108
C. Kualitas Pelayanan Publik Mengenai Pengurusan IMB di Kota Medan
Dalam peraktik good governance pelayanan publik perizinan dan non perizinan merupakan wujud pelayanan pemerintah daerah kepada masyarakatnya.
Dalam hal ini birokrat pemerintah harus menunjukkan bahwa mereka adalah pelayan masyarakat, sehingga masyarakat dalam melakukan urusannya merasa dilayani dan
dipermudah. Masyarakat harus diberi kesempatan dan peluang untuk mendapatkan informasi yang benar dari pelayanan perizinan dan non perizininan yang diberikan.
Oleh karena itu pemerintah daerah harus transparan dalam menginformasikan syarat, prosedur, biaya dan waktu penyelesaian setiap jenis perizinan dan non perizinan yang
akan diurus oleh masyarakat. Secara teoretis, tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan
masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan prima yang tercermin dari:
95
1. transparansi, yakni pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses
oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti;
2. akuntabilitas, yakni pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; 3.
kondisional, yakni pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi
dan efektivitas;
95
Linjak Poltak Sinambela, loc.Cit.
109
4. partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat;
5. kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari
aspek apapun khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial, dan lain-lain; 6.
keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik.
Berdasarkan Kepmenpan No. 63KEPM.PAN72003, penyelenggaraan pelayanan publik perlu memperhatikan dan menerapkan, antara lain prinsip
pelayanan dan standar pelayanan publik. Standar Pelayanan Minimal SPM meliputi: 1.
prosedur pelayanan 2.
waktu penyelesaian 3.
biaya pelayanan 4.
produk pelayanan 5.
sarana dan perasarana 6.
konpetensi petugas pemberi pelayanan Pelayanan publik mengenai pengurusan IMB di Kota Medan juga mengacu
kepada Kepmenpan No. 63KEPM.PAN72003 tersebut di atas. Hal ini berarti bahwa SPM juga diterapkan dalam pelayanan pengurusan IMB di Kota Medan.
Pelaksanaan pelayanan publik pengurusan IMB di Kota Medan merupakan tugas dan wewenang Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan. Dinas Tata Kota dan
Tata Bangunan Kota Medan telah berupaya melakukan perbaikan atau peningkatan
110
kualitas pelayanan pengurusan IMB kepada masyarakat pemohon IMB baik orang pribadi maupun badan hukum.
Di atas telah dijelaskan Standar Pelayanan Minimal SPM berdasarkan Kepmenpan No. 63KEPM.PAN72003, ada 6 enam indikator yang harus
dipenuhi. Untuk Indikator Prosedur Pelayanan, maka prosedur pelayanan IMB di Kota Medan telah jelas diselenggarakan oleh Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan
Kota Medan, dapat dilihat pada skema
96
Untuk indikator Waktu Penyelesaian, terlihat jelas bahwa waktu penyelesaian permohonan IMB yang diterima, diperoses dalam waktu maksimal 16 enam belas
hari kerja setelah diterimanya permohonan. Penetapan waktu penyelesaian pelayanan 16 hari kerja termuat dalam Perda Kota Medan No. 9 Tahun 2002 dan SK Walikota
Medan No. 3 Tahun 2005. Namun dalam peraktik penyelenggaraannya jangka waktu proses pengeluaran IMB maksimal 16 hari kerja tidak sepenuhnya dapat diproses
sesuai dengan ketentuan tersebut. Ini dapat dilihat pada tabel 3: Jangka Waktu Responden Memperoleh SIMB lihat halaman 99 dari Tesis ini. Dari responden yang
berjumlah 60 orang, 38 menjawab lamanya memperoleh SIMB selama 1satu bulan, 22 responden menjawab 2 minggu, 16 responden menjawab 3 minggu,
12 responden lebih dari 1 bulan dan 12 responden tidak mau menjawab. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penetapan waktu pelayanan pengurusan IMB belum
prosedurproses pengurusan IMB di Kota Medan yang diatur dalam Perda Kota Medan No. 9 Tahun 2002 dan SK Walikota
Medan No. 3 Tahun 2005.
96
Lihat halaman 108, dari Tesis ini
111
dapat dipenuhi oleh Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan, yang berarti juga bahwa SPM untuk waktu penyelesaian pelayanan belum terpenuhi secara
optimal. Jika dilihat dari tabel berikut, menunjukkan keinginan masyarakat agar waktu penyelesaian pengurusan IMB lebih awal dari 16 hari kerja.
Tabel 6: Tanggapan Responden Tentang Jangka Waktu Pengurusan IMB Diperoleh Jika Seluruh Persyaratan Permohonan IMB Telah
Terpenuhi n=60
No. Jawaban
Frekuensi Persentase
1. 1 Mingggu
34 57
2. 2 Minggu
21 35
3. 3 Minggu
2 3
4. Lebih dari 3 Minggu
3 5
Jumlah 60
100
Sumber: Data Primer 2007 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa 57 responden berkeinginan
jangka waktu pengurusan IMB diperoleh pemohon jika seluruh persyaratan pemohon IMB telah terpenuhi, 35 responden menjawab 2 minggu 10 hari kerja, 3
responden menjawab 3 minggu 15 hari kerja dan 5 responden berkeinginan lebih dari 3 minggu. Di sini terlihat jelas bahwa masyarakat menginginkan agar waktu
pengurusan IMB dapat lebih cepat dan efisien.
112
Indikator Biaya Pelayanan, indikator ini telah termuat dalam Perda Kota Medan No. 9 Tahun 2002 dan SK Walikota Medan No.3 Tahun 2005, hanya saja
besarnya tarif biaya retribusi yang harus dibayar oleh pemohon IMB, dirasakan oleh masyarakat atau responden penelitian kurang sesuai dengan standar pendapatan
masyarakat. Ini dapat dilihat pada Tabel 5: Tanggapan Responden Tentang Biaya Retribusi IMB dengan Standar Pendapatan Masyarakat lihat halaman 102 dari Tesis
ini. Biaya atau tarif retribusi menurut responden relatif mahal, karena disesuaikan dengan luas bangunan, tata letak bangunan, jenis bangunan, dan lokasi bangunan
yang akan dibangun. Untuk Indikator Produk Pelayanan, menunjukkan bahwa pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat dalam pengurusan IMB belum secara rinci dimuat atau diatur dalam ketentuan Perda Kota Medan No. 9 Tahun 2002 dan SK Walikota
Medan No. 3 Tahun 2005. Misalnya: tidak ada pengaturan bagi aparat Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan yang melakukan kesalahan dalam
penghitungan besarnya tarif retribusi yang harus dibayar oleh pemohon IMB, tidak ada pengaturan upaya administrasi jika pemohon dirugikan atas hal tersebut. Berikut
tanggapan responden tentang kualitas pelayanan publik mengenai pengurusan IMB di Kota Medan.
113
Tabel 7: Tanggapan Responden Terhadap Kualitas Pelayanan Publik Mengenai Pengurusan IMB Di Kota Medan Apakah Telah Sesuai
Dengan Standar Pelayanan Minimal SPM n=60
No. Jawaban
Frekuensi Persentase
1. Telah Sesuai
3 5
2. Sesuai
24 40
3. Kurang Sesuai
25 42
4. Tidak Sesuai
8 13
Jumlah 60
100
Sumber: Data Primer 2007-07 Tabel di atas menerangkan bahwa dari 60 responden yang ada 42 menjawab
kurang sesuai, 40 responden menjawab sesuai, 13 menjawab tidak sesuai dan hanya 5 responden yang menjawab kualitas pelayanan publik pengurusan IMB
telah sesuai dengan SPM. Jika dianalisis, maka responden yang menjawab kurang sesuai ditambah responden yang menjawab tidak sesuai yaitu 42 + 13 = 65,
angka 65 adalah angka yang sangat besar untuk penilaian kualitas pelayanan publik. Ini berarti kualitas pelayanan publik mengenai pengurusan IMB di Kota
Medan bisa dikatakan belum sesuai dengan SPM yang mengacu kepada PP No. 65 Tahun 2005 dan Kepmenpan No. 63KEpM.PAN72003.
114
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan di Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan, terlihat dengan jelas bahwa para pegawai atau staf di
sana masih banyak yang tidak mengetahui tentang Kepmenpan No. 63KEPM.PAN72003 dan PP No. 65 Tahun 2005, padahal Pemerintah di dalam PP
No. 65 Tahun 2005 telah menetapkan paling lambat SPM diterapkan akhir tahun 2007 disetiap instansi atau unit pelayanan publik Pemerintah Daerah Provinsi,
Kabupaten dan Kota yang ada diseluruh Indonesia. Faktor yang menyebabkan hal ini terjadi adalah kurangnya sosialisasi dan pelatihan serta motivasi yang diberikan
kepada staf atau pegawai di lingkungan Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan, di samping itu juga SDM yang tersedia.
Indikator Sarana dan Prasarana, berdasarkan observasi yang peneliti lakukan, mengenai fasilitas sarana dan prasarana masih kurang memadai. Misalnya: tidak ada
rang tunggu dan tempat duduk bagi masyarakat yang akan mengurus IMB, jika terjadi antrian maka masyarakat harus berdiri. Dan masih kurangnya fasilitas informasi
mengenai IMB bagi masyarakat yang membutuhkan. Dengan kata lain masyarakat belum dapat memperoleh informasi IMB dengan mudah, cepat dan akurat.
Indikator Kompetensi petugas pemberi pelayanan, dalam hal ini harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan
prilaku yang dibutuhkan. Jadi para pegawai di lingkungan Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan harus menempatkan setiap pegawai sesuai dengan
pengetahuan, keahlian dan keterampilan yang dimiliki serta prilaku. Untuk indikator ini Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan telah berupaya maksimal dan
115
menerapkan penempatan pegawai pada bidangnya sesuai dengan keahlian, pengetahuan dan pendidikan yang dimiliki oleh pegawai, dengan tujuan agar
pelayanan publik lebih baik dan untuk meningkatkan kinerja Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan.
D. Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance Dalam Peningkatan Pelayanan Publik Pengurusan IMB Di Kota Medan
Untuk mewujudkan praktik good governance tentu ada banyak hal dan cara yang perlu dilakukan. Praktik good governance memerlukan perubahan yang
menyeluruh pada semua unsur kelembagaan yang terlibat dalam praktik governance meliputi pemerintah sebagai representasi negara, pelaku pasar dan dunia usaha, serta
masyarakat sipil. Ketiganya perlu diberdayakan sehingga kesemuanya dapat berperan secara optimal dan saling melengkapi dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Pemberdayaan terhadap satu unsur governance saja tentu tidak akan cukup kalau tidak diikuti oleh perubahan yang serupa pada unsur-unsur lainnya.
Pada bab II sebelumnya telah diuraikan dengan jelas mengenai pengertian good governance, prinsip-prinsip good governance dan asas-asas penyelenggaraan
pemerintahan. Dari prinsip-prinsip good governance yang ada, menurut BAPPENAS, USAID, UNDP, LAN dan lain-lain, menurut peneliti secara umum prinsip-prinsip
good governance tersebut dapat disimpulkan menjadi 6 enam prinsip, yaitu: 1.
Prinsip Partisipasi 2.
Prinsip Transparansi
116
3. Prinsip Akuntabilitas
4. Prinsip Efektif dan Efisien
5. Prinsip Kesetaraan atau Keadilan
6. Prinsip Kepastian Hukum
Prinsip Partisipasi, pencapaian good governance tidak bisa terwujud tanpa adanya partisipasi aktif dari masyarakat dan dunia usaha. Dengan diikut sertakannya
partisipasi aktif masyarakat dalam mengambil suatu kebijakan, diharapkan kebijakan tersebut dalam penyelenggaraannya dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan
dan ditetapkan. Suatu kebijakan pemerintah akan sulit diterapkan secara optimal dalam penyelenggaraannya bila tanpa partisipasi masyarakat.
