Hasil Penelitian
4.2.3 Evaluasi Proses
4.2.3.1 Permendiknas No 70 Tahun 2009
Proses kegiatan belajar ABK dilakukan bersama-sama dengan anak normal lainnya. Seharusnya anak berkebutuhan khusus memperoleh layanan khusus dari guru atau GPK, sehingga ABK dapat mengikuti pembelajaran di kelas dan ABK tidak terlalu mengalami kesulitan dalam mengikuti pembelajaran.
Dalam proses kegiatan mengajar, guru kelas melakukan pembelajaran secara umum dengan menerapkan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Sedangkan GPK berperan sebagai pendamping
mengarahkan dan membimbing anak berkebutuhan khusus agar dapat mengikuti
dalam
hal
dalam proses pembelajaran. Proses kegiatan pembelajaran diorganisasikan sesuai kebutuhan siswa dengan setting kelas inklusif. Guru menyampaikan pembelajaran sesuai dengan standar proses dengan menggunakan strategi yang variatif dan PAKEM sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan peserta didik. Media pembelajaran juga disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik, guru juga memberikan tugas-tugas dan lembar kerja siswa
dan
berpartisipasi berpartisipasi
Dalam penyediaan sarana dan prasarana yang digunakan untuk proses pembelajaran sesuai dengan Sekolah pada umumnya, namun harus disediakan sarana dan prasarana khusus yang bersifat aksesibel yang dapat membantu dan memudahkan anak berkebutuhan
dalam mengikuti pembelajaran. Masyarakat harus berperan serta dalam penyelenggaraan program pendidikan inklusi, karena pendidikan menjadi tanggung jawab bersama. Maka masyarakat harus ikut berperan dalam perencanaan, penyediaan tenaga ahli, mengambil keputusan, pelaksanaan pembelajaran, pendanaan, pengawasan, penyaluran lulusan melalui komite Sekolah, dewan pendidikan dan forum-forum pemerhati pendidikan inklusi.
khusus
4.2.3.2 Proses Program Pendidikan Inklusi di Sekolah
Evaluasi pada tahap proses menekankan pada kegiatan belajar siswa, kegiatan mengajar pendidik, proses kegiatan pembelajaran, sarana dan prasarana, Evaluasi pada tahap proses menekankan pada kegiatan belajar siswa, kegiatan mengajar pendidik, proses kegiatan pembelajaran, sarana dan prasarana,
1. Kegiatan Belajar Siswa
Pada saat dilakukan wawancara dengan Kepala Sekolah tentang proses kegiatan belajar siswa, narasumber menyatakan sebagai berikut:
“ABK mengikuti pembelajaran yang sama dengan siswa lainnya, namun pada hari tertentu anak
berkebutuhan khusus mengikuti pembelajaran khusus seperti pembelajaran keterampilan untuk mengembangkan diri, pengembangan karakter dan pembimbingan khusus”. (Wawancara dengan
Kepala Sekolah 27 November 2017).
Hal ini juga diungkapkan oleh guru Mulok selaku GPK yang mengatakan:
“Di Sekolah ABK tetap mengikuti pembelajaran yang sama dengan anak normal, hanya untuk hari sabtu mereka kami ambil untuk kami ajarkan tetang keterampilan dan kami memberikan
bimbingan khusus”. (Wawancara dengan guru Mulok selaku GPK, 18 November 2017).
Guru BK selaku GPK juga mengatakan sebagai berikut:
“Proses kegiatan belajar siswa tetap sama dengan anak normal pada umumnya, karena memang kami
belum memiliki modifikasi kurikulum bagi Sekolah yang melaksanakan program pendidikan inklusi. Hal ini terjadi karena kami masih mengalami kesulitan dalam memodifikasi kurikulum dan kami belum memiliki modifikasi kurikulum bagi Sekolah yang melaksanakan program pendidikan inklusi. Hal ini terjadi karena kami masih mengalami kesulitan dalam memodifikasi kurikulum dan kami
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa proses kegiatan belajar ABK masih disamakan dengan anak normal lainnya. Terkadang anak berkebutuhan khusus mengalami kesulitan karena kurikulum belum dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan siswa.
