BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Umum Tempat Penelitian 4.1.1 Profil Sekolah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Pelaksanaan Program Pendidikan Inklusi di SMP Negeri 7 Salatiga
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Umum Tempat Penelitian
4.1.1 Profil Sekolah
Nama Sekolah yang digunakan dalam penelitian ini adalah SMP Negeri 7 Salatiga yang beralamat di Jalan Setiaki No. 15 Salatiga. Desa/ Kelurahan Dukuh, Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga. Provinsi Jawa Tengah. Sekolah ini berdiri sejak tahun 1987
dengan luas tanah 12,780 m 2 , kepemilikan tanah Pemkot Kota Salatiga, dalam naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Berdasarkan data yang diperoleh, hasil akreditasi SMP Negeri 7 Salatiga pada tahun 2012 telah mendapat akreditasi A.
SMP Negeri 7 Salatiga adalah salah satu Sekolah umum yang menerima siswa regular setiap tahunnya dengan kuota 224 kursi. Sejak tahun 2011 SMP Negeri 7 Salatiga telah ditunjuk oleh Dinas Pendidikan kota Salatiga untuk menjalankan program pendidikan inklusi. Proses pendaftaran yang selama ini dilakukan adalah orang tua dari siswa datang langsung ke Sekolah dengan mendaftarkan anaknya untuk dididik di SMP Negeri 7 Salatiga. Jadi penerimaan anak berkebutuhan khusus di luar kuota 224 siswa yang pendaftarannya secara online. Untuk SMP Negeri 7 Salatiga adalah salah satu Sekolah umum yang menerima siswa regular setiap tahunnya dengan kuota 224 kursi. Sejak tahun 2011 SMP Negeri 7 Salatiga telah ditunjuk oleh Dinas Pendidikan kota Salatiga untuk menjalankan program pendidikan inklusi. Proses pendaftaran yang selama ini dilakukan adalah orang tua dari siswa datang langsung ke Sekolah dengan mendaftarkan anaknya untuk dididik di SMP Negeri 7 Salatiga. Jadi penerimaan anak berkebutuhan khusus di luar kuota 224 siswa yang pendaftarannya secara online. Untuk
4.1.2 Visi, Misi dan Tujuan SMP Negeri 7 Salatiga Berdasarkan data lapangan bahwa SMP Negeri
7 Salatiga memiliki Visi “Terwujudnya Insan yang
SIAP (Santun berperilaku, Iman dalam beragama, menjaga Asri lingkungannya, dan Percaya diri) BERPRESTASI ”. Kemudian selanjutnya dijabarkan menjadi
Misi
Sekolah
sebagai berikut:
”Menyelenggarakan pendidikan bermutu untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kompetensi
peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan yang didukung sarana prasarana pembelajaran,
lingkungan yang asri, dan pelayanan prima”,
dijelaskan sebagai berikut: (1)Menumbuhkan perilaku warga SMP Negeri 7 Salatiga untuk bersikap santun dijelaskan sebagai berikut: (1)Menumbuhkan perilaku warga SMP Negeri 7 Salatiga untuk bersikap santun
Adapun yang menjadi tujuan Sekolah antara lain: 1) Meningkatkan kedisiplinan peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan, 2) Meningkatkan kemampuan menampilkan kebiasaan sopan santun dan berbudi pekerti sebagai cerminan akhlak mulia dan iman serta taqwa, 3) Memiliki keyakinan dan pemahaman dalam menjalankan ajaran agama yang diyakini dalam kehidupan, 4) Memiliki lingkungan yang asri, rindang, bersih, dan indah, 5) Meraih predikat
tingkat kota, 6)Meningkatnya kesadaran peserta didik untuk belajar dengan memanfaatkan lingkungan Sekolah secara bertanggung jawab, 7) Meningkatkan rasa percaya diri dan kebanggaan sebagai warga SMP Negeri 7 Salatiga, 8) Meningkatkan rata-rata nilai kelulusan peserta didik, 9) Meningkatkan prestasi
Sekolah
Adiwiyata Adiwiyata
4.2 Hasil Penelitian
Berdasarkan data dan informasi yang berhasil dikumpulkan, maka untuk langkah selanjutnya peneliti melakukan pendeskripsian dan analisis dokumen yaitu Permendiknas No 70 Tahun 2009 guna menjawab permasalahan penelitian yang telah dirumuskan tentang bagaimana desain, instalasi, proses dan produk dalam pelaksanaan program pendidikan inklusi di SMP Negeri 7 Salatiga.
4.2.1 Evaluasi Desain
4.2.1.1 Permendiknas No 70 Tahun 2009
Berdasarkan acuan dari Permendiknas No 70 Tahun 2009 menyatakan bahwa tujuan dari pendidikan inklusi memberikan kesempatan yang sama kepada semua siswa baik yang normal maupun yang memiliki kebutuhan khusus agar memperoleh pendidikan yang sama dan memenuhi kebutuhan siswa, selain itu menghindari terjadinya diskriminasi.
Pada tahap penyelengaraan pendidikan inklusi peserta didik di Sekolah inklusi terdiri atas anak normal dan siswa berkebutuhan khusus, dimana Pada tahap penyelengaraan pendidikan inklusi peserta didik di Sekolah inklusi terdiri atas anak normal dan siswa berkebutuhan khusus, dimana
Dalam merumuskan assesmen sangat penting dilakukan
kondisi anak berkebutuhan khusus yang meliputi aspek potensi, kompetensi dan karakteristik peserta didik dalam rangka penentuan program pendidikan inklusi untuk mengembangkan semua potensi yang dimilikinya.
untuk
mengetahui
Tahap penyelenggaraan program pendidikan inklusi kurikulum merupakan panduan untuk meyelenggarakan program pendidikan inklusi dimana Sekolah memodifikasi kurikulum sesuai kebutuhan dan kemampuan peserta didik sesuai dengan kecerdasan, bakat, minat dan potensinya.
Dalam pemenuhan SDM pada Sekolah yang menyelenggarakan program pendidikan inklusi terdapat guru kelas, guru mata pelajaran dan guru pembimbing khusus (GPK) yang saling bekerjasama. Pemerintah kabupaten/kota harus berperan dalam menyediakan paling tidak minimal 1 GPK disetiap Sekolah, serta menyediakan program peningkatan kompetensi agar program pendidikan inklusi berjalan sesuai dengan harapan.
Pada tahap rencana pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik siswa dan guru harus mampu memilih metode yang tepat dengan karakteristik siswa tersebut. Penilaian dalam proses pembelajaran disesuaikan
dengan kurikulum yang telah dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan siswa, namun tetap mengacu pada standar nasional pendidikan.
Pemenuhan sarana prasarana yang dibutuhkan oleh anak berkebutuhan khusus harus asksesibilitas yang dapat membantu kemudahan mobilitas dan tidak membahayakan anak berkebutuhan khusus, dimana dengan adanya sarana prasarana ini akan memudahkan anak berkebutuhan khusus dalam proses pembelajaran dan memaksimalkan guru dalam pengajaran. Hal ini dilakukan agar impementasi program pendidikan inklusi dapat berjalan dengan baik.
Pembiayaan dalam penyelenggaraan pendidikan pada Sekolah inklusif menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Masyarakat dan orangtua. Biaya yang ada dialokasikan untuk berbagai keperluan seperti assesmen, modifikasi kurikulum, media, metode, insentif bagi tenaga yang terlibat,
pengadaan
sarana
dan prasarana, dan prasarana,
4.2.1.2 Desain Program Pendidikan Inklusi di Sekolah
Hasil evaluasi dalam tahap desain mencakup rencana
tentang tujuan penyelenggaraan, peserta didik, sistem assesmen pembelajaran, kurikulum, tenaga pendidik, rencana pembelajaran, sarana dan prasarana, pembiayaan, dan dukungan masyarakat:
secara
umum
1. Tujuan Penyelenggaraan Program Pendidikan Inklusi
Dalam tahap ini peneliti melakukan wawancara terhadap Kepala Sekolah SMP N 7 Salatiga, Guru Mulok selaku GPK, dan Guru BK selaku GPK. Adapun hasil wawancara terhadap narasumber tersebut adalah sebagai berikut:
“Sesuai dengan program pemerintah, bahwa tujuan adanya program pendidikan inklusi adalah supaya
anak inklusi bisa bersosialisasi dengan teman- temannya yang normal”. (Wawancara dengan Kepala Sekolah, 27 November 2017).
Hal tersebut juga senada dengan yang disampaikan oleh guru Mulok selaku GPK, yang menyatakan bahwa:
“Tujuan pendidikan inklusi ialah supaya anak berkebutuhan khusus dapat bersosialisasi dengan teman sebaya, namun jika tidak memungkinkan intinya bisa mandiri atau bisa mengurus dirinya sendiri ”. (Wawancara dengan guru Mulok selaku GPK, 18 November 2017).
Kemudian pendapat yang sama juga disampaikan oleh guru BK selaku GPK, yang mengatakan bahwa:
“Pengakuan untuk keberadaan anak-anak inklusi, supaya mereka sama dengan anak-anak lain, mendapatkan hak pendidikan yang sama juga, supaya mereka juga mempunyai kehidupan sosial yang tida k berbeda dengan yang lain juga”. (Wawancara dengan guru BK selaku GPK, 15 November 2017).
Berdasarkan hasil wawancara dapat dipahami bahwa tujuan dengan adanya program pendidikan inklusi adalah supaya anak berkebutuhan khusus dapat bersosialisasi dengan anak normal, kemudian adanya pengakuan untuk keberadaan anak berkebutuhan khusus baik yang memiliki kebutuhan khusus, cerdas istimewa dan bakat istimewa. Hal ini memungkinkan
agar
siswa
bisa mandiri, bisa mandiri,
Hasil wawancara diatas dipertegas dengan melakukan observasi dapat dilihat bahwa anak berkebutuhan khusus baik berkebutuhan khusus, cerdas istimewa dan bakat istimewa diikutsertakan dengan para anak normal dalam kegiatan pembelajaran dikelas. Kegiatan ini berjalan dengan baik dan pihak Sekolah sudah menjelaskan kepada para guru dan murid bahwa Sekolah mendapat penunjukkan
pendidikan untuk menyelenggarakan program pendidikan inklusi. Hasil wawancara dan observasi diatas diperkuat dengan dokumen Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Salatiga Nomor: 420/0241-U/101 tentang Sekolah dasar dan Sekolah
dari
Dinas
penyelenggara pendidikan inklusif dan CI-BI kota salatiga tahun 2012 (data terlampir).
menengah
pertama
2. Peserta Didik Penyelenggaraan Program Pendidikan Inklusi
Dari data yang diperoleh peneliti di lapangan, anak berkebutuhan khusus yang terdapat di Sekolah antara lain anak yang mengalami keterlambatan Dari data yang diperoleh peneliti di lapangan, anak berkebutuhan khusus yang terdapat di Sekolah antara lain anak yang mengalami keterlambatan
“Peserta didik yang tergolong inklusi di Sekolah ini adalah siswa yang mengalami keterlambatan dalam belajar (slow learner). Hal ini kami ketahui berdasarkan surat keterangan dari SD yang
mengatakan bahwa siswa tersebut inklusi”. (Wawancara dengan Kepala Sekolah, 27 November 2017).
Kemudian hasil wawancara yang dilakukan terhadap guru Mulok selaku GPK juga mengatakan pendapat yang sama:
“Anak berkebutuhan khusus yang terdapat di SMP Negeri 7 Salatiga merupakan siswa yang mengalami
keterlambatan belajar (slow learner). Pada saat daftar masuk terdapat 9 siswa yang tergolong anak berkebutuhan khusus, kelas 7 ada 5, kelas 8 ada 2 dan kelas 9 ada 2”. (Wawancara dengan guru Mulok
selaku GPK, 18 November 2017).
Lebih lanjut, pendapat yang sama juga dipertegas oleh guru BK selaku GPK yang menyatakan bahwa:
“Di SMP Negeri 7 Salatiga ada 9 anak berkebutuhan khusus disini dan termasuk dalam klasifikasi siswa yang mengalami keterlambatan belajar (slow learner )”, sebenarnya ada beberapa siswa yang mendaftar yang kami lihat seperti siswa yang berkebutuhan
khusus
tetapi
belum kami
komunikasikan sama orangtua mereka dan belum kami adakan tes. (Wawancara dengan guru BK selaku GPK, 15 November 2017).
Kesimpulan dari hasil wawancara diatas, di Sekolah SMP Negeri 7 Salatiga memiliki anak berkebutuhan khusus dengan klasifikasi mengalami keterlambatan belajar (slow learner) yang terdapat 9 ABK. Keadaan anak berkebutuhan khusus diketahui berdasarkan surat keterangan dari Sekolah Dasar sebelumnya. Dalam hal ini guru juga merasakan adanya anak normal yang mendaftar, pada saat proses pembelajaran siswa tersebut seperti memiliki kebutuhan
guru belum mengkomunikasikan terhadap orangtua siswa dan belum mengadakan tes.
khusus
tetapi
3. Sistem Assesmen Pembelajaran Dalam Program Pendidikan Inklusi
Berdasarkan data yang peneliti dapat dari hasil wawancara mengenai rencana secara umum mengenai sistem assesmen pembelajaran, Kepala Sekolah menyatakan bahwa:
“Sistem assesmen pembelajaran dilakukan sesuai dengan kurikulum yang ada. Penilaian untuk anak berkebutuhan khusus masih disamakan dengan
penilaian anak normal lainnya”. (Wawancara dengan Kepala Sekolah, 27 November 2017).
