PERSEPSI JEMAAT TERHADAP MUSIK IRINGAN DALAM IBADAH DI GEREJA KRISTEN INDONESIA SRAGEN.

(1)

i

PERSEPSI JEMAAT TERHADAP MUSIK IRINGAN DALAM IBADAH DI GEREJA KRISTEN INDONESIA SRAGEN

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

Kevin Maulana Christa NIM. 11208244051

JURUSAN PENDIDIKAN SENI MUSIK FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Penulis mempersembahkan karya sederhana ini kepada :

1. Keluarga saya, orang tua Papa (alm.) Mulyo Widodo dan Mama Betta Historindra beserta adik Dinda Maulina Christi dan Ardhy Maulana atas segala dukungan, doa, cinta kasih yang tulus dan pengorbanan yang tidak terhingga kepada saya.

2. Yang terkasih Yulia Arum Narwastusari untuk dukungan, semangat, dan perhatian kepada saya dalam menyelesaikan studi dan karya ilmiah ini.


(6)

vi

HALAMAN MOTTO

Jalan dan rencana Tuhan Mungkin bukan

yang tercepat, tapi pasti yang terbaik”

“Ia membuat s

egala sesuatu indah pada

waktunya…”

(Pengkotbah 3:11)


(7)

vii

PERSEPSI JEMAAT TERHADAP MUSIK IRINGAN DALAM IBADAH DI GEREJA KRISTEN INDONESIA SRAGEN

Oleh

Kevin Maulana Christa 11208244051

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan sejauh mana persepsi jemaat Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sragen terhadap musik iringan yang digunakan dalam ibadah. Hal-hal yang diteliti meliputi kesesuaian antara fungsi musik iringan dengan kebutuhan ibadah.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan analisis data secara deskriptif dalam bentuk prosentase. Populasi dalam penelitian ini adalah jemaat pengunjung ibadah hari minggu di GKI Sragen, dan penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik kuota sampling dengan menentukan sejumlah 80 orang responden. Uji validitas instrumen dilakukan dengan cara uji ahli untuk kemudian dilaksanakan uji coba instrumen di lapangan dan dihitung menggunakan rumus korelasi product moment.

Hasil penelitian menunjukansebanyak 43 responden dengan besar prosentase 53,75% menyatakan bahwa musik iringan ibadah di GKI Sragen sudah berfungsi dengan baik sesuai dengan kebutuhan jemaat, dan sisanya sebanyak 37 responden dengan prosentase 46,25% menyatakan musik iringan sudah berfungsi dengan cukup baik. Jawaban responden sebesar 72,5% menyatakan bahwa iringan musik dalam ibadah di GKI Sragen lebih tepat untuk diiringi dengan alat musik piano dan atau organ, serta sisanya 27,5% jawaban responden menyatakan kurang setuju.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Segala puji, hormat serta syulur saya naikkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah menyertai saya dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini untuk melengkapi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar sarjana.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan karya ilmiah ini banyak hambatan dan kesulitan yang dialami, tetapi oleh bantuan dan motivasi dari berbagai pihak akhirnya karya ilmiah ini dapat diselesaikan, khusunya kepada yang terhormat :

1. Ibu Dr. Hanna Sri Mudjilah, M.Pd dan Bapak Drs. Agustianto, M.Pd selaku dosen pembimbing yang senatiasa memberikan dukungan, motivasi dan arahan kepada penulis.

2. Bapak Drs. Suwarta Zebua, M.Pd dan Bapak H.Tumbur Silaen, S.Mus., M.Hum selaku expert instrumen dalam penelitian ini.

3. Majelis jemaat beserta warga jemaat Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sragen atas bantuan partisipasi dalam penelitian ini

4. Pdt. Yonatan Wijayanto, S.Si atas saran dan masukan dalam penelitian ini 5. Semua pihak yang telah memberikan dukungan kepada peneliti untuk


(9)

ix

Semoga karya ilmiah ini dapat berguna dan bermanfaat menambah wawasan bagi semua. Kiranya Tuhan senatiasa menyertai kita semua.

Yogyakarta, Desember2015 Penulis,


(10)

x DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI... ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Balakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Batasan Masalah ... 9

D. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN TEORI ... 11

A. Deskripsi Teori ... 11

1. Persepsi ... 11

2. Jemaat ... 14

3. Musik ... 15

4. Musik Ibadah ... 19

B. Penelitian yang Relevan ... 30


(11)

xi

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

A. Desain Penelitian... 34

B. Variabel Penelitian ... 34

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 35

D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 35

E. Teknik Pengumpulan Data ... 36

F. Instrumen Penelitian ... 37

G. Validitas dan Realibilitas ... 39

H. Teknik Analisis Data ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46

A. Hasil Penelitian ... 46

1. Analisis Data Persepsi Jemaat Terhadap Iringan Musik Dalam Ibadah di GKI Sragen ... 47

2. Analisis Data Indikator Fungsi Musik Iringan Terhadap Suasana Ibadah ... 50

3. Analisis Data Indikator Jenis Musik Iringan ... 51

4. Analisis Data Indikator Unsur Nyanyian Jemaat ... 53

5. Analisis Data Indikator Fungsi Musik Iringan terhadap Penghayatan Makna Lagu ... 55

6. Analisis Data Indikator Panduan Nyanyian Jemaat ... 56

7. Analisis Butir Instrumen dan Hubungan Antar Butir Instrumen ... 57

B. Pembahasan ... 62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

A. Kesimpulan ... 69

B. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

xii DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 : Kisi-kisi Angket Persepsi Jemaat Terhadap Musik Iringan Dalam Ibadah di GKI

Sragen ... 38

Tabel 2 : Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian ... 41

Tabel 3 : Interpretasi Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 43

Tabel 4 : Hasil Uji Instrumen Penelitian ... 43

Tabel 5 : Tafsiran Hasil Analisis Data Menurut Arikunto ... 45

Tabel 6 : Penghitungan Tendensi Pusat Data Penelitian ... 47

Tabel 7 : Tabel Distribusi Frekuensi Data Relatif ... 48

Tabel 8 : Interpretasi Persepsi Jemaat Musik Iringan Dalam Ibadah di GKI Sragen ... 49

Tabel 9 : Sebaran Data Indikator Fungsi Musik Iringan Terhadap Suasana Ibadah ... 50

Tabel 10 : Interpretasi Data Indikator Fungsi Musik Iringan Terhadap Suasana Ibadah... 51

Tabel 11 : Sebaran Data Indikator Jenis Musik Iringan ... 52

Tabel 12 : Interpretasi Data Indikator Jenis Musik Iringan ... 53

Tabel 13 : Sebaran Data Indikator Unsur Nyanyian Jemaat ... 53

Tabel 14 : Interpretasi Data Indikator Unsur Nyanyian Jemaat ... 54

Tabel 15 : Sebaran Data Indikator Fungsi Musik Iringan Terhadap Penghayatan Makna Lagu ... 55

Tabel 16 : Interpretasi Data Indikator Fungsi Musik Iringan Terhadap Penghayatan Makna Lagu ... 56

Tabel 17 : Sebaran Data Indikator Panduan Nyanyian Jemaat ... 56


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 : Struktur Lagu Pada Nyanyian Jemaat ... 25

Gambar 2 : Ambitus Suara Jemaat Untuk Bernyanyi ... 27

Gambar 3 : Rumus Korelasi Product Moment Untuk Uji Validitas Instrumen ... 40


(14)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Agama mempunyai peran yang sangat penting dalam hidup manusia, karena agama menghubungkan antara manusia dengan Sang pencipta. Dalam perjalanan kehidupan manusia tidak bisa dilepaskan dari peranan agama karena manusia dididik dan dibentuk karakter melalui ajaran agama. Agama juga mengenalkan manusia dengan Tuhan, yang menciptakan manusia serta alam semesta dan memelihara kehidupan manusia sehari-hari. Oleh karena itu manusia perlu berkomunikasi dengan Tuhan sebagai ucapan syukur dan terimakasih atas semua yang telah diperoleh dari sang pencipta.

Beribadah adalah cara yang diajarkan oleh agama yang dapat digunakan manusia untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Setiap agama pasti mengajarkan cara beribadah yang baik dan benar. Sebuah ibadah akan berlangsung secara khidmat apabila dalam ibadah tersebut diciptakan dengan suasana khusyuk, jauh dari keramaian agar umat dapat benar-benar menghayati jalannya ibadah.

Dalam agama Kristen, ibadah pada umumnya dilaksanakan pada hari minggu menggunakan tata cara ibadah atau yang lebih dikenal dengan liturgi. Dalam konteks ibadah Kristen, liturgi adalah kegiatan peribadahan di mana seluruh anggota jemaat terlibat secara aktif dalam pekerjaan bersama untuk


(15)

2

menyembah dan memuliakan nama Tuhan (Ichwan:2005). Gereja Kristen Indonesia merupakan gereja Kristen protestan yang beraliran calvinis yang masih mempertahankan tata ibadah dan tata gereja yang diwariskan oleh gereja hervorm dan gereformeed di Belanda sejak tahun 1970 (Hulliselan:2009). Menurut Ichwan (2005) liturgi yang dipakai GKI berbentuk dialog antara umat atau jemaat dengan Tuhan. Dalam liturgi inilah terdapat komunikasi antara manusia / jemaat dengan Tuhan, dimana Tuhan berinisiatif berbicara kepada manusia melalui kotbah dan manusia meresponnya melalui doa dan pujian.

Sebuah ibadah akan berlangsung dengan khidmat apabila jemaat dapat benar-benar menghayati jalannya ibadah melalui liturgi, dan sebuah liturgi akan dikatakan hidup apabila semua yang terlibat dalam liturgi yaitu pemusik, pemandu nyanyian, liturgos, dan pengkotbah dapat menjalankan tugasnya dengan baik sesuai dengan porsinya. Apabila ada salah satu komponen petugas liturgi yang tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik maka jalannya ibadah juga akan terganggu dan jemaat juga tidak dapat melaksanakan ibadah dengan khidmat, sebagai contohnya pemandu nyanyian yang tidak menguasai lagu, liturgos yang salah memberi penekanan saat membacakan liturgi, atau pemusik yang salah memainkan tempo dalam sebuah lagu sehingga lagu tidak dapat dihayati oleh jemaat dan lain sebagainya.


(16)

3

Nyanyian jemaat merupakan salah satu bagian terpenting dalam liturgi GKI karena nyanyian merupakan respon dari jemaat kepada Tuhan melalui syair-syair yang terkandung dalam lagu. Liturgi GKI banyak melibatkan nyanyian jemaat dalam satu rangkaian liturgi, yang dimana lagu yang digunakan dalam nyanyian jemaat ini merupakan lagu hymne karya komposer dan missionaris pada jaman klasik sekitar tahun 1600-1900 dan beberapa lagu rakyat dari beberapa Negara yang telah diterjemahkan dan diadaptasikan kedalam bahasa Indonesia tetapi masih mempertahankan keaslian notasi dari pencipta lagunya (Komisi Liturgi dan Musik Sinode GKI:2012). Lagu-lagu yang dinyanyikan dalam satu rangkaian liturgi berisi tentang nyanyian pemujaan kepada Tuhan, nyanyian pengampunan dosa, nyanyian ucapan syukur, dan nyanyian pengutusan, dimana masing-masing nyanyian tersebut mempunyai suasana yang berbeda sesuai dengan tema lagu dan syair lagu. Dalam nyanyian jemaat ini peran pemusik dan pemandu nyanyian sangat penting untuk bisa membawa jemaat menghayati makna lagu. Pemandu nyanyian dalam liturgi sering juga disebut dengan prokantor, tugas seorang prokantor adalah menolong umat untuk dapat menyanyikan lagu ibadah dengan baik dan benar. Prokantor juga melakukan pelatihan persiapan dan pengarahan bagi umat dalam bernyanyi, termasuk memberikan informasi tentang tinggi nada, tempo, suasana dan saat mulai serta cara pengambilan nafas juga tentang latar belakang dan fungsi nyanyian tertentu (Komisi Liturgi dan Musik Sinode GKI:2012). Sedangkan peran pemusik adalah mengiringi


(17)

4

umat dalam menyanyikan lagu dan membangun suasana ibadah. Iringan musik akan terdengar enak apabila pemusik dapat memainkan iringan sesuai dengan suasana lagu dan dapat menuntun jemaat dalam bernyanyi, tetapi iringan musik juga dapat merusak suasana ibadah apabila pemusik memainkan iringan yang tidak sesuai dengan suasana lagu, pemusik belum benar-benar menguasai alat musik yang dimainkan, dan pemusik memainkan pola iringan yang kurang tepat sehingga mengganggu konsentrasi jemaat dalam bernyanyi.

Mengingat bahwa sebagian besar nyanyian jemaat yang dipakai dalam liturgi ibadah GKI berbentuk hymne maka iringan yang digunakan setidaknya adalah tipe iringan menggunakan harmoni klasik menggunakan alat musik piano, organ, atau dapat memadukan kedua alat musik tersebut dengan iringan secara manual yang murni dimainkan oleh pemusik (Komisi Liturgi dan Musik Sinode GKI:2012). Untuk dapat mengiringi nyanyian hymne dengan baik, maka dibutuhkan pemahaman tentang ilmu harmoni klasik serta membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mempelajarinya. Tidak semua pemusik bersedia mempelajari teori harmoni sehingga mereka hanya mempelajari alat musik keyboard yang lebih mudah sebagai batu loncatan. Padahal mempelajari alat musik keyboard yang menggunakan pola iringan modern dengan menggunakan rhytm box yang ada pada keyboard atau yang lebih dikenal dengan style keyboard adalah bentuk musik yang digunakan untuk kebutuhan hiburan musik sekuler atau duniawi dan bukan untuk


(18)

5

kebutuhan gereja, tetapi di beberapa tempat dipaksakan untuk digunakan sebagai iringan ibadah dengan berbagai alasan. Masih banyak pemusik gereja yang masih mempunyai pola pikir semacam ini terutama pada kalangan Gereja Kristen Indonesia. Secara umum kejadian seperti ini terjadi pada gereja atau tempat ibadah di kota kecil, dengan keterbatasan sumber daya manusia yaitu kemampuan orang yang bermain musik, dimana teori-teori dasar musik diabaikan mulai dari membaca notasi, menentukan harmoni sampai menciptakan suasana lagu yang tepat.

Lagu yang digunakan dalam liturgi ibadah GKI tidak selalu lagu yang bernuansa ceria dan senang, ada saatnya lagu yang bernuansa hening seperti pengakuan dosa dan lagu untuk saat teduh. Untuk dapat menciptakan situasi yang tepat seperti ini dibutuhkan kejelian dan pengetahuan seorang pemusik akan lagu sehingga membutuhkan ilmu lebih dan waktu belajar yang cukup lama, dan banyak pemusik mengabaikan hal ini sehingga mereka berpikiran “yang penting bisa mengiringi saja” dengan modal pengetahuan yang kurang. Sebagaimana masalah tersebut peneliti temukan di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sragen, meskipun ibadah di gereja tersebut dapat berjalan dengan lancar sebagaimana ibadah hari minggu biasanya namun di gereja ini masih belum ada perkembangan dalam hal musik ibadahnya. Gereja Kristen Indonesia Sragen menyelenggarakan dua kali ibadah yaitu pagi dan sore pada setiap minggunya dengan rata-rata pengunjung sejumlah 110 orang yang terdiri dari berbagai kalangan usia baik itu yang berstatus anggota warga


(19)

6

jemaat maupun simpatisan. Peribadatan di GKI sragen biasanya menggunakan iringan musik sejenis rhyhtmbox yang berikutnya akan disebut dengan “style iringan” hampir pada semua lagu yang dinyanyikan dalam sebuah ibadah. Selain itu ibadah di GKI Sragen juga diiringi dengan piano atau organ saja yang dimainkan secara manual oleh pemusik dengan menerapkan harmoni klasik.

Penggunaan style iringan pada instrumen keyboard tidak dapat disalahkan atau dibenarkan secara utuh, karena semuanya kembali kepada kemampuan pemusiknya dalam mengelola sebuah alat musik untuk dapat mengiringi dan menciptakan suasana yang nyaman kepada jemaat dalam bernyanyi. Tetapi yang terjadi dalam peribadatan GKI Sragen, seringkali style iringan yang digunakan kurang tepat dan kurang sesuai dengan suasana lagu. Ketidaksesuaian tersebut oleh karena pemilihan jenis style musik yang kurang sesuai dengan lagu, tempo yang terlalu cepat atau terlalu lambat, serta pemilihan nada dasar lagu yang kurang tepat sehingga tidak nyaman untuk dinyanyikan oleh jemaat. Musik iringan dengan menggunakan style iringan dapat dirasakan manfaatnya secara positif yaitu saat menyanyikan lagu ibadah yang bernuansa riang, ceria, sukacita, karena dalam program style keyboard mirip seperti musicbox dimana dalam unsur musiknya terdapat suara dari beberapa alat musik band yaitu drum set, bass gitar, dan gitar elektrik yang telah dirangkum menjadi satu program style pada alat musik keyboard. Hal ini bilamana digunakan untuk mengiringi lagu-lagu ibadah yang ceria, riang,


(20)

7

sukacita akan lebih membantu untuk menciptakan suasana tersebut sehingga jemaat dapat menghayati dan benar-benar merasakan suasana riang, ceria dari lagu yang dinyanyikan. Penggunaan style iringan juga harus ada batasan bahwa jenis style yang dipilih memiliki beat/ketukan yang lembut sehingga tetap nyaman untuk didengarkan.

Pada jenis musik iringan lain yang digunakan dalam ibadah di GKI Sragen adalah musik iringan dengan menggunakan piano dan organ yang dimainkan secara manual oleh pemusik baik itu melodi, harmoni dan irama. Piano dan organ juga sering digunakan untuk mengiringi peribadatan karena organ merupakan alat musik yang awal penciptaannya memang diperuntukan untuk musik gereja. Kedua alat musik tersebut mempunyai peran yang berbeda dalam menciptakan sebuah iringan yaitu ada yang memainkan melodi, akord, bass, menentukan irama iringan, dan memainkan improvisasi. Peran tersebut harus dibagi dan dikoordinasikan dengan baik oleh pemusik sehingga tidak ada peran yang saling bertabrakan antara piano dan organ.

Peribadatan di GKI Sragen menggunakan dua jenis musik iringan yang berbeda seperti yang telah dijelaskan di atas. Meskipun terdapat jenis musik iringan yang berbeda tetapi fungsi dan peran dasar yang harus dilaksanakan oleh musik iringan dalam sebuah ibadah tetaplah sama. Iringan berfungsi menentukan suasana dalam sebuah ibadah, membantu jemaat untuk dapat menyanyikan lagu dengan baik, menolong jemaat untuk dapat menghayati makna nyanyian, serta dapat menjadi pemandu bagi jemaat dalam


(21)

8

menyanyikan sebuah lagu. Sejauh ini belum pernah diadakan sebuah survey kepada jemaat di GKI Sragen mengenai evaluasi musik iringan yang digunakan dalam ibadah di GKI Sragen apakah sudah sesuai dengan fungsinya dengan baik ataukah belum.

Dalam penelitian ini penulis ingin meneliti bagaimana tanggapan jemaat yang beribadah di GKI Sragen menanggapi jenis musik iringan yang digunakan dalam ibadah hari minggu di GKI Sragen, apakah sudah berfungsi dengan baik sebagaimana fungsi sebenarnya dari musik iringan tersebut ataukan belum berfungsi dengan baik.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka masalah dapat diidentifikasi sebagai berikut :

1. Iringan musik yang tidak sesuai dengan suasana lagu membuat suasana ibadah tidak khidmat.

2. Kurangnya wawasan pemusik dalam menguasai teknik permainan dari alat musik yang dimainkan

3. Pemusik gerejawi yang masih mempunyai pola pemikiran ‘asal bisa mengiringi orang bernyanyi’ dengan pengetahuan dasar musik yang sangat minim


(22)

9

4. Lagu yang digunakan dalam ibadah GKI yang sebagian besar berupa bentuk hymne lebih banyak diiringi dengan menggunakan style iringan pada alat musik keyboard

5. Belum diketahui tanggapan jemaat terhadap peran dan fungsi musik iringan yang digunakan dalam ibadah di GKI Sragen.

C. Batasan Masalah

Permasalahan yang dapat diidentifikasi berdasarkan latar belakang masih sangat luas, sehingga perlu untuk dibatasi sehingga lebih terfokus. Fokus masalah dalam penelitian ini adalah Persepsi Jemaat Terhadap Iringan Musik dalam Ibadah di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sragen.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah yang telah dibatasi, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaiamanakah Persepsi Jemaat Terhadap Iringan Musik dalam Ibadah di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sragen?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan persepsi jemaat terhadap iringan musik dalam peribadatan di GKI Sragen.


(23)

10

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara teoritis

a. Bagi penulis dan pembaca, dapat menambah wawasan sejauh mana tanggapan jemaat GKI Sragen terhadap jenis iringan musik yang digunakan dalam ibadah.

b. Bagi peneliti lain, dapat dijadikan sebagai salah satu referensi untuk penelitian berikutnya

2. Secara praktis

a. Bagi Gereja Kristen Indonesia Sragen, dapat menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan kualitas ibadah

b. Bagi pemusik gerejawi, dapat digunakan sebagai evaluasi dalam hal cara mengiringi lagu ibadah yang berbentuk hymne c. Bagi Gereja Kristen Indonesia Sragen, dapat mengetahui


(24)

11

BAB II KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teori 1. Persepsi

Secara etimologis, persepsi berasal dari kata perception (inggris) berasal dari bahasa latin “percipere” yang artinya menerima atau mengambil (Sobur, 2011:445). Persepsi dalam pengertian psikologi menurut Sarwono (2000:94) adalah proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk memperoleh informasi tersebut adalah penginderaan (penglihatan, pendengaran, perabaan sebagainya). Sebaliknya, alat untuk memahaminya adalah kesadaran atau kognisi. Sedangkan menurut Moskowitz dan Ogel (Walgito, 2010:54) persepsi merupakan proses yang integrated dari individu terhadap stimulus yang diterimanya. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa persepsi itu merupakan proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang terintergrasi dalam diri individu. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat dikatakan persepsi dapat terjadi pada dirimanusia apabila ada stimulus atau rangsangan berupa objek disekitar manusia tersebut kemudian ditangkap melalui indra yang ada pada tubuh manusia dan menimbulkan tanggapan terhadap objek tersebut. Menurut Walgito (2010) diperlukan komponen utama yang


(25)

12

merupakan bahan dasar untuk terjadinya sebuah proses persepsi, komponen utama tersebut yaitu :

G.Seleksi adalah proses penyaringan oleh indra terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.

H.Interpretasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian, dan kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan pengategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses mereduksi informasi yang kompleks menjadi sederhana.

I. Tingkah laku sebagai reaksi.

Jadi proses persepsi adalah melakukan seleksi, interpretasi dan pembulatan terhadap informasi yang sampai yang dihasilkan oleh rangsangan dan menimbulkan sebuah reaksi dalam bentuk tingkah laku terhadap sebuah objek yang merangsang.

Proses persepsi dapat berupa tingkah laku dan pola pikir terhadap objek yang merangsang. Setelah ketiga komponen tersebut lengkap maka proses persepsi akan terjadi dengan beberapa syarat, syarat tersebut antara lain sebagai berikut menurut Walgito (2010) :

3. Objek yang dipersepsi

Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor. Namun sebagian besar stimulus datang dari luar individu.

4. Alat indera, syaraf dan pusat susunan syaraf

Alat indra merupakan alat untuk menerima stimulus, kemudian syaraf sensoris meneruskan ke pusat susunan syaraf (otak), sebagai pusat kesadaran. Serta diperlukan syaraf motoris sebagai alat untuk mengadakan respon.

5. Perhatian

Perhatian merupakan langkah pertama untuk terjadinya persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek.


(26)

13

Persepsi yang diberikan seseorang terhadap suatu objek yang merangsangnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti diungkapkan oleh Sobur (2011:460-462) :

a) Faktor fungsional

Faktor fungsional dihasilkan dari kebutuhan, suasana hati, pelayanan, pengalaman masa lalu seseorang individu.

b) Faktor struktural

Yaitu faktor yang timbul atau dihasilkan dan bentuk stimulasi dan efek netral yang ditimbulkan dari system syaraf individu.

c) Faktor situasional

Faktor ini banyak berkaitan dengan bahasa nonverbal. Petunjuk proksemik, petunjuk kinestik, petunjuk wajah, dan petunjuk paralinguistic adalah beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi

d) Faktor personal

Terdiri atas pengalaman, motivasi, kepribadian.

Dari teori yang telah dikemukakan oleh para ahli dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi merupakan sebuah proses yang berawal dari perangsangan objek berupa audio maupun visual baik yang bergerak maupun tidak bergerak yang kemudian ditangkap oleh alat indra manusia untuk diteruskan ke otak melalui syaraf, kemudian menimbulkan sebuah reaksi baik dalam bentuk tindakan maupun penilaian terhadap suatu objek. Persepsi dapat terjadi apabila semua komponen dan syarat telah lengkap dan saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Kemudian persepsi yang dihasilkan oleh setiap manusia dapat berbeda meskipun dirangsang oleh objek yang sama karena dipengaruhi oleh beberapa faktor yang telah dijelaskan di atas.


(27)

14

2. Jemaat

Kata ‘jemaat’ yang dalam masyarakat umum dikenal dengan kata ‘jamaah’ memiliki arti ‘sehimpunan umat’ menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Apabila masyarakat umum dan dalam agama Islam menyebut ‘sehimpunan umat’ dengan kata ‘jamaah’, maka dalam agama nasrani baik itu Kristen Protestan atau Katolik Roma menyebut kata ‘sehimpunan umat’ tersebut dengan kata ‘jemaat’, tetapi keduanya memiliki arti dan maksud yang sama yaitu sehimpunan umat beragama atau sehimpunan umat yang sedang melaksanakan Ibadah.

Hakekat jemaat secara empirik menurut Tampake (2009) adalah : Sebuah perkumpulan orang-orang yang mengaku percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka. Perkumpulan ini mempunyai sistemnya tersendiri yang mengatur bagaimana mereka harus berhubungan satu dengan yang lain dan bagaimana mereka harus menjalankan visi dan misi perkumpulan mereka. Dalam hal inilah dikenal sistem organisasi kegerejaan dan struktur kepemimpinan yang berlaku di dalam gereja.

Sedangkan menurut teologi Kristen yang mengacu pada alkitab yang merupakan kitab suci umat Kristen, kata jemaat berasal dari bahasa yunani yaitu kata 'Ekklesia'yang berarti sekumpulan orang yang dipanggil keluar.Kata ekklesia dapat dimaknai dengan sekumpulan orang yang dipanggil keluar dari pekerjaan mereka dan perbuatan dosa untuk bersekutu menghadap Tuhan Allah sang penciptanya.


(28)

15

Dalam buku tata gereja dan tata laksana Gereja Kristen Indonesia (2009) pasal 1 ayat 2a disebutkan bahwa jemaat adalah wujud kesatuan GKI yang hadir dan melaksanakan misinya di wilayah tertentu dan merupakan persekutuan dari keseluruhan anggota di wilayah itu. Jemaat merupakan lingkup terkecil dari struktur organisasi Gereja Kristen Indonesia (GKI). Jadi kata jemaat dapat digunakan untuk menyebut sebuah gereja yang berada pada suatu wilayah tertentu. Sebuah gereja dapat terbentuk karena adanya persekutuan dari beberapa orang yang percaya dan mempunyai kesamaaniman tentang siapa penciptanya.Sedangkan beberapa orang yang bersekutu tersebut disebut dengan anggota jemaat. Dalam GKI, anggota jemaat dibedakan menjadi 2 seperti yang tercantum dalam buku tata gereja dan tata laksana GKI (2009) Pasal 8 ayat 1 yaitu :

a. Anggota baptisan,yaitu anggota GKI yang telah menerima baptisan kudus anak

b. Anggota sidi / dewasa, yaitu anggota GKI yang telah menerima baptisan kudus dewasa atau anggota baptisan yang telah menerima pelayanaan pengakuan percaya / sidi.

Seseorang dapat dikatakan sebagai anggota jemaat dari suatu gereja apabila orang tersebut telah diterima dan terdaftar oleh gereja yang bersangkutan dengan mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh sinode GKI.

3. Musik

Musik merupakan bahasa universal karena musik dapat menyampaikan sebuah pesan dari pencipta kepada pendengarnya, seperti


(29)

16

pendapat Jamalus (1988 : 1) musik adalah suatu hasil karya seni berupa bunyi dalam bentuk lagu atau komposisi yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penciptanya melalui unsur-unsur pokok musik yaitu irama, melodi, harmoni, dan bentuk atau struktur lagu serta ekspresi sebagai suatu kesatuan. Sedangkan menurut Pono Banoe dalam bukunya yang berjudul kamus musik (2003:288) menjelaskan bahwa musik merupakan cabang seni yang membahas dan menetapkan berbagai suara ke dalam pola-pola yang dapat dimengerti dan dipahami oleh manusia.

Jamalus (1988) mengungkapkan unsur-unsur pokok musik yaitu irama, melodi, harmoni, dan bentuk atau struktur lagu. Sebuah karya musik dapat diciptakan dan dinikmati apabila didalamnya terdapat semua unsur tersebut.

a. Irama

Menurut Pono Banoe (2003:198) irama merupakan pola ritme tertentu yang dinyatakan dengan nama. Sedangkan menurut Jamalus (1988:7) irama adalah urutan rangkaian gerak yang menjadi unsur dalam sebuah musik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Irama yaitu gerakan berturut-turut secara teratur; turun naik lagu (bunyi dan sebagainya) yang beraturan; ritme. Bagian terpenting dari irama adalah ritme / ketukan, jadi dapat disimpulkan irama adalah ketukan yang teratur sehingga memunculkan sebuah pola ritme konstan yang kemudian membentuk sebuah gaya / style


(30)

17

musik. Contoh style musik antara lain mars, waltz, bossanova, pop, ballad, slowrock, jazz dan lain sebagainya.

b. Melodi

Definisi melodi menurut Jamalus (1988:16) adalah susunan rangkaian nada (bunyi dengan getaran teratur) yang terdengar berurutan serta berirama dan mengungkapkan suatu pikiran dan perasaan. Melodi dapat juga dikatakan sebagai rangkaian dari beberapa nada atau sejumlah nada yang berbunyi atau dibunyikan secara berurutan (Soeharto, 1992:1). Unsur utama yang ada pada melodi adalah suara yang mempunyai kecepatan getaran yang teratur dan disusun dari beberapa buah sehingga menimbulkan gerakan naik dan turun yang disebabkan perbedaan frekuensi getaran tersebut.Satuan getaran yang digunakan untuk mengukur kecepatan sebuah bunyi disebut satuan Hertz (Hz). Melodi tidak hanya terdiri dari nada yang bergetar yang mempunyai tinggi rendah tertentu, tetapi juga mempunyai durasi yaitu harga nada yang menentukan seberapa lama nada tersebut dibunyikan.

c. Harmoni

Definisi harmoni menurut Jamalus (1988:30) adalah bunyi gabungan dua nada atau lebih, yang berbeda tinggi rendahnya dan dibunyikan secara serentak, dasar dari panduan nada tersebut ialah trinada. Harmoni adalah selaras, sepadan, bunyi serentak serta harmoni yaitu pengetahuan tentang hubungan nada-nada dalam akord, serta hubungan antara masing-masing


(31)

18

akord (Kodijat, 1986:32). Berdasarkan pendapat para ahli di atas, konsep harmoni pada dasarnya merupakan gabungan dari beberapa nada berbeda yang dibunyikan secara bersama-sama atau secara umum disebut sebagai akord. Berikutnya harmoni dikatakan sebagai gerakan beberapa akord berbeda yang mempunyai hubungan dari masing-masing akord tersebut atau disebut dengan progresi atau gerakan akord.

4. Struktur Lagu

Selain melodi, irama, dan harmoni, unsur musik juga terdapat struktur lagu yang di dalamnya melibatkan unsur musik yang lain seperti melodi, irama, harmoni yang merupakan rangka dari sebuah lagu. Struktur lagu tersebut terdiri dari beberapa komponen yaitu motif, frase dan kalimat:

1) Motif : motif merupakan bagian terkecil dalam sebuah struktur lagu yang biasanya terdiri dari 2-4 birama. Motif terbentuk dengan melibatkan unsur musik yang lain seperti nada, ritme dan harmoni (Prier:2014)

2) Frase : frase adalah rangkaian dari beberpa motif yang digabungkan (Prier:2014). Frase biasanya terdiri sekitar 4-8 birama yang di dalamnya berisi beberapa motif yang sama atau berbeda. Frase dibedakan menjadi 2 yaitu frase anteseden / frase tanya yang terdapat pada tengah lagu dan cirri-cirinya diakhiri dengan akor V dari tonika lagu, frase yang kedua adalah frase


(32)

19

konsekuen / frase jawab yang terdapat pada akhiran lagu dan diakhiri dengan akor I sesuai dengan tonika lagu.

3) Kalimat : Prier (2014:47) menjelaskan kalimat adalah melodi sejumlah 8-16 birama yang berisikan dari beberapa frase yang membentuk suatu kesatuan dan diakhiri dengan jelas.

4. Musik Ibadah

Musik ibadah atau dapat juga disebut musik gerejawi muncul pertama kali pada jaman abad pertengahan (375-1400) dengan bentuk musik monofoni yaitu musik gregorian, musik vokal dengan satu suara tanpa iringan (Prier, 1991:86). Karena saat itu musik vokal masih berbentuk satu suara maka belum dikenal istilah harmoni, tetapi hanya menggunakan modalitas/tangga nada pada jaman musik yunani. Menurut Prier (1991), bentuk musik gregorian dibagi menjadi empat, yaitu accentus (nyanyian yang syairnya diambil dari kitab mazmur), concentus (nyanyian non-resitatif), bentuk baru lagu gregorian (mulai abad 10 dengan memasukan unsur duniawi kedalam karya musik), drama liturgi (pada masa perayaan tertentu). Semua bentuk musik tersebut digunakan dalam liturgi peribadatan umat katolik/misa.

Musik ibadah pada gereja kristen protestan mulai muncul pada musik vokal di Jerman dengan tokohnya yaitu Martin Luther yang juga tokoh besar reformasi agama kristen protestan. Prier (1991:68) menjelaskan bahwa salah satu refromasi gereja yang diperjuangkan oleh luther adalah mengikutsertakan


(33)

20

jemaat pada ibadat dengan bernyanyi bersama. Seperti yang telah diketahui sebelumnya awal munculnya musik gereja dikalangan gereja katolik, nyanyian dalam liturgi baik itu mazmur dan nyanyian non-resitatif hanya dinyayikan oleh seorang penyanyi/solis pada jaman musik gregorian dan setelah jaman itu musik gereja hanya dinyanyikan oleh sekelompok paduan suara karena telah berkembang juga teori harmoni, maka Marthin Luther memperjuangkan reformasi gereja untuk jemaat turut dilibatkan dalam nyanyian ibadah. Karena konteks liturgi dalam agama kristen seperti yang dikemukakan oleh Juswantori (2005) adalah kegiatan peribadahan dimana seluruh anggota jemaat terlibat secara aktif dalam pekerjaan bersama untuk menyembah dan memuliakan nama Tuhan, berdasarkan pernyataan tersebut maka tidak ada seorangpun pengunjung ibadah yang pasif dan seolah-olah hanya menjadi penonton saja. Hal tersebut juga berlaku pada nyanyian ibadah yang merupakan salah satu mata rantai liturgi yang tidak terpisahkan, adapun fungsi dan peran nyanyian ibadah tersebut antara lain memberi bobot/mempertajam pengungkapan makna melalui syair lagu, memberi kesempurnaan penghayatan ibadah melalui keutuhan, kekhidmatan dan kesucian ibadah (Sumardiyono:2009). Selain itu reformasi yang dilakukan oleh Marthin Luther dalam hal nyanyian ibadah adalah musik gereja harus menggunakan bahasa setempat disamping bahasa Latin, serta Luther memperkenalkan hymne baru yang disebut Chorale yaitu hymne yang


(34)

21

menggunakan teks baru yang diadaptasi dari sajak religius (Komisi Liturgi, 2012:9)

a. Fungsi dan Peran Nyanyian Ibadah

Nyanyian ibadah dapat dimainkan dengan hanya instrumen saja dengan tujuan untuk menghantarkan umat masuk dalam suasana ibadah yang khidmat dan tenang, tetapi pada bagian yang lebih penting nyanyian ibadah harus melibatkan umat untuk turut menyanyikan atau lebih disebut nyanyian jemaat. Bentuk dari iringan musik ibadah tidaklah harus meriah layaknya sebuah konser tetapi sederhana dan dapat membawa umat turut bernyanyi secara nyaman (Prier:2012). Apabila jemaat dapat turut aktif bernyanyi dan menikmati musik iringan maka jemaat juga akan dapat menghayati makna syair dalam nyanyian dengan benar.

b. Klasifikasi Nyanyian Ibadah

Menurut Komisi Musik dan Liturgi GKI (2012:15) nyanyian ibadah adalah bagian dari musik gereja yang dinyanyikan bersama-sama oleh seluruh umat didalam ibadah, nyanyian ibadah dapat juga disebut dengan nyanyian jemaat. Gereja Kristen Indonesia saat ini menggunakan 3 buah buku lagu untuk digunakan dalam nyanyian jemaat dalam peribadatan mereka, 3 buku lagu tersebut antara lain Kidung Jemaat (KJ), Nyanyikanlah Kidung Baru (NKB), dan Pelengkap Kidung Jemaat (PKJ) dimana ketiga buku tersebut diterbitkan oleh Yayasan Musik Gereja (YAMUGER) dan untuk jemaat ditulis dalam notasi angka beserta syairnya.


(35)

22

Berdasarkan sifatnya, nyanyian ibadah dibagi menjadi 2 seperti yang diungkapkan Komisi Musik(2012:33)

a. Ordinarium, yaitu nyanyian yang bersifat tetap, tidak berubah dalam segala tema ibadah yang digunakan.

b. Proprium, yaitu nyanyian yang selalu berubah karena disesuaikan dengan tema ibadah tergantung pada situasi dan kondisi yang dialami oleh gereja.

Dalam liturgi ibadah Gereja Kristen Indonesia, contoh dari lagu ordinarium adalah Amin, Haleluya, dan Haleluya Amin. Sedangkan contoh untuk lagu proprium sangat banyak tergantung pada tema ibadah yang digunakan.

c. Unsur nyanyian ibadah

Ada beberapa unsur yang wajib dipahami oleh seorang pemusik yang dalam hal ini mengiringi nyanyian jemaat dalam sebuah ibadah. Komisi musik dan liturgi GKI (2012) menjelaskan unsur-unsur tersebut antara lain : 1) Tempo : cepat atau lambatnya sebuah lagu tersebut dinyanyikan.

Biasanya tanda tempo menggunakan simbol MM, sebagai contohnya MM=100, artinya dalam 1 menit terdapat 100 ketukan (Komisi Musik, 2012:46). Tidak semua lagu yang digunakan dalam liturgi mempunyai tempo yang sama, tergantung dari makna syair lagu tersebut dan pesan apa yang akan disampaikan dalam sebuah lagu untuk kemudian menentukan cepat atau lambatnya sebuah nyanyian jemaat.

2) Frasering : frasering dapat juga disebut dengan pengalimatan, yaitu pemenggalan kalimat yang disesuaikan dengan nafas. Pesan dalam syair


(36)

23

yang terkandung pada nyanyian jemaat dapat tersampaikan dengan baik apabila pemenggalan kalimatnya tepat. Peran pemusik pada bagian ini adalah memberikan kesempatan pada jemaat untuk mengambil nafas selama bernyanyi dengan tujuan jemaat tidak terengah-engah dan lagu tidak menjadi monoton (Komisi Musik, 2012:46). Dengan frasering yang benar, nyanyian jemaat akan lebih hidup dan jemaat akan bernyanyi dengan nyaman.

3) Tonalitas dan Modalitas : tonalitas dan modalitas sangat erat hubungannya dengan tangga nada/nada dasar pada sebuah lagu. Prier (2014:217) dalam bukunya yang berjudul kamus musik menjelaskan tonalitas adalah istilah untuk sistem hubungan nada dan akor dalam musik mayor-minor (tonal) barat. Tonalitas dibedakan menjadi 2 yaitu mayor diawali nada do/1, dan minor yang diawali dengan nada la/6, yang dimana pada masing-masing tonalitas baik mayor atau minor akan mempunyai progresi akord yang berbeda. Tonalitas minor dibagi menjadi 4 yaitu minor asli, minor harmonis, minor melodis, dan minor zigana. Modalitas adalah rumusan modus tertentu, misal tangga nada pentatonis serta tangga nada gereja (Komisi Musik, 2012:48). Jika dalam tonalitas jumlah nada asli yang digunakan berjumlah 7, maka dalam modalitas belum tentu menggunakan semua ketujuh nada tersebut, melainkan hanya beberapa nada saja yang digunakan. Dalam modalitas juga tidak menggunakan kadens/gerakan akor tertentu, tetapi susunan akornya diatur


(37)

24

melalui interval disonan dan konsonan menggunakan ilmu kontrapung (Prier,2014:118). Contoh dari modalitas adalah susunan nada yang digunakan dalam gamelan jawa atau disebut dengan pentatonis jawa, laras slendro hanya menggunakan 5 nada saja yaitu 1-2-3-5-6 sedangkan pada laras pelog menggunakan 5 nada juga dengan susunan 3-4-5-7-1 (Prier,2014)

d. Iringan Nyanyian Ibadah

Pemusik ibadah sebagai wakil umat, istilah ini dipakai oleh Prier dalam bukunya ‘Roda Musik Liturgi’ untuk menjelaskan bahwa pemusik/organis tidak hanya memberi warna dalam nyanyian jemaat tetapi juga harus turut bernyanyi untuk mengungkapkan pesan yang terkandung dalam nyanyian. Jika sang pemusik sendiri tidak memahami pesan yang terkandung dalam lagu karena cara mengiringi yang kurang sesuai bagaimana orang lain dapat memaknai pesan lagu yang dinyanyikan. Tugas seorang organis tidak hanya menciptakan suasana ibadah yang khidmat tetapi juga membantu jemaat agar dapat bernyanyi dengan nyaman. Komisi Musik dan Liturgi GKI menekankan pentingnya pemberian intro, interludium, preludium, dan postludium oleh pemusik dalam mengiringi nyanyian jemaat yang terdiri dari beberapa bait dalam satu lagu.

1) Intro : intro adalah cara untuk memperkenalkan lagu, tinggi nada, tempo, dan karakter lagu supaya umat dapat menyanyikan lagu tersebut dengan


(38)

25

tinggi nada dan tempo yang sama (Komisi Musik, 2012:50). Intro berperan penting agar umat tidak ragu-ragu dalam inseting/memulai bernyanyi pada sebuah lagu. Intro pada umumnya berjumlah antara 4-8 birama yang berasal dari akhir lagu.

2) Interludium : adalah melodi yang menghubungkan antara satu bait dengan bait berikutnya dalam sebuah lagu. Interludium digunakan dengan melihat syair dan makna dari antar bait lagu, apabila makna dari satu bait ke bait berikutnya masih berkaitan maka interludium tidak perlu digunakan agar pesan yang tersirat melalui syair lagu dapat dimaknai oleh umat sepenuhnya.

3) Coda : coda merupakan ekor atauh akhiran dari sebuah lagu, coda dapat berupa permainan musik secara instrumental atau syair yang terdapat pada akhir nyanyian yang dinyanyikan secara berulang. Jika dimainkan secara instrumental coda dapat diambil dari 2-4 birama akhir lagu tetapi dapat juga dimainkan dengan improvisasi yang sedikit berbeda baik itu improvisasi melodi, harmoni, dan ritme.

Struktur lagu yang digunakan dalam nyanyian ibadah di GKI adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Struktur Lagu Pada Nyanyian Jemaat

Intro – Bait – Refrain(bila ada dalam lagu) – Interlude – Bait – Reffrain (bila ada dalam lagu) - Coda


(39)

26

Dalam mengiringi sebuah nyanyian jemaat musik iringan pertama kali memainkan intro yang merupakan pengenalan lagu kepada jemaat, intro dimainkan dengan jiwa, irama, dan tempo yang tepat sesuai dengan karakter lagu (Prier:2014). Pada umumnya tempo diambil sejumlah 2-8 birama pada awal lagu dan pada akhir lagu. Setelah intro selesai dimainkan jemaat memulai menyanyikan nyanyian sesuai dengan susunan lagu yang biasanya dimulai dari bait, pada bagian ini pemusik tidak terlalu menonjolkan permainanya agar suara jemaat dapat terdengar dengan jelas. Ada nyanyian jemaat yang memiliki bagian reffrain dalam susunan lagunya, reffrain biasanya terdapat setelah bait dinyanyikan dapat berfungsi sebagai kesimpulan atau makna inti dari nyanyian tersebut (Prier:2014). Pada bagian reffrain pemusik diperbolehkan mengubah sedikit gaya iringannya untuk memberi variasi dalam nyanyian jemaat. Apabila nyanyian jemaat akan dinyanyikan lebih dari satu kali atau lebih dari satu bait maka diperlukan interlude yang merupakan permainan musik secara instrumentalyang berada pada antar bait nyanyian. Interlude biasanya diambil sejumlah 2-4 birama pada akhir lagu. Nyanyian jemaat ditutup oleh bagian yang disebut coda / ekor lagu. Pentingnya penggunaan coda adalah untuk melengkapi sebuah keutuhan nyanyian jemaat sehingga jika syair lagu terakhir selesai dinyanyikan maka lagu tidak langsung berhenti begitu saja, tetapi diakhiri dengan permainan musik iringan yang menggambarkan bahwa nyanyian tersebut sudah selesai


(40)

Penentuan nada dasar sebenarnya sudah dituliskan pada setiap lagu yang akan dinyanyikan, nada dasar tersebut sudah disesuaikan oleh YAMUGER yang merupakan penerbit buku nyanyian yang digunakan dalam peribadatan dengan ambitus suara umat pada umumnya. Apabila nada dasar yang sudah ditetapkan oleh buku masih kurang nyaman untuk dinya

pemusik diijinkan merubah nada dasar tersebut tetapi tidak boleh terlalu jauh dari nada dasar asli yang sudah ditetapkan. Perlu diketahui oleh setiap pemusik gerejawi bahwa ambitus umat pada umumnya berada pada nada a sampai nada d2.

e. Alat Musik Pengiring Ibadah

Penggunaan teknik iringan oleh pemusik tergantung pada alat musik yang digunakan dan karakteristik alat musik tersebut.

1) Electone: merupakan elektrik. Electone

saat ini dikalangan gereja katolik. Alat musik ini pendahulunya adalah organ pipa yang sumber suaranya berasal dari pipa

tekanan angin (Prier, 2014

megah dan menggelegar dengan nada panjang, pilihan suara yang biasa Penentuan nada dasar sebenarnya sudah dituliskan pada setiap lagu yang inyanyikan, nada dasar tersebut sudah disesuaikan oleh YAMUGER yang merupakan penerbit buku nyanyian yang digunakan dalam peribadatan dengan ambitus suara umat pada umumnya. Apabila nada dasar yang sudah ditetapkan oleh buku masih kurang nyaman untuk dinyanyikan jemaat, maka pemusik diijinkan merubah nada dasar tersebut tetapi tidak boleh terlalu jauh dari nada dasar asli yang sudah ditetapkan. Perlu diketahui oleh setiap pemusik gerejawi bahwa ambitus umat pada umumnya berada pada nada a

Gambar 2. Ambitus Suara Jemaat Untuk bernyanyi

Alat Musik Pengiring Ibadah

Penggunaan teknik iringan oleh pemusik tergantung pada alat musik yang digunakan dan karakteristik alat musik tersebut.

merupakan pengembangan dari alat musik organ dalam bentuk Electone biasa digunakan untuk mengiringi sebuah ibadah saat ini dikalangan gereja katolik. Alat musik ini pendahulunya adalah organ pipa yang sumber suaranya berasal dari pipa-pipa yang mendapat tekanan angin (Prier, 2014:142). Karakteristik dari alat musik ini adalah megah dan menggelegar dengan nada panjang, pilihan suara yang biasa 27

Penentuan nada dasar sebenarnya sudah dituliskan pada setiap lagu yang inyanyikan, nada dasar tersebut sudah disesuaikan oleh YAMUGER yang merupakan penerbit buku nyanyian yang digunakan dalam peribadatan dengan ambitus suara umat pada umumnya. Apabila nada dasar yang sudah nyikan jemaat, maka pemusik diijinkan merubah nada dasar tersebut tetapi tidak boleh terlalu jauh dari nada dasar asli yang sudah ditetapkan. Perlu diketahui oleh setiap pemusik gerejawi bahwa ambitus umat pada umumnya berada pada nada a

Gambar 2. Ambitus Suara Jemaat Untuk bernyanyi

Penggunaan teknik iringan oleh pemusik tergantung pada alat musik

organ dalam bentuk biasa digunakan untuk mengiringi sebuah ibadah pada saat ini dikalangan gereja katolik. Alat musik ini pendahulunya adalah pipa yang mendapat :142). Karakteristik dari alat musik ini adalah megah dan menggelegar dengan nada panjang, pilihan suara yang biasa


(41)

28

digunakan dalam penggunaan alat musik electone adalah strings dan pipe organ. Alat musik ini dimainkan dengan kedua tangan dan kaki yang semuanya turut aktif berperan, pada tangan kanan memainkan melodi utama lagu (cantus firmus) tangan kiri memainkan blocking chord dengan letak papan nada yang berbeda, kaki kiri aktif memainkan bas pada bilah-bilah nada yang terdapat pada bagian bawah, sedangkan kaki kanan berperan mengatur pedal volume.

2) Piano : sebuah alat musik akustik yang sumber bunyinya berasal dari senar yang dipukul oleh hammer/pemukul yang terbuat dari kayu, piano merupakan penyempurnaan dari alat musik harpsichord dan cembalo yang mulai muncul pada jaman barok. Karakteristik alat musik ini dapat memainkan melodi, akor dan juga bass. Karakteristik alat musik piano untuk mengiringi nyanyian yaitu memberikan ketukan yang jelas, sehingga tempo lagu tetap terjaga. Piano juga menentukan rhytm dari sebuah lagu (Komisi Musik, 2012:64). Saat ini piano telah dikembangkan dengan cara lebih modern yaitu piano digital yang dihasilkan melalui listrik sehingga perawatannya tidak serumit piano akustik.

3) Keyboard : alat musik keyboard adalah hasil dari modernisasi dari semua alat musik, karena hampir semua jenis suara yang dihasilkan alat musik dapat ditirukan oleh keyboard. Bentuk dari alat musik ini adalah terdapat bebeapa papan nada sama seperti piano dan organ tetapi di atasnya terdapat banyak tombol untuk menjalankan fungsi dan lauar LCD sebagai


(42)

29

monitornya. Alat musik ini menggunakan listrik sebagai sumber daya dan didalamnya terdapat program seperti komputer yang dapat menjalankan perintah pemain secara otomatis dengan hanya menekan salah satu tombol. Keyboard menjadi pilihan utama hampir disemua gereja karena fleksibilitas fungsi dari alat tersebut, disamping harganya yang relatif terjangkau apabila dibandingan dengan alat musik akustik lainnya. Beberapa gereja menggunakan alat musik keyboard untuk menggantikan alat musik organ atau piano karena pertimbangan harga dan perawatan. Teknik permainanpun juga dapat mengikuti teknik permainan organ dan piano yaitu selain dapat sebagai chord blocking, keyboard juga dapat memainkan melodi bahkan melodi+chord blocking (Komisi Musik, 2012:80) dan cara ini masih relatif berhasil untuk menciptakan suasana ibadah dan mengiringi nyanyian umat agar suasana ibadah tetap khidmat. Namun ada juga yang menggunakan keyboard untuk mencari kemeriahannya melalui fitur style keyboard. Style iringan merupakan fitur keyboard berupa iringan otomatis yang berbentuk irama musik tertentu yang terdiri dari beberapa alat musik (Prier,2012:196). Penggunaan fitur ini cenderung lebih mudah untuk dipelajari, dimainkan, dan pastinya memberikan suasana yang lebih meriah apabila dibandingkan dengan iringan alat musik organ dan piano karena instrumen keyboard dapat memainkan beberapa alat musik secara bersamaan. Tetapi kemeriahan bukanlah suasana yang dibutuhkan untuk dapat beribadah dengan khidmat, melainkan suasana hening dan teduh.


(43)

30

Komisi Musik dan liturgi menjelaskan peran rhythmbox atau style iringan dalam sebuah musik iringan ibadah harus diminimalisir.

Ingatlah bahwa musik gereja tidak sama dengan musik yang lain. Dalam mengiringi jemaat penggunaan rhythmbox (style iringan) harus dihindari karena membuat nyanyian menjadi mati. Rhythmbox (style iringan) adalah mesin yang tidak memiliki nafas, padahal manusia selalu bernafas dan dalam menyanyi kita harus mengambil nafas. Rhythmbox (style iringan) membuat nyanyian menjadi mati karena seperti komidi putar yang terus menerus mengulang tanpa titik atau koma (2012:59).

Senada dengan Komisi Musik dan Liturgi, Prier dalam bukunya roda musik liturgi (2012:197) juga menentang penggunaan fitur rhythm pada keyboard (style iringan) untuk mengiringi nyanyian ibadah. Menurutnya fitur tersebut lebih tepat untuk hiburan dalam konteks musik sekuler, sedangkan musik gerejawi diciptakan untuk berkomunikasi dengan Tuhan bukan untuk hiburan. Selain itu nyanyian gerejawi identik dengan penghayatan dan penjiwaan sehingga menimbulkan dinamika yang beragam seperti keras, lembut, perlahan menjadi cepat, dll yang semuanya itu tidak dapat dilakukan oleh style iringan.

B. Penelitian Yang Relevan

Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh untuk kemudian dijadikan acuan untuk melaksanakan penelitian ini adalah:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Kristian Satriyo Arwanto dari Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta dengan judul “Peran


(44)

31

Musik Iringan & Pemandu Nyanyian Jemaat dalam Ibadah di Gereja Kristen Jawa Wonosobo”, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan bagaimana peran musik iringan dan pemandu nyanyian jemaat dalam sebuah ibadah untuk dapat menghantarkan umat menghayati jalannya ibadah dengan benar. Hasil dari penelitian ini adalah adanya keterikatan antara musik dengan ibadah hari minggu, dimana musik dan pemandu nyanyian jemaat harus benar-benar menguasai nyanyian sebelum bertugas serta dibutuhkan variasi iringan musik agar tidak monoton. Peneliti menggunakan penelitian tersebut untuk dijadikan acuan karena peribadahan di Gereja Kristen Jawa (GKJ) dan Gereja Kristen Indonesia (GKI) mempunyai denominasi gereja yang sama, sehingga liturgi ibadah termasuk buku nyanyian yang digunakan dalam ibadah serta iringan musik yang digunakan dalam ibadah setidaknya memiliki karakter yang sama. 2. Penelitian berikutnya yang dijadikan acuan oleh peneliti adalah penelitian

yang dilakukan oleh Wahyu Hidayati dari Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta dengan judul “Persepsi Mahasiswa Pendidikan Seni Musik UNY Terhadap Musik Keroncong”, penelitian ini bertujuan mengetahui sejauh mana persepsi Mahasiswa Seni Musik UNY terhadap musik keroncong dengan pendekatan kuantitatif dan instrumen penelitian yang digunakan adalah angket yang kemudian diolah untuk menarik kesimpulan. Hasil dari penelitian ini adalah mahasiswa Pendidikan Seni Musik UNY mempunyai persepsi yang positif terhadap musik


(45)

32

keroncong, minat mereka masih tinggi untuk mempelajari musik keroncong serta perlunya pelestarian musik keroncong agar tetap bersaing dengan musik lainnya. Peneliti menggunakan penelitian ini untuk acuan menulis sistematika dalam penelitian, dan penyusunan angket untuk mengetahui persepsi dari sumber data tentang variabel yang diteliti.

C. Kerangka Berpikir

Persepsi merupakan proses pengorganisasian berupa penilaian yang dilakukan manusia melalui alat indra yang mendapat rangsangan dari sebuah objek. Persepsi dapat terjadi jika alat indra yang ada pada manusia berfungsi dengan normal karena persepsi dapat masuk melalui semua indra pada tubuh manusia yaitu pendengaran, penglihatan, penciuman, dan peraba. Hasil dari persepsi dapat berupa pola pikir dan tingkah laku untuk menilai objek yang merangsang manusia tersebut.

Jemaat dalam sistem organisasi gereja dapat dikatakan juga sebagai pengunjung ibadah. Pengunjung ibadah dibagi menjadi dua kategori yaitu anggota jemaat gereja setempat dan simpatisan dari gereja lain yang secara kebetulan sedang beribadah di suatu gereja. Dalam penelitian ini jemaat yang dimaksudkan adalah pengunjung kebaktian hari minggu di Gereja Kristen Indonesia Sragen baik anggota jemaat setempat maupun simpatisan dalam ibadah hari minggu pukul 07:00 dan 17:00. Pada masing-masing jam ibadah tersebut bentuk iringan musik yang digunakan juga berbeda. Ibadah pagi di


(46)

33

iringi dengan hanya suara piano dan organ saja yang dimainkan secara manual oleh pemusik, sedangkan ibadah sore bentuk iringan musik menggunakan style iringan yang merupakan program yang terdapat pada alat musik keyboard yang dapat menghasilkan suara seperti band atau jenis musik tertentu yang berbentuk jenis iringan otomatis.

Iringan musik ibadah adalah cara mengiringi nyanyian dalam ibadah dengan menggunakan alat musik serta jenis iringan yang dipakai apakah sudah tepat dengan lagu yang diiringi baik itu tepat secara suasana lagu maupun secara teknik teori iringan, sehingga jemaat dapat bernyanyi dengan baik dan memaknai lagu yang dinyanyikan. Karena dalam peribadatan umat Kristen nyanyian ibadah berperan sangat penting dalam membangun iman jemaat dan mempunyai porsi yang besar dalam liturgi peribadatan.

Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui bagaimana persepsi pengunjung ibadah di GKI Sragen terhadap dua jenis iringan musik yang selama ini digunakan dalam ibadah yaitu jenis iringan yang hanya menggunakan suara piano / organ saja yang diiringi secara manual oleh pemusik dan jenis iringan yang menggunakan style iringan apakah sudah berperan dengan baik dan dapat membantu jemaat bernyanyi dengan benar serta dapat membuat jemaat menghayati makna lagu atau justru membuat jemaat merasa tidak nyaman dalam bernyanyi sehingga tidak bisa menghayati lagu dan menghambat jalannya liturgi dalam ibadah.


(47)

34

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Pada penelitian ini, pendekatan penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode penelitian survey. Sedangkan hasil dari penelitian ini dalam bentuk deskriptif melalui olah data dari angket. Menurut Sugiyono dalam Darmawan (2013) penelitian deskriptif adalah "penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variable mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan antara variabel satu dengan variabel yang lain". Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa angket yang kemudian akan diteliti secara kuantitatif (angka) untuk dapat mengetahui kecenderungan, perilaku, atau opini dari suatu populasi. Hal ini dilakukan untuk mencapai tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui persepsi jemaat GKI Sragen terhadap iringan musik dalam ibadah.

B. Variabel Penelitian

Menurut Arikunto (2010: 161) variabel penelitian adalah obyek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Variabel dalam penelitian ini menggunakan variabel tunggal yaitu "persepsi jemaat


(48)

35

terhadap iringan musik ibadah di GKI Sragen. Adapun definisi Dari variabel tunggal adalah variabel yang hanya mengungkapkan satu variabel untuk dideskripsikan unsur-unsur atau faktor-faktor di dalam setiap gejala yang termasuk variabel tersebut (Nawawi, 2006 : 45).

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Gereja Kristen Indonesia Sragen dalam ibadah hari minggu pukul 07:00 dan 17:00 yang telah dilaksanakan pada bulan September-November 2015.

D. Populasi dan Sampel penelitian

Menurut Hasan (Hidayati, 2014) pengertian populasi adalah semua objek atau individu yang memiliki karakteristik tertentu. Berdasarkan pernyataan di atas, populasi dari penelitian ini adalah anggota jemaat Gereja Kristen Indonesia Sragen berjumlah 316 orang dengan rincian jumlah anggota dewasa 241 orang dan jumlah anggota anak 75 orang, sumber data diperoleh peneliti berdasarkan data yang dimiliki bagian tata usaha Gereja Kristen Indonesia Sragen.

Menurut Deni (2013:138) sampel terdiri atas subjek penelitian (responden) yang menjadi sumber data yang terpilih dari hasil teknik penyampelan (teknik sampling). Teknik penyampelan yang digunakan oleh


(49)

36

peneliti dalam penelitian ini adalah teknik kuota sampling. Teknik kuota sampling adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah kuota yang diinginkan (Sugiyono 2011:67). Sampel penelitian yang akan digunakan peneliti untuk mendapatkan data adalah pengunjung dewasa pada ibadah rutin hari minggu pukul 07:00 dan 17:00. Rata-rata jumlah pengunjung dewasa dalam 3 bulan terakhir dengan 2 kali jam ibadah adalah 100 orang, data ini telah divalidasi oleh majelis jemaat GKI Sragen dalam persidangan Majelis Jemaat yang rutin dilaksanakan satu bulan sekali. Karena jumlah pengunjung ibadah fluktuatif dan tidak bisa diprediksi setiap minggunya, maka penulis menetapkan kuota sampel yang akan digunakan sebagai data penelitian sejumlah 80 orang jemaat dewasa baik itu anggota maupun simpatisan.

E. Teknik Pengumpulan Data

Kualitas hasil dari sebuah penelitian dipengaruhi oleh dua hal utama, seperti yang disampaikan oleh Sugiyono (2012), dua hal tersebut adalah kualitas instrumen penelitian yang berhubungan dengan validitas dan reliabilitas, hal yang kedua adalah teknik pengumpulan data. Teknik pengumpulan data adalah ketepatan cara yang digunakan peneliti untuk mendapatkan data dari responden (Sugiyono, 2012:137). Pada penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan melalui angket atau kuisioner. Kuisioner merupakan teknik pengumpulan data dengan cara memberikan seperangkat


(50)

37

pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2012:142). Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis angket tertutup, dimana responden sudah disediakan pilihan jawaban pada masing-masing butir pernyataan sesuai dengan jawaban responden.

F. Instrumen Penelitian

Pengertian instrumen penelitian menurut Sugiyono (2012) adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. instrumen penelitian digunakan untuk mengukur variabel yang akan diteliti, dan jumlah instrumen penelitian tergantung pada banyaknya variabel penelitian. Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan angket sebagai instrumen penelitian. Kelebihan dari angket untuk dijadikan instrumen penelitian adalah praktis, menghemat waktu untuk memperoleh data, menghemat biaya karena tidak perlu menggunakan peralatan lain serta menghemat tenaga. Suharsimi Arikunto (2006: 152) membedakan angket atas beberapa jenis :

a. Angket terbuka : angket yang disajikan sedemikian rupa sehingga responden dapat memberikan isian sesuai dengan kehendak dan keadaannya. Angket terbuka digunakan apabila peneliti belum dapat memperkirakan atau menduga kemungkinan alternative jawaban yang ada pada responden b. Angket tertutup : angket yang disajikan dalam bentuk

sedemikian rupa sehingga responden tinggal memberikan tanda centang pada kolom atau tempat yang sesuai.

c. Angket campuran : gabungan antara angket terbuka dan tertutup.


(51)

38

Penelitian ini akan menggunakan instrumen angket tertutup dimana responden akan memberikan jawaban berupa checklist dengan 4 pilihan alternatif jawaban dari setiap pertanyaan yang diberikan. Adapun kisi-kisi dari instrumen yang akan digunakan untuk penelitian adalah sebagai berikut

Tabel 1. Kisi-kisi Angket Persepsi Jemaat Terhadap Iringan Musik Dalam Ibadah di GKI Sragen

Variabe

l Indikator Nomor Butir Nomor butir tidak valid Jumlah butir soal valid Persepsi Jemaat Terhada p Musik Iringan Ibadah

Peran musik

iringan 1**, 2**, 3*, 4** - 4 Jenis musik

iringan 5*, 6**, 7, 8*, 9, 10*, 11** 7, 9 5 Unsur

nyanyian jemaat

12*, 13**, 14*, 15**, 16**, 17, 18**, 19*, 20*, 21*

17 9

Penghayatan

makna lagu 22*, 23*, 24*, 25*, 26* - 5 Panduan

jemaat dalam bernyanyi

27*, 28**, 29,

30** 29 3

Keterangan :

* : Butir instrumen valid pada uji coba tahap 1 ** : Butir instrumen valid pada uji coba tahap 2


(52)

39

Sedangkan skala pengukuran yang akan dipakai untuk memberikan jawaban dari responden menggunakan skala likert. Sugiyono (2012:93) menjelaskan skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Pilihan alternatif jawaban menggunakan pernyataan sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju dimana masing-masing jawaban diberi skor 1-4, agar responden tetap memberikan sikap dan tidak netral terhadap setiap pernyataan yang harus dijawabnya. Berikut ini skor penilaian untuk masing-masing pernyataan :

a. SS = Sangat Setuju skor 4 b. ST = Setuju skor 3 c. TS = Tidak Setuju skor 2 d. STS = Sangat Tidak Setuju skor 1

G. Validitas dan Reliabilitas

Validitas dan reliabilitas adalah sifat mutlak yang harus dimiliki oleh instrumen penelitian sebelum instrumen tersebut digunakan untuk memperoleh data. Validitas instrumen dinilai apakah instrumen tersebut tepat digunakan pada penelitian yang bersangkutan atau tidak, sedangkan reliabilitas menunjuk pada apakah data hasil dari instrumen penelitian bersifat konsisten atau tetap. Jika instrumen penelitian sudah valid dan reliable maka


(53)

40

hasil penelitian yang diperoleh pasti valid dan reliabel juga (Sugiyono, 2012:122).

1. Uji Validitas Instrumen

Sugiyono (2012) menjelaskan bahwa sebuah isntrumen penelitian harus diuji validitasnya baik secara internal maupun eksternal, pengujian internal meliputi pengujian yang dilakukan para ahli (expert) dan pengujian validitas isi, sedangkan eksternal yaitu menghubungkan dengan fakta empiris yang telah terbukti. Pada penelitian ini, instrumen penelitian diajukan kepada ahli/expert terlebih dahulu sebelum diujicobakan kepada sebagian dari sampel yaitu 30 orang jemaat GKI Sragen untuk berikutnya dihitung dengan rumus korelasi pearson product moment agar mengetahui mana butir soal yang valid dan tidak valid untuk digunakan sebagai penelitian.

Gambar 2. Rumus Korelasi Pearson Product Moment Untuk Uji Validitas Instrumen

Keterangan :

r : koefisien korelasi ∑X : jumlah skor item ∑Y : jumlah skor total item n : jumlah responden


(54)

41

Untuk memudahkan analisis validitas instrumen menggunakan rumus di atas, maka diperlukan table penolong yang berisikan hasil uji coba test instrumen yang telah dijawab, setelah dihitung menggunakan rumus korelasi product moment di atas maka didapatkan r hitung dari rumus di atas untuk dikonsultasikan dengan r table apabila r hitung lebih besar nilainya dari r table maka dapat ditarik kesimpulan butir soal tersebut dinyatakan valid dan layak untuk digunakan begitu juga sebaliknya.

Uji coba instrumen penelitian dilakukan sebanyak dua tahap, karena pada uji coba tahap pertama hanya menghasilkan 15 butir pernyataan yang valid dan dianggap belum memuaskan. Instrumen yang tidak valid atau gugur pada uji coba tahap pertama dilakukan kembali uji coba pada tahap kedua tetapi dengan perbaikan struktur kalimat dan tetap mempertahankan inti dari pernyataan. Hasil dari uji coba instrumen sebagai berikut :

Tabel 2. Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian

No r hitung r tabel keterangan no r hitung r tabel keterangan 1 0.651 0.361 valid 16 0.506 0.361 valid 2 0.477 0.361 valid 17 0.111 0.361 tidak valid 3 0.468 0.361 valid 18 0.602 0.361 valid 4 0.737 0.361 valid 19 0.588 0.361 valid 5 0.533 0.361 valid 20 0.587 0.361 valid 6 0.435 0.361 valid 21 0.555 0.361 valid


(55)

7 0.222 0.361 8 0.706 0.361 9 0.067 0.361 10 0.69 0.361 11 0.532 0.361 12 0.661 0.361 13 0.622 0.361 14 0.447 0.361 15 0.379 0.361 2. Uji Reliabilitas Instrumen

Uji reliabilitas instrumen digunakan untuk mengetahui apakah instrumen tersebut reliabel atau tidak, reliabel maksudnya hasil yang diperoleh dari instrumen tersebut bersifat konstan dan berkelanjutan. Pada penelitian ini uji reliabilitas instrumen digunakan dengan menggunakan rumus

Alpha

Gambar 4. Rumus Keterangan :

K = Mean kuadrat antara subjek ∑σi² = Mean kuadrat kesalahan σ² = Varians total

0.361 tidak valid 22 0.538 0.361 valid 0.361 valid 23 0.438 0.361 valid 0.361 tidak valid 24 0.582 0.361 valid 0.361 valid 25 0.448 0.361 valid 0.361 valid 26 0.456 0.361 valid 0.361 valid 27 0.521 0.361 valid 0.361 valid 28 0.545 0.361 valid 0.361 valid 29 0.257 0.361 tidak valid 0.361 valid 30 0.577 0.361 valid Uji Reliabilitas Instrumen

Uji reliabilitas instrumen digunakan untuk mengetahui apakah instrumen reliabel atau tidak, reliabel maksudnya hasil yang diperoleh dari instrumen tersebut bersifat konstan dan berkelanjutan. Pada penelitian ini uji reliabilitas instrumen digunakan dengan menggunakan rumus

Gambar 4. Rumus Cronbach Alpha Untuk Uji Reliabilitas Instrumen

= Mean kuadrat antara subjek = Mean kuadrat kesalahan = Varians total

42 valid valid valid valid valid valid valid tidak valid valid

Uji reliabilitas instrumen digunakan untuk mengetahui apakah instrumen reliabel atau tidak, reliabel maksudnya hasil yang diperoleh dari instrumen tersebut bersifat konstan dan berkelanjutan. Pada penelitian ini uji reliabilitas instrumen digunakan dengan menggunakan rumus Cronbach


(56)

43

Berikutnya untuk menginterpretasikan rumus alpha yang telah dihitung, digunakan tabel yang dikemukakan oleh arikunto (2010:319) yang sebagai berikut :

Tabel 3. Interpretasi Uji Reliabilitas Instrumen

Kategori Keterangan

Antara 0,00 - 0,199 Sangat rendah

Antara 0,20 - 0,399 Rendah

Antara 0,40 - 0,599 Sedang

Antara 0,60 - 0,799 Tinggi

Antara 0,80 - 1,00 Sangat tinggi

Hasil reliabilitas dari uji instrumen yang telah dilakukan mendapatkan skor sebagai berikut :

Tabel 4. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N Items of .707 31

Pada tabel hasil uji reliabilitas terdapat angka hasil dari rumus alpha sebesar 0,707 selanjutnya dikonsulasikan menurut tabel dari arikunto diatas


(57)

44

dan ditafsirkan bahwa reliabilitas instrumen termasuk tinggi dan layak untuk digunakan penelitian.

H. Teknik Analisis Data

Tujuan analisis data dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana persepsi Jemaat terhadap iringan musik dalam Ibadah di GKI Sragen. Sebelum data dianalisis kedalam bentuk prosentase, data penelitian akan dihitung tendesnsi pusat yang terdiri dari mean (rata-rata), median (nilai tengah), modus (nilai yang seing muncul), maximum (nilai tertinggi), minimum (nilai terendah), dan range (interval antara nilai tertinggi dengan nilai terendah). Sugiyono (2012) menjelaskan tendensi pusat yang meliputi mean, median, dan modus merupakan teknik statistik yang digunakan untuk menjelaskan kelompok, namun dari ketiga macam teknik tersebut yang menjadi ukuran gejala pusatnya berbeda-beda. Kemudian data akan dikelompokan kedalam tabel distribusi frekuensi data. Untuk dapat membuat tabel distribusi frekuensi data, sebelumnya harus menghitung jumlah interval kelas, rentang data, dan panjang interval kelas terlebih dahulu karena cara tersebut merupaka pedoman dasar dalam penyusunan tabel (Sugiyono:2012).

Agar data penelitian dapat disajikan secara deskriptif, analisis data berikutnya adalah menghitung data berupa angka kedalam bentuk prosentase, kemudian prosentase tersebut akan dikonsultasikan dengan tabel kategori yang sudah dijadikan pedoman untuk dapat menjelaskan data secara


(58)

45

deskriptif. Berikut ini tabel kategori yang akan dijadikan pedoman untuk mendeskripsikan data menurut Arikunto (1993)

Tabel 5. Tafsiran Hasil Analisis data Menurut Arikunto

Prosentase Kategori

76% - 100% Baik

56% - 75% Cukup baik

41% - 55% Kurang baik


(59)

46

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Oktober tahun 2015 dengan dimulai dari observasi, uji coba instrumen dan pengumpulan data. Sampel pada penelitian ini adalah jemaat pengunjung ibadah hari minggu di Gereja Kristen Indonesia Sragen baik itu berstatus anggota jemaat maupun simpatisan, pengambilan sampel dilakukan dengan teknik random sampling dengan menetapkan kuota sejumlah 80 orang. Pelaksanaan pengambilan data diadakan pada jam ibadah pagi pukul 07:00 dan ibadah sore pukul 17:00. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket kuisioner yang semula berjumlah 30 butir pernyataan, setelah dilakukan uji coba instrumen didapatkan sejumlah 26 butir instrumen yang valid dan semua butir pernyataan bersifat pernyataan positif. Skala jawaban yang digunakan adalah skala likert dengan 4 pilihan jawaban yaitu (SS) sangat setuju bernilai 4, (S) setuju bernilai 3, (TS) tidak setuju bernilai 2, dan (STS) sangat tidak setuju bernilai 1. Teknik analisis data yang akan digunakan untuk mengolah data yang telah diperoleh yaitu teknik statistik deskriptif yang berfungsi untuk mendiskripsikan atau member gambaran terhadap obyek atau sampel yang diteliti tanpa membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum (Sugiyono,2012:29). Analisis data didahului dengan mengelompokan dalam


(60)

47

tabel distribusi frekuensi relatif untuk mendapatkan besaran prosentase penyebaran data yang kemudian akan ditafsirkan prosentase tersebut menurut tafsiran arikunto (1993), data akan dihitung baik secara masing-masing indikator dan secara keseluruhan.

1. Analisis Data Persepsi Jemaat Terhadap Musik iringan Dalam Ibadah di Gereja Kristen Indonesia Sragen

Berikut ini hasil penghitungan tendensi pusat dari data yang diperoleh dengan bantuan program komputer SPSS

Tabel 6. Penghitungan Tendesi Pusat Data Penelitia N Valid 80

Missing 0 Mean 80.26 Median 79.00

Mode 76a

Range 31

Minimum 67 Maximum 98 a. Multiple modes exist. The smallest value is shown

Dari tabel penghitungan tendesnsi pusat di atas dapat dilihat data skor dari 80 orang responden mempunyai rata-rata skor 80,26, nilai tengah 79, dan mode atau modus yaitu nilai atau jumlah skor yang paling sering muncul yaitu


(61)

48

skor 76. Skor terbesar dari reponden adalah 98 dan skor terkecil 67 sehingga mempunyai jarak sebesar 31.

Berikut ini pengelompokan skor responden kedalam bentuk tabel. Sebelum menyusun tabel distribusi frekuensi relatif, diperlukan cara untuk menghitung jumlah interval kelas, rentang data, dan panjang kelas sebagai pedoman dasar penyusunan tabel (Sugiyono,2012:36)

a. Jumlah kelas interval K = 1+3,3 log n = 1+3,3 . log 80 = 1+3,3 . 1,9

= 7,27 dibulatkan kebawah menjadi 7. b. Rentang Data

Data terbesar = 98 Data terkecil = 67 Rumus rentang data :

Rentang data = (Data terbesar - Data terkecil) + 1 = (98-67)+1 = 32

c. Panjang Interval Kelas

Rumus panjang interval kelas :

Interval kelas = rentang data : jumlah kelas = 32 : 7

= 4,57 dibulatkan keatas menjadi 5.

Tabel 7.Tabel distribusi data frekuensi relatif

no kelas interval skor Frekuensi Relatif

1 67-71 4 5%

2 72-76 20 25%


(62)

49

Tabel distribusi frekuensi relatif menunjukan jawaban skor dari responden paling banyak berada pada skor 77-81 atau pada kelas ketiga dengan jumlah responden 30 dan frekuensi relatif 30%, dan yang paling sedikit hanya ada satu orang responden yang memberikan skor paling tinggi yaitu pada interval 97-102 atau kelas ketujuh dengan frekuensi relatif sebesar 1,25%.

Selanjutnya data penelitian akan ditafsirkan kedalam bentuk deskriptif secara prosentase dan kategori menurut Arikunto (1993)

Tabel 8. Interpretasi Persepsi Jemaat Terhadap Musik Iringan Dalam Ibadah di GKI Sragen

prosentase skor interval skor kategori frekuensi relatif

76%-100% 79-104 Baik 43 53,75%

56%-75% 58-78 Cukup Baik 37 46,25%

41%-55% 43-57 Kurang Baik 0 0%

<40% =< 42 Tidak Baik 0 0%

Dilihat dari tabel di atas dapat dideskripsikan bahwa dari 80 reponden dengan butir pernyataan berjumlah 26, sebagian besar responden dengan prosentase 53,75% dengan jumlah responden 43 orang menyatakan bahwa musik iringan yang digunakan dalam ibadah di GKI Sragen sudah berfungsi dengan baik dalam liturgi sebuah ibadah di GKI Sragen, sedangkan sisanya

4 82-86 12 15%

5 87-91 8 10%

6 92-96 5 6,25%

7 97-102 1 1,25%


(63)

50

sejumlah 37 orang dengan prosentase 46,25% menyatakan musik iringan berfungsi dengan cukup baik dalam ibadah di GKI Sragen dan tidak ada satupun responden yang menyatakan bahwa musik iringan ibadah berfungsi kurang baik dan tidak baik.

2. Analisis Data Indikator Fungsi Musik Iringan Terhadap Suasana Ibadah Fungsi musik iringan terhadap suasana ibadah di GKI Sragen merupakan indikator pertama dalam penelitian ini. Pada angket kuisioner indikator ini berada pada butir pernyataan nomor 1-4 dimana dari 4 butir pernyataan tersebut skor maksimalnya adalah 16. Berikut ini adalah tabel penyebaran data pada indikator fungsi musik iringan terhadap suasana ibadah.

Tabel di atas menunjukan terdapat skor maksimal (16) yang diberikan oleh responden, skor terkecil yang diberikan oleh responden adalah 9. Skor dengan frekuensi terbesar atau jumlah responden terbanyak adalah skor 14 dengan 24 orang responden dengan relatif 30%.

Tabel 9. Sebaran Data Indikator Fungsi Musik Iringan Terhadap Suasana Ibadah

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid 9 1 1.3 1.3 1.3

10 1 1.3 1.3 2.5

11 3 3.8 3.8 6.3

12 13 16.3 16.3 22.5 13 19 23.8 23.8 46.3 14 24 30.0 30.0 76.3

15 6 7.5 7.5 83.8

16 13 16.3 16.3 100.0 Total 80 100.0 100.0


(64)

51

Berikut ini adalah tabel tafsiran jumlah skor berdasarkan prosentase agar data dapat dideskripsikan

Tabel 10. Interpretasi Data Indikator Fungsi Musik Terhadap Suasana Ibadah

prosentase skor interval skor Kategori frekuensi relatif

76%-100% 12-16 Baik 75 93,75%

56%-75% 10-11 Cukup Baik 4 5%

41%-55% 7-9 Kurang Baik 1 1,25%

<40% =< 6 Tidak Baik 0 0%

Hampir semua responden menyatakan bahwa musik iringan ibadah di GKI Sragen telah berfungsi dengan baik dalam menciptakan suasana ibadah, hal ini didukung dengan data sebanyak 95 orang dengan prosentase 93,75% menjawab dan skor akhir dikategorikan baik. Tetapi ada salah seorang responden yang berpendapat lain bahwa musik iringan ibadah di GKI Sragen masih kurang baik dalam hal fungsi menciptakan suasana sebuah ibadah. Musik iringan dapat dikatakan baik apabila musik dianggap mempunyai fungsi yang sangat penting untuk dapat membuat sebuah suasana ibadah yang teduh, hening dan khidmat.

3. Analisis Data Indikator Jenis Musik Iringan

Ibadah hari minggu di GKI Sragen diadakan dua kali dalam satu hari yaitu ibadah pagi dan ibadah sore. Tetapi pada masing-masing ibadah tersebut jenis musik iringan yang digunakan juga berbeda, ibadah pagi menggunakan musik iringan hanya dengan piano dan organ yang dimainkan secara manual,


(65)

52

sedangkan ibadah sore musik iringan di iringi menggunakan keyboard yang menggunakan style iringan program style keyboard sehingga jenis musik yang dihasilkanpun tentu berbeda. Pada indikator ini terdapat 5 butir pernyataan dengan skor maksimal 20 yang dimana pada 5 skor tersebut akan berisi jawaban responden terhadap dua jenis musik iringan yang berbeda. Berikut ini sebaran data skor jawaban dari responden pada indikator kedua.

Pada indikator kedua responden terbanyak memberikan skor total 15 dengan jumlah reponden 19 dengan prosentase 23,8%, namun juga terdapat seorang responden yang memberikan skor maksimal yaitu 20, sedangkan total skor paling sedikit adalah 8 yang diberikan oleh satu orang responden.

Distribusi skor diatas akan dideskripsikan dengan cara menghitung prosentase kemudian ditafsirkan.

Tabel 11. Sebaran Data Indikator Jenis Musik Iringan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid 8 1 1.3 1.3 1.3

10 6 7.5 7.5 8.8

11 2 2.5 2.5 11.3

12 5 6.3 6.3 17.5

13 14 17.5 17.5 35.0 14 10 12.5 12.5 47.5 15 19 23.8 23.8 71.3 16 10 12.5 12.5 83.8 17 9 11.3 11.3 95.0

18 1 1.3 1.3 96.3

19 2 2.5 2.5 98.8

20 1 1.3 1.3 100.0 Total 80 100.0 100.0


(66)

53

Tabel 12. Interpretasi Data Indikator Jenis Musik Iringan

prosentase skor interval skor kategori frekuensi relatif

76%-100% 15-20 Baik 42 52,5%

56%-75% 11-14 Cukup Baik 31 38,75%

41%-55% 8-10 Kurang Baik 7 8,75%

<40% =< 7 Tidak Baik 0 0%

Tafsiran data pada indikator kedua ini cukup variatif, terdapat 7 orang responden dengan prosentase 8,75% yang menyatakan bahwa dua jenis iringan yang saat ini digunakan dalam ibadah di GKI Sragen masih kurang baik, tetapi mayoritas responden dengan jumlah 42 dengan prosentase 52,5% sudah menyatakan bahwa jenis musik iringan yang digunakan sudah baik, dan sisanya sebanyak 31 orang dengan prosentase 38,75% menyatakan cukup baik pada jenis musik iringan yang digunakan.

4. Analisis Data Indikator Unsur Nyanyian Jemaat.

Indikator ketiga penelitian ini yaitu tentang unsur nyanyian jemaat mempunyai butir pernyataan dengan jumlah paling banyak dari indikator lainnya yaitu sejumlah 9 butir dengan nilai maksimal 36. Berikut ini sebaran skor responden dari indikator unsur nyanyian jemaat.

Tabel 13. Sebaran Data Indikator Unsur Nyanyian Jemaat

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid 22 1 1.3 1.3 1.3

23 4 5.0 5.0 6.3

24 2 2.5 2.5 8.8

25 7 8.8 8.8 17.5

26 8 10.0 10.0 27.5 27 25 31.3 31.3 58.8


(67)

54

Sebagian besar responden menjawab angket dengan skor akhir 27 dengan jumlah responden 25 dan prosentase 31,3%, ada juga responden yang memberi jawaban dengan skor maksimal pada indikator ini yaitu skor 36 sebanyak 2 orang.

Sebaran data di atas akan dikelompokan pada tabel berikut ini untuk ditafsirkan melalui prosentase agar dapat dideskripsikan.

Tabel 14. Interpretasi Data Indikator Unsur Nyanyian Jemaat

prosentase skor interval skor kategori frekuensi relatif

76%-100% 27-36 Baik 58 72,5%

56%-75% 20-26 Cukup Baik 22 27,5%

41%-55% 15-19 Kurang Baik 0 0%

<40% =< 14 Tidak Baik 0 0%

Berdasarkan tabel tafsiran diatas sejumlah 58 orang responden dengan prosentase 72,5% menjawab indikator unsur nyanyian jemaat dalam ibadah di GKI Sragen sudah dilaksanakan dengan baik oleh musik iringan sehingga memudahkan jemaat dalam menyanyikan lagu, dan sisanya sebanyak 22 orang dengan prosentase 27,5% berpendapat musik iringan berfungsi dengan cukup baik untuk dapat membantu jemaat bernyanyi.

28 8 10.0 10.0 68.8

29 6 7.5 7.5 76.3

30 6 7.5 7.5 83.8

31 2 2.5 2.5 86.3

32 6 7.5 7.5 93.8

34 2 2.5 2.5 96.3

35 1 1.3 1.3 97.5

36 2 2.5 2.5 100.0 Total 80 100.0 100.0


(68)

55

5. Analisis Data Indikator Penghayatan Makna Lagu

Fungsi musik iringan selain untuk membantu jemaat dalam bernyanyi juga harus dapat membantu jemaat dalam menghayati lagu, karena nyanyian ibadah jika hanya dinyanyikan saja tetapi tidak dihayati berarti jemaat belum menemukan makna ibadah tersebut, karena nyanyian merupakan salah satu mata rantai liturgi yang saling menyambung. Berikut ini sebaran skor yang dijawab oleh jemaat pada indikator keempat.

Tabel 15. Sebaran Data Indikator Fungsi Musik Iringan Terhadap Penghayatan Makna Lagu

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid 12 8 10.0 10.0 10.0

13 11 13.8 13.8 23.8 14 15 18.8 18.8 42.5 15 19 23.8 23.8 66.3 16 12 15.0 15.0 81.3 17 10 12.5 12.5 93.8

18 4 5.0 5.0 98.8

20 1 1.3 1.3 100.0 Total 80 100.0 100.0

Indikator keempat terdiri dari 5 butir soal dengan nilai maksimal 20 dan nilai terendah 5. Tabel diatas menunjukan sebaran data terbanyak responden berada pada skor 15 dengan jumlah respodnden 19 orang dengan prosentase 23,8%, sebanyak 8 orang menjawab dengan nilai paling rendah yaitu 12 dan 1 orang menjawab dengan skor tertinggi.


(1)

DATA PENELITIAN

“PERSEPSI JEMAAT TERHADAP MUSIK IRINGAN DALAM IBADAH

DI GEREJA KRISTEN INDONESIA SRAGEN”


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)