961). Berbagai pelatiha pegembangan masyarakat (Communit y Development ) seperti usaha bersama, intensifikasi perlanian dan lain sebagainya, umunmya berpijak pada paradigma pendidikan liberal ini.
Positivisme juga berpengaruh dalam pendidikan liberal. Positivisme sebagai suatu paradigma ilmu sosial yang dominan dewasa ini juga menjadi dasar bagi model pendidikan Liberal. Positivisme pada dasarnya adalah ilmu sosial yang dipinjam dari pandangan, metode dan teknik ilmu alam memahami realitas. Positivisme sebagai suatu aliran filsafat berakar pada tradisi ilmu-ilmu sosial yang dikembangkan dengan mengambil cara ilmu alam menguasai benda, yakni dengan kepercayaan adanya universalisme dan generalisasi, melalui metode determinasi, “fixed law” atau kumpulan hukum teori (Schoyer, 1973). Positivisme berasumsi bahwa penjelasan tunggal dianggap “appropriate” semua fenomena. Oleh karena itu mereka percaya bahwa riset sosial ataupun pendidikan dan pelatihan harus didekati dengan nletode ilmiah yakni objektif dan bebas nilai. Pengetahuan selalu menganut hukum ilmiah yang bersifat universal, prosedur harus dikuantifisir dan diverifikasi dengan metode “scient ific”. Dengan kata lain, positivisme mensyaratkan pemisahan fakta dan values dalam rangka menuju pada pemahaman objektif atas realitas sosial. Habermas, seorang penganut Teori Kritik melakukan kritik terhadap positivisme dengan menjelaskan berbagai kategori pengetahuan sebagai berikut. Pert ama, adalah apa yang disebutnya sebagai “instrumental Positivisme juga berpengaruh dalam pendidikan liberal. Positivisme sebagai suatu paradigma ilmu sosial yang dominan dewasa ini juga menjadi dasar bagi model pendidikan Liberal. Positivisme pada dasarnya adalah ilmu sosial yang dipinjam dari pandangan, metode dan teknik ilmu alam memahami realitas. Positivisme sebagai suatu aliran filsafat berakar pada tradisi ilmu-ilmu sosial yang dikembangkan dengan mengambil cara ilmu alam menguasai benda, yakni dengan kepercayaan adanya universalisme dan generalisasi, melalui metode determinasi, “fixed law” atau kumpulan hukum teori (Schoyer, 1973). Positivisme berasumsi bahwa penjelasan tunggal dianggap “appropriate” semua fenomena. Oleh karena itu mereka percaya bahwa riset sosial ataupun pendidikan dan pelatihan harus didekati dengan nletode ilmiah yakni objektif dan bebas nilai. Pengetahuan selalu menganut hukum ilmiah yang bersifat universal, prosedur harus dikuantifisir dan diverifikasi dengan metode “scient ific”. Dengan kata lain, positivisme mensyaratkan pemisahan fakta dan values dalam rangka menuju pada pemahaman objektif atas realitas sosial. Habermas, seorang penganut Teori Kritik melakukan kritik terhadap positivisme dengan menjelaskan berbagai kategori pengetahuan sebagai berikut. Pert ama, adalah apa yang disebutnya sebagai “instrumental