Pergeseran Kata Sapaan dalam Bahasa Minangkabau Dialek Agam di Kota Medan

(1)

PERGESERAN KATA SAPAAN DALAM BAHASA

MINANGKABAU DIALEK AGAM DI KOTA MEDAN

TESIS

Oleh:

RAINA ROSANTI 097009033/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PERGESERAN KATA SAPAAN DALAM BAHASA

MINANGKABAU DIALEK AGAM DI KOTA MEDAN

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora

dalam Program Studi Linguistik pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

RAINA ROSANTI 097009033/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : PERGESERAN KATA SAPAAN DALAM BAHASA MINANGKABAU DIALEK AGAM DI KOTA MEDAN Nama Mahasiswa : Raina Rosanti

Nomor Induk : 097009033 Program Studi : Linguistik

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Eddy Setia, M.Ed. TESP.) (Dr. Deliana, M.Hum.) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D.) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah diuji pada tanggal 14 Juli 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Eddy Setia, M.Ed. TESP.

Anggota : 1. Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D. 2. Dr. Tengku Syarfina, M.Hum. 3. Dr. Deliana, M.Hum.


(5)

PERNYATAAN

PERGESERAN KATA SAPAAN DALAM BAHASA MINANGKABAU DIALEK AGAM DI KOTA MEDAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri.

Adapun pengutipan yang saya lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan Tesis ini, telah saya cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian Tesis ini bukan hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, 14 Juli 2011


(6)

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan maka

apabila kamu telah selesai dari suatu urusan, kerjakanlah dengan

sungguh-sungguh (urusan) yang lain

Dan hanya kepada Tuhan-Mu lah hendaknya kamu berharap... “

(Q.S Al Insyarah: 6 – 8)

Kugapai cita yang masih tersisa

Dikala secercah sinar rembulan di selimuti awan Diantara butir-butir keringat yang masih bercucuran Akhirnya hari ini sepercik keberhasilan telah kudapati

Namun perjalanan ini masih panjang

Dipe rse m b a hka n ke pa da ke dua O ra ng Tua ku, Aya ha nda Drs. H. So fya n Sila hiddin da n Ib unda Hj. Etty Ro ha e ty, Sua m iku Drs. Indra Fa uzi, M.T da n a na k— a na kku Muha m m a d Hilm a n Fa uzi da n

Muha m m a d Iq b a l Fa uzi te rc inta ...Ya ng tia da he nti- he ntinya m e m b e rika n se m a ng a t, do ro ng a n, da n do ’a untuk m e nye le sa ika n

studi ini.

Dan harapan belumlah usai


(7)

RIWAYAT HIDUP I. Data Pribadi

Nama Lengkap : Dra. Raina Rosanti, M.Hum Jenis Kelamin : Wanita

Tempat/Tgl. Lahir : Bandung/10 Desember 1966

Alamat Rumah : Jalan Pintu Air IV Perumahan Politeknik No 21 Kuala Bekala Medan - 20142

Telepon : (061) 836 1655 HP : 0813 7589 2659

Alamat Kantor : Politeknik Negeri Medan, Jurusan Akuntansi

Jl. Almamater No.1 Kampus USU Padang Bulan Medan Agama : Islam

II. Riwayat Pendidikan

SD : SD Negeri 95 Palembang Lulus Tahun 1980 SMP : SMP Negeri 4 Palembang Lulus Tahun 1983

SMA : SMA Xaverius 1 Bersubsidi Palembang Lulus Tahun 1986 S1 : FKIP Bahasa Inggris Universitas Sriwijaya Palembang Lulus Tahun 1991

S2 : PS Linguistik Pascasarjana USU Lulus Tahun 2011

III. Pekerjaan


(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, dengan segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, kemurahan dan kemudahan yang telah diberikan-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini dan sekaligus dapat menyelesaikan studi pada Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Tesis ini ditulis dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Humaniora pada Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU), yang berjudul

Pergeseran Kata Sapaan dalam Bahasa Minangkabau Dialek Agam di Kota Medan.

Materi yang diuraikan pada tesis ini adalah tentang pergeseran kata sapaan yang meliputi kata sapaan umum, kata sapaan dalam adat menurut kaum, kata sapaan dalam agama, dan kata sapaan jabatan. Materi ini bermanfaat untuk mengetahui faktor-faktor penyebab pergeseran kata sapaan dalam bahasa Minangkabau Dialek Agam.

Penulis menyadari bahwa tesis ini bukan hasil kerja penulis sendiri. Tesis ini tidak dapat diselesaikan tanpa bantuan, dukungan, bimbingan dan sumbangan pemikiran serta kritikan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:


(9)

2. Direktur Politeknik Negeri Medan, Ketua Jurusan dan Kepala Program Studi Perbankan dan Keuangan Politeknik Negeri Medan yang telah memberikan kemudahan selama penulis menjalani kuliah di Universitas Sumatera Utara. 3. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ir. A.

Rahim Matondang, MSIE yang telah memberi kesempatan untuk mengikuti pendidikan S2 pada Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Ir. Nasier, Kepala Tata Usaha Sekolah ascasarjana Universitas Sumatera Utara atas bantuannya.

5. Ketua Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Tengku Silvana Sinar, M.A., Ph.D. dan Sekretaris Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Dr. Nurlela, M.Hum. yang telah banyak membantu selama studi.

6. Dr.Eddy Setia, M.Ed. TESP, Dosen Pembimbing I, yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan dan saran selama penyusunan dan penulisan tesis ini.

7. Dr. Deliana, M.Hum.,Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, saran-saran dan memotivasi serta membantu dalam penyusunan dan penulisan tesis ini.

8 Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D., Dosen Penguji I dalam ujian kolokium, seminar hasil dan sidang atas masukan dan koreksi dalam penulisan tesis ini.


(10)

9. Dr.Tengku Syarfina, M.Hum., Dosen Penguji II dalam ujian kolokium, seminar hasil dan sidang atas masukan dan kritikan dalam penulisan tesis ini.

10. Seluruh Dosen pada Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

11. Orang Tua, Mertua, Suami beserta Anak-anak, dan Saudara-saudara penulis, terima kasih atas dukungan dan kasih sayang serta do’a yang telah diberikan selama ini.

12. Rekan-rekan Angkatan 2009 yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih untuk semua bantuan selama menuntut ilmu bersama-sama.

13 Semua pihak yang telah banyak membantu menyelesaikan tesis ini, termasuk dalam pengisian kuesioner selama penulisan tesis ini.

Semoga Allah SWT memberikan pahala yang berlipat ganda atas kemurahan hati yang telah ikhlas membantu dalam penyusunan tesis ini, semoga bermanfaat dan menjadi amal ibadah bagi kita semua, Amin.

Medan, 14 Juli 2011 Penulis

RAINA ROSANTI


(11)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

DAFTAR SINGKATAN... xiv

ABSTRAK .... xv

ABSTRACT... xvi

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

1.1 Latar Belakang……….. 1

1.2 Identifikasi Masalah... 2

1.3 Rumusan Masalah Penelitian………... 3

1.4 Tujuan Penelitian……… 3

1.5 Manfaat Penelitian……… 3

1.5.1 Manfaat Teoretis……… 4

1.5.2 Manfaat Praktis……… 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA... 5

2.1 Pendahuluan... 5


(12)

2.3 Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia dan Bahasa

Daerah dalam Masyarakat Indonesia……… 9

2.4 Sejarah Singkat Bahasa Minangkabau……… 10

2.5 Pemilihan Bahasa……… 12

2.6 Pengertian Sistem Sapaan……… 13

2.6.1 Sistem Sapaan dalam Bahasa Minangkabau……… 14

2.6.2 Sistem Sapaan dalam Bahasa Minangkabau Dialek Agam... 15

2.7 Pengertian Istilah Kekerabatan……… 20

2.7.1 Istilah Kekerabatan dalam Bahasa Minangkabau Dialek Agam ...…... 22

2.8 Pengertian Pergeseran Bahasa…... 23

2.8.1 Konsep Pergeseran Bahasa... 23

2.8.2 Kerangka Konseptual……… 32

2.8.2.1 Konsep Pemilihan Bahasa... 32

2.8.2.2 Konsep Kata Sapaan dalam BMA... 33

2.8.2.3 Konsep Pergeseran Bahasa... 33

2.9 Penelitian Terdahulu……… 34

BAB III METODE PENELITIAN………... 36


(13)

3.1.1 Pendekatan Penelitian... 36

3.1.2 Rancangan dan Langkah-langkah Penelitian... 37

3.2 Lokasi Penelitian………. 39

3.3 Data dan Sumber Data... 39

3.3.1 Sumber Data Primer... 39

3.3.2 Sumber Data Sekunder... 40

3.4 Teknik Pengumpulan Data... 41

3.4.1 Wawancara dan Observasi Pengamatan... 41

3.4.2 Jadwal Pelaksanaan Pengumpulan Data... 41

3.5 Teknik Pengujian Keabsahan Data………... 41

3.6 Analisis Data... ... 42

BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN HASIL PENELITIAN ... 47

4.1 Paparan Data ... 47

4.1.1 Identitas Sosial Informan... 47

4.1.1.1 Jumlah Informan Berdasarkan Jenis Pendidikan... 47

4.1.1.2 Jumlah Informan Berdasarkan Jenis Pekerjaan.... 48

4.1.1.3 Pengelompokkan Informan Berdasarkan Penghasilan 50

4.1.1.4 Jumlah Pemakaian Bahasa Berdasarkan Ranah... 51

4.1.1.4.1 Ranah Rumah... 51


(14)

4.2 Temuan Penelitian... 54

BAB V PEMBAHASAN PAPARAN DATA DAN TEMUAN HASIL PENELITIAN ... 61

5.1 Pembahasan Temuan Penelitian Berdasarkan Pergeseran Kata Sapaan ... 61

5.2 Pembahasan Temuan Penelitian Berdasarkan Faktor-faktor Penyebab Pergeseran Kata Sapaan untuk Masing-masing Keluarga informan... 70

5.2.1 Pembahasan Hasil Temuan Penelitian untuk Keluarga I 70

5.2.2 Pembahasan Hasil Temuan Penelitian untuk Keluarga II ... 73

5.2.3 Pembahasan Hasil Temuan Penelitian untuk Keluarga III 75

5.2.4 Pembahasan Hasil Temuan Penelitian untuk Keluarga IV.. 78

5.2.5 Pembahasan Hasil Temuan Penelitian untuk Keluarga V.. 81

5.2.6 Pembahasan Hasil Temuan Penelitian untuk Keluarga VI.. 83

5.2.7 Pembahasan Hasil Temuan Penelitian untuk Keluarga VII.. 85

5.2.8 Pembahasan Hasil Temuan Penelitian untuk Keluarga VIII. 87

5.2.9 Pembahasan Hasil Temuan Penelitian untuk Keluarga IX.. 89

5.2.10 Pembahasan Pergeseran Kata Sapaan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Informal... 93


(15)