Lebih lanjut, hasil wawancara mengenai rencana secara umum tentang sistem assesmen pembelajaran guru Mulok selaku GPK menyatakan bahwa:
“Sementara ini kami masih menggunakan standar kurikulum nasional dalam tahap pembelajaran, “Sementara ini kami masih menggunakan standar kurikulum nasional dalam tahap pembelajaran,
tahap
penilaian bagi anak
berkebutuhan khusus juga masih sama dengan anak norma l”. (Wawancara dengan guru Mulok selaku GPK, 18 November 2017).
Hasil wawancara dengan guru BK selaku GPK, pendapat mengenai rencana secara umum dalam sistem assesmen pembelajaran menyatakan bahwa:
“Standar penilaian untuk anak berkebutuhan khusus berbeda, tapi kami belum mengkhusus kan, satu contoh pada waktu tes, mereka masih ikut tes sama-sama dan soalnya sama, hanya nanti kalau mereka mendapatkan hasil dengan format masih sama dengan anak normal, penilaian diserahkan ke Pak Sudio, karena mereka khusus, pokoknya mereka sebatas tuntas saja. Ya kasaran nya kami tutup mata untuk nilai mereka yang penting tuntas ”. (Wawancara dengan guru BK selaku GPK, 15 November 2017).
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa rencana secara umum dalam sistem assesmen pembelajaran pada bagian rencana dalam tahap penilaian bagi anak berkebutuhan khusus masih disamakan dengan anak normal.
4. Kurikulum Penyelenggaraan Program Pendidikan Inklusi
Melalui data yang telah diperoleh peneliti di lapangan, hasil wawancara terhadap Kepala Sekolah tentang rencana secara umum dalam komponen kurikulum yaitu sebagai berikut:
“Dalam penyelenggaraan program pendidikan inklusi ini, Sekolah menggunakan standar kurikulum
nasional
kemudian
melakukan melakukan
Sedangkan pendapat terhadap guru Mulok selaku GPK mengenai rencana secara umum dalam komponen kurikulum sebagai berikut:
“Untuk kurikulum kami masih menggunakan kurikulum nasional, sedang kami usahakan untuk mengembangkan kurikulum tapi belum maksimal dan kalau untuk rencana program khusus bagi anak berkebutuhan khusus ada kami buat, pada saat mengajarkan tentang keterampilan yaitu pada hari sabtu, tetapi untuk pembelajaran di kelas tetap mengikuti proses pembelajaran seperti anak normal
pada umumnya”. (Wawancara dengan guru Mulok selaku GPK, 18 November 2017).
Hal sama dengan guru Mulok juga diungkapkan oleh guru BK selaku GPK yang mengatakan bahwa:
“Mengenai
Sekolah masih menggunakan
kurikulum
kurikulum
nasional. Untuk
pengembangan kurikulumnya kami belum, tapi program kerja tetap kami buat. Misalkan tentang apa yang ingin kami sampaikan pada saat proses pembelajaran khusus bagi anak berkebutuhan khusus saja yaitu khusus hari sabtu diberikan pembelajaran khusus tentang keterampilan ”. (Wawancara dengan guru BK selaku GPK, 15 November 2017).
Berdasarkan hasil wawancara diatas, dapat disimpulkan bahwa Sekolah SMP Negeri 7 Salatiga menggunakan kurikulum nasional, untuk tahap rencana secara umum dalam pengembangan kurikulum sedang diusahakan hal ini ditandai dengan Berdasarkan hasil wawancara diatas, dapat disimpulkan bahwa Sekolah SMP Negeri 7 Salatiga menggunakan kurikulum nasional, untuk tahap rencana secara umum dalam pengembangan kurikulum sedang diusahakan hal ini ditandai dengan
5. Tenaga Pendidik Penyelenggaraan Program Pendidikan Inklusi
Melalui hasil wawancara yang dilakukan peneliti tentang rencana secara umum dalam komponen peserta didik dengan Kepala Sekolah SMP Negeri 7 Salatiga. Berikut hasil wawancara tersebut:
“Tenaga pendidik dalam penyelenggaraan program pendidikan inklusi terdapat 2 GPK dan sudah mendapatkan SK dari Dinas pendidikan yang ditunjuk untuk menangani anak berkebutuhan
khusus”. (Wawancara dengan Kepala Sekolah, 28 November 2017).
Hal tersebut juga senada dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan guru Mulok selaku GPK yang menyatakan bahwa:
“Dalam penyelenggaraan program pendidikan inklusi kami yang ditunjuk untuk menjadi GPK bagi
anak berkebutuhan khusus yaitu saya (Bapak Sudio) dan Ibu Retno, atas dasar ini juga kami mendapatkan
SK
dari
Dinas terkait
penyelenggaraan program pendidikan inklusi”. (Wawancara guru Mulok selaku GPK, 18 November
Pendapat di atas juga sama dan diperkuat dengan pendapat guru BK selaku GPK, mengatakan bahwa:
“Untuk pelaksanaan program pendidikan inklusi di Sekolah SMP Negeri 7 Salatiga saya (Ibu Retno) dan
pak Sudio di tunjuk sebagai GPK dan kami sudah mendapatkan SK dari Dinas terkait dengan penyelenggaraan program pendidikan inklusi. Dalam hal ini pak Sudio bertugas untuk mengurusi program, saya berkaitan dengan lapangan”. (Wawancara dengan guru BK selaku GPK, 15 November 2017).
Dari beberapa hasil wawancara diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa di SMP Negeri 7 Salatiga terdapat
2 GPK yang ditunjuk untuk menangani anak berkebutuhan khusus dan telah mendapatkan SK (datar terlampir) dari Dinas terkait tentang penyelenggaraan program pendidikan inklusi, hal ini juga diperkuat dengan adanya data dokumentasi mengenai Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kota Salatiga Nomor: 424/0014/401 tentang Guru Pembimbing Khusus (GPK) Pendidikan Inklusif dan Cerdas Istimewa Bakat Istimewa (CIBI) tahun 2017 Kota Salatiga (data terlampir).
Penyelenggaraan Program Pendidikan Inklusi
6. Rencana
Pembelajaran
Pada tahap evaluasi dalam rencana secara umum tentang kegiatan pembelajaran, peneliti melakukan wawancara kepada Kepala Sekolah, hasil wawancara sebagai berikut:
“Pada saat rencana pembelajaran dikelas anak berkebutuhan khusus disamakan dengan anak “Pada saat rencana pembelajaran dikelas anak berkebutuhan khusus disamakan dengan anak
28 November 2017).
Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh guru Mulok selaku GPK dari hasil wawancaranya ialah:
“Untuk rencana pembelajaran dikelas anak berkebutuhan khusus juga sama seperti anak
normal, mereka belajar bersama dan mendapatkan materi,
sama. Rencana pembelajaran
hanya untuk
mengembangkan keterampilan sebagai pelajaran tambahan untuk mereka diadakan pada hari sabtu”. (Wawancara dengan guru Mulok selaku
GPK, 18 November 2017).
