Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama mempunyai peran yang sangat penting dalam hidup manusia, karena agama menghubungkan antara manusia dengan Sang pencipta. Dalam perjalanan kehidupan manusia tidak bisa dilepaskan dari peranan agama karena manusia dididik dan dibentuk karakter melalui ajaran agama. Agama juga mengenalkan manusia dengan Tuhan, yang menciptakan manusia serta alam semesta dan memelihara kehidupan manusia sehari-hari. Oleh karena itu manusia perlu berkomunikasi dengan Tuhan sebagai ucapan syukur dan terimakasih atas semua yang telah diperoleh dari sang pencipta. Beribadah adalah cara yang diajarkan oleh agama yang dapat digunakan manusia untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Setiap agama pasti mengajarkan cara beribadah yang baik dan benar. Sebuah ibadah akan berlangsung secara khidmat apabila dalam ibadah tersebut diciptakan dengan suasana khusyuk, jauh dari keramaian agar umat dapat benar-benar menghayati jalannya ibadah. Dalam agama Kristen, ibadah pada umumnya dilaksanakan pada hari minggu menggunakan tata cara ibadah atau yang lebih dikenal dengan liturgi. Dalam konteks ibadah Kristen, liturgi adalah kegiatan peribadahan di mana seluruh anggota jemaat terlibat secara aktif dalam pekerjaan bersama untuk 2 menyembah dan memuliakan nama Tuhan Ichwan:2005. Gereja Kristen Indonesia merupakan gereja Kristen protestan yang beraliran calvinis yang masih mempertahankan tata ibadah dan tata gereja yang diwariskan oleh gereja hervorm dan gereformeed di Belanda sejak tahun 1970 Hulliselan:2009. Menurut Ichwan 2005 liturgi yang dipakai GKI berbentuk dialog antara umat atau jemaat dengan Tuhan. Dalam liturgi inilah terdapat komunikasi antara manusia jemaat dengan Tuhan, dimana Tuhan berinisiatif berbicara kepada manusia melalui kotbah dan manusia meresponnya melalui doa dan pujian. Sebuah ibadah akan berlangsung dengan khidmat apabila jemaat dapat benar-benar menghayati jalannya ibadah melalui liturgi, dan sebuah liturgi akan dikatakan hidup apabila semua yang terlibat dalam liturgi yaitu pemusik, pemandu nyanyian, liturgos, dan pengkotbah dapat menjalankan tugasnya dengan baik sesuai dengan porsinya. Apabila ada salah satu komponen petugas liturgi yang tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik maka jalannya ibadah juga akan terganggu dan jemaat juga tidak dapat melaksanakan ibadah dengan khidmat, sebagai contohnya pemandu nyanyian yang tidak menguasai lagu, liturgos yang salah memberi penekanan saat membacakan liturgi, atau pemusik yang salah memainkan tempo dalam sebuah lagu sehingga lagu tidak dapat dihayati oleh jemaat dan lain sebagainya. 3 Nyanyian jemaat merupakan salah satu bagian terpenting dalam liturgi GKI karena nyanyian merupakan respon dari jemaat kepada Tuhan melalui syair-syair yang terkandung dalam lagu. Liturgi GKI banyak melibatkan nyanyian jemaat dalam satu rangkaian liturgi, yang dimana lagu yang digunakan dalam nyanyian jemaat ini merupakan lagu hymne karya komposer dan missionaris pada jaman klasik sekitar tahun 1600-1900 dan beberapa lagu rakyat dari beberapa Negara yang telah diterjemahkan dan diadaptasikan kedalam bahasa Indonesia tetapi masih mempertahankan keaslian notasi dari pencipta lagunya Komisi Liturgi dan Musik Sinode GKI:2012. Lagu-lagu yang dinyanyikan dalam satu rangkaian liturgi berisi tentang nyanyian pemujaan kepada Tuhan, nyanyian pengampunan dosa, nyanyian ucapan syukur, dan nyanyian pengutusan, dimana masing-masing nyanyian tersebut mempunyai suasana yang berbeda sesuai dengan tema lagu dan syair lagu. Dalam nyanyian jemaat ini peran pemusik dan pemandu nyanyian