5.2.11 Pembahasan Pergeseran Kata Sapaan Berdasarkan

Jenis Pekerjaan... .. 100

5.2.12 Pembahasan Pergeseran Kata Sapaan Berdasarkan Penghasilan... .. 110

5.2.13 Pembahasan Pergeseran Kata Sapaan Berdasarkan Ranah Rumah ... 118

5.2.14 Pembahasan Pergeseran Kata Sapaan Berdasarkan Ranah Masyarakat ... 126

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN... 135

6.1 Simpulan... 135

6.2 Saran... 135

DAFTAR PUSTAKA………. .... 137

LAMPIRAN 1. PEDOMAN WAWANCARA ... 141

2. HASIL WAWANCARA ... 150


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

Tabel 2.1 Kata Sapaan Umum dalam BI dan BMA 17

Tabel 2.2 Kata Sapaan Adat Menurut Kaum dalam BI dan BMA 18

Tabel 2.3 Kata Sapaan dalam Agama dalam BI dan BMA 19

Tabel 2.4 Kata Sapaan dalam Jabatan dalam BI dan BMA 19

Tabel 3.1 Kata Sapaan Umum 44

Tabel 3.2 Kata Sapaan Adat Menurut Kaum 45

Tabel 3.3 Kata Sapaan dalam Agama 45

Tabel 3.4 Kata Sapaan dalam Jabatan 46

Tabel 4.1 Jumlah Informan Berdasarkan Pendidikan 48

Tabel 4.2 Jumlah Informan Berdasarkan Jenis Pekerjaan 49

Tabel 4.3 Jumlah Informan Berdasarkan Penghasilan 50

Tabel 4.4 Bahasa yang Digunakan dalam Ranah Rumah 52

Tabel 4.5 Bahasa yang Digunakan dalam Ranah Masyarakat 53

Tabel 4.6 Pergeseran Kata Sapaan Umum 55

Tabel 4.7 Pergeseran Kata Sapaan Adat 56

Tabel 4.8 Pergeseran Kata Sapaan Agama 58

Tabel 4.9 Pergeseran Kata Sapaan Kata Jabatan 59

Tabel 5.1 Pergeseran Kata Sapaan Umum 61

Tabel 5.2 Pergeseran Kata Sapaan Adat 63

Tabel 5.3 Pergeseran Kata Sapaan Agama 65

Tabel 5.4 Pergeseran Kata Sapaan Kata Jabatan 67

Tabel 5.5 Rata-rata Pergeseran Kata Sapaan 70

Tabel 5.6 Pergeseran Kata Sapaan Umum Berdasarkan Tingkat Pendidikan 93

Tabel 5.7 Pergeseran Rata-rata Kata Sapaan Umum Berdasarkan Tingkat Pendidikan 93

Tabel 5.8 Pergeseran Kata Sapaan Adat Berdasarkan Tingkat Pendidikan 94

Tabel 5.9 Pergeseran Rata-rata Kata Sapaan Adat Berdasarkan Tingkat Pendidikan 95

Tabel 5.10 Pergeseran Kata Sapaan Agama Berdasarkan Tingkat Pendidikan 96

Tabel 5.11 Pergeseran Rata-rata Kata Sapaan Agama Berdasarkan Tingkat Pendidikan 96

Tabel 5.12 Pergeseran Kata Sapaan Jabatan Berdasarkan Tingkat Pendidikan 98

Tabel 5.13 Pergeseran Rata-rata Kata Sapaan Jabatan Berdasarkan Tingkat Pendidikan 98

Tabel 5.14 Pergeseran Kata Sapaan Umum Berdasarkan Jenis Pekerjaan 100

Tabel 5.15 Pergeseran Rata-rata Kata Sapaan Umum Berdasarkan Jenis Pekerjaan 101


(17)

Tabel 5.16 Pergeseran Kata Sapaan Adat Berdasarkan Jenis Pekerjaan 104 Tabel 5.17 Pergeseran Rata-rata Kata Sapaan Adat Berdasarkan Jenis

Pekerjaan 104 Tabel 5.18 Pergeseran Kata Sapaan Agama Berdasarkan Jenis Pekerjaan 106 Tabel 5.19 Pergeseran Rata-rata Kata Sapaan Agama Berdasarkan Jenis

Pekerjaan 106 Tabel 5.20 Pergeseran Kata Sapaan Jabatan Berdasarkan Jenis Pekerjaan 108 Tabel 5.21 Pergeseran Rata-rata Kata Sapaan Jabatan Berdasarkan

Jenis Pekerjaan 108 Tabel 5.22 Pergeseran Kata Sapaan Umum Berdasarkan Penghasilan 110 Tabel 5.23 Rata-rata Pergeseran Kata Sapaan Umum Berdasarkan

Penghasilan 111

Tabel 5.24 Pergeseran Kata Sapaan Adat Berdasarkan Penghasilan 112 Tabel 5.25 Rata-rata Pregeseran Kata Sapaan Adat Berdasarkan

Penghasilan 113

Tabel 5.26 Pergeseran Kata Sapaan Agama Berdasarkan Penghasilan 114 Tabel 5.27 Rata-rata Pergeseran Kata Sapaan Agama Berdasarkan

Penghasilan 114

Tabel 5.28 Pergeseran Kata Sapaan Jabatan Berdasarkan Penghasilan 116 Tabel 5.29 Rata-rata Pergeseran Kata Sapaan Jabatan Berdasarkan

Penghasilan 116 Tabel 5.30 Pergeseran Kata Sapaan Umum Berdasarkan Ranah Rumah 118 Tabel 5.31 Rata-rata Pergeseran Kata Sapaan Umum Berdasarkan

Ranah Rumah 119

Tabel 5.32 Pergeseran Kata Sapaan Adat Berdasarkan Ranah Rumah 120 Tabel 5.33 Rata-rata Pergeseran Kata Sapaan Adat Berdasarkan

Ranah Rumah 120 Tabel 5.34 Pergeseran Kata Sapaan Agama Berdasarkan Ranah Rumah 122 Tabel 5.35 Rata-rata Pergeseran Kata Sapaan Agama Berdasarkan

Ranah Rumah 122 Tabel 5.36 Pergeseran Kata Sapaan Jabatan Berdasarkan Ranah Rumah 124 Tabel 5.37 Rata-rata Pergeseran Kata Sapaan Jabatan Berdasarkan

Ranah Rumah 124 Tabel 5.38 Rata-rata Pergeseran Kata Sapaan Berdasarkan

Ranah Rumah Masyarakat 125 Tabel 5.39 Pergeseran Kata Sapaan Umum Berdasarkan Ranah Masyarakat 127 Tabel 5.40 Rata-rata Pergeseran Kata Sapaan Umum Berdasarkan Ranah

Masyarakat 127

Tabel 5.41 Pergeseran Kata Sapaan Adat Berdasarkan Ranah Masyarakat 128 Tabel 5.42 Rata-rata Pergeseran Kata Sapaan Adat Berdasarkan Ranah

Masyarakat 129


(18)

Masyarakat 130 Tabel 5.44 Rata-rata Pergeseran Kata Sapaan Agama Berdasarkan Ranah

Masyarakat 133 Tabel 5.45 Pergeseran Kata Sapaan Jabatan Berdasarkan Ranah

Masyarakat 132

Tabel 5.46 Rata-rata Pergeseran Kata Sapaan Jabatan Berdasarkan Ranah

Masyarakat 132 Tabel 5.47 Rata-rata Pergeseran Kata Sapaan Berdasarkan Ranah


(19)

DAFTAR GAMBAR

NO. JUDUL HALAMAN

Gambar 4.1 Grafik Tingkat Pendidikan Informan 48

Gambar 4.2 Grafik Jenis Pekerjaan Informan 49

Gambar 4.3 Grafik Kelompok Penghasilan Informan 51

Gambar 4.4 Grafik Data Pergeseran Kata Sapaan Umum 55

Gambar 4.5 Grafik Data Pergeseran Kata Sapaan Adat 57

Gambar 4.6 Grafik Data Pergeseran Kata dalam Agama 58

Gambar 4.7 Grafik Data Pergeseran Kata dalam Jabatan 60


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

NOMOR JUDUL HALAMAN

LAMPIRAN 1 PEDOMAN WAWANCARA 141


(21)

DAFTAR SINGKATAN

BA = Bahasa Asing BD = Bahasa Daerah BI = Bahasa Indonesia BM = Bahasa Minangkabau


(22)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Pergeseran Kata Sapaan dalam Bahasa Minangkabau Dialek Agam di Kota Medan, dan dilatarbelakangi karena terjadinya pergeseran kata sapaan dalam bahasa Minangkabau dialek Agam (BMA) di Kota Medan. Adapun tujuan penelitian ini adalah: (1) mendeskripsikan kata sapaan dalam BMA yang mengalami pergeseran, dan (2) mendeskripsikan faktor-faktor penyebab pergeseran kata sapaan dalam BMA. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan mengadaptasi teori Miles dan Huberman. Sumber data informan diperoleh dari empat (4) anak laki-laki dan lima (5) anak perempuan dari sembilan keluarga asli Agam perantauan Medan. Hasil yang diperoleh setelah data dianalisis adalah: (1) kata sapaan yang mengalami pergeseran dalam BMA yang tertinggi adalah kata sapaan dalam adat menurut kaum, kedua kata sapaan dalam agama, ketiga kata sapaan umum, dan yang terendah kata sapaan jabatan, dan (2) faktor-faktor yang menyebabkan kata sapaan tersebut mengalami pergeseran adalah prestise, urbanisasi, peralihan antargenerasi, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat penghasilan, dan variasi pemakaian bahasa.


(23)

ABSTRACT

This study is entitled The Shifts of Addressing Words in Minangkabau Language

Agam Dialect (BMA) in Medan. It is based on shifts of addressing words occured in local dialect. The objectives of this study are (1) to describe the addressing words in

BMA having shift, and (2) to describe the factors causing the shifts on addressing words in that local dialect. This study adapted qualitative descriptive method using Miles and Huberman theories. Informan data are taken from four (4) sons and five (5) daughters of original Agam families who have migrated to Medan. The results show: (1) the highest shift of the addressing words in BMA is addressing words in cultural practices based on local community, in religion matters, in general communication, however the lowest shift of addressing words is in profession. The addressing words shifted are prestige, urbanization, inter-generations shift, educational level, types of profession, income rates, and varities of language use.


(24)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Pergeseran Kata Sapaan dalam Bahasa Minangkabau Dialek Agam di Kota Medan, dan dilatarbelakangi karena terjadinya pergeseran kata sapaan dalam bahasa Minangkabau dialek Agam (BMA) di Kota Medan. Adapun tujuan penelitian ini adalah: (1) mendeskripsikan kata sapaan dalam BMA yang mengalami pergeseran, dan (2) mendeskripsikan faktor-faktor penyebab pergeseran kata sapaan dalam BMA. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan mengadaptasi teori Miles dan Huberman. Sumber data informan diperoleh dari empat (4) anak laki-laki dan lima (5) anak perempuan dari sembilan keluarga asli Agam perantauan Medan. Hasil yang diperoleh setelah data dianalisis adalah: (1) kata sapaan yang mengalami pergeseran dalam BMA yang tertinggi adalah kata sapaan dalam adat menurut kaum, kedua kata sapaan dalam agama, ketiga kata sapaan umum, dan yang terendah kata sapaan jabatan, dan (2) faktor-faktor yang menyebabkan kata sapaan tersebut mengalami pergeseran adalah prestise, urbanisasi, peralihan antargenerasi, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat penghasilan, dan variasi pemakaian bahasa.


(25)

ABSTRACT

This study is entitled The Shifts of Addressing Words in Minangkabau Language

Agam Dialect (BMA) in Medan. It is based on shifts of addressing words occured in local dialect. The objectives of this study are (1) to describe the addressing words in

BMA having shift, and (2) to describe the factors causing the shifts on addressing words in that local dialect. This study adapted qualitative descriptive method using Miles and Huberman theories. Informan data are taken from four (4) sons and five (5) daughters of original Agam families who have migrated to Medan. The results show: (1) the highest shift of the addressing words in BMA is addressing words in cultural practices based on local community, in religion matters, in general communication, however the lowest shift of addressing words is in profession. The addressing words shifted are prestige, urbanization, inter-generations shift, educational level, types of profession, income rates, and varities of language use.