Berkaitan dengan hal tersebut, pendapat yang sama dipertegas oleh guru BK selaku GPK menyatakan bahwa:
“Belum adanya rencana pembelajaran. Saat ini anak berkebutuhan khusus masih disamakan
seperti anak normal, hal ini dikarenakan guru merangkap pekerjaan diSekolah hingga sulit mengatur waktu untuk membuat rencana maupun metode pembelajaran yang dimodifikasi dengan adanya anak berkebutuhan khusus”. (Wawancara
dengan guru BK selaku GPK, 15 November 2017).
Melalui hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa belum adanya perencanaan dalam kegiatan pembelajaran masih menggunakan metode secara umum, metode belum adanya modifikasi untuk mempertimbangkan anak berkebutuhan khusus. Sehingga anak berkebutuhan khusus masih Melalui hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa belum adanya perencanaan dalam kegiatan pembelajaran masih menggunakan metode secara umum, metode belum adanya modifikasi untuk mempertimbangkan anak berkebutuhan khusus. Sehingga anak berkebutuhan khusus masih
7. Sarana dan Prasarana Penyelenggaraan Program Pendidikan Inklusi
Mengenai rencana umum tentang komponen sarana dan prasarana, Berdasarkan data dari hasil wawancara yang diungkapkan oleh Kepala Sekolah dapat diketahui sebagai berikut:
“Untuk memenuhi sarana dan prasarana karena di SMP
Negeri 7 ini hanya terdapat anak
berkebutuhan khusus yang slow learner maka rencana pemenuhan sarananya tidak ada secara khusus dan untuk ruangan kami sementara menggunakan ruangan perpustakaan. Hasil karya dari anak berkebutuhan khusus kami simpan pada ruangan guru BK”. (Wawancara dengan Kepala Sekolah, 27 November 2017).
Pendapat tersebut juga diungkapkan oleh guru Mulok selaku GPK mengenai rencana umum tentang komponen sarana dan prasarana mengatakan bahwa:
“Dalam pemenuhan sarana dan prasarana dirasa belum memadai, karena jika dilihat toilet khusus
untuk anak berkebutuhan khusus juga belum ada, kursi
roda yang disediakan untuk anak
berkebutuhan khusus belum ada, keramik untuk anak tunanetra juga belum ada. Untuk hal ini kita
sifatnya hanya menunggu dari Dinas saja”. (Wawancara dengan guru Mulok selaku GPK, 18 November 2017).
Selanjutnya penjelasan dari guru BK selaku GPK mengenai rencana umum tentang pemenuhan sarana dan prasarana adalah sebagai berikut:
“Belum kami ajukan pada awal tahun, tetapi jika kami perlu baru kami ajukan itu pun kami ambil dari dana BOS, karena memang tidak dari awal kami membuat program kerjanya secara khusus. Pada saat kami membuat program kerja tetapi kami juga sedang mempunyai tugas yang lain yaitu tugas inti, jadi sering kali kami mundur. Berhubung sarana prasarana ini bersifatnya incidental, maka untuk
sarana
prasarana yang
ada kami
manfaatkan”. (Wawancara dengan guru BK selaku GPK, 15 November 2017).
Dari hasil wawancara diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam rencana umum dalam pemenuhan sarana dan prasarana untuk anak berkebutuhan khusus belum memadai. Hal ini dibuktikan belum adanya rencana dalam pemenuhan ruang khusus untuk pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus, belum adanya alat bantu untuk mendukung anak berkebutuhan khusus dalam belajar, pembiayaan hanya diambilkan dari dana BOS dan pemerintah juga belum terlalu merespon dengan memperhatikan
pelaksanaan program pendidikan inklusi di Sekolah.
dalam
8. Rencana Pembiayaan Penyelenggaraan Program Pendidikan Inklusi
Berdasarkan hasil data yang di dapat oleh peneliti di lapangan, mengenai rencana umum tentang pembiayaan, hasil wawancara dengan Kepala Sekolah sebagai berikut:
“Selama ini belum ada biaya khusus untuk pelaksanaan
program
pendidikan inklusi,
sedangkan dalam pelaksanaan membutuhkan pembiayaan. Maka dari itu diambilkan dari dana BOS, karena sumber dana untuk Sekolah hanya dari dana BOS”. (Wawancara dengan Kepala Sekolah, 27 November 2017).
Hasil wawancara dari guru Mulok selaku GPK mengenai rencana umum tentang pembiayaan dapat dijelaskan sebagai berikut:
“Dalam pemenuhan pembiayaan, Sekolah sudah pernah ada usaha dengan mengajukan proposal
pembiayaan kepada Dinas, namun hingga saat ini belum mendapat respon. Sedangkan program pendidikan inklusi harus dilaksanakan, dan pelaksanaannya membutuhkan pembiayaan. Maka dari itu untuk pembiayaan diambilkan dari dana BOS”. (Wawancara dengan guru Mulok selaku GPK,
18 November 2017). Hal senada juga dijelaskan oleh guru BK selaku
guru GPK, penjelasan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
“Pembiyaan
untuk
pelaksanaan program
pendidikan inklusi selama ini belum adanya dukungan dari Dinas. Oleh sebab itu jika ada kebutuhan untuk melayani dan memenuhi kebutuhan belajar anak berkebutuhan khusus pendidikan inklusi selama ini belum adanya dukungan dari Dinas. Oleh sebab itu jika ada kebutuhan untuk melayani dan memenuhi kebutuhan belajar anak berkebutuhan khusus
guru BK selaku GPK, 15 November 2017).
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa rencana dalam pembiayaan untuk program pendidikan inklusi belum ada dukungan dari Dinas, agar program dapat terlaksana dengan baik maka pihak Sekolah mengambil dana BOS.
Penyelenggaraan Program Pendidikan Inklusi
9. Dukungan
Masyarakat
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Sekolah mengenai dukungan masyarakat dalam penyelenggaraan program pendidikan inklusi adalah sebagai berikut:
“Selama ini orang tua anak berkebutuhan khusus mendukung
dalam
pelaksanaan program
pendidikan inklusi di Sekolah. untuk komite belum kami sampaikan. Beberapa instansi yang dapat membantu untuk menangani anak berkebutuhan khusus juga sudah terjalin kerja sama”. (Wawancara dengan Kepala Sekolah, 27 November 2017).
Wawancara lebih lanjut, diungkapkan oleh guru Mulok selaku GPK mengatakan bahwa:
“Selama ini orang tua anak berkebutuhan khusus mendukung dengan adanya program pendidikan inklusi. Selain itu ada beberapa instansi yang dapat mendukung program pendidikan inklusi, namun
dalam pelaksanaan belum maksimal”. (Wawancara dengan guru Mulok selaku GPK, 18 November 2017).