sangat penting untuk bisa membawa jemaat menghayati makna lagu. Pemandu nyanyian dalam liturgi sering juga disebut dengan prokantor, tugas seorang prokantor adalah menolong umat untuk dapat menyanyikan lagu ibadah dengan baik dan benar. Prokantor juga melakukan pelatihan persiapan dan pengarahan bagi umat dalam bernyanyi, termasuk memberikan informasi tentang tinggi nada, tempo, suasana dan saat mulai serta cara pengambilan nafas juga tentang latar belakang dan fungsi nyanyian tertentu Komisi Liturgi dan Musik Sinode GKI:2012. Sedangkan peran pemusik adalah mengiringi 4 umat dalam menyanyikan lagu dan membangun suasana ibadah. Iringan musik akan terdengar enak apabila pemusik dapat memainkan iringan sesuai dengan suasana lagu dan dapat menuntun jemaat dalam bernyanyi, tetapi iringan musik juga dapat merusak suasana ibadah apabila pemusik memainkan iringan yang tidak sesuai dengan suasana lagu, pemusik belum benar-benar menguasai alat musik yang dimainkan, dan pemusik memainkan pola iringan yang kurang tepat sehingga mengganggu konsentrasi jemaat dalam bernyanyi. Mengingat bahwa sebagian besar nyanyian jemaat yang dipakai dalam liturgi ibadah GKI berbentuk hymne maka iringan yang digunakan setidaknya adalah tipe iringan menggunakan harmoni klasik menggunakan alat musik piano, organ, atau dapat memadukan kedua alat musik tersebut dengan iringan secara manual yang murni dimainkan oleh pemusik Komisi Liturgi dan Musik Sinode GKI:2012. Untuk dapat mengiringi nyanyian hymne dengan baik, maka dibutuhkan pemahaman tentang ilmu harmoni klasik serta membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mempelajarinya. Tidak semua pemusik bersedia mempelajari teori harmoni sehingga mereka hanya mempelajari alat musik keyboard yang lebih mudah sebagai batu loncatan. Padahal mempelajari alat musik keyboard yang menggunakan pola iringan modern dengan menggunakan rhytm box yang ada pada keyboard atau yang lebih dikenal dengan style keyboard adalah bentuk musik yang digunakan untuk kebutuhan hiburan musik sekuler atau duniawi dan bukan untuk 5 kebutuhan gereja, tetapi di beberapa tempat dipaksakan untuk digunakan sebagai iringan ibadah dengan berbagai alasan. Masih banyak pemusik gereja yang masih mempunyai pola pikir semacam ini terutama pada kalangan Gereja Kristen Indonesia. Secara umum kejadian seperti ini terjadi pada gereja atau tempat ibadah di kota kecil, dengan keterbatasan sumber daya manusia yaitu kemampuan orang yang bermain musik, dimana teori-teori dasar musik diabaikan mulai dari membaca notasi, menentukan harmoni sampai menciptakan suasana lagu yang tepat. Lagu yang digunakan dalam liturgi ibadah GKI tidak selalu lagu yang bernuansa ceria dan senang, ada saatnya lagu yang bernuansa hening seperti pengakuan dosa dan lagu untuk saat teduh. Untuk dapat menciptakan situasi yang tepat seperti ini dibutuhkan kejelian dan pengetahuan seorang pemusik akan lagu sehingga membutuhkan ilmu lebih dan waktu belajar yang cukup lama, dan banyak pemusik mengabaikan hal ini sehingga mereka berpikiran “yang penting bisa mengiringi saja” dengan modal pengetahuan yang kurang. Sebagaimana masalah tersebut peneliti temukan di Gereja Kristen Indonesia GKI Sragen, meskipun ibadah di gereja tersebut dapat berjalan dengan lancar sebagaimana ibadah hari minggu biasanya namun di gereja ini masih belum ada perkembangan dalam hal musik ibadahnya. Gereja Kristen Indonesia Sragen menyelenggarakan dua kali ibadah yaitu pagi dan sore pada setiap minggunya dengan rata-rata pengunjung sejumlah 110 orang yang terdiri dari berbagai kalangan usia baik itu yang berstatus anggota warga 6 jemaat