(26)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa Minang merupakan salah satu Bahasa Daerah yang hidup dan berasal dari rumpun Austronesia (Salzner, 1960 dalam Keraf, 1984:209), bahasa ini tumbuh dan berkembang di Provinsi Sumatera Barat.

Akibat kebiasaan merantau dalam masyarakat Minangkabau, para perantaunya di Kota Medan ditemukan bahwa terjadi pergeseran kata sapaan mamak, etek menjadi

oom, tante. Sebagaimana lazimnya dalam adat Minangkabau semua saudara laki-laki dan adik perempuan dari pihak ibu dipanggil dengan kata sapaan mamak dan etek.

Tetapi sekarang yang berkembang terutama mereka yang tinggal di kota-kota besar lebih suka bila dipanggil dengan sapaan oom, tante daripada mamak, etek. Begitu juga dalam adat dinyatakan bahwa panggilan untuk kata sapaan saudara perempuan dari pihak bapak yang lebih tua maktuo dan yang lebih muda etek; dalam adat Minangkabau mereka dinyatakan sebagai bako - yang dari sistem kekerabatannya kurang dekat atau akrab. Karena hal itu mereka yang di perantauan mengubah kata sapaannya menjadi mama atau ibu diikuti dengan nama panggilan kecilnya untuk membedakan kata sapaan kepada ibu kandung bila disapa dengan mama atau ibu.

Pergeseran ini juga terjadi dalam bahasa Minangkabau dialek Agam (yang selanjutnya disebut dengan BMA); dalam BMA dahulu orang menyapa orang tua


(27)

laki-lakinya dengan apa(k), sekarang umumnya mereka menyapa dengan papa, begitu juga terhadap orang tua perempuan kini mereka menyapa dengan mama, mami, bunda, umi yang pada masa lampau disapa dengan biyai.

Penelitian bahasa Minangkabau (selanjutnya disebut dengan BM) mengenai kata sapaan secara khusus perdialek sudah pernah dilakukan, khususnya untuk dialek Pariaman dan sebagaimana diketahui dialek Agam merupakan dialek standar BM (Ayub dkk.,1993:18). Terjadinya pergeseran-pergeseran inilah dilakukan penelitian untuk mengetahui lebih lanjut kata-kata sapaan apa sajakah yang mengalami pergeseran dengan mengambil judul “Pergeseran Kata Sapaan Bahasa Minangkabau Dialek Agam di Kota Medan”.

1.2 Identifikasi Masalah

Faktor penutur bahasa menentukan keberadaan suatu bahasa di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Hal ini bertalian dengan keberadaan BM amat bergantung kepada penuturnya, yang berbahasa ibu BM, di dalam berkomunikasi sehari-hari. Para penutur BM suka tidak suka harus berhubungan dengan penutur bahasa yang lain, seperti bahasa Jawa, bahasa Karo, bahasa Batak, bahasa- bahasa lainnya.

Berdasarkan gejala kebahasaan tersebut akan dijumpai pergeseran dan perubahan bentuk komunikasi antar para penutur pengguna bahasa tersebut. Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah tentang “ Pergeseran kata sapaan


(28)

umum, kata sapaan adat, kata sapaan dalam agama dan kata sapaan jabatan dari

aslinya di daerah Agam dengan mereka yang merantau di Kota Medan”.

1.3 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan paparan terdahulu dapat disimpulkan bahwa masalah-masalah yang berhubungan dengan pergeseran kata sapaan dalam bahasa Minangkabau dialek Agam di Kota Medan dirumuskan sebagai berikut.

(1) Kata sapaan apakah yang mengalami pergeseran dalam BMA?

(2) Faktor-faktor apakah yang menyebabkan kata sapaan tersebut mengalami pergeseran?

1.4 Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan masalah-masalah yang telah dipaparkan terdahulu tujuan penelitian adalah:

(1) mendeskripsikan kata sapaan dalam BMA yang mengalami pergeseran, dan (2) mendeskripsikan faktor-faktor penyebab pergeseran kata sapaan dalam BMA.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat tulisan ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu manfaat teoretis dan praktis; secara rinci dijabarkan di bawah ini.


(29)

Diharapkan temuan penelitian ini

a. memperkaya kajian sosiolinguistik, dan linguistik umumnya;

b. bermanfaat bagi masyarakat Minangkabau dalam melestarikan budaya Minangkabau;

c. dijadikan sumber acuan bagi para penulis terhadap tulisan sosiolinguistik selanjutnya, dan

d. memotivasi peneliti lainnya yang tertarik meneliti BM umumnya dan BMA khususnya.

1.5.2 Manfaat Praktis

Temuan penelitian ini diharapkan

a. dijadikan materi muatan lokal BM terkait sosiologi BM, terutama yang bertalian dengan kata sapaan dalam BMA, dan

b. dijadikan materi dalam pembuatan kamus, kamus istilah, thesaurus BM, dan lain-lain.


(30)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Bahasa Daerah (selanjutnya disebut BD) sebagai bahasa yang digunakan di wilayah Nusantara menurut Politik Bahasa Nasional berfungsi sebagai salah satu unsur kebudayaan nasional dan oleh sebab itu dilindungi oleh negara, sesuai dengan bunyi Penjelasan Pasal 36, Bab XV, UUD 1945. Satu di antara bahasa daerah yang terdapat di Indonesia adalah bahasa Minangkabau (selanjutnya disebut BM).

Berdasarkan kedudukan dan fungsi BD yang penting seperti yang termaktub dalam Politik Bahasa Nasional serta pengaruh BA yang dapat mendesak kedudukan BD, sudah sepantasnya BD dibina dan dikembangkan. Pembinaan dan pengembangan tersebut dapat dilaksanakan dengan berbagai cara diantaranya melalui inventarisasi dan penelitian-penelitian bahasa (Ayub dkk., 1993:2).

Bahasa dan penggunaan bahasa mencakup kegiatan manusia secara keseluruhan, baik yang bersifat ilmiah maupun yang nonilmiah dalam kehidupan sehari-hari umumnya. Bahasa juga berada dalam proses pergeseran (perubahan). Pergeseran itu meliputi bidang fonologi, gramatikal, dan kosa katanya (Hockett, 1965:9 dalam Supriyanto dkk., 1986:1). Pergeseran itu disebabkan oleh pengaruh timbal-balik antara bahasa dan dinamika masyarakat, antara bahasa dan mobilitas bangsa. Interaksi dalam sebuah kelompok kecil berbahasa, ikut berperan sertanya kelompok yang lebih


(31)

besar dalam berbahasa, penggunaan bahasa pada umumnya, penilaian terhadap bahasa, penyimpangan terhadap bahasa, variasi berbahasa secara regional, sosial, secara etnis dan fungsional, secara agama, dan pembinaan serta politik bahasa secara nasional dan politis, termasuk dalam bidang kerja penelitian sosiolinguistik yang menarik (Parera, 1965:21 dalam Supriyanto dkk., 1986:1).

Secara umum orang Minangkabau dahulu dalam menyapa orang tua laki-lakinya dengan apa(k), buya, tetapi pada masa kini mereka memilih menyapa dengan

papa, papi, abih,; begitu juga terhadap orang tua perempuan mereka tidak lagi menyapa dengan biyai, anduang, mandeh, tetapi menyapa dengan kata sapaan mama, mami, ibu, bunda, umi. Pergeseran kata sapaan ini tidak hanya untuk kedua kata sapaan ini saja tetapi juga kata sapaan lainnya. Sebagaimana diketahui dahulu dalam masyarakat Minangkabau anak laki-laki bila disapa cukup dengan (bu)yuang dan anak perempuan dengan (u)piak, tetapi sekarang mereka dipanggil dengan nama kecilnya (Moussay, 1998:187) .

2.2 Sosiolinguistik

Sosiolinguistik membahas keterkaitan antara bahasa dan masyarakat, yang dapat dikaji secara terpisah, yakni struktur formal bahasa oleh linguistik dan struktur masyarakat oleh Sosiologi (Wardhaugh, 1988; Holmes, 1993:1). Istilah Sosiolinguistik itu sendiri pertama kali diperkenalkan oleh Haver C Curie pada tahun


(32)

1952 dalam Dittmar (1978:27) dinyatakan perlu adanya kajian perihal hubungan antara perilaku ujaran dengan status sosial.

Bahasa dalam kajian Sosiolinguistik didekati sebagai sarana interaksi di dalam masyarakat. Dengan kata lain Sosiolinguistik merupakan ilmu antardisiplin sosiologi dan linguistik. Jadi sosiolinguistik dapat diartikan ilmu yang membahas bahasa bertalian dengan penutur bahasa tersebut selaku anggota masyarakat.

Sosiolinguistik selaku ilmu antardisiplin memiliki pokok bahasan yang amat luas. Nababan menyatakan (1984:3) ada tiga masalah pokok yang dianalisis sosiolinguistik, yakni (a) masalah bahasa dalam konteks sosial dan kebudayaan; (b) masalah hubungan faktor-faktor kebahasaan, ciri-ciri dan ragam bahasa dengan situasi serta faktor-faktor sosial dan budaya; (c) masalah fungsi-fungsi sosial dan penggunaan bahasa dalam masyarakat.

Selanjutnya berdasarkan ketiga masalah tersebut di atas Nababan menjabarkan beragam topik yang dapat dianalisis dalam Sosiolinguistik, seperti: (1) bahasa, dialek, idiolek dan ragam bahasa; (2) repertoar bahasa; (3) masyarakat bahasa; (4) kedwibahasaan dan kegandabahasaan; (5) fungsi kemasyarakatan bahasa dan profil Sosiolinguistik; (6) penggunaan bahasa (etnografi berbahasa); (7) sikap bahasa; (8) perencanaan bahasa; (9) interaksi Sosiolinguistik; dan (10) bahasa dan kebudayaan.

Tidak seperti titik perhatian kajian linguistik umum lainnya, yakni bahasa, sosiolinguistik tidak mengkaji bahasanya melainkan memberi perhatian pada aspek-aspek yang di luar bahasa tersebut, tetapi masih terkait dengan persoalan bahasa,


(33)

sebagai contoh sikap suatu kelompok orang terhadap bahasa tertentu, atau fungsi dialek tertentu untuk keperluan tertentu. Jadi dalam hal ini sosiolinguistik digunakan sebagai sarana interaksi atau komunikasi di dalam masyarakat yang terefleksi dalam segala kegiatan di dalam masyarakat tersebut seperti upacara perkawinan, seni budaya, pemberian nama pada bayi yang baru lahir, dan lain sebagainya. Semua upacara tersebut tentu saja tidak terlepas dari pemakaian bahasa. Dapat disimpulkan bahwa Sosiolinguistik terkait erat dengan pemakaian bahasa yang sebenarnya.

Dirumuskannya tujuh dimensi dalam penelitian Sosiolinguistik pada Konferensi Sosiolinguistik pertama yang dilaksanakan di University of California Los Angeles tahun 1994 dalam Chaer dan Agustina (1995:7), yaitu: (1) identitas sosial penutur; (2) identitas sosial pendengar yang terlibat dalam proses komunikasi; (3) lingkungan sosial tempat tutur terjadi, (4) analisis sinkronik dan diakronik dialek-dialek sosial; (5) penilaian sosial yang berbeda oleh penutur akan perilaku bentuk-bentuk ujaran; (6) tingkatan variasi dan ragam linguistik; dan (7) penerapan praktis penelitian sosiolinguistik.