Demikian juga halnya dalam peningkatan kualitas pelayanan publik pengurusan IMB di Kota Medan. Agar ketentuan Perda Kota Medan No. 9 Tahun
2002 dapat terlaksana, harus ada partisipasi masyarakat, minimal masyarakat Kota Medan mengetahui apa yang dimaksud dengan IMB, sebelum mereka mengajukan
permohonan IMB, tetapi pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang tidak mau tahu akan ketentuan Perda No. 9 Tahun 2002 tersebut. Hal ini dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
117
Tabel 8: Tanggapan Responden Tentang IMB n=60
No. Jawaban
Frekuensi Persentase
1. Mengetahui IMB
54 90
2. Tidak Mengetahui IMB
6 10
Jumlah 60
100
Sumber: Data Primer 2007 Dari tabel di atas terlihat dengan jelas bahwa masih ada responden yang tidak
mengetahui apa yang dimaksud dengan IMB yaitu sebesar 10 dari jumlah responden yang ada. Sedangkan 90 responden mengetahui apa yang dimaksud
dengan IMB. Jawaban responden ini juga menunjukkan bahwa tingkat kepedulian masyarakat masih rendah, walaupun 10 angka relatif kecil, tetapi setidaknya
masyarakat sudah harus mengetahui apa yang dimaksud dengan IMB, yang diatur dalam Perda Kota Medan No. 9 Tahun 2002. Dari masa mulai diberlakukannya Perda
tersebut tahun 2002, untuk saat ini seharusnya masyarakat sudah mengetahui apa yang dimaksud dengan IMB.
Jika dalam penetapan besarnya tarif dasar IMB mengikut sertakan partisipasi masyarakat, maka tarif dasar IMB yang sekarang sebesar Rp. 425.00,- Empat Ratus
Dua Puluh Lima Ribu Rupiah, tidak akan dianggap mahal oleh masyarakat, tetapi karena penetapan tarif dasar IMB dalam Perda ini ketika itu belum mengikut sertakan
partisipasi dari masyarakat, maka masyarakat merasa tarif relatif mahal. Seperti kita
118
ketahui bergulirnya issu good governance di Indonesia dimulai saat reformasi bergulir pada tahun 1998, dan Issu pencapaian good governance mulai berkembang
baru pada sekitar tahun 2005. Untuk masa yang akan datang jika Pemerintah Daerah Kota, ingin merevisi
Perda Kota Medan No. 9 Tahun 2002 tersebut, sebaiknya harus mengikut sertakan partisipasi masyarakat, agar nantinya dalam penyelenggaraannya dapat berjalan
lancar karena telah sesuai dengan aspirasi masyarakat. Prinsip Transparansi, transparansi merujuk pada hak publik untuk mengetahui
proses, isi dan alasan mengapa kebijakan terntentu dibuat. Penerapan prinsip transparansi sangat urgen bagi penyelenggaraan pemerintah, sehingga setiap
kebijakan pemerintah tidak menimbulkan pandangan yang negatif dari masyarakat. Prinsip transparansi juga dapat mengurangi tindakan pemerintah dalam melakukan
pembohongan publik. Dengan adanya transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pengambilan suatu kebijakan, berdampak kepada terlindunginya
hak-hak dasar masyarakat sebagai warga negara. Ini juga berarti mengurangi tindakan aparat pemerintah yang nakal. Dengan kata lain prinsip transparansi dapat
mengurangi tindakan aparat pemerintah yang melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme KKN.
