Penelitian Terdahulu

F. Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian terdahulu mengenai manajemen laba diseputar penawaran saham, khususnya seasoned equity offering dapat dibagi menjadi dua kelompok konsep, yaitu konsep manajemen laba opportunistic dan manajemen laba nonopportunistic.

Teoh et al. (1998) melakukan penelitian untuk menguji dugaan bahwa beberapa manajer secara aktif mengatur laporan keuangan mereka untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi saat penawaran SEO dan hal ini kebanyakan diikuti strategi pelaporan yang agresif sehingga dikemudian akan menurunkan kinerja secara signifikan. Berdasarkan analisis time series, baik discretionary working capital accrual dan nondiscretionary working capital sebelum issue selalu mengalami peningkatan dan setelah issue mengalami penurunan secara

signifikan. Sementara discretionary nonworking capital accrual dan nondiscretionary nonworking capital bergerak secara fluktuatif yakni sebelum issue terdapat peningkatan dan penurunan, demikian pula setelah issue. Fakta lain menunjukkan adanya penurunan net income dan stock return setelah issue. Bukti penurunan kinerja (underperformance) ini diperkuat dengan korelasi spearman yang menunjukkan hubungan signifikan negatif antara baik discretionary working capital accrual dan nondiscretionary working capital sebelum issue dengan perubahan net income setelah issue secara kuat. Sementara discretionary nonworking capital accrual tidak menunjukkan korelasi yang signifikan sedangkan nondiscretionary nonworking capital accrual berkorelasi signifikan positif namun rendah. Hasil ini menunjukkan bahwa komponen working capital accrual lebih banyak digunakan manajemen untuk memanipulasi laba dan dapat memprediksi penurunan kinerja keuangan setelah issue. Mereka juga menyimpulkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa investor tidak dapat melihat manajemen laba yang dilakukan perusahaan yang melakukan penawaran. Investor bereaksi secara naïf dalam memperhitungkan kinerja keuangan sebelum signifikan. Sementara discretionary nonworking capital accrual dan nondiscretionary nonworking capital bergerak secara fluktuatif yakni sebelum issue terdapat peningkatan dan penurunan, demikian pula setelah issue. Fakta lain menunjukkan adanya penurunan net income dan stock return setelah issue. Bukti penurunan kinerja (underperformance) ini diperkuat dengan korelasi spearman yang menunjukkan hubungan signifikan negatif antara baik discretionary working capital accrual dan nondiscretionary working capital sebelum issue dengan perubahan net income setelah issue secara kuat. Sementara discretionary nonworking capital accrual tidak menunjukkan korelasi yang signifikan sedangkan nondiscretionary nonworking capital accrual berkorelasi signifikan positif namun rendah. Hasil ini menunjukkan bahwa komponen working capital accrual lebih banyak digunakan manajemen untuk memanipulasi laba dan dapat memprediksi penurunan kinerja keuangan setelah issue. Mereka juga menyimpulkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa investor tidak dapat melihat manajemen laba yang dilakukan perusahaan yang melakukan penawaran. Investor bereaksi secara naïf dalam memperhitungkan kinerja keuangan sebelum

Ching et al. (2002) melanjutkan dengan sampel perusahaan yang melakukan placing dan right issue di pasar Hongkong. Discretionary current accrual digunakan sebagai model pendeteksian manajemen laba. Hasil penelitian mereka dapat disimpulkan, pertama, menunjukkan bukti adanya discretionary current accrual yang positif dilakukan sebelum SEO. Kedua, adanya hubungan signifikan negatif antara discretionary current accrual sebelum issue dengan perubahan ROA setelah issue. Dua kesimpulan ini mengimplikasikan bahwa perusahaan mengalihkan income masa depan untuk mengatur laba pada tahun sebelum SEO dan akhirnya laba menurun setelah SEO. Ketiga, adanya hubungan signifikan negatif antara discretionary current accrual sebelum issue dengan abnormal return setelah issue. Penelitian ini mengindikasikan bahwa manajemen laba perusahaan yang melakukan right issue telah mencurangi pasar saham karena dalam kasus right issue, manajemen laba berhubungan negatif dengan stock return setelah issue dan pasar tidak dapat melihat manajemen laba yang dilakukan perusahaan.