Sehubungan dengan bidang kajian Sosiolinguistik di atas penelitian pergeseran kata sapaan BMA terkait tiga dimensi masalah dalam Sosiolinguistik. Identitas sosial penutur mendeskripsikan orang yang menyapa, identitas sosial pendengar mendeskripsikan orang yang disapa dan lingkungan tempat tutur terjadi mendeskripsikan pemakaian bahasa dalam masyarakat.


(34)

2.3 Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah dalam Masyarakat Indonesia

Bangsa Indonesia (selanjutnya disebut BI) adalah masyarakat pengguna dua bahasa atau lebih. Medan selaku ibukota Provinsi Sumatera Utara didiami beragam etnis dengan beragan budaya dan bahasa.

Meskipun beragam budaya dan bahasa, BI dipakai sebagai alat komunikasi antarkelompok etnis yang beragam tersebut dan bahasa daerah memiliki kedudukan dan fungsi yang beragan pula dalam masyarakat Indonesia. Menurut Gunarwan (2000:63) BD berfungsi sebagai bahasa intrasuku, bukan bahasa antarsuku. Ini bermakna bahwa pada tingkat daerah BD mempunyai fungsi pemersatu para anggota suku dan sekaligus ia pemisah suku itu dari suku-suku yang lain, yang menggunakan BD-BD yang lain.

Berdasarkan hasil seminar Politik Bahasa Indonesia, BI memiliki fungsi selaku bahasa nasional dan negara, dan bahasa seperti BM berlaku sebagai BD. Dampaknya adalah kedua bahasa ini diterima oleh masyarakat daerah di Indonesia sebagai dua bahasa yang mampu berdampingan dan saling mengisi dalam peri kehidupan mereka.

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa BI dan BD mempunyai fungsi dan kedudukan yang berlainan di dalam masyarakat Indonesia. BD meliputi bidang kehidupan sehari-hari dalam ranah keluarga sementara BI dalam ranah kehidupan resmi. Bertalian dengan penjelasan – perjelasan tersebut


(35)

akan diteliti apakah BI memiliki fungsi dan kedudukan khusus bagi penutur BMA di Kota Medan sehingga menyebabkan pergeseran kata sapaan dalam BMA.

2.4 Sejarah Singkat Bahasa Minangkabau

Bahasa Minangkabau adalah satu di antara sepuluh besar bahasa-bahasa daerah yang tumbuh dan berkembang di Indonesia (Ayub dkk.,1993:13). Di wilayah Provinsi Sumatera Barat BM merupakan bahasa pertama (bahasa ibu). Di samping itu merupakan alat komunikasi antaranggota keluarga dan masyarakat dan juga alat pendukung kebudayaan daerah. Atau dengan kata lain BM menempati posisi sebagai bahasa daerah yang berfungsi: (a) sebagai lambang kebangsaan daerah Sumatera Barat dan pendukung perkembangan kebudayaan Minangkabau; (b) sebagai lambang identitas daerah Sumatera Barat dan masyarakat Minangkabau sebagai satu suku bangsa di Indonesia; (c) sebagai alat perhubungan dalam keluarga dan masyarakat dalam komunikasi lisan; juga komunikasi lisan antaretnis di Sumatera Barat. Dalam hubungannya dengan BI, BM berfungsi: (a) sebagai bahasa pengantar pada tingkat permulaan di Sekolah Dasar untuk memperlancar pengajaran bahasa Indonesia dan mata pelajaran lain; (b) sekaligus berfungsi sebagai alat pendukung pertumbuhan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional; dan (c) sebagai alat untuk pengembangan serta pendukung kebudayaan nasional di daerah Sumatera Barat (Ayub dkk.,1993:13-14).


(36)

Dari apa yang telah dipaparkan di atas, ini menunjukkan bahwa BM memiliki kedudukan dan fungsi sebagai satu diantara beberapa bahasa daerah yang penting di kawasan nusantara. Hal ini didasari oleh: (1) jumlah penuturnya; (2) luas penyebarannya; dan (3) peranannya sebagai sarana ilmu, susastra, dan ungkapan budaya yang dianggap bernilai (Ayub dkk., 1993:14).

Andai jumlah penuturnya dijadikan ukuran, maka BM berhubungan erat dengan jumlah penduduk di Sumatera Barat dan perantau Minangkabau. Naim (1975) dalam Ayub dkk. (1993:14) menyatakan dalam penelitiannya memprediksi perantau Minangkabau di luar Sumatera Barat setara dengan jumlah penduduk Minangkabau. Secara tradisional, Ranah Minangkabau dahulu mulai dari Sungai Kampar di sebelah timur, dan masuk jauh ke pedalaman, di sepanjang Sungai Indragiri dan Sungai Batang Hari, di sebelah tenggara. Di sebelah selatan, mulai dari Kerinci hingga Bengkulu. Pada masa kini, dapat dinyatakan BM dipakai sampai Padang Sidempuan; tempat bermulanya bahasa Batak ke arah utara. Di sebelah timur sampai Bangkinang dan Kuantan, yang berbatasan dengan wilayah bahasa Melayu Riau. Gunung Kerinci dan gunung Seblat merupakan batas dengan wilayah bahasa Kerinci dan bahasa Rejang Lebong (Moussay, 1998:9). Hal ini menunjukkan bahwa BM berfungsi secara penuh sebagai BD, yaitu sebagai sarana komunikasi lisan antara suku Minangkabau. Menurut Ayub dkk. (1993:13-14) fungsi BM sebagai bahasa daerah, yaitu antara lain menyatakan rasa intim dan rasa hormat, lebih dapat memudahkan berkomunikasi dengan lawan bicara.


(37)

Daerah BM terbagi atas dua bagian, yaitu bagian darat dan rantau. Bagian darat sebagai pemukiman tertua suku bangsa Minangkabau, dan daerah rantau sebagai pemukiman baru. Daerah darat terdiri atas tiga luhak (wilayah), yaitu Luhak Tanah Datar, Luhak Agam, dan Luhak Lima Puluh Kota. Dan daerah rantau merupakan daerah-daerah pesisir pantai barat dan timur Sumatera yang merupakan perluasan dari daerah Minangkabau.

Berdasarkan pembagian wilayah tersebut, secara tradisional BM dikelompokkan menjadi empat macam dialek: dialek Tanah Datar, Lima Puluh Kota, Agam dan Pasisir (Moussay, 1998:21-22).

2.5 Pemilihan Bahasa

Menurut Fasold (1984:180) hal pertama yang terbayang bila memikirkan bahasa adalah merupakan bahasa secara keseluruhan (whole language). Maknanya yang terbayangkan oleh seseorang dalam masyarakat bilingual atau multilingual berbicara dengan memakai dua bahasa atau lebih dan harus memilih yang mana harus dipakai. Dalam pemilihan bahasa, terdapat tiga jenis pilihan: (1) dengan alih kode (code switching) yaitu memakai suatu bahasa pada suatu domain dan memakai bahasa lain pada domain yang lain; (2) dengan campur kode (code mixing), yakni memakai satu bahasa tertentu dengan dicampuri serpihan-serpihan bahasa lain; dan (3) dengan memakai suatu variasi dalam satu bahasa (variation within the same language).


(38)

Menurut Fishman (dalam Chaer dan Agustina, 1995:204) untuk menelaah pemilihan bahasa dapat dilaksanakan dengan memakai konteks institutional tertentu yang disebut dengan domain, yang di dalamnya menunjukkan kecenderungan menggunakan satu variasi tertentu daripada variasi lain. Domain dipandang sebagai konstelasi faktor-faktor seperti lokasi, topik, dan partisipan, seperti keluarga, tetangga, teman, transaksi, pemerintahan, pendidikan, dsb. Misalnya jika seorang penutur berbicara dalam lingkungan keluarga maka dikatakan berada dalam domain keluarga. Analisis domain ini biasanya terkait dengan analisis diglosia, sebab ada domain yang formal dan domain yang tidak formal. Di masyarakat yang diglosia untuk domain yang tidak formal dapat digunakan bahasa ragam rendah (low language), sedangkan dalam domain yang formal dipakai bahasa ragam tinggi (high language). Maka pemilihan satu bahasa atau ragam bahasa tergantung domainnya.

2.6 Pengertian Sistem Sapaan

Sistem sapaan (address system) yang ada di dalam suatu masyarakat terkait pada bentuk hubungan orang menyapa dengan orang yang disapa. Kridalaksana (2008:224) mendefinisikan sistem sapaan adalah sistem yang mengikat unsur-unsur bahasa yang menandai perbedaan status dan peran partisipan dalam berkomunikasi dengan bahasa. Misalnya dalam BI kata-kata seperti engkau, anda, saudara, dan sebagainya merupakan unsur-unsur sistem sapaan.


(39)

Menurut Fasold (1993:1) Address forms are the speakers use to designate the person they are talking to while they are talking to them. In most language, there are

two main kinds of address forms: names and second person pronouns. (Bentuk-bentuk kata sapaan adalah merupakan pembicara menggunakan kata –kata sapaan untuk menyapa kepada orang yang sedang diajak berbicara. Dalam menyapa dikenali ada dua cara yang dapat digunakan kepada lawan bicara, yaitu dengan nama dan kata ganti orang kedua. Dengan kata lain dapat digunakan nama pertama atau gelar maupun nama belakangnya) (terjemahan penulis).

Sapaan adalah cara mengacu seseorang di dalam interaksi linguistik yang dilakukan secara langsung (Crystal, 1991:7). Menurut Kridaklasana (1974:14), semua bahasa mempunyai bahasa tutur, yakni sistem yang mempertautkan seperangkat kata-kata atau ungkapan yang dipakai untuk menyapa para pelaku dalam suatu peristiwa.

Crystal (1991:7) memberikan batasan perihal kata sapaan; yaitu dianalisisnya tipe-tipe partisipan dan dibedakan berdasarkan situasi sosial dan kaidah-kaidah untuk menjabarkan penulisan pemakaian istilah yang dilakukan oleh si pembicara, sebagai contoh pemakaian nama pertama, gelar, dan pronomina.

Brown dan Ford dalam tulisannya yang berjudul Address in American English

dalam Lever dan Hutcheson (1972:120) menyatakan bahwa dalam berkomunikasi orang memakai pilihan bentuk linguistik menurut tingkat keeratan hubungan antara pembicara dan mitra bicara. Mereka menjumpai kaidah sapaan seperti pilihan nama pertama (first name) yang sifatnya resiprokal atau gelar dan nama terakhir (title and


(40)

last name). Resiprokal hubungan nonsimetris didapati jika terjadi perbedaan usia atau pangkat dalam jabatan.

2.6.1 Sistem Sapaan dalam Bahasa Minangkabau

Sapaan yang berlaku di Minangkabau kalau dilihat dari segi pemakaiannya dapat dibagi menjadi sapaan umum, sapaan adat, sapaan agama, dan sapaan jabatan (Ayub dkk., 1984:10). Pemakaian jenis kata sapaan umum berkaitan dengan hubungan tidak resmi, baik di dalam kerabat maupun dengan orang lain di luar kerabat. Sapaan adat berkaitan dengan gelar adat dalam perkembangan adat Minangkabau yang diwariskan menurut garis keturunan ibu. Orang yang memakai gelar adat biasanya disapa menurut gelarnya sebagaimana pepatah mengatakan ketek banamo, gadang bagala ’kecil diberi nama, besar diberi gelar’. Sistem sapaan mencerminkan sistem sosial budaya masyarakat Minangkabau yang berlandaskan adat dan syarak. Hal ini tercermin dalam pepatah Minangkabau yang berbunyi syarak mangato adat memakai

artinya syarak mengatakan dan adat memakai. Misalnya seorang yang menjabat penghulu (kepala kaum) di Minangkabau dipanggil datuak dan bukan dipanggil namanya (Amir M.S., 2007).

2.6.2 Sistem Sapaan dalam Bahasa Minangkabau Dialek Agam

Kabupaten Agam merupakan satu di antara beberapa daerah di Sumatera Barat. Ada dua pemahaman perihal daerah Agam, yaitu wilayah Agam berdasarkan administrasi dan wilayah Agam berdasarkan kebudayaan Minangkabau. Wilayah Agam berdasarkan administrasi mencakupi wilayah luhak Agam ditambah sebagian


(41)

wilayah Pariaman (Tiku dan Lubuk Sikaping). Sedangkan wilayah Agam berdasarkan kebudayaan mencakupi wilayah luhak Agam saja (Syafyahya dkk., 2000:7).

Kata sapaan yang akan dijabarkan berikut ini merupakan kata sapaan yang dipakai di wilayah Agam berdasarkan kebudayaan (Luhak Agam).

Di Kabupaten Agam, di samping berlaku gelar adat seperti di daerah lainnya di Minangkabau- gelar adat yang diperoleh dari garis keturunan ibu yang akhirnya dapat membuat si pemilik gelar diangkat menjadi kepala suku dalam kaumnya atau diangkat selaku penghulu, juga terdapat gelar adat yang diperoleh dari pihak ayah yang diturunkan kepada anak-anak lelakinya pada saat akan dilangsungkan pernikahan yang diberikan oleh pihak bakonya--saudara perempuan ayahnya. Sebagai contoh dalam BMA nama Syaifuddin disapa Udin atau gelarnya Sutan Bandaro – gelar yang diperolehnya dari bako (keluarga ayah karena telah menikah), dan sebagainya (Moussay, 1998:191-192).

Kata sapaan di wilayah Agam bisa dibagi atas dua sapaan, yaitu kata sapaan kekerabatan dan kata sapaan nonkekerabatan. Kata sapaan kekerabatan merupakan pertalian langsung atau tidak langsung dan cara pemakaian kata sapaan pada umumnya.

Sementara kata sapaan nonkekerabatan meliputi, yaitu (1) kata sapaan bidang agama, (2) kata sapaan bidang adat, dan (3) kata sapaan jabatan.

Kata sapaan bidang agama merupakan kata sapaan yang dipakai untuk menyapa orang yang terlibat dan bekerja dalam bidang agama; hal ini menyangkut pengetahuan


(42)

seseorang perihal agama Islam khususnya. Kata sapaan bidang adat merupakan kata sapaan yang dipakai untuk menyapa orang yang menduduki jabatan dalam adat. Pemakaian kata sapaan ini sesuai jabatan yang bersangkutan dalam adat tersebut. Sementara kata sapaan umum dipakai untuk menyapa orang lain. Pemakaian kata sapaan ini ditentukan oleh usia, pekerjaan, dan status sosial (Syafyahya dkk., 2000: 12-13). Berikut ini diberikan panduan untuk keempat kata sapaan tersebut, yaitu kata sapaan umum, kata sapaan adat menurut kaum, kata sapaan dalam agama, dan kata sapaan dalam jabatan dalam BI dan BMA.


(43)

Tabel 2.1 Kata Sapaan Umum dalam BI dan BMA

Jenis Kata Sapaan dalam BI Jenis Kata Sapaan dalam BMA 1. Panggilan terhadap Ibu kandung Ibu inyiak (uci), nenek, enek, amai gaek

2. Panggilan terhadap Ibu kandung biyai, (a)mak, amai, uwai

3. Panggilan terhadap kakak Perempuan Ibu

maktuo, mak adang, mak angah

4. Panggilan terhadap adik Perempuan Ibu Etek

5. Panggilan terhadap kakak dan adik laki-laki Ibu

mak dang, mak etek

6. Panggilan terhadap Ayah kandung abak, abah, ayah, (a)pa, apak, buya

7. Panggilan terhadap Kakak dan Adik Laki-laki Ayah Kandung

pak tuo, pak dang, pak angah, pak etek

8. Panggilan kakak dan Adik Perempuan Ayah

mak tuo,etek

9. Panggilan terhadap Kakak Laki-laki Kandung

tuan, uwan, uda, panggil nama

10. Panggilan terhadap Adik Laki-laki Kandung

adiak, panggil nama

11. Panggilan terhadap Kakak Perempuan Kandung

(ka)kak, uni, panggil nama

Panggilan terhadap Adik Perempuan Kandung

adiak, panggil nama

13. Panggilan terhadap Istri panggil nama, amaknyo, uwai, iyak

14. Panggilan terhadap Suami tuan, uda, gelarnya, apaknyo

15. Panggilan terhadap Anak Kandung Laki-laki

Buyuang

16. Panggilan terhadap Anak Kandung Perempuan

Upiak

17. Panggilan terhadap Cucu Kandung Laki-laki

panggil nama

18. Panggilan terhadap Cucu Kandung Perempuan

panggil nama

19. Panggilan terhadap Ayah Kandung dari Ibu dan Ayah Kandung dari Ayah

U(w)o, gaek, antan


(44)

Tabel 2.2 Kata Sapaan Adat Menurut Kaum dalam BI dan BMA

Jenis Kata Sapaan dalam BI Jenis Kata Sapaan dalam BMA

1. Panggilan terhadap Penghulu Datuak

1.Panggilan terhadap Menantu Laki-laki

sutan, bagindo, malin nama kecil/panggilan

3. Bisan (orang tua ibu dan ayah) dari istri atau suami anak kandung bisan

bisan

4. Mintuo (ibu dan ayah) kandung dari istri atau suami Mintuo

mintuo mama/mak/ibu

5. Istri kakak laki-laki kandung

timudo

uni diikuti nama kecil/panggilan sama

6 . Minantu (istri atau suami anak Kandung)

minantu nama kecil/nama panggilan

7.Ipa (saudara kakak dan adik istri atau suami)

ipa nama kecil/panggilan

8. Para pendatang yang menikah dengan wanita setempat

sutan, bagindo, malin nama kecil/nama panggilannya


(45)

Tabel 2.3 Kata Sapaan dalam Agama dalam BI dan BMA

Jenis Kata Sapaan dalam BI Jenis Kata Sapaan dalam BMA

1. Panggilan terhadap orang yang

menjaga Mesjid atau Surau garin (garim) Garin

2. Panggilan terhadap orang yang membaca doa

Pakiah (pakih)

3. Panggilan terhadap orang yang tahu tentang agama dalam penyelenggaraan mayat

labai (lebai)

4. Panggilan untuk petugas agama yang mengawinkan orang tuan kadi

angku kali, tuan kadi

5. Panggilan untuk menyapa orang yang mengetahui ajaran agama (ulama) buya, ustad

buya, angku labai , ustad

6. Panggilan terhadap orang yang bertugas sebagai tukang azan (muadzin) di Masjid atau Surau bilal

angku bila , bilal

7. Panggilan kepada orang yang memimpin shalat di Mesjid atau Surau imam

Angku imam

8. Panggilan kepada orang yang memberi Khotbah Jum’at khatib

katik angku, khatib

9. Panggilan terhadap alim ulama yang telah dekat dengan masyarakat setempat yang sering memberikan pengajian agama

ungku, angku, tuangku

Buya

10. Panggilan untuk ulama wanita umi ibu ustazah

11. Panggilan terhadap orang yang telah menunaikan rukun Islam kelima haji, aji

pak haji, bu hajjah

(Diadaptasi dari Kuesioner Hepy Yen Trisny, 2006) Tabel 2.4 Kata Sapaan Jabatan dalam BI dan BMA

Jenis Kata Sapaan dalam BI Jenis Kata Sapaan dalam BMA 1. Camat pak camaik

2. Lurah nyik palo

3. Ketua Lingkungan inyiak suku

4. Guru pak/buk

5. Dokter pak/buk doktor

6. Bidan buk bidan


(46)

2.7 Pengertian Istilah Kekerabatan

KUBI (1999:482) mendefinisikan istilah kerabat adalah 1 yang dekat (pertalian keluarga); 2 keluarga; sanak saudara; 3 keturunan dari induk yang sama. Contohnya : ayah, ibu, kakak, adik, paman, bibi dan sebagainya dalam BMA contohnya apak, amak, uda, adiak, mamak, etek dan sebagainya. Selanjut kekerabatan bermakna perihal berkerabat, perihal mempunyai hubungan keluarga.

Koentjaraningrat (1992:143) membedakan dua istilah dalam sistem kekerabatan. Pada umumnya tiap bahasa memiliki dua macam sistem istilah yaitu (a) istilah menyebut dan (b) istilah menyapa. Istilah menyebut digunakan untuk memanggil seseorang apabila berhadapan dengan orang lain atau berbicara tentang orang ketiga; sementara istilah menyapa digunakan untuk memanggil seseorang apabila berhadapan langsung.

Selanjutnya Ayub dkk. (1984 : 5) membedakan istilah menyebut dan menyapa atas tiga ciri:

1. Istilah menyebut jumlahnya lebih sedikit dari istilah menyapa.

2. Istilah menyebut dipakai untuk menyatakan kedudukan seseorang dari lingkungan kerabat, misalnya, orang tua, adik, ipar dan besan. Sedangkan istilah menyapa seseorang, misalnya, ayah, dan bapak.

3. lstilah menyebut tidak dipakai langsung kepada orang kedua (lawan bicara), sedangkan istilah menyapa langsung dipakai untuk orang kedua.


(47)

Selanjutnya Romaine (1994:26) dalam Syarfina (2000:15) menyatakan istilah kekerabatan dalam bahasa-bahasa berbeda akan menunjukkan bagaimana kategori persaudaraan yang menggambarkan perbedaan susunan sosial yang realitas untuk budaya tertentu berbicara tentang bahasa tertentu.

Istilah kekerabatan dalam suatu bahasa muncul karena kebutuhan untuk menyatakan kedudukan diri seseorang secara komunikatif dalam suatu lingkungan keluarga. Makin luas lingkungan keluarga yang dikenal dan dipertahankan oleh suatu masyarakat maka makin banyak pula istilah kekerabatan yang diperlukan dan hidup dalam bahasa mereka. Sebagai contoh: Jubaidah = seorang suami memanggil nama istrinya secara langsung; Amak si Ida = seorang suami menyebut istrinya secara tidak langsung dan Ida adalah anaknya.

Orang yang telah berkeluarga termasuk dalam kelompok kekerabatan suatu masyarakat akibat perkawinan yang terlaksana dalam suatu komunitas. Hal ini terlaksana dikarenakan pihak pria dan wanita telah menjadi sebuah keluarga.

Sebuah keluarga yang terdiri dari seorang suami, seorang istri, anak-anak yang belum berkeluarga, anak tiri, dan anak angkat yang telah mempunyai hak yang sama dengan anak kandung disebut keluarga inti. Menurut Koentjaraningrat (1992:109) dalam Syafyahya dkk. (2000:8), ada dua jenis keluarga inti, yaitu (1) keluarga inti yang terdiri atas seorang suami, istri, dan anak-anak, baik anak kandung maupun bukan disebut keluarga inti yang berdasarkan monogami, (2) keluarga inti yang bentuknya lebih kompleks, yaitu (a) terdiri dari seorang suami, tetapi lebih dari


(48)

seorang istri, tetapi lebih dari seorang disebut keluarga inti yang berdasarkan poligami, dan (b) terdiri dari seorang istri, tetapi lebih dari seorang suami disebut keluarga inti yang berdasarkan poliandri.

Setiap keluarga, keluarga luas atau inti, selalu menginginkan hubungan yang akrab, baik dengan keluarga intinya maupun dengan kaum kerabatnya dari kedua belah pihak. Rasa bahagia yang dirasakan pada pelaksanaan perkawinan baiknya berkelanjutan sampai tua. Tetapi, selaku makhluk bermasyarakat, seseorang tak lepas dari lingkungan hidup mereka, yaitu adat-istiadat dan aturan-aturan yang harus ditaati. Mereka terkait dengan kebiasaan yang berlangsung secara turun-temurun, seperti kata sapaan. Dalam masyarakat Minangkabau apabila anak/ego, baik pria maupun wanita yang telah menikah maupun belum, masing-masing mempunyai sistem sapaan tertentu pada suami, istri, atau sanak keluarga kedua belah pihak (Syafyahya dkk., 2000:8). 2.7.1 Istilah Kekerabatan dalam Bahasa Minangkabau Dialek Agam

Dalam BMA ada dijumpai istilah-istilah kekerabatan yang tidak dijumpai dalam BM dialek lainnya, sebagai contoh pada masa`dahulu sampai era tahun 1940-an pada masyarakat Agam untuk menyapa kakak laki-laki dengan sapaan Tuan (wan)

diikuti nama kecilnya, sebagai contoh nama sebenarnya Mardjohan disapa oleh adik-adiknya atau yang usianya lebih muda dari dia dengan sapaan Tanduan; bila namanya Muhsinin maka akan disapa menjadi Tuanin. Begitu pula sapaan kepada saudara perempuan yang lebih tua akan disapa dengan Kakak diikuti dengan nama kecilnya;


(49)

sebagai contoh bila namanya Lamsuri maka akan disapa dengan sapaan Kak Ilam (Moussay, 1998:189).

Kata sapaan lainnya yang berbeda dengan dialek yang ada dalam BM seperti menyapa ibu kandung sampai kelahiran awal tahun 1900-an; mereka menyapanya dengan kata sapaan biyai. Yang pada masa kini tidak lagi dijumpai kata sapaan tersebut terutama yang berdomisili di perkotaan tetapi akan disapa dengan kata-kata sapaan seperti mama, mami, umi, bunda; keempat kata sapaan ini diadopsi dari bahasa di luar BMA, dan lain sebagainya.

2.8 Pengertian Pergeseran Bahasa

Gunarwan (2006:95) mendefinisikan pergeseran bahasa jika dan bila masyarakat bahasa itu secara kolektif (mulai) tidak lagi menggunakan bahasa tradisionalnya, dan alih-alih itu menggunakan bahasa yang lain. Sementara menurut Kridalaksana (2008: 188) pergeseran bahasa merupakan perubahan secara tetap dalam pilihan bahasa seseorang untuk keperluan sehari-hari, terutama sebagai akibat migrasi. Dan Fasold (1984:213-214) berpendapat pergeseran bahasa merupakan hasil dari proses pemilihan bahasa dalam jangka waktu yang sangat panjang. Pergeseran bahasa memperlihatkan adanya suatu bahasa yang benar-benar tidak digunakan lagi oleh komunitas penuturnya. Hal ini maknanya bahwa ketika pergeseran bahasa terjadi, anggota suatu komunitas bahasa secara berkelompok lebih


(50)

memilih memakai bahasa baru daripada bahasa lama yang secara tradisional biasa digunakan.

Jadi makna pergeseran bahasa adalah beralihannya suatu komunitas dalam memakai bahasa dari bahasa yang dimiliki dan diwariskan oleh pendahulunya berganti dengan bahasa baru dengan berbagai alasan.

2.8.1 Konsep Pergeseran Bahasa

Pergeseran bahasa merupakan dua istilah yang mengacu kepada pilihan yang diambil masyarakat tentang bahasa mana yang akan digunakan untuk fungsi tertentu. Pilihan ini bisa mengakibatkan kematian bahasa lainnya secara total, tanpa menyisakan pemakai bahasa, atau kematian bahasa hanya di dalam komunitas tertentu.

Ada diidentifikasi beberapa kondisi yang akan menimbulkan pergeseran bahasa. Kondisi ini meliputi bilingualisme masyarakat, migrasi, industrialisasi, pemakaian bahasa di sekolah dan di pemerintahan, urbanisasi dan bahasa dalam hubungan tingkat prestise.

Seperti yang dinyatakan oleh Aitchison (1981) dan Day (1985) : “Societal bilingualism must exist at some point for language shift to occur. A monolingual

society may inevitably remain monolingual unless an additional language is

introduced that will affect the economic or power balance achieved through the

languages”. Bilingualisme masyarakat harus ada sampai tingkat tertentu agar pergeseran bahasa terjadi. Masyarakat yang monolingual selalu bisa tetap monolingual kecuali masuk bahasa tambahan yang akan mempengaruhi keseimbangan ekonomi


(51)

atau kekuasaan yang dicapai melalui bahasa. Pernyataan ini diperkuat oleh para ahli lainnya seperti Fasold (1984), Dressler (1984), Aitchison (1981), dan Fishman (1991) sebagai berikut: “Bilingualism can ultimately lead to language shift in a society and is often marked by intergenerational switching of the languages”. Bilingualisme pada akhirnya bisa menyebabkan pergeseran bahasa pada masyarakat dan sering ditandai dengan peralihan bahasa antar-generasi.

Faktor lainnya yang terkait dengan pergeseran bahasa adalah faktor migrasi. Seperti yang sering diamati dalam pendudukan militer, sejumlah besar pemakai bahasa lain bisa bermigrasi atau masuk ke suatu masyarakat. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Fasold (1984) dan Lieberson (1982): “ At times these speakers may in fact outnumber the native population of the area, creating an environment

propitious for language shift”. (Kadang-kadang si pemakai bahasa ini ternyata bisa lebih banyak jumlahnya dari jumlah penduduk setempat, yang menciptakan lingkungan yang mendukung pergeseran bahasa) (terjemahan penulis).

Walaupun bilingualisme masyarakat dan jumlah pemakai bahasa lain merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran bahasa, faktor-faktor tersebut sering merupakan akibat dari kondisi yang ada lainnya. Faktor yang satu ini didukung oleh para ahli sosiolinguistik seperti Fasold (1984), dan Fishman (1977, 1991) seperti yang dinyatakan oleh mereka bahwa: ”One of the conditions is industrialization”. (Salah satu kondisi adalah industrialisasi) (terjemahan penulis). Industrialisasi dan atau modernisasi sering menimbulkan perlunya bahasa lain atau


(52)

populasi yang menggunakan bahasa lain yang lebih bisa beradaptasi dengan lingkungan teknologi yang dihasilkan akibat oleh proses ini.

Lieberson (1984) juga menyatakan bahwa: “The association of a language with modern transportation and communication may lead to a shift towards that

language”. (Hubungan bahasa dengan transportasi dan komunikasi modern bisa menyebabkan pergeseran ke arah bahasa tersebut) (terjemahan penulis).

Selanjutnya Day (1985), Beer dan Jacob (1985), Fasold (1984), dan Fishman (1977, 1991) berpendapat bahwa: “ The society in which it occurs may then find that only through the learning of an additional language will the people have access to

social mobility via the power and resources that industrialization brings”.

(Masyarakat di mana pergeseran bahasa itu terjadi bisa mendapati bahwa hanya melalui belajar bahasa tambahan orang mendapat akses ke mobilitas sosial melalui kekuasaan dan sumberdaya yang dibawa industrialisasi) (terjemahan penulis). Fishman (1977: 115) selanjutnya menyatakan:

These resources include access to better job opportunities, specialized knowledge needed for progress and in general, to higher prestige and privileges associated with this language. "In those settings in which either the myth or reality of social mobility is widespread, bilingualism is repeatedly skewed in favor of the more powerful being acquired and used much more frequently than that of the lesser power".

(Sumberdaya ini meliputi akses ke peluang kerja yang lebih baik, pengetahuan khusus yang dibutuhkan untuk kemajuan dan pada umumnya, prestise yang lebih tinggi dan keistimewaan yang terkait dengan bahasa ini. ”Di lingkungan di mana mitos atau realitas mobilitas sosial tersebar luas, bilingualisme berulang kali condong


(53)

mendukung bahasa yang lebih kuat daripada yang kurang kuat”. Karena itu walaupun bilingualisme diperlukan untuk pergeseran bahasa, mungkin serangan gencar industrialisasi dan penyangkalan akses selanjutnya ke sumberdaya oleh orang yang tidak menggunakan bahasa tertentu yang menjadi daya dorong terhadap pergeseran bahasa) (terjemahan penulis).

Still another factor promoting language shift and discussed extensively by sociolinguists is the language used in schools and by the government. In order for language shift to occur, the spreading language must allow access to power and resources, and this is achieved primarily through the educational process. It is education that will allow people access to better positions, specialized knowledge and control over human and material resources. "For language spread, schools have long been the major formal (organized) mechanisms involved..." (Fishman, 1977).

(Faktor lain yang mendorong pergeseran bahasa dan dibahas secara panjang lebar oleh kalangan ahli sosiolinguistik bahwa bahasa yang digunakan di sekolah-sekolah dan oleh pemerintah. Agar pergeseran bahasa terjadi, bahasa yang sedang mengalami penyebaran harus memungkinkan akses ke kekuasaan dan sumberdaya, dan ini pada pokoknya dicapai melalui proses pendidikan. Pendidikan yang akan memungkinkan akses ke posisi yang lebih baik, pengetahuan khusus dan pengendalian atas sumberdaya manusia dan material) (terjemahan penulis). ”Untuk penyebaran bahasa, sekolah sudah lama menjadi mekanisme formal (terorganisir) utama yang terlibat...”. Fishman (1991) , dan Day (1985) turut mendukung faktor pergeseran ini seperti pernyataannya berikut ini: ” The school policy may also include the promotion of the cultural characteristics related to a particular language and a deemphasis on


(54)

use on school grounds”. (Kebijakan sekolah juga bisa mencakup peningkatan ciri-ciri budaya yang terkait dengan bahasa tertentu dan penekanan pada aspek budaya penduduk pribumi yang dalam sebagian kasus mencakup larangan atas penggunaan bahasa penduduk pribumi di sekolah) (terjemahan penulis).