2. Kegiatan Mengajar Pendidik
Dari hasil wawancara dengan Kepala Sekolah didapat penjelasan mengenai proses kegiatan mengajar peserta didik sebagai berikut:
“Selama ini guru kelas mengajar sesuai dengan mata pelajaran yang menjadi bidangnya masing- masing, guru kelas harus bisa memaklumi dengan adanya keberadaan anak berkebutuhan khusus. Jika ada kendala yang dihadapi guru mengenai anak berkebutuhan khusus, maka guru langsung
berkonsultasi kepada GPK”. (Wawancara dengan Kepala Sekolah, 27 November 2017).
Sedangkan guru Mulok selaku GPK mengatakan sebagai berikut:
“Pada saat guru mata pelajaran mengajar, materi yang diajarkan tetap sama dengan anak normal. Pada saat penilaian diserahkan kepada kami selaku GPK, tapi jika diminta untuk mendampingi anak berkebutuhan khusus di kelas memang kami belum bisa sepenuhnya karena kami juga memiliki jam mengajar pelajaran pada bidang kami masing-
masing”. (Wawancara dengan guru Mulok selaku GPK, 18 November 2017).
Dalam wawancara juga guru BK selaku GPK menjelaskan sebagai berikut:
“Guru kelas masih mengajar sesuai dengan kurikulum nasional dan materi yang diberikan
pada anak berkebutuhan khusus sama dengan anak normal, untuk pendampingan dari kami dikelas memang belum bisa kami lakukan hanya paling
kalau
anak
berkebutuhan khusus
mengalami permasalahan mengenai pembelajaran maka kami panggil untuk kami bimbing secara intens. Kami juga membuat buku khusus untuk di isi oleh guru bidang studi lain, namun sebagian besar guru terkadang kurang berkenan mengisi buku tersebut. Padahal buku itu sangat penting bagi kami untuk melihat Bagaimana kondisi dan perkembangan anak berkebutuhan khusus”. (Wawancara dengan guru BK selaku GPK, 15 November 2017).
Dari hasil wawancara yang telah dipaparkan diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: dalam pelaksanaan pembelajaran guru mengajar dibidang studi masing-masing, guru memberikan materi pembelajaran juga secara umum karena belum didesain dengan mempertimbangkan adanya anak berkebutuhan khusus. Dalam penilaian untuk anak berkebutuhan khusus guru mata pelajaran menyerahkan kepada guru-guru GPK, namun guru GPK belum mampu untuk mendampingi secara penuh anak berkebutuhan khusus sehingga anak berkebutuhan khusus masih mengalami kesulitan.
3. Proses Kegiatan Pembelajaran
Pada evaluasi tahap instalasi pada komponen proses kegiatan pembelajaran, Kepala Sekolah menjelaskan seperti dibawah ini:
“Pada saat kegiatan pembelajaran dikelas anak berkebutuhan khusus mengikuti anak normal pada umumnya dan dalam proses belajar mengajar guru mata pelajaran harus bisa memahami anak berkebutuhan khusus dengan adanya keterbatasan yang mereka miliki, karena untuk sebelumnya juga telah kita beri pemahaman bahwa adanya anak berkebutuhan khusus di Sekolah. Terkhusus hari sabtu saja anak berkebutuhan khusus diberikan pembelajaran khusus untuk mengembangkan ke terampilan yang mereka miliki”. (Wawancara dengan Kepala Sekolah, 28 November 2017).
Hal senada juga diungkapkan oleh guru Mulok selaku GPK dari hasil wawancara bahwa:
“Untuk kegiatan pembelajaran dikelas anak berkebutuhan khusus juga sama seperti anak normal, mereka belajar bersama dan mendapatkan materi, penilaian yang sama. Hanya terkhusus untuk mengembangkan keterampilan sebagai pelajaran tambahan untuk mereka diadakan pada
hari sabtu”. (Wawancara dengan guru Mulok selaku GPK, 18 November 2017).
Berkaitan dengan hal tersebut, diperkuat oleh guru BK selaku GPK mengatakan:
“Dalam proses pembelajaran kami hanya memberikan materi, satu contoh sebenarnya bukan suatu pembiaran tetapi kami memaklumkan, karena kemampuan mereka memang sampai di situ, sehingga pada waktu bapak/ ibu guru mengajar, misalkan melihat mereka seperti sedikit tidak bisa, ada pemakluman seperti itu. Pada saat kegiatan pembelajaran anak berkebutuhan khusus “Dalam proses pembelajaran kami hanya memberikan materi, satu contoh sebenarnya bukan suatu pembiaran tetapi kami memaklumkan, karena kemampuan mereka memang sampai di situ, sehingga pada waktu bapak/ ibu guru mengajar, misalkan melihat mereka seperti sedikit tidak bisa, ada pemakluman seperti itu. Pada saat kegiatan pembelajaran anak berkebutuhan khusus
khusus untuk mengembangkan
(Wawancara dengan guru BK selaku GPK, 15 November 2017).