Hasil wawancara terhadap guru BK selaku GPK mengatakan bahwa:
“Untuk kerjasama dengan orangtua anak berkebutuhan khusus kami rasa sudah lumayan
baik. Bekerjasama dengan rumah sakit paru ini ada psikolognya. RSUD, UKSW, klinik konseling diselasar juga ”. (Wawancara dengan guru BK selaku GPK, 15 November 2017).
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa
sudah mendukung pelaksanaan program pendidikan inklusi dan sudah bekerjasama dengan beberapa instansi namun dalam penanganan anak berkebutuhan khusus ini belum maksimal.
orangtua
siswa
4.2.1.3 Kesenjangan antara Permendiknas No 70 Tahun 2009 dengan yang terjadi di Sekolah
Tabel 4.1 Kesenjangan Pada Tahap Desain
No Komponen
Standar
Kinerja Kesenjangan
SMP N 7 Salatiga 1 Tujuan
Permendiknas
Memberikan Bersosialisasi Tidak ada kesempatan,
dengan sesama, kesenjangan tidak ada
mendapat hak diskriminasi
pendidikan yang sama
2 Peserta didik Anak normal Anak normal dan Tidak ada dan anak
kesenjangan berkebutuhan
anak
berkebutuhan khusus di
khusus belajar di Sekolah yang
Sekolah Formal sama 3 Assesmen
Penilaian Belum ada Terdapat Khusus bagi
kesenjangan anak
rencana
penilaian khusus berkebutuhan
bagi anak
khusus berkebutuhan khusus
4 Kurikulum Modifikasi Belum ada Terdapat kurikulum bagi
Kesenjangan Sekolah yang
rencana
modifikasi
memiliki anak kurikulum bagi berkebutuhan
anak
khusus berkebutuhan khusus
5 Tenaga Memiliki Guru masih Terdapat Pendidik
kompetensi
kesenjangan untuk
mengalami
kesulitan dalam menangani anak
menangani anak berkebutuhan
berkebutuhan khusus
khusus
6 Rencana Pembelajaran Belum ada Terdapat Kegiatan
kesenjangan Pembelajaran
harus
rencana
dikembangkan pembelajaran menyesuaikan
yang
kebutuhan dikembangkan siswa
dan masih menggunakan metode umum
7 Sarana dan Sarana dan Sarana dan Terdapat Prasarana
prasarana harus prasarana untuk kesenjangan memenuhi
kebutuhan anak kebutuhan
berkebutuhan siswa, terutama
khusus masih untuk anak
kurang memadai berkebutuhan khusus
8 Pembiayaan Mendapat Menggunakan Terdapat dukungan dari
dana BOS dan kesenjangan pemerintah,
sebagian dana masyarakat dan
dari orangtua orangtua
anak berkebutuhan khusus
9 Dukungan Program Hanya mendapat Terdapat Masyarakat
pendidikan dukungan dari kesenjangan inklusi menjadi
sebagian
tanggung jawab orangtua anak bersama
berkebutuhan (Pemerintah,
khusus dan masyarakat dan
beberapa
instansi) instansi, namun belum maksimal
Sumber: Permendiknas No 70 Tahun 2009 & SMPN 7 Salatiga
4.2.2 Evaluasi instalasi
4.2.2.1 Permendiknas No 70 Tahun 2009
Dalam rencana pelaksanaan program pendidikan inklusi, Sekolah menerima anak normal dan anak berkebutuhan khusus. Untuk mendeteksi keadaan siswa yang mendaftar perlu dilakukan tes masuk, baik tes tertulis maupun tes psikologi. Sedangkan anak berkebutuhan khusus yang dimaksud yaitu siswa yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa dapat diterima di Sekolah. Siswa yang berkategori inklusi yaitu tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, berkesulitan belajar, lamban belajar, autis, memiliki gangguan motorik, menjadi korban penyalahgunaan narkoba, obat-obatan Dalam rencana pelaksanaan program pendidikan inklusi, Sekolah menerima anak normal dan anak berkebutuhan khusus. Untuk mendeteksi keadaan siswa yang mendaftar perlu dilakukan tes masuk, baik tes tertulis maupun tes psikologi. Sedangkan anak berkebutuhan khusus yang dimaksud yaitu siswa yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa dapat diterima di Sekolah. Siswa yang berkategori inklusi yaitu tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, berkesulitan belajar, lamban belajar, autis, memiliki gangguan motorik, menjadi korban penyalahgunaan narkoba, obat-obatan
Sistem assesmen pembelajaran dirancang untuk mengetahui kondisi siswa yang meliputi aspek kompetensi, potensi dan karakteristik siswa agar semua potensi yang dimiliki siswa dapat berkembang secara maksimal. Assesmen dirancang sebagai dasar perencanaan pembelajaran individual, sebagai dasar evaluasi dan monitoring, serta sebagai dasar pengalihtanganan (referal).
Kurikulum Sekolah yang menyelenggarakan program pendidikan inklusi dirancang berdasarkan standar nasional namun dilakukan modifikasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan siswa yang sesuai dengan kecerdasan, bakat, minat dan potensi. Adapun kurikulum memiliki 3 jenis yaitu kurikulum standar nasional; dimana anak normal dan anak berkebutuhan khusus yang memiliki potensi kecerdasan rerata dan diatas rerata, kurikulum akomodatif dibawah standar nasional; anak berkebutuhan khusus memiliki potensi kecerdasan dibawah rerata, sedangkan kurikulum akomodatif diatas standar nasional; anak berkebutuhan khusus memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Dalam rancangan penyediaan SDM pemerintah menjamin dengan menyediakan tenaga pendidik yang mampu menangani anak berkebutuhan khusus dan pemerintah menyediakan program peningkatan kompetensi bagi guru. Melalui penyelenggaraan program-program P4TK, LPMP, PT (Perguruan Tinggi), KKG, KKS, KKPS, MGMP, MKS, MPS, Lembaga pendidikan dan pelatihan di lingkungan pemerintah daerah.
Pada rancangan pembelajaran dalam program pendidikan inklusi guru harus mengembangkan perangkat mengajar dengan mempertimbangkan perbedaan
individu, penyusunan perangkat pembelajaran, mempertimbangkan hasil assesmen dan masukan untuk melibatkan pihak-pihak terkait seperti: GPK, psikolog, dokter dan orangtua. Siswa yang memiliki kecerdasan dan bakat istimewa menggunakan kurikulum akomodatif sesuai dengan karakteristik dan potensinya.
Sarana dan prasarana pemerintah dan masyarakat harus memberikan bantuan professional pada Sekolah penyelenggara program pendidikan inklusi. Sarana dan prasarana secara umum sama dengan Sekolah lainnya, namun pada Sekolah yang memiliki program inklusi harus menyediakan sarana Sarana dan prasarana pemerintah dan masyarakat harus memberikan bantuan professional pada Sekolah penyelenggara program pendidikan inklusi. Sarana dan prasarana secara umum sama dengan Sekolah lainnya, namun pada Sekolah yang memiliki program inklusi harus menyediakan sarana
mampu mengikuti pembelajaran dengan baik. Dalam rancangan pembiayaan pelaksanaan program inklusi seharusnya menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat dan orangtua. Karena penyelenggaraan pendidikan merupakan tanggung jawab bersama, maka dalam pembiayaan harus ditanggung bersama-sama juga.
khusus
Pada rencana pelaksanaan program pendidikan inklusi, dukungan masyarakat juga berperan penting. Masyarakat
berkontribusi dalam merencanakan, menyediakan tenaga ahli, membantu mengambil
dapat
tepat bagi terselenggaranya program, membantu memberikan evaluasi, membantu dalam pendanaan, memberikan pengawasan dalam pelaksanaan dan membantu dalam menyalurkan lulusan.
keputusan
yang
4.2.2.2 Instalasi Program Pendidikan Inklusi di Sekolah
Evaluasi tahap instalasi mencakup rencana pelaksanaan bagi peserta didik, sistem assesmen pembelajaran,
tenaga pendidik, rancangan pembelajaran, sarana dan prasarana, pembiayaan, dan dukungan masyarakat:
kurikulum,
1. Peserta Didik Penyelenggaraan Program Pendidikan Inklusi
Berdasarkan data yang peneliti peroleh tentang rencana pelaksanaan dalam penerimaan peserta didik inklusi, hasil wawancara dengan Kepala Sekolah yang menyatakan bahwa:
“Sekolah menerima anak berkebutuhan khusus dengan adanya surat keterangan dari Sekolah
sebelumnya, anak berkebutuhan khusus yang Sekolah di SMP Negeri 7 Salatiga ini termasuk siswa dengan memiliki keterlambatan belajar (slow learner). Dalam proses penerimaan peserta didik yang mendaftar belum kami buat rancangan untuk adanya tes”. (Wawancara dengan Kepala Sekolah,
27 November 2017).
Hal ini juga senada dengan yang disampaikan oleh guru Mulok selaku GPK SMP negeri 7 Salatiga, yang menyatakan bahwa:
“Untuk proses penerimaan peserta didik kami belum adanya rancangan untuk mengadakan tes
karena penerimaan peserta didik kami secara online, untuk kami mengetahui bahwa peserta didik adalah anak berkebutuhan khusus kami mendapat surat keterangan dari Sekolah Dasar dan itu diluar kuota yang telah kami tentukan khusus bagi anak normal. Anak berkebutuhan khusus yang ada disini itu siswa yang mengalami keterlambatan belajar (slow learner) dan itu ada 9 siswa”. (Wawancara dengan guru Mulok selaku GPK, 18 November 2017).
Pendapat diatas diperkuat oleh guru BK selaku GPK yang mengatakan bahwa:
“Kalau kami menerima anak berkebutuhan khusus itu berdasarkan assesmen yang kami terima dari
Sekolah Dasar sebelumnya. Anak berkebutuhan khusus saat ini ada 9 siswa yang masuk catatan anak berkebutuhan khusus dengan identifikasi mengalami keterlambatan belajar (slow learner )”. (Wawancara dengan guru BK selaku GPK, 15 November 2017).
Dengan beberapa hasil wawancara diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa di SMP Negeri 7 Salatiga tidak adanya tes yang di rancang saat peserta didik mendaftar. Khusus bagi anak berkebutuhan khusus yang mendaftar diluar kuota yang ditentukan dengan adanya surat keterangan dari Sekolah Dasar, di
Sekolah terdapat 9 siswa yang mengalami keterlambatan belajar (slow learner).
2. Sistem Assesmen Pembelajaran Program Pendidikan Inklusi
Melalui data yang di peroleh peneliti tentang rencana pelaksanaan untuk penilaian, hasil wawancara dengan Kepala Sekolah menyatakan bahwa:
“dalam rencana pelaksanaan penilaian bagi anak berkebutuhan khusus sesuai dengan kurikulum
yang digunakan, selama ini untuk penilaian bagi anak berkebutuhan khusus sedikit dibedakan dengan anak normal ”. (Wawancara dengan Kepala Sekolah, 27 November 2017).
Selanjutnya hasil wawancara dengan guru Mulok selaku GPK juga mengatakan sebagai berikut:
“Belum adanya rencana pelaksanaan untuk penilaian khusus bagi anak berkebutuhan khusus,
sementara ini kami samakan dengan anak normal untuk hasil penilaian dan format juga sama. Pada saat pembelajaran keterampilan saja kami melakukan penilaian
secara berbeda yaitu
memberikan penilaian dengan mendeskripsikan berdasarkan perkembangan anak”. (Wawancara dengan guru Mulok selaku GPK, 18 November 2017).
Kemudian melakukan wawancara tentang rencana pelaksanaan untuk penilaian bagi anak berkebutuhan khusus, guru BK selaku GPK mengungkapkan bahwa:
“Adanya rancangan standar penilaian untuk anak berkebutuhan
khusus,
tapi
kami belum
mengkhususkan, satu contoh pada waktu tes, mereka masih ikut tes sama-sama dan soalnya sama. Hanya kalau untuk penilaian diserahkan kepada Bapak Sudio karena harus adanya kekhususan intinya sebatas tuntas saja. Untuk rapotnya bagi anak berkebutuhan
khusus
harusnya berbeda, tapi untuk kemarin masih sama. Kami sudah merencanakan untuk kami bedakan, tapi belum kami lakukan”. (Wawancara
dengan guru BK selaku GPK, 15 November 2017).
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan mengenai rencana pelaksanaan dalam assesmen pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus belum adanya rencana ataupun rancangan penilaian khusus yang berbeda untuk anak berkebutuhan khusus.
3. Kurikulum Penyelenggaraan Program Pendidikan Inklusi
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan mengenai rencana pelaksanaan untuk pengembangan kurikulum, Kepala Sekolah mengungkapkan bahwa:
“Kurikulum
selama ini menggunakan
nasional yang
dikembangkan walaupun belum begitu sempurna tapi sudah ada usaha dari kami, isi rancangan kurikulum tersebut melihat kebutuhan dan kemampuan dari anak berkebutuhan khusus ”. (Wawancara dengan Kepala Sekolah, 27 November 2017).
Hal tersebut berbeda dengan yang diungkapkan oleh guru Mulok selaku GPK, menyatakan bahwa:
“Jika ditanya mengenai pengembangan dengan memodifikasi kurikulum jujur kami masih banyak mengalami
kurikulum tersebut karena kami masih banyak sekali tugas lainnya yang harus kami buat, maka jika ditanya mengenai modifikasi kurikulum kami masih belum ada, hanya kami memang sudah memiliki rancangan pembelajaran itupun khusus untuk
pembelajaran keterampilan saja”.
(Wawancara dengan guru Mulok selaku GPK, 18 November 2017).
Hal ini senada dengan guru Mulok selaku GPK juga diungkapkan oleh guru BK selaku GPK, sebagai berikut:
“Untuk pengembangan kurikulum kami belum, tapi program kerja tetap kami buat. Misalkan apa yang
ingin kami sampaikan, ada sih sebenarnya pengembangan dari SLB yang kami sempat punya dan kami memfotocopy, itu kami kembangkan di sini. Entah itu pas atau tidak yang jelas kami ingin kami sampaikan, ada sih sebenarnya pengembangan dari SLB yang kami sempat punya dan kami memfotocopy, itu kami kembangkan di sini. Entah itu pas atau tidak yang jelas kami
Untuk hasil wawancara yang telah diuraikan diatas, dapat diberi penjelasan bahwa Sekolah belum melakukan rencana pelaksanaan mengembangkan kurikulum yang dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan anak berkebutuhan khusus, namun GPK sudah membuat rencana pembelajaran tentang keterampilan khusus untuk anak berkebutuhan khusus. Hal ini didukung dengan data dokumen tentang program layanan (data terlampir).
4. Tenaga Pendidik Penyelenggaraan Program Pendidikan Inklusi
Berdasarkan data yang peneliti peroleh di lapangan, melalui hasil wawancara terhadap Kepala Sekolah menyatakan bahwa:
“Peran Dinas untuk meningkatkan kompetensi tenaga pendidik bagi anak berkebutuhan khusus pernah diikutkan pada kegiatan seminar-seminar dan beberapa kali adanya pelatihan- pelatihan”. (Wawancara dengan Kepala Sekolah, 27 November 2017).
Pendapat yang senada juga diungkapkan oleh guru Mulok selaku GPK yang menyatakan bahwa:
“Saya pribadi pernah ikut pada kegiatan pelatihan di Surabaya dan beberapa kali juga saya (Bapak Sudio) bersama ibu Retno mengikuti seminar di Solo, kami juga pernah ikut tes uji kompetensi namun karena kami tergolong baru dalam “Saya pribadi pernah ikut pada kegiatan pelatihan di Surabaya dan beberapa kali juga saya (Bapak Sudio) bersama ibu Retno mengikuti seminar di Solo, kami juga pernah ikut tes uji kompetensi namun karena kami tergolong baru dalam
Lebih lanjut mengenai pendapat diatas diperkuat oleh guru BK selaku GPK yang mengatakan bahwa:
“Kami pernah ikut pelatihan, pada saat itu kami di latih di Solo untuk saya (Ibu Retno) dan Bapak
Sudio beberapa hari di sana, selesai kami pelatihan itu, beberapa waktu kemudian kami uji kompetensi di Salatiga. Ada sekitar 20 orang atau lebih sesalatiga. Kami juga ada nilai, Cuma nilainya menurut kami masih belum memuaskan karena masih tahap baru, terus belajarnya juga harusnya sudah sekian tahun, tapi kami hanya belajar dalam waktu yang singkat atau cuma beberapa hari saja”. (Wawancara dengan guru BK selaku GPK, 15 November 2017).
Melalui beberapa hasil wawancara diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam peningkatan kompetensi guru, Dinas sudah memberikan beberapa kali sosialisasi melalui seminar. Namun, guru masih merasa kurang untuk bekal tentang pendidikan inklusi.
5. Rancangan Pembelajaran Program Pendidikan Inklusi
Melalui hasil wawancara yang dilakukan terhadap Kepala Sekolah tentang rencangan pembelajaran, Kepala Sekolah menyatakan bahwa:
“Rancangan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus secara menyeluruh belum dibuat, tetapi
khusus untuk pembelajaran keterampilan sudah khusus untuk pembelajaran keterampilan sudah
Hal tersebut juga sama dengan pendapat dari guru Mulok selaku GPK yang mengungkapkan bahwa:
“Terkhusus untuk rancangan pembelajaran kami belum ada, untuk pembelajaran keterampilan saja
yang ada kami buat. Bukan untuk kami jadikan suatu alasan tapi memang kami mengemban banyak sekali tugas lainnya serta kami juga belum terlalu mengerti dalam membuat rancangan program untuk pelaksanaan program pendidikan inklusi jadi kami belum bisa membuatnya untuk rancangan secara penuh”. (Wawancara dengan
guru Mulok selaku GPK, 18 November 2017).
Selanjutnya pendapat dari guru BK selaku GPK memberikan penjelasan sebagai berikut:
“Mengenai rancangan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus karena Sekolah merupakan Sekolah umum dan pengetahuan pemahaman kami tentang inklusi masih kurang maka belum ada secara
buat rancangan pembelajaran.
pembelajaran khusus untuk kegiatan pembelajaran keterampilan saja”. (Wawancara dengan guru BK selaku GPK, 15 November 2017).
Penjelasan dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa untuk rancangan pembelajaran belum ada modifikasi kurikulum untuk memenuhi kebutuhan seluruh siswa terutama untuk mengcover anak berkebutuhan khusus. Namun rancangan pembelajaran
tambahan
untuk
bekal anak bekal anak
6. Sarana dan Prasarana Penyelenggaraan Program Pendidikan Inklusi
Berdasarkan data yang peneliti dapat, hasil wawancara dengan Kepala Sekolah mengungkapkan bahwa:
“Sekolah memiliki sarana dan prasarana secara umum, tapi untuk sarana dan prasarana secara
khusus kami belum bisa menyediakan. Untuk penyediaan sarana bagi anak berkebutuhan khusus saat membutuhkan baru kami penuhi”. (Wawancara dengan Kepala Sekolah, 27 November 2017).
Hal senada juga diungkapkan oleh guru Mulok selaku GPK yang mengatakan:
“Sarana dan Prasarana yang kami perlukan untuk anak berkebutuhan khusus kami ajukan apabila
memang kami butuhkan saat mengajarkan tentang keterampilan bagi anak berkebutuhan khusus, ya memang untuk saat ini kami memang merasa masih sangat minimnya sarana dan prasarana untuk
bisa
memenuhi
kebutuhan anak
berkebutuhan khusus ”. (Wawancara dengan guru Mulok selaku GPK, 18 November 2017).
Lebih lanjut pendapat dari guru BK selaku GPK juga mengatakan bahwa:
“Belum kami ajukan pada awal tahun, tetapi jika kami perlu baru kami ajukan dan kami ambil dari
dana BOS. Berhubung Sarana prasarana ini bersifatnya incidental, maka untuk sarana prasarana yang ada kami manfaat kan sesuai dengan kebutuhan anak berkebutuhan khusus ”.
(Wawancara dengan guru BK selaku GPK, 15 November 2017).
Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa rencana pelaksanaan untuk penyediaan sarana dan prasarana secara umum sudah terpenuhi, namun untuk memberikan pelayanan bagi anak berkebutuhan khusus masih belum memadai. Penyediaan sarana dan prasarana diadakan ketika anak berkebutuhan khusus membutuhkan, dan pemenuhannya menggunakan dana BOS.