Iqbal et al. (2008) juga menggunakan konsep penelitian yang sama. Analisis time series kinerja operasional yang diproksi dengan return on asset dan return on sales pada 2 tahun sebelum penawaran menunjukkan outperform. Kinerja operasional ini memuncak pada tahun penawaran dan menurun setelah penawaran. Hasil uji regresi juga menunjukkan terdapat hubungan negatif antara discretionary current accrual sebelum penawaran dengan return saham setelah Iqbal et al. (2008) juga menggunakan konsep penelitian yang sama. Analisis time series kinerja operasional yang diproksi dengan return on asset dan return on sales pada 2 tahun sebelum penawaran menunjukkan outperform. Kinerja operasional ini memuncak pada tahun penawaran dan menurun setelah penawaran. Hasil uji regresi juga menunjukkan terdapat hubungan negatif antara discretionary current accrual sebelum penawaran dengan return saham setelah

Penelitian-penilitian diatas termasuk dalam konsep manajemen laba opportunistic . Manajer mengambil kesempatan investor yang tidak dapat melihat discretionary accrual untuk memanipulasi laba sehingga kinerja operasional perusahaan outperform. Investor akan overoptismis dan akan memungkinkan saham direspon positif sehingga mendapatkan issue fully subscribed. Manajemen laba yang dilakukan tidak dapat dipertahankan perusahaan yang akan terivisi setelah issue akan menyebabkan kinerja operasional perusahan menurun.

Pendapat manajemen laba nonopportunistic juga dapat dibuktikan oleh Shivakumar (2000). Ia berpendapat bahwa manajemen laba sebelum penawaran ekuitas bukan dimaksudkan untuk mencurangi investor, tetapi sebagai respon rasional issuer mengantisipasi perilaku pasar saat pengumuman penawaran. Investor mengasumsikan bahwa perusahaan mengeluarkan penawaran ekuitas sebelumnya telah mengatur laba mereka dan hal tersebut menyebabkan menurunnya harga saham perusahaan saat penawaran. Akhirnya hal ini hanyalah tindakan rasional issuer untuk overstate laba sebelum pengumuman penawaran tersebut, setidaknya untuk memenuhi harapan pasar. Hasil penelitian Pendapat manajemen laba nonopportunistic juga dapat dibuktikan oleh Shivakumar (2000). Ia berpendapat bahwa manajemen laba sebelum penawaran ekuitas bukan dimaksudkan untuk mencurangi investor, tetapi sebagai respon rasional issuer mengantisipasi perilaku pasar saat pengumuman penawaran. Investor mengasumsikan bahwa perusahaan mengeluarkan penawaran ekuitas sebelumnya telah mengatur laba mereka dan hal tersebut menyebabkan menurunnya harga saham perusahaan saat penawaran. Akhirnya hal ini hanyalah tindakan rasional issuer untuk overstate laba sebelum pengumuman penawaran tersebut, setidaknya untuk memenuhi harapan pasar. Hasil penelitian

Chen (2007) juga merupakan peneliti yang menganut teori nonopportunistic . Ia berpendapat bahwa manajemen laba bukan untuk menaikkan harga saham, tetapi untuk mempertahankan harga saham yang overvalued. Lebih jauh teori ini disebut agency cost of overvalued equity. Untuk membuktikan teori ini, sampel perusahaan yang melakukan SEO adalah yang hanya memiliki abnormal return positif sebelum SEO. Dari 1101 perusahaan yang melakukan SEO, 774 diantaranya memiliki abnormal retun yang positif. Hasil menunjukkan perusahaan melakukan manajemen laba sebelum SEO namun abnormal return sebelum issue dengan abnormal return pada saat issue tidak berbeda secara signifikan. Analisis time series menunjukkan bahwa discretionary current accrual mengalami kenaikan sebelum issue dan mengalami penurunan setelah issue. Kinerja keuangan yang diproksikan dengan ROA juga mengalami pola yang sama.

Hasil-hasil penelitian baik dengan konsep manajemen laba opportunistic dan konsep manajemen laba nonopportunistic pada dasarnya menunjukkan pola yang sama atas accrual dan kinerja keuangan yakni mengalami kenaikan sebelum Hasil-hasil penelitian baik dengan konsep manajemen laba opportunistic dan konsep manajemen laba nonopportunistic pada dasarnya menunjukkan pola yang sama atas accrual dan kinerja keuangan yakni mengalami kenaikan sebelum

Penelitian-penelitian diatas merupakan penelitian yang dilakukan dinegara maju, penelitian dinegara berkembang dilakukan oleh Reddy (2004) yang menganalis praktek manajemen laba perusahaan yang melakukan SEO di India. Dalam penelitian ini dilakukan pengujian untuk membandingkan tingkat manajemen laba sebelum SEO dengan setelah SEO, membandingkan manajemen laba dan kinerja perusahaan yang melakukan SEO dan dengan yang tidak melakukan SEO. Hasil penelitian menunjukkan discretionary accrual baik current maupun longterm perusahaan yang melakukan SEO dengan perusahaan nonissue tidak berbeda secara signifikan, tingkat manajemen laba antara sebelum SEO dengan setelah SEO juga tidak berbeda secara signifikan. Reddy (2004) berpendapat bahwa kondisi pasar yang sedang berkembang menunjukkan perilaku yang berbeda dengan pasar yang maju.

Penelitian perilaku perusahaan yang melakukan SEO di negara berkembang lainnya adalah oleh Lukose dan Rao (2003) yang juga menganalisis kinerja operasional perusahaan yang melakukan right issue di India. Hasil Penelitian menunjukkan perusahaan-perusahaan di India juga menunjukkan peningkatan profitabilitas sebelum issue dan terjadi penurunan profitabilitas setelah issue. Lebih lanjut mereka menyimpulkan bahwa hasil penelitian mereka mendukung model agency cost dan opportunity investment hypothesis.

Rao dan Dandale (2008) kembali melakukan pengujian terkait perilaku manajemen laba perusahaan yang melakukan right issue di negara berkembang Rao dan Dandale (2008) kembali melakukan pengujian terkait perilaku manajemen laba perusahaan yang melakukan right issue di negara berkembang

Penelitian perilaku manajemen laba diseputar SEO di Indonesia dilakukan oleh Sulistyanto dan Wibisono (2003). Mereka menggunakan konsep agency theory dan windows opportunity dalam menduga penurunan kinerja perusahaan setelah SEO. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa manajemen laba sebelum issue berpengaruh terhadap penurunan baik kinerja keuangan maupun kinerja saham setelah SEO.

Peneliti Indonesia lainnya adalah Kurniawan (2004) yang menguji kinerja perusahaan preseasoned equity offerings. Kinerja perusahaan diukur dengan menggunakan proksi current ratio (CR), debt to equity ratio (DER), return on investment (ROI), net profit margin (NPM), dan operating profit margin (OPM). Hasil penelitian menunjukkan kinerja perusahaan yang melakukan right issue lebih tinggi daripada yang tidak melakukan right issue namun secara statistik tidak berbeda. Terdapat dugaan bahwa peningkatan kinerja keuangan sebelum issue dan penurunan setelahnya disebabkan perusahaan melakukan manajemen laba.

Astuti (2010) lebih menguji faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi manajemen laba diseputar right issue dan juga menguji apakah terdapat perbedaan discretionary accrual antara sebelum issue dengan setelah issue.

Variabel motivasi manajemen laba digunakan leverage, size, kepemilikan institusi dan kepemilikan manajer. Hasil penelitian menunjukkan hanya leverage yang berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Sementara discretionary accrual terbukti berbeda antara sebelum dan setelah right issue.

Farinos et al. (2005) melakukan penelitian perusahaan yang melakukan penawaran saham baik IPO maupun SEO di Spayol dengan menggunakan teori market timing yang menjelaskan bahwa perusahaan melakukan penawaran saham ketika terdapat kesempatan menempatkan saham ke pasar karena mungkin akan sulit menjual di waktu lain. Perusahaan akan melakukan issue ketika pasar overoptimism dan overvaluation terhadap perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan perusahaan besar yang melakukan SEO terindikasi melakukan manajemen laba sehingga abnormal operating sebelum issue tinggi dan setelah issue mengalamai penurunan profit. Fakta lain adalah return saham tinggi sebelum issue dan setelah issue menurun.

Penelitian Lim et al. (2007) dan Zhou dan Elder (2004) menghubungkan perilaku manajemen laba diseputar SEO dengan karakterstik perusahaan. Lim et al. (2007) menyimpulkan bahwa perusahaan yang memiliki diversifikasi lebih memiliki discretionary current accrual yang lebih tinggi daripada perusahaan yang fokus. Sementara Zhou dan Elder (2004) menunjukkan perusahaan yang mempunyai auditor big 5 memiliki discretionary current accrual lebih rendah.