Penerapan prinsip transparansi dalam pengurusan IMB di Kota Medan sebenarnya dapat dikatakan cukup baik. Informasi mengenai IMB secara transparansi
dapat dilihat dalam situs Pemerintah Kota Medan, hanya saja banyak masyarakat yang tidak bisa mengakses situs Pemerintah Kota Medan tersebut. Masyarakat juga
119
dapat memperoleh informasi IMB di Kantor Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan tetapi kurang memadai. Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota
Medan dalam penerapan prinsip transparansi masih jauh dari yang diharapkan. Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan seharusnya mampu memberikan informasi yang lebih
transparan kepada masyarakat tentang, mengapa suatu pembangunan gedung harus memiliki IMB, apa tujuan yang hendak dicapai oleh pmerintah dalam menerapkan
atau mewajibkan orang pribadi atau badan dalam menyelenggarakan pekerjaan pembangunan gedung harus memiliki IMB.
Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan secara transparan harus memberitahukan kepada masyarakat melalui sosialisasi yang dapat berupa
penyuluhan langsung kepada masyarakat, pemasangan plakat, melalui media massa, media elektronik dan penyebaran brosur. Menurut peneliti, jika hal ini dilakukan
secara kontiniu, maka akan dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk mengajukan permohonan IMB sebelum melakukan kegiatan pembangunan gedung
atau bangunan. Seperti diketahui bahwa banyak pembangunan yang dilakukan oleh orang pribadi tanpa disertai dengan IMB, tetapi dengan penerapan prinsip
transparansi dan disertai sosialisasi secara kontiniu akan meminimalkan tindakan masyarakat melakukan kegiatan pembangunan tanpa IMB.
Prinsip Akuntabilitas, akuntabilitas mencakup pertanggungjawaban terhadap publik mengenai prosedur, perencanaan, pembiayaan, hasil, resiko dan kesesuaian
antara kebijakan dengan standar moral dan hukum yang berlaku. Prinsip akuntabilitas dalam pengurusan IMB di Kota Medan telah sesuai dengan harapan, meskipun ada
120
masyarakat yang mengeluh karena adanya kutipan diluar kutipan resmi, dikarenakan kemauan masyarakat itu sendiri dan aparat yang nakal, namun sifatnya sangat kecil.
Apalagi saat ini setelah Komisi Pemberantas Korupsi KPK yang aktif melakukan pengawasan dan pemeriksaan ke seluruh instansi-instansi pemerintah yang ada di
Indonesia. Penerapan prinsip akuntabilitas benar-benar dilaksanakan. Prinsip Efektif dan Efisien, prinsip ini dalam pengurusan IMB di Kota Medan
telah dilaksanakan, yaitu dengan memperkecil birokrasi dalam pengurusan IMB, ketepatan waktu memproses permohonan dan peningkatan SDM khususnya para
pengawai Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan. Prinsip Kesetaraan atau Keadilan, merujuk kepada pemberlakuan pelayanan
yang sama bagi setiap pemohon IMB, baik orang pribadi maupun badan tanpa melihat status sosial, agama, suku, ras dan golongan pemohon. Penerapan prinsip ini
dalam pengurusan IMB sudah terlaksana dengan baik. Setiap permohonan IMB bila telah memenuhi kelengkapan persyaratan IMB langsung diproses tanpa ada
diskriminasi. Prinsip Kepastian Hukum, prinsip ini mengandung arti bahwa setiap tindakan
pemerintah maupun masyarakat harus berdasarkan hukum. Prinsip kepastian hukum dalam pengurusan IMB di Kota Medan telah tercermin dalam Perda Kota Medan
No. 9 Tahun 2002 dan SK Walikota Medan No. 24 Tahun 2003 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan PenertibanPembongkaran Bangunan Yang Tidak Memiliki Surat
Izin Mendirikan Bangunan SIMB, Bertentangan, Menyimpang dan atau Tidak Sesuai Penggunaan.
121
Dalam ke dua peraturan tersebut di atas secara rinci diatur sanksi bagi orang pribadi dan badan hukum jika menyalah gunakan SIMB yang telah diperoleh,
melakukan pekerjaan pembangunan gedung tanpa SIMB dan lain-lain yang berkaitan dengan pelaksanaan IMB.
122
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan