f. Instrumentalities merupakan saluran komunikasi yang digunakan yaitu bahasa
yang digunakan dalam percakapan tersebut di atas adalah bahasa daerah atau bahasa Angkola dan bahasa Indonesia. Walaupun hanya terkadang si penjual
dan pembeli menggunakan bahasa Indonesia, tetapi pada percakapan di ranah transaksi di atas terkadang si penjual dan si pembeli menggunakan Bahasa
Indonesia tetapi bahasa daerah lebih mendominasi. g. Norm yang berkenaan dengan norma, aturan dan cara berkomunikasi yang
terjadi di pasar. Terjadinya transaksi secara spontanitas tanpa ada rekayasa h. Genre jenis ujaran dalam percakapan di atas adalah percakapan tidak formal,
bahasa sehari-hari yang digunakan si penjual dan pembeli dalam bertransaksi.
6.3 Pembahasan Faktor- Faktor Penyebab Pergeseran Kata Sapaan Pada Masyarakat Angkola di Kota Padangsidimpuan
6.3.1 Bahasa Asing Lebih Berprestise
Adanya pengaruh faktor lingkungan yang menyebabkan pergeseran bahasa itu terjadi disebabkan oleh penduduk kota Padangsidimpuan bukanlah orang Batak
Angkola saja, tetapi berasal dari suku Minang, Jawa, Nias. Jadi dalam hal berkomunikasi kepada sesama pasti disesuaikan dengan keadaan lingkungan. Seperti
berbahasa pada lingkungan rumah tangga pasti berbeda pada lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah. Apabila di lingkungan rumah tangga kita lebih bebas untuk
menggunakan bahasa apa saja yang memang biasa digunakan dalam lingkungan rumah tangga seperti dengan menggunakan bahasa daerah masing
masing, tetapi di
Universitas Sumatera Utara
lingkungan masyarakat dan di lingkungan sekolah tidak mungkin menggunakan bahasa yang digunakan dalam rumah tangga sebab tidak semua orang dapat mengerti
bahasa yang di ujarkan dalam lingkungan rumah tangga. Pada saat ini sudah banyak orang tua yang mengajarkan anak-anaknya untuk
menggunakan bahasa Indonesia agar pada lingkungan masyarakat dan di lingkungan sekolah anak remaja tidak lagi kaku dan sudah terbiasa untuk menggunakan Bahasa
Indonesia. Anak anak remaja tidak lagi menggunakan bahasa daerahnya dalam
berinteraksi pada lingkungan masyarakat dan di lingkungan sekolah sebab mereka takut dikatakan kolot dan tidak keren lagi apabila beriteraksi dengan menggunakan
bahasa daerah. Demikian juga dengan menggunakan kata sapaan apabila mereka menggunakan kata sapaan yang semestinya dalam bahasa daerah para anak-anak
remaja takut bahwa mereka akan dikatakan kolot dan tidak keren. Oleh sebab itu ada beberapa kata sapaan yang bergeser dari bahasa Angkola
ke bahasa lain, seperti kata sapaan untuk orang tua laki-laki dan perempuan yang seharusnya dalam bahasa Angkola adalah Amang dan Inang pada saat ini telah mulai
bergeser menjadi papa, mama, ayah. Hal ini jelas adanya pengaruh bahasa asing yang membuat kata sapaan tersebut bergeser dan kata sapaan yang bergeser ini umumnya
pada kalangan anak remaja yang berkisar 12 tahun sampai 25 tahun. Beberapa kata sapaan lain yaitu kata sapaan untuk adik laki-laki ibu yang seharusnya adalah tulang
pada saat ini telah bergeser menjadi om dan sapaan untuk istri dari adik laki-laki ibu yang seharusnya adalah nantulang pada saat ini telah bergeser menjadi tante.
Pergeseran yang ada pada saat ini disebabkan oleh adanya pengaruh bahasa asing
Universitas Sumatera Utara
yang lebih prestise digunakan pada masyarakat terutama di kalangan anak remaja. Anggapan anak remaja pada saat ini adalah apabila mereka menggunakan kata sapaan
yang seharusnya dalam bahasa Angkola mereka merasa malu sebab takut dikatakan kolot, tidak modren dan ketinggalan zaman. Kata sapaan yang telah mengalami
pergeseran lagi adalah kata sapaan papa, mama, tante dan om. Kata sapaan itu bukan dari Angkola, kata sapaan itu berasal dari bahasa Belanda dan bahasa Indonesia.
Kondisi ini sama seperti yang di katakan Fasold bahwa bahasa asing lebih tinggi prestisenya dari pada bahasa Ibu.
6.3.2 Urbanisasi