Melalui hasil wawancara diatas, kesimpulan dari proses kegiatan pembelajaran dalam pelaksanaan program pendidikan inklusi di SMP Negeri 7 Salatiga yaitu pada saat pembelajaran dikelas anak berkebutuhan khusus mengikuti dan mendapatkan materi yang sama dengan anak normal dan bagi guru mata pelajaran harus dapat memaklumi dengan adanya keberadaan anak berkebutuhan khusus. Hanya pada hari sabtu anak berkebutuhan khusus mendapatkan
khusus untuk mengembangkan keterampilan.
pembelajaran
4. Sarana dan Prasarana
Saat wawancara tentang sarana dan prasarana, Kepala Sekolah memberikan penjelasan seperti dibawah ini:
“Sarana dan prasarana yang digunakan diSekolah dalam pembelajaran anak berkebutuhan khusus
diperoleh dari Sekolah dengan diambil dari dana BOS dan terkadang mendapat bantuan dari orangtua anak berkebutuhan khusus ”. (Wawancara dengan Kepala Sekolah, 28 November 2017).
Hal yang sama diungkapkan oleh guru Mulok selaku GPK memberi penjelasan seperti dibawah ini:
“Untuk pemenuhan sarana dan prasarana yang digunakan dalam proses pembelajaran disediakan
ketika akan digunakan, dan untuk melengkapi sarana yang diperlukan diambil dari dana BOS”.
(Wawancara dengan guru Mulok selaku GPK, 18 November 2017).
Pendapat tersebut diperkuat oleh guru BK selaku GPK sebagai berikut:
“Sejak dari awal tahun Sekolah belum mengajukan dana
untuk
pemenuhan
kebutuhan anak
berkebutuhan khusus, pengajuan dilakukan ketika ada siswa yang membutuhkan sarana dan prasarana. Sehingga ketika siswa membutuhkan segera peralatan untuk belajar, Sekolah mengambil dari dana BOS. Pemenuhan kebutuhan belajar siswa seperti alat membatik, melukis dan alat-alat
yang digunakan untuk melatih keterampilan”. (Wawancara dengan guru BK selaku GPK, 15 November 2017).
Dari hasil wawancara yang diuraikan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa sarana dan prasarana untuk pemenuhan kebutuhan anak berkebutuhan khusus diambil dari dana BOS. Peralatan yang digunakan juga yang bersifat incidental maka dalam pemenuhannya menunggu siswa membutuhkan baru berusaha untuk dipenuhi.
5. Dukungan Masyarakat
Berdasarkan data dari hasil wawancara dengan Kepala Sekolah mengatakan bahwa:
“Dalam pelaksanaan program pendidikan inklusi Sekolah mendapatkan dukungan dari sebagian
orangtua anak berkebutuhan khusus yang siap untuk membantu kebutuhan siswa di Sekolah. Sekolah belum mendapatkan dukungan dari komite Sekolah, karena Sekolah baru akam menyampaikan pada saat pertemuan paguyuban mendatang. Selama ini kami juga menjalin kerja sama dengan beberapa instansi yang membantu perkembangan anak berkebutuhan khusus ”. (Wawancara dengan Kepala Sekolah, 28 November 2017).
Hal senada diungkapkan oleh guru Mulok selaku GPK seperti berikut:
“Mengenai pelaksanaan program pendidikan inklusi, sebagian orang tua anak berkebutuhan
khusus mendukung dan berperan serta dalam kegiatan yang kami adakan untuk meningkatkan kemampuan anak berkebutuhan khusus. Sekolah juga menjalin kerja sama dengan beberapa instansi seperti rumah sakit paru, rumah sakit umum, klinik UKSW, klinik konseling selasar dan Dinas ”. (Wawancara dengan guru Mulok selaku GPK, 18 November 2017).
Guru BK selaku GPK juga memberikan penjelasan sebagai berikut:
“Dukungan dari orang tua sudah baik untuk pelaksanaan program pendidikan inklusi, namun hanya sebagian orang tua siswa yang mau ikut berperan serta. Sebagian lain orang tua anak berkebutuhan khusus sulit diajak komunikasi dengan alasan malu dengan kondisi anaknya, sehingga kami harus mendatangi rumah mereka jika sudah beberapa kali dipanggil tidak berkenan datang. Komite memang belum kami beritahu mengenai program pendidikan inklusi ini, karena kami rasa masih mampu dalam pengelolaannya tetapi rencana akan kami sampaikan pada saat ada kegiatan
pertemuan
paguyuban. Untuk
penanganan anak berkebutuhan khusus kami juga penanganan anak berkebutuhan khusus kami juga
November 2017).
Dari hasil wawancara diatas, dapat simpulkan bahwa
program pendidikan inklusi ini mendapatkan dukungan dari sebagian orang tua anak berkebutuhan khusus, namun sebagian masih sulit untuk diajak bekerja sama. Adanya dukungan
dari beberapa instansi yang membantu perkembangan ABK namun belum berjalan dengan maksimal. Komite belum diajak bekerja sama, karena dirasa Kepala Sekolah dan GPK masih sanggup untuk menangai ABK.
4.2.3.2 Kesenjangan antara Permendiknas No 70 Tahun 2009 dengan yang terjadi di Sekolah
Tabel 4.3 Kesenjangan Pada Tahap Proses
No Komponen
Standar
Kinerja Kesenjangan
SMP N 7 Salatiga 1 Kegiatan
Permendiknas
ABK belajar ABK dan anak Terdapat belajar siswa
bersama anak normal belajar kesenjangan normal dan
bersama.
memperoleh Terkadang ABK layanan khusus
mengalami dari guru GPK
kesulitan karena tidak mendapatkan layanan khusus saat proses pembelajaran berlangsung
2 Kegiatan Guru kelas
Terdapat mengajar guru
Guru
menerapkan memberikan kesenjangan menerapkan memberikan kesenjangan
materi
sesuai pembelajaran kebutuhan
secara umum siswa
dan belum didesain dengan
GPK mempertimbangk mendampingi
an adanya ABK anak
GPK belum bisa berkebutuhan
sepenuhnya khusus
melakukan pendampingan terhadap ABK
3 Kegiatan Kegiatan ABK mendapat Terdapat pembelajaran
pembelajaran dan mengikuti kesenjangan harus sesuai
materi yang sama kebutuhan
dengan anak siswa dengan
normal.
setting kelas inklusi
Menggunakan Guru dapat strategi variatif
memaklumi dan PAKEM
dengan adanya sesuai
ABK tapi kurang karakteristik
mendapat
kebutuhan perhatian khusus siswa
dari guru
Guru Proses penilaian melakukan
diserahkan pada proses penilaian
GPK dan hasil dan hasil belajar
penilaian belum secara beragam
dibedakan
dan dengan anak berkesinambun
normal.
gan sesuai dengan kondisi siswa
4 Sarana dan Penyediaan Pemenuhan Terdapat prasarana
sarana dan sarana dan kesenjangan prasarana
prasarana
secara umum, diambil dari dana namun harus
BOS saat perlu disediakan
baru diajukan secara khusus yang bersifat aksesibel untuk ABK
5 Dukungan Berperan dalam
Terdapat masyarakat
Mendapat
perencanaan, dukungan dari kesenjangan penyediaan
sebagian
tenaga ahli, orangtua ABK mengambil
pelaksanaan dengan instansi, pembelajaran,
namun belum namun belum
maksimal.
pengawasan, Komite belum penyaluran
mengetahui lulusan melalui
tentang adanya komite Sekolah,
program
dewan pendidikan pendidikan dan
inklusi karena forum-forum
kepela Sekolah pemerhati
belum
pendidikan menyampaikan inklusi
Sumber: Permendiknas No 70 Tahun 2009 & SMPN 7 Salatiga
4.2.2 Evaluasi Produk
4.2.2.1 Permendiknas No 70 Tahun 2009
ABK menyelesaikan pendidikan berdasarkan kurikulum yang dikembangkan oleh Sekolah dibawah standar nasional pendidikan dengan mendapatkan surat tanda tamat belajar yang blangkonya dikeluarkan oleh Sekolah, untuk menentukan kenaikan kelas juga berdasarkan standar Sekolah serta penilaian untuk rapot siswa berbeda dengan anak normal. Selain itu untuk anak berkebutuhan khusus dapat melanjutkan ketingkat pendidikan yang lebih tinggi ke Sekolah yang menerapkan program pendidikan inklusi juga dengan bantuan surat keterangan dan ijazah dari Sekolah sebelumnya.
4.2.2.2 Produk Program Pendidikan Inklusi di Sekolah
Melalui wawancara terhadap Kepala Sekolah tentang hasil dari pelaksanaan program pendidikan inklusi, narasumber mengungkapkan bahwa:
“Saat adanya program ini yang telah kami laksanakan memang belum ada lulusan anak berkebutuhan khusus, baru ada lulusan tahun depan dengan mengikuti ujian Sekolah nanti untuk ijazahnya kami Sekolah yang mengeluarkan kemudian mendapat cap dari Dinas. Untuk sistem kenaikan anak berkebutuhan khusus setiap tahun pasti naik dan tidak pernah tinggal kelas namun untuk rapot khusus anak berkebutuhan khusus masih sama dengan anak normal, karena aturan tersebut dibuat terkhusus bagi anak berkebutuhan khusus ”. (Wawancara dengan Kepala Sekolah, 28 November 2017).
Hasil wawancara juga diungkapkan oleh guru Mulok selaku GPK yang mengatakan:
“Mengenai kenaikan kelas khusus bagi anak berkebutuhan khusus tetap dinaikkan tapi penilaian untuk rapot siswa saat ini masih sama dengan anak normal. Lulusan anak berkebutuhan khusus untuk saat ini belum ada, akan adanya lulusan anak berkebutuhan khusus pada tahun ajaran berikutnya. Anak berkebutuhan khusus tidak bisa diikutkan pada ujian nasional tetapi hanya mengikuti ujian Sekolah ”. (Wawancara dengan guru Mulok selaku GPK, 18 November 2017).
Guru BK selaku GPK juga mengatakan demikian:
“Khusus bagi anak berkebutuhan khusus tidak ada tinggal kelas dan harus tetap dinaikkan. Sekolah menetapkan bagi anak berkebutuhan khusus harus tetap mendapatkan wajib belajar dan tidak “Khusus bagi anak berkebutuhan khusus tidak ada tinggal kelas dan harus tetap dinaikkan. Sekolah menetapkan bagi anak berkebutuhan khusus harus tetap mendapatkan wajib belajar dan tidak
(Wawancara dengan guru BK selaku GPK, 15 November 2017).
Melalui hasil wawancara diatas, maka dapat disimpulkan
bagi anak berkebutuhan khusus dalam tahap kenaikan kelas tetap dinaikkan. Anak berkebutuhan khusus mengikuti ujian Sekolah dan tetap mendapatkan ijazah yang blangkonya dikeluarkan oleh Sekolah, namun hal yang menjadi kebimbangan Sekolah adalah bagaimana anak berkebutuhan khusus dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
bahwa
terkhusus
4.2.2.3 Kesenjangan antara Permendiknas No 70 Tahun 2009 dengan yang terjadi di Sekolah
Tabel 4.4
Kesenjangan Pada Tahap Produk
No Komponen
Kesenjangan Permendiknas
Standar
Kinerja
SMP N 7 Salatiga 1 Hasil
Tidak ada belajar
Kenaikan kelas
Anak
berdasarkan berkebutuhan kesenjangan standar Sekolah
khusus tetap naik kelas dan tidak ada kata tinggal kelas
2 Rapot Penilaian untuk Penilaian untuk Terdapat rapot bagi anak
kesenjangan berkebutuhan
rapot anak
berkebutuhan khusus berbeda
khusus masih dengan anak
sama dengan normal
anak normal
3 Ujian Anak
Belum ada berkebutuhan
Anak
berkebutuhan anak khusus
berkebutuhan mengikuti ujian
khusus
mengikuti ujian khusus yang Sekolah
Sekolah
mengikuti ujian Sekolah
4 Ijazah Anak
Tidak ada berkebutuhan
Anak
berkebutuhan kesenjangan khusus
khusus
mendapatkan mendapatkan ijazah dari
ijazah berupa Sekolah
surat tanda tamat belajar yang blangkonya dikeluarkan Sekolah
5 Lulusan Anak Belum adanya Belum ada berkebutuhan
lulusan anak lulusan khusus yang
berkebutuhan lulus Sekolah
khusus dan
mendapat surat masih menjadi keterangan dan
problematis bagi ijazah untuk
Sekolah tentang melanjutkan
kelanjutan anak pada jenjang
berkebutuhan yang lebih tinggi
khusus pada jenjang lebih tinggi
Sumber: Permendiknas No 70 Tahun 2009 & SMPN 7 Salatiga