Hak Ulayat Dalam UUPA.

39 yang terdapat disitu. Hak ulayat ini mempunyai hubungan yang timbal balik dengan hak perserorangan, bila hak perorangan kuat, hak ulayatnya melemah. Sebaliknya bila seseorang yang meninggalkan hak perorangannya, maka hak ulayat berlaku kembali. Berlaku keluar berarti bahwa “orang luar” hanya boleh memunggut hasil tanah dan lain-lain dalam lingkungannya sesusah mendapat ijin dari kepala adat atau masyarakat dan membayar uang pengakuan yang disebut recognitie mesi. Setelah berlakunya UUPA, hak ulayat menurut Pasal 3 masih tetap diakui dengan syarat : 1. Sepanjang hak tersebut menurut kenyataannya masih ada. 2. Pelaksanaannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan nasional 3. Tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan lain lebih tinggi.

2. Hak Ulayat Dalam UUPA.

Pada tanggal 24 September 1960 dibentuklah suatu produk hukum berupa Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan-Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Dalam undang-undang ini ketentuan tentang tanah hak ulayat diatur Pasal 3 UUPA. Ketentuan Pasal 3 UUPA tersebut mengatur tentang eksistensi dan pelaksanaannya. Tentang eksistensi dari hak ulayat ini diakui sepanjang menurut kenyataannya hak ulayat masih ada dan tentang pelaksanaannya diberikan pembatasan yaitu harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, berdasarkan persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lebih tinggi. Universitas Sumatera Utara 40 Ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Pokok Agraria ini menunjukkan kekuasaan pemerintah dalam mendudukkan hak ulayat didalam Undang-Undang Agraria karena disatu sisi Pemerintah mengakui dan mengaturnya dalam peraturan perundang-undangan tetapi di satu sisi dalam peraturan Pemerintah membatasi ruang gerak dalam pelaksanaannya. Dalam Pasal 3 Undang-Undang Pokok Agraria menyatakan ketentuan dalam Pasal 1 dan Pasal 2 UUPA pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak serupa dari masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak bertentangan dengan undang-undang dan peraturan lebih tinggi. Lahirnya UUPA bukan berarti meniadakan keragaman yang ada dalam hukum adat khususnya mengenai tanah tetapi lebih mengatur ketentuan yang berlaku umum bagi seluruh warga negara mengenai hukum pertanahan Indonesia. Sehingga untuk hukum adat pengaturannya diserahkan kepada peraturan hukum yang berlaku didaerahnya masing-masing dengan catatan tidak bertentangan dengan hukum nasional dan kepentingan nasional serta peraturan lain yang lebih tinggi. Salah satunya adalah pengaturan mengenai hak ulayat. Walaupun tidak semua daerah atau wilayah di Indonesia mengakui keberadaan hak ulayat bukan berarti hak ulayat tidak diatur dalam UUPA sebagai hukum nasional. Hal ini karena sebagian besar materi diambil dari hukum adat. Pengaturan hak ulayat dalam UUPA terdapat dalam Pasal 3 yaitu pengakuan mengenai keberadaan dan pelaksanaannya. Eksistensi hak ulayat ini menunjukkan Universitas Sumatera Utara 41 bahwa hak ulayat mendapat tempat dan pengakuan sepanjang kenyataannya masih ada. Pada aspek pelaksanaannya, maka implementasinya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan nasioanal bangsa dan negara serta peraturan perundang- undangan lainnya yang lebih tinggi. Dalam hal ini kepentingan sesuatu masyarakat hukum adat harus tunduk kepada kepentingan umum, bangsa dan negara yang lebih tinggi dan luas. Oleh sebab itu tidak dapat dibenarkan jika dalam suasana berbangsa dan bernegara sekarang ini ada suatu masyarakat hukum adat yang masih mempertahankan isi pelaksanaan hak ulayat secara mutlak. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen, pengakuan dan penghormatan tentang keberadaan masyarakat hukum adat beserta hak ulayatnya tertuang dalam Pasal 18B ayat 2 dan Pasal 28i ayat 3 yang berbunyi : Pasal 18B ayat 2 “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”. Pasal ini, memberikan posisi konstitusional kepada masyarakat adat dalam hubungannya dengan negara, serta menjadi landasan konstitusional bagi penyelenggara negara, bagaimana seharusnya komunitas diperlakukan. Dengan demikian pasal tersebut adalah satu deklarasi tentang : Universitas Sumatera Utara 42 a. Kewajiban konstitusional negara untuk mengakui dan menghormati masyarakat adat. b. Hak konstitusional masyarakat adat untuk memperoleh pengakuan dan penghormatan terhadap hak-hak tradisionalnya. Apa yang termaktub dalam pasal 18B ayat 2 tersebut, sekaligus merupakan mandat konstitusi yang harus ditaati oleh penyelenggara negara, untuk mengatur pengakuan dan penghormatan atas keberadaan masyarakat adat dalam suatu bentuk undang-undang. 56 Pasal 28i ayat 3 “Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban”. namun dalam kenyataannya pengakuan terhadap keberadaan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisional, yang biasa disebut hak ulayat, sering kali tidak konsisten dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Titik berat hak ulayat adalah penguasaan atas tanah adat beserta seluruh isinya oleh masyarakat hukum adat. Penguasaan disini bukanlah dalam arti memiliki tetapi hanya sebatas mengelola. Didalam Pasal 3 UUPA dan penjelasannya disebutkan bahwa pelaksanaan hak ulayat harus sesuai dengan keadaan negara kesatuan. Hak ulayat semula belum pernah diakui, diakui dengan 2 dua pembatasan : 1. Hak ulayat diakui sepanjang masih ada tanpa penjelasan tentang kriteria masih ada. 56 Azmi Siradjudin AR, Pengakuan Masyarakat Adat Dalam Instrumen Hukum Nasional, http:www.ymp.or.idcontentview10735, tanggal 08 Maret 2012. Universitas Sumatera Utara 43 2. Biarpun hal ulayat diakui dan masih ada, kegunaannya harus disesuaikan dengan ketentuan bahwa masyarakat hukum adat sudah menjadi bagian integral masyarakat Indonesia. Pengakuan atas hak ulayat ini hanya sebatas hak ulayat yang masih diakui sesuai dengan Penjelasan Umum II angka 3 UUPA, bahwa pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa ini dari masyarakat-masyarakat adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan perundang-undangan lain yang lebih tinggi. Hal ini berarti bahwa hak ulayat masih diakui asalkan penguasaan hak ulayat tersebut tidak boleh bertentangan dengan undang-undang atau peraturan lainnya yang lebih tinggi dan selama menurut kenyataan hak ulayat tersebut diakui. Dalam UUPA dan hukum tanah nasional, bahwasanya hak ulayat tidak dihapus, tetapi juga tidak akan mengaturnya, dalam artian adalah mengatur hak ulayat dapat berakibat melanggengkan atau melestarikan eksistensinya. Karena pada dasarnya hak ulayat hapus dengan sendirinya melalui proses alamiah, yaitu dengan menjadi kuatnya hak-hak perorangan dalam masyarakat hukum adat yang bersangkutan. UUPA mengakui adanya keberadaan hak ulayat. Hal ini menjadi dasar dikeluarkannya Peraturan Menteri AgrariaKepala BPN No. 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat. Peraturan Menteri Agraria tersebut mengatur mengenai kriteria dan atau tidak adanya Universitas Sumatera Utara 44 keberadaan hak ulayat masyarakat hukum adat. Setelah melalui penelitian yang melibatkan stakeholders, keberadaan hak ulayat yang masih ada dinyatakan dalam peta dasar pendaftaran tanah dengan membubuhkan suatu tanda kartografi dan apabila memungkinkan, menggambarkan batas-batasnya serta mencatatnya dalam daftar tanah. 57 Penegasan yang dikemukakan dalam penjelasan umum UUPA sebagaimana tersebut adalah merupakan landasan pemikiran tentang pengakuan dan sekaligus pembatasan hak-hak ulayat dari masyarakat hukum adat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Negara akan tetap memperhatikan keberadaan hak ulayat sepanjang hal tersebut dalam realitanya masih ada dan negara menempatkan hak ulayat untuk tunduk kepada kepentingan umum dan negara. Atas dasar kewenangan tersebut negara akan memberikan pengakuan, pengaturan dan pembatasan terhadap hak ulayat. Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, dipergunakan sebagai pedoman dalam daerah melaksanakan urusan pertanahan khususnya dalam hubungan dengan masalah Hak Ulayat masyarakat adat yang nyata- nyata masih ada didaerah yang bersangkutan. Peraturan ini memuat kebijaksanaan yang memperjelas prinsip pengakuan terhadap Hak Ulayat dan hak-hak serupa dari masyarakat hukum adat, sebagaimana 57 Lihat Pasal 5 ayat 2 Peraturan Menteri AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999. Universitas Sumatera Utara 45 dimaksud dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria. Kebijaksanaan tersebut meliputi : a. Penyamaan persepsi mengenai Hak Ulayat Pasal 1. b. Kriteria dan penentuan masih adanya Hak Ulayat hak yang serupa dari masyarakat hukum adat Pasal 2 dan Pasal 5. c. Kewenangan masyarakat hukum adat terhadap tanah Ulayatnya Pasal 2 dan Pasal 4 .

3. Ciri-Ciri Hak Ulayat

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan atas Perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangunan yang Berada di Atas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pakanbaru

4 112 105

Tinjauan Yuridis Terhadap Kewajiban Verifikasi Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) Atas Peralihan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Di Kota Pekanbaru

6 97 144

Tinjauan Yuridis Atas Tanah Wakaf yang Dikuasai Nadzir (Studi Kasus di Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh)”

4 66 139

Tinjauan Yuridis Atas Pensertifikatan Tanah yang Berasal dari Hak Ulayat (Studi Kasus Putusan MA No. 274/K/PDT/2005)

3 52 113

Tinjauan Yuridis Atas Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Yang Telah Bersertifikat Hak Milik (Study Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2725 K/Pdt/2008)

1 55 132

Tinjauan Yuridis Mengenai Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK)/Herziening Yang Diajukan Oleh Jaksa (Analisa Terhadap Putusan MA RI No. 55 PK/Pid/1996, Putusan MA RI No. 109 PK/Pid/2007 dan Putusan MA RI No. 07 PK/Pidsus/2009)

2 111 125

Tinjauan Yuridis Alas Hak Di Bawah Tangan Sebagai Dasar Pendaftaran Hak Atas Tanah

5 75 156

Tinjauan Yuridis Pembatalan Putusan Arbitrase Oleh Pengadilan Negeri (Studi Kasus Perkara No. 167/Pdt.P/2000/PN-Jak.Sel)

2 51 168

Tinjauan Hukum Atas Pengakuan Kepemilikan Hak Atas Tanah Oleh Penyewa (Studi Kasus Di Kampung Jawa Banda Aceh)

1 52 140

Tinjauan Yuridis Terhadap Kewajiban Verifikasi Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) Atas Peralihan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Di Kota Pekanbaru

0 0 16