Fasold (1984), Dressler (1984), Beer dan Jacob (1985), Lewis (1982), dan Fishman (1991) berpendapat: ” The language used in other government agencies is also of some importance in that institutional (governmental) support of a language

can be essential in spread or maintenance”. (Bahasa yang digunakan di lembaga pemerintah lainnya juga penting di mana dukungan institusional (pemerintah) atas suatu bahasa bisa penting dalam penyebaran bahasa) (terjemahan penulis). Selanjutnya Fasold (1984: 253) menguatkan bahwa:” The language that governments use for legislative debate and the language in which laws are written and government

documents are issued are also means that can be used to promote a selected language

or language variety". (Bahasa yang digunakan pemerintah untuk perdebatan legislatif dan bahasa yang digunakan di dalam undang-undang dan dokumen pemerintah yang dikeluarkan juga berarti itu bisa dipakai untuk meningkatkan bahasa tertentu atau keanekaragaman bahasa) (terjemahan penulis). Kemudian, tampak bahwa bahasa yang dipilih pemerintah untuk sekolah dan untuk berkomunikasi dengan rakyatnya juga bisa meningkatkan pergeseran bahasa jika tidak ada pendukung terhadap pemeliharaan bahasa asli.


(55)

Selanjutnya Fishman (1977), dan Fasold (1985) menyatakan bahwa faktor-faktor lainnya yang menyebabkan pergeseran bahasa adalah seperti pernyataan berikut ini: ”Urbanization and prestige are two other factors that have been identified as influential in language spread and shift. Along with industrialization, there is often a

move away from rural life and migration toward urban areas. These urban areas are

often the focal points of spread”. (Urbanisasi dan prestise merupakan dua faktor lain yang diidentifikasi sebagai berpengaruh pada pergeseran bahasa. Bersama-sama dengan industrialisasi, sering terjadi perpindahan dari kehidupan pedesaan dan migrasi ke daerah perkotaan. Daerah perkotaan ini sering menjadi titik fokus pengeseran bahasa) (terjemahan penulis). Selanjutnya Beer dan Jacob (1985), dan Fishman (1972) menyatakan:

Probably because they are also the focal points of economic growth in industrialized societies. However, it is in these urban areas, that the people may also come in contact with the major part of the educated sector of the society that will promote or create organized resistance to the spread of the new language and the prestige associated with it”.

(Mungkin karena daerah perkotaan ini juga merupakan titik fokus pertumbuhan ekonomi pada masyarakat industri. Akan tetapi, di daerah perkotaan inilah orang juga bisa berkontak dengan sebagian besar sektor masyarakat berpendidikan yang akan meningkatkan atau menimbulkan resistansi teorganisir terhadap penyebaran bahasa baru dan prestise yang terkait dengannya) (terjemahan penulis). Kemudian Dressler (1984) menguatkan dengan pernyataannya sebagai berikut :

The process of raising the prestige level of the spreading language as the native language slowly loses prestige "social subordination". This is the first step in


(56)

language decay according to Dressler. As the native language loses prestige and is used less in social functions, this social subordination leads to a "negative sociopsychological evaluation" of the language. Native speakers of a language may "voluntarily" shift to another more prestigious language”.

(Mengacu kepada proses peningkatan tingkat prestise bahasa yang sedang menyebar karena bahasa asli perlahan-lahan kehilangan prestise ”subordinasi sosial”. Ini merupakan langkah pertama dalam pembusukan bahasa menurut Dressler. Begitu bahasa asli kehilangan prestise dan semakin sedikit digunakan dalam fungsi-fungsi sosial, subordinasi sosial ini mendorong ”evaluasi sosiopsikologis negatif” atas bahasa. Pembicara asli suatu bahasa bisa ’dengan sukarela” beralih ke bahasa yang lebih prestisius lainnya) (terjemahan penulis). Peranan nasionalisme dalam menciptakan dukungan institusional tampak jelas, tetapi fungsinya dalam meningkatkan pergeseran bisa dikaji lebih lanjut dari sudut pandang paparan sebelumnya.

Keberadaan gerakan nasionalis mungkin juga merupakan salah satu alasan atas kondisi-kondisi untuk pergeseran bahasa yang terjadi. Tidak diragukan lagi, dukungan institusional terhadap bahasa asli tidak akan dimungkinkan. Kalangan nasionalis juga menciptakan atau memperluas terjadinya pergeseran bahasa. Mereka membentuk hubungan etnis dan ideologis dengan bahasa asli; akan tetapi, dengan menegaskan keunikan kelompok ini dibandingkan dengan kelompok lainnya, hubungan etnis dan ideologis bisa dibentuk untuk kelompok lainnya dan juga bahasanya. "Ethnic and ideological encumberedness can pose problems for the spread of LWC" [a language


(57)

of wider communication, in this case English] (Fishman, 1977). Muatan etnis dan ideologi bisa menimbulkan masalah untuk penyebaran LWC [bahasa komunikasi yang lebih luas, dalam kasus ini bahasa Inggris](terjemahan penulis). Kalangan nasionalis, sambil meningkatkan keunikan etnokulturalnya sendiri yang dilambangkan oleh bahasa asli, dalam waktu yang bersamaan, bisa menciptakan identifikasi etnis dan ideologis untuk bahasa Inggris yang menahan penyebaran dan pergeseran ke bahasa ini (Dressler, 1982; Fishman, 1977; Lewis, 1985). Terakhir, tampaknya dorongan kalangan nasionalis ke arah kebijakan perencanaan bahasa yang memungkinkan pilihan akan ada dan adaptasi dari bahasa asli melalui rekayasa bahasa atau cara lainnya yang memungkinkan akses ke kemajuan ekonomi dan sosial dengan menggunakan bahasa ini. Bila motivasi instrumental untuk mempelajari bahasa tambahan tidak lagi ada atau telah berkurang, maka pergeseran bahasa juga lebih kecil kemungkinannya terjadi.

Penekanan nasionalisme ternyata memegang peranan dalam pergeseran ke bahasa lain dalam sebagian kasus. Kajian tentang gerakan bahasa nasional, kondisi-kondisi untuk pergeseran dan usaha-usaha perencanaan bahasa di Guam, Filipina dan Puerto Rico termasuk di Indonesia - seperti yang dijabarkan oleh Gunarwan (2006:109), bisa memberikan informasi relevan tentang nasionalisme dan pengaruhnya di negara-negara tersebut.


(58)

Menurut Romaine (1989) faktor-faktor pergeseran bahasa itu juga dapat berupa kekuatan kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas, kelas sosial, latar belakang agama dan pendidikan, hubungan dengan tanah leluhur atau asal, tingkat kemiripan antara bahasa mayoritas dengan bahasa minoritas, sikap kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas, perkawinan campur, kebijakan politik pemerintah terhadap bahasa dan pendidikan kelompok minoritas, serta pola pemakaian bahasa (nama-nama para ahli tersebut dapat dilihat dalam http://ponce.inter.edu/vl/tesis/sharon/chap2.html diakses pada tanggal 2 Januari 2011) .

Gejala-gejala yang menunjukkan terjadinya pergeseran bahasa dapat diamati. Contohnya, ketika ada gejala yang menunjukkan bahwa penutur suatu komunitas bahasa mulai memilih menggunakan bahasa baru dalam domain-domain tertentu yang menggantikan bahasa lama, hal ini memberikan sinyal bahwa proses pergeseran bahasa sedang berlangsung.

Terdapat kemungkinan bahwa pergeseran bahasa dapat diperkirakan. Sebagai contoh, pergeseran bahasa hanya dapat terjadi jika suatu komunitas tidak lagi berkemauan untuk mempertahankan identitasnya sebagai kelompok sosiokultural yang dikenal dan lebih memilih untuk mengganti identitasnya menjadi bagian dari komunitas lain.


(59)

Namun, paparan di atas bukan satu-satunya hal yang menjadi dasar dapat diprediksinya pergeseran bahasa. Hal terpenting justru seharusnya dapat diprediksi kapan suatu komunitas mulai berganti identitas.

2.8.2 Kerangka Konseptual

Penelitian ini merupakan kajian Sosiolinguistik yang membahas keterkaitan antara bahasa dan masyarakat. Hal pokok yang dianalisis dalam penelitian ini, yakni masalah bahasa dalam konteks sosial, kebudayaan, dan bagaimana sikap suatu kelompok orang dalam hal ini masyarakat Agam yang ada di Kota Medan terhadap kata sapaan yang berlaku dalam BMA.

2.8.2.1 Konsep Pemilihan Bahasa

Dalam pemilihan bahasa, masyarakat Agam di Kota Medan dapat mengaplikasikan tiga jenis pilihan berikut ini dalam berkomunikasi dengan seseorang: (1) dengan alih kode, yaitu menggunakan suatu bahasa pada suatu domain dan menggunakan bahasa lain pada domain yang lain; (2) dengan campur kode, yaitu menggunakan satu bahasa tertentu dengan dicampuri serpihan-serpihan bahasa lain; dan (3) dengan menggunakan suatu variasi dalam satu bahasa. Dalam hal ini dapat dimaknai bagaimana masyarakat Agam di Kota Medan mengaplikasikan penggunaan kata sapaannya dalam kehidupan sehari-hari; apakah ada menggunakan kata sapaan yang berasal dari bahasa lain ataukah murni hanya memakai kata sapaan BMA saja. 2.8.2.2 Konsep Kata Sapaan dalam BMA


(60)

Kata sapaan di wilayah Agam dapat dibagi dua jenis, yaitu kata sapaan kekerabatan dan kata sapaan nonkekerabatan. Kata sapaan kekerabatan merupakan pertautan langsung atau tidak langsung dan cara penggunaan kata sapaan pada umumnya. Sementara kata sapaan nonkekerabatan meliputi, yaitu (1) kata sapaan bidang agama, (2) kata sapaan bidang adat, dan (3) kata sapaan jabatan.

Kata sapaan bidang agama adalah kata sapaan yang digunakan untuk menyapa orang yang terlibat dan bekerja dalam bidang agama; dalam hal ini menyangkut pengetahuan seseorang perihal agama Islam khususnya. Kata sapaan bidang adat adalah kata sapaan yang digunakan untuk menyapa orang yang menduduki jabatan dalam adat. Pemakaian kata sapaan ini sesuai jabatan yang bersangkutan dalam adat tersebut. Sementara kata sapaan umum dipakai untuk menyapa orang lain. Pemakaian kata sapaan ini ditentukan oleh usia, pekerjaan, dan status sosial (Syafyahya dkk., 2000:12).

2.8.2.3 Konsep Pergeseran Bahasa

Pergeseran bahasa merupakan beralihannya suatu komunitas dalam memakai bahasa dari bahasa yang dimiliki dan diwariskan oleh pendahulunya berganti dengan bahasa baru dengan berbagai alasan. Beberapa kondisi yang

menimbulkan pergeseran bahasa meliputi bilingualisme masyarakat, migrasi, industrialisasi, pemakaian bahasa di sekolah dan di pemerintahan, urbanisasi, bahasa dalam hubungan tingkat prestise, peralihan antargenerasi, dan gerakan nasionalisme.


(61)

2.9 Penelitian Terdahulu

Dalam kepustakaan sosiolinguistik, pergeseran bahasa merupakan fenomena yang menarik. Terminologi pergeseran bahasa pertama kali diperkenalkan oleh Fishman (1964) yang kemudian dikembangkan oleh Susan Gal (1979) yang meneliti masalah pilihan dan pergeseran bahasa di Oberwart, Austria Timur, dan Nancy Dorian (1981) yang mengkaji pergeseran bahasa Gaelik dalam bahasa Inggris di Sutherland Timur, Britania Utara. Pergeseran bahasa kuat ikatannya dengan ranah yang berhubungan dengan pilihan bahasa dan kedwibahasaan (nama-nama ketiga ahli tersebut dapat dilihat dalam http://ponce.inter.edu/vl/tesis/sharon/

chap2.html diakses pada tanggal 2 Januari 2011) .

.Beberapa penelitian yang telah dilaksanakan di Indonesia satu diantaranya berjudul ”Pergeseran Bahasa Jawa pada Masyarakat Wilayah Perbatasan Jawa-Sunda dalam Ranah Keluarga di Losari Kabupaten Brebes yang diteliti oleh Ahmad Syaifudin. Hasil penelitian menunjukkan desakan bahasa Indonesia atau bahasa daerah lainnya merupakan penyebab pergeseran bahasa Jawa di Losari sulit dihindarkan. Bahkan, pola pewarisan bahasa Jawa di Losari ke generasi berikutnya telah sedikit memudar akibat kemajuan zaman menuju era globalisasi.

Keanekaragaman bahasa daerah sebagai bahasa ibu oleh masing-masing penutur saat ini didapati mendapat tantangan dari bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional pemersatu bangsa dan juga interferensi bahasa asing. Berdasarkan hal itu, pergeseran bahasa daerah sebagai bahasa ibu mulai terusik. Hal ini sesuai dengan


(62)

pendapat Wilian (2005:94) sebagai bangsa yang multilingual, gejala pergeseran bahasa itu memang sedang dialami oleh bahasa daerah –bahasa daerah (bahasa ibu) di Indonesia. Sebagai contoh, penelitian Gunarwan (2001) yang hasil temuannya adalah bahasa Lampung (bahasa daerah) tergeser diakibatkan karena adanya desakan bahasa Indonesia. Di samping itu, pergeseran bahasa (language shift) juga bisa terjadi pada generasi muda, seperti hasil penelitian bahasa Tonsea di Sulawesi Utara yang dilaksanakan oleh Wantania (1996).

Kontribusi penelitian-penelitian terdahulu ini terutama apa yang telah diteliti oleh Ahmad Syaifudin terhadap tesis ini adalah bagaimana mendapatkan data-data penelitian dan menganalisis data-data yang telah diambil sehingga bermakna, yaitu dengan mengelompokkan data-data yang telah diambil dan dikelompokkan dalam ranah-ranahnya, seperti ranah di dalam rumah, dan ranah di luar rumah.


(63)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan, Rancangan, dan Langkah-langkah Penelitian 3.1.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, yakni dengan memberikan gambaran secara sistematis dan akurat tentang pergeseran kata sapaan dalam BMA di Kota Medan.

Penelitian untuk membuktikan atau menemukan sebuah kebenaran dapat digunakan pendekatan kualitatif. Kebenaran yang diperoleh pada pendekatan kualitatif lebih menekankan pada esensi dari fenomena yang diteliti. Kebenaran dari hasil analisis penelitian kualitatif lebih bersifat ideographik, tidak dapat digeneralisasi. Hasil analisis penelitian kualitatif naturalistik lebih bersifat membangun, mengembangkan maupun menemukan terori-teori sosial.

Miles dan Huberman (1992:15) menyatakan penelitian kualitatif merupakan data yang muncul berwujud kata-kata dan bukan rangkaian angka yang biasanya disusun ke dalam teks yang diperluas. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2001:3) mendefinisikan penelitian kualitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.


(1)

Kata Sapaan Agama

Jenis Kata Sapaan Ayah Ibu Anak

1. Panggilan terhadap orang yang menjaga Mesjid atau Surau Garin (Garim) Garin

garin garin pak Nazir 2. Panggilan terhadap orang yang

membaca doa Pakiah (Pakih)

pakiah pakiah pak

3. Panggilan terhadap orang yang tahu tentang agama dalam penyelenggaraan mayat Labai (Lebai)

labai labai bilal

4. Panggilan untuk petugas agama yang mengawinkan orang Tuan Kadi Angku Kali , Tuan Kadi

angkukali angkukali tuan kadi

5. Panggilan untuk menyapa orang yang mengetahui ajaran agama (ulama) Buya, Ustad Buya, Angku Labai , Ustad

Buya buya ustad

6. Panggilan terhadap orang yang bertugas sebagai tukang azan (muadzin) di Masjid atau Surau Bilal Angku Bila , Bilal

bilal bilal muadzin

7. Panggilan kepada orang yang memimpin shalat di Mesjid atau Surau Imam Angku Imam

imam imam imam

8. Panggilan kepada orang yang memberi Khotbah Jum’at Khatib Katik Angku, Khatib

Tuan katik tuan katik khatib

9. Panggilan terhadap alim ulama yang telah dekat dengan

masyarakat setempat yang sering memberikan pengajian agama ungku, angku, tuangku Buya

Buya buya ustad


(2)

umi Ibu Ustazah

11. Panggilan terhadap orang yang telah menunaikan rukun Islam kelima haji, aji , Pak Haji, Bu Hajjah

Pak ji; buk ji pak ji; buk ji pak haji, bu haji Kata Sapaan Jabatan

Jenis Kata Sapaan Ayah Ibu Anak 1. Camat pak camaik Camaik camaik bapak 2. Lurah nyik palo Lurah lurah bapak 3. Ketua Lingkungan

inyik suku

kapalo lorong kapalo lorong bapak

4. Guru pak/buk Guru guru bapak/ibu 5. Dokter pak/buk

doktor

doktor doktor dok

6. Bidan buk bidan Bidan bidan ibu bidan

Daftar nama informan untuk Keluarga IX 1. Nama Ayah : Y

Usia : 69 tahun Pendidikan : SMA Pekerjaan : Pengusaha

Alamat : Jl. Medan Area Selatan Medan Lama di Medan : 51 tahun

Penghasilan/bulan: >Rp 10.000.000,- (memiliki usaha tailor, rumah makan, toko, dll.)

2. Nama Ibu : Z

Usia : 60 tahun Pendidikan : PGA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Idem

Lama di Medan : 43 tahun


(3)

3. Nama Anak : AA Usia : 40 tahun Pendidikan : S2

Pekerjaan : Staf Pengajar Alamat : Jl. Sembada Medan Lama di Medan : 40 tahun

HASIL ISIAN KUESIONER UNTUK KELUARGA IX Kata Sapaan Bahasa Minangkabau Dialek Agam Kata Sapaan Umum

Jenis Kata Sapaan Ayah Ibu Anak

1.Panggilan terhadap Ibu kandung Ibu inyiak (uci), nenek, enek, amai gaek

- - nenek

2.Panggilan terhadap Ibu kandung biyai, (a)mak, amai, uwai

amai amai mama

3.Panggilan terhadap kakak Perempuan Ibu maktuo, mak adang, mak angah

mak tuo mak tuo mak tuo

4.Panggilan terhadap adik Perempuan Ibu etek

etek etek -

5.Panggilan terhadap kakak dan adik laki-laki Ibu mak dang, mak etek

mak adang mamak mak adang

6.Panggilan terhadap Ayah kandung abak, abah, ayah, (a)pa, apak, buya

apak apak papa

7.Panggilan terhadap Kakak dan Adik Laki-laki Ayah Kandung pak tuo, pak dang, pak angah, pak etek

pak adang/pak etek

pak tuo /pak etek

pak adang , pak etek

8.Panggilan kakak dan Adik Perempuan Ayah mak tuo,etek

mak tuo/etek mak tuo/etek -

9.Panggilan terhadap Kakak Laki-laki Kandung tuan, uwan, uda, panggil nama

uda/ito uda -

10. Panggilan terhadap Adik Laki-laki Kandung adiak, panggil nama

panggil nama - nama/abih

11. Panggilan terhadap Kakak

Perempuan Kandung (ka)kak, uni, panggil nama

- uni nama

12.Panggilan terhadap Adik Perempuan Kandung adiak, panggil nama

panggil nama - nama

13. Panggilan terhadap Istri panggil nama, amaknyo, uwai, iyak

Idem - adik

14.Panggilan terhadap Suami tuan, uda, gelarnya, apaknyo

- uda -

15.Panggilan terhadap Anak Kandung Laki-laki buyuang


(4)

16.Panggilan terhadap Anak Kandung Perempuan upiak

Idem idem idem

17. Panggilan terhadap Cucu Kandung Laki-laki panggil nama

Idem idem -

18. Panggilan terhadap Cucu Kandung Perempuan panggil nama

Idem Idem - 19. Panggilan terhadap Ayah Kandung

dari Ibu dan Ayah Kandung dari Ayah u(w)o, gaek, antan,

inyiak Inyiak inyiak

Kata Sapaan Adat Menurut Kaum

Jenis Kata Sapaan Ayah Ibu Anak

1. Panggilan terhadap Penghulu Datuak

datuak datuak datuak

2. Panggilan terhadap Menantu Laki-laki Sutan, Bagindo, Malin Nama kecil/panggilan

nama nama -

3. Bisan (orang tua ibu dan ayah) dari istri atau suami anak kandungBisan Bisan Bisan

bapak/ibu bapak/ibu -

4. Mintuo (ibu dan ayah) kandung dari istri atau suami Mintuo Mintuo mama/mak/ibu

apak apak -

5. Istri kakak laki-laki kandung Timudo Uni diikuti nama kecil/panggilan sama

uni uni -

6. Minantu (istri atau suami anak kandung) Minantu nama kecil/nama panggilan

nama kecil

nama kecil -

7. Ipa (saudara kakak dan adik istri atau suami) Ipa nama

kecil/panggilan

idem idem kakak, adik

8. Para pendatang yang menikah dengan wanita setempat Sutan, Bagindo, Malin Nama kecil/nama panggilannya

nama panggilan


(5)

Kata Sapaan Agama

Jenis Kata Sapaan Ayah Ibu Anak

1. Panggilan terhadap orang yang menjaga Mesjid atau Surau Garin (Garim) Garin

garin garin garin 2. Panggilan terhadap orang yang

membaca doa Pakiah (Pakih)

pakiah pakiah pakiah

3. Panggilan terhadap orang yang tahu tentang agama dalam penyelenggaraan mayat Labai (Lebai)

labai labai labai

4. Panggilan untuk petugas agama yang mengawinkan orang Tuan Kadi Angku Kali , Tuan Kadi

tuan kadi tuan kadi tuan kadi

5. Panggilan untuk menyapa orang yang mengetahui ajaran agama (ulama) Buya, Ustad Buya, Angku Labai , Ustad

ustad ustad ustad

6. Panggilan terhadap orang yang bertugas sebagai tukang azan (muadzin) di Masjid atau Surau Bilal Angku Bila , Bilal

muadzin muadzin muadzin

7. Panggilan kepada orang yang memimpin shalat di Mesjid atau Surau Imam Angku Imam

imam imam imam

8. Panggilan kepada orang yang memberi Khotbah Jum’at Khatib Katik Angku, Khatib

khatib khatib khatib

9. Panggilan terhadap alim ulama yang telah dekat dengan

masyarakat setempat yang sering memberikan pengajian agama ungku, angku, tuangku Buya

Buya buya buya

10. Panggilan untuk ulama wanita umi Ibu Ustazah

ustazah ustazah ustazah

11. Panggilan terhadap orang yang telah menunaikan rukun Islam kelima haji, aji , Pak Haji, Bu Hajjah

pak aji; bu aji

pak aji;

bu aji pak aji, bu aji


(6)

Kata Sapaan Jabatan

Jenis Kata Sapaan Ayah Ibu Anak 1. Camat pak camaik Camaik camaik camaik 2. Lurah nyik palo lurah nagari lurah nagari lurah nagari 3. Ketua Lingkungan

inyik suku

- - -

4. Guru pak/buk pak/bu guru pak/bu guru pak/bu guru 5. Dokter pak/buk

doktor

Doktor doktor doktor