maupun simpatisan. Peribadatan di GKI sragen biasanya menggunakan iringan musik sejenis rhyhtmbox yang berikutnya akan disebut dengan “style iringan” hampir pada semua lagu yang dinyanyikan dalam sebuah ibadah. Selain itu ibadah di GKI Sragen juga diiringi dengan piano atau organ saja yang dimainkan secara manual oleh pemusik dengan menerapkan harmoni klasik. Penggunaan style iringan pada instrumen keyboard tidak dapat disalahkan atau dibenarkan secara utuh, karena semuanya kembali kepada kemampuan pemusiknya dalam mengelola sebuah alat musik untuk dapat mengiringi dan menciptakan suasana yang nyaman kepada jemaat dalam bernyanyi. Tetapi yang terjadi dalam peribadatan GKI Sragen, seringkali style iringan yang digunakan kurang tepat dan kurang sesuai dengan suasana lagu. Ketidaksesuaian tersebut oleh karena pemilihan jenis style musik yang kurang sesuai dengan lagu, tempo yang terlalu cepat atau terlalu lambat, serta pemilihan nada dasar lagu yang kurang tepat sehingga tidak nyaman untuk dinyanyikan oleh jemaat. Musik iringan dengan menggunakan style iringan dapat dirasakan manfaatnya secara positif yaitu saat menyanyikan lagu ibadah yang bernuansa riang, ceria, sukacita, karena dalam program style keyboard mirip seperti musicbox dimana dalam unsur musiknya terdapat suara dari beberapa alat musik band yaitu drum set, bass gitar, dan gitar elektrik yang telah dirangkum menjadi satu program style pada alat musik keyboard. Hal ini bilamana digunakan untuk mengiringi lagu-lagu ibadah yang ceria, riang, 7 sukacita akan lebih membantu untuk menciptakan suasana tersebut sehingga jemaat dapat menghayati dan benar-benar merasakan suasana riang, ceria dari lagu yang dinyanyikan. Penggunaan style iringan juga harus ada batasan bahwa jenis style yang dipilih memiliki beatketukan yang lembut sehingga tetap nyaman untuk didengarkan. Pada jenis musik iringan lain yang digunakan dalam ibadah di GKI Sragen adalah musik iringan dengan menggunakan piano dan organ yang dimainkan secara manual oleh pemusik baik itu melodi, harmoni dan irama. Piano dan organ juga sering digunakan untuk mengiringi peribadatan karena organ merupakan alat musik yang awal penciptaannya memang diperuntukan untuk musik gereja. Kedua alat musik tersebut mempunyai peran yang berbeda dalam menciptakan sebuah iringan yaitu ada yang memainkan melodi, akord, bass, menentukan irama iringan, dan memainkan improvisasi. Peran tersebut harus dibagi dan dikoordinasikan dengan baik oleh pemusik sehingga tidak ada peran yang saling bertabrakan antara piano dan organ. Peribadatan di GKI Sragen menggunakan dua jenis musik iringan yang berbeda seperti yang telah dijelaskan di atas. Meskipun terdapat jenis musik iringan yang berbeda tetapi fungsi dan peran dasar yang harus dilaksanakan oleh musik iringan dalam sebuah ibadah tetaplah sama. Iringan berfungsi menentukan suasana dalam sebuah ibadah, membantu jemaat untuk dapat menyanyikan lagu dengan baik, menolong jemaat untuk dapat menghayati makna nyanyian, serta dapat menjadi pemandu bagi jemaat dalam 8 menyanyikan sebuah lagu. Sejauh ini belum pernah diadakan sebuah survey kepada jemaat di GKI Sragen mengenai evaluasi musik iringan yang digunakan dalam ibadah di GKI Sragen apakah sudah sesuai dengan fungsinya dengan baik ataukah belum. Dalam penelitian ini penulis ingin meneliti bagaimana tanggapan jemaat yang beribadah di GKI Sragen menanggapi jenis musik iringan yang digunakan dalam ibadah hari minggu di GKI Sragen, apakah sudah berfungsi dengan baik sebagaimana fungsi sebenarnya dari musik iringan tersebut ataukan belum berfungsi dengan baik.

B. Identifikasi Masalah