7. Pembiayaan Program Pendidikan Inklusi
Pembiayaan merupakan faktor penting dalam pelaksanaan kegiatan di Sekolah membutuhkan biaya. Mengenai rencana pelaksanaan tentang pembiayaan dalam program pendidikan inklusi dapat diketahui hasil wawancara dengan Kepala Sekolah sebagai berikut:
“Pembiayaan kami ambil dari dana BOS, disaat diperlukan untuk proses pembelajaran dan sesuai dengan kebutuhan siswa kami gunakan dana
tersebut”. (Wawancara dengan Kepala Sekolah, 27 November 2017).
Hal tersebut juga sama dengan yang diungkapkan oleh guru Mulok selaku GPK, sebagai berikut:
“Masalah pembiayaan kami ambil dari dana BOS untuk mengajarkan tentang keterampilan. Kami sudah
mengajukan
kepada
Dinas untuk
pemenuhan sarana dan prasarana tapi belum pemenuhan sarana dan prasarana tapi belum
Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh guru BK selaku GPK yang mengatakan bahwa:
“Belum ada biaya khusus untuk program pendidikan inklusi. Untuk masalah biaya tetap
kami minta ke Sekolahan dari anggaran Sekolah yaitu dana BOS, tapi biaya khusus untuk inklusi itu belum ada, jadi untuk anggaran pendidikan. Dinas
pengembangan kami ”. (Wawancara dengan guru BK selaku GPK, 15 November 2017).
Kesimpulan dari wawancara mengenai rencana pelaksanaan dalam pembiayaan program pendidikan inklusi diambilkan dari dana BOS. Karena pengajuan dana ke Dinas belum mendapat respon. Sedangkan untuk dukungan dari orangtua anak berkebutuhan khusus, tidak semua mendukung dalam pembiayaan, hanya sebagian kecil yang berkenan membantu untuk kebutuhan anak berkebutuhan khusus.
8. Dukungan Masyarakat Penyelenggaran Program Pendidikan Inklusi
Pada rencana pelaksanaan program pendidikan inklusi, dukungan masyarakat juga berperan penting. Berdasarkan hasil wawancara terhadap Kepala Sekolah mengungkapkan bahwa:
“Orangtua siswa mendukung dalam rencana pelaksanaan program pendidikan inklusi yang dibuat oleh Sekolah misal untuk pemenuhan dana “Orangtua siswa mendukung dalam rencana pelaksanaan program pendidikan inklusi yang dibuat oleh Sekolah misal untuk pemenuhan dana
Hal senada juga diungkapkan oleh guru Mulok selaku GPK yang menyatakan sebagai berikut:
“Selama ini orang tua anak berkebutuhan khusus mendukung dengan adanya program pendidikan inklusi, karena dengan program ini anaknya mendapat pendidikan yang sama dengan siswa lainnya. Namun terkadang ada beberapa orang tua anak berkebutuhan khusus yang susah diajak berkerja sama dengan Sekolah, dengan alasan malu dan beralasan banyak kesibukan. Selain itu ada beberapa instansi yang dapat mendukung program pendidikan inklusi, namun dalam
pelaksanaan belum maksimal”. (Wawancara dengan guru Mulok selaku GPK, 18 November
Lebih lanjut hal yang sama dengan pendapat diatas guru BK juga mengatakan bahwa:
“Untuk kerjasama dengan orangtua anak berkebutuhan khusus kami ada pertemuan rutin,
setiap 2 bulan sekali ketemu untuk membicarakan permasalahan dan perkembangan anak serta jika membutuhkan sesuatu kami dibantu oleh orangtua anak berkebutuhan khusus. Bekerjasama dengan rumah sakit paru ini ada psikolognya. RSUD, UKSW, klinik konseling diselasar”. (Wawancara dengan guru BK selaku GPK, 15 November 2017).
Hasil wawancara mengenai dukungan masyarakat dapat disimpulkan bahwa sebagian orangtua anak berkebutuhan khusus mendukung dengan adanya program pendidikan inklusi, namun sebagian lain Hasil wawancara mengenai dukungan masyarakat dapat disimpulkan bahwa sebagian orangtua anak berkebutuhan khusus mendukung dengan adanya program pendidikan inklusi, namun sebagian lain
namun dalam pelaksanaannya belum maksimal.
khusus,
4.2.2.3 Kesenjangan antara Permendiknas No 70 Tahun 2009 dengan yang terjadi di Sekolah
Tabel 4.2 Kesenjangan Pada Tahap Instalasi
No Komponen
Standar
Kinerja Kesenjangan
SMP N 7 Salatiga 1 Peserta didik
Permendiknas
Sekolah Sekolah menerima Terdapat menerima anak
anak normal dan kesenjangan normal dan ABK.
ABK. Tidak ada Untuk
tes yang di mendeteksi
rancang saat dilakukan tes
penerimaan masuk
peserta didik 2 Assesmen
Assesmen Belum adanya Terdapat pembelajaran
kesenjangan mengetahui
dilakukan untuk
rencana
pelaksanaan kondisi ABK
dalam assesmen meliputi aspek
pembelajaran kompetensi,
terkhusus untuk potensi dan
ABK
karakteristik siswa
3 Kurikulum Kurikulum Belum adanya Terdapat dirancang
kesenjangan berdasarkan
rencana
pelaksanaan standar nasional
untuk modifikasi dengan
kurikulum, hanya dimodifikasi
adanya rencana sesuai
program layanan kebutuhan dan
tentang
kemampuan keterampilan bagi siswa
ABK
4 Tenaga Pemerintah Dinas hanya Terdapat pendidik
menyediakan menunjuk 2 GPK kesenjangan
SDM dan
dan untuk
meningkatkan meningkatkan kompetensi nya
kompetensi guru dan GPK masih minim
5 Rancangan Rencana Belum adanya Terdapat pembelajaran
pembelajaran
kesenjangan dikembangkan
rencana
pelaksanaan dengan
metode
mempertimbang pembelajaran bagi kan perbedaan
ABK dan belum individu
mempertimbangk an perbedaan individu
6 Sarana dan Sarpras harus Belum adanya Terdapat prasarana
bersifat
kesenjangan aksesibel,
rencana
pelaksanaan sehingga ABK
untuk penyediaan dapat belajar
sarpras bersifat dengan baik
aksesibel sehingga guru mengalami kendala saat mengajar
7 Pembiayaan Pembiayaan
Terdapat harus
Rencana
pelaksanaan ksesnjangan ditanggaung
program mengenai bersama antara
pembiayaan pemerintah,
hanya diambil masyarakat dan
dari dana BOS orangtua
dan dukungan biaya dari sebagian orangtua ABK
8 Dukungan Masyarakat Belum mendapat Terdapat masyarakat
harus dukungan penuh kesenjangan membantu