liii 5
Mencabut izin usaha dan memerintahkan direksi bank untuk segera menyelenggarakan
Rapat Umum
Pemegang Saham
guna membubarkan badan hukum dan membentuk tim likuidasi terhadap
bank yang
tidak bisa
memperbaiki kinerjanya
sehingga membahayakan sektor perbankan.
6 Meminta Pemerintah untuk membentuk badan khusus yang bersifat
sementara dalam rangka penyehatan perbankan nasional Pasal 37 ayat 1
7 Mengeluarkan perintah tertulis agar bank memberikan keterangan
dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat
pajak Pasal 41 ayat 1 .
8 Memberikan izin kepada pejabat BUPLNPUPN untuk memperoleh
keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitur Pasal 41 A.
9 Memberikan izin kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh
keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank Pasal 42 ayat 1.
10 Memberikan sanksi administratif kepada bank yang tidak memenuhi
kewajibannya sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundang- undangan. Sanksi administrasi yang dapat diberikan kepada bank
berupa anatara lain : denda uang, teguran tertulis, penurunan tingkat kesehatan bank, larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring,
pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabang tertentu maupun untuk bank secara keseluruhan, pemberhentian
pengurus bank dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganti sementara sampai RUPS atau Rapat Anggota untuk mengangkat
pengganti yang tetap dengan persetujuan Bank Indonesia, pencantuman anggota pengurus, pegawai bank, pemegang saham
dalam daftar orang tercela di bidang perbankan Pasal 52, dan
11 Menetapkan pengecualian bagi Bank Perkreditan Rakyat mengenai
ketentuan kewajiban bank untuk mengaudit neraca dan perhitungan laba rugi tahunan untuk diaudit oleh akuntan publik Pasal 36
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan
66
f. Operasionalisasi Sistem Syariah dalam Perbankan
Kehadiran Bank Syariah di Indonesia sejak tahun 1992 merupakan fenomena tersendiri yang telah menarik perhatian, karena sebagai bank
yang bebas bunga telah berhasil lolos dari badai negative spread dalam krisis pada tahun 1997-1998. Karakteristik Bank Syariah telah menarik
perhatian para pelaku perbankan di Indonesia. Setelah dikeluarkannya
66
Ibid., hlm.279
liv Undang-Undang nomor 10 tahun 1998, perkembangan Bank Syariah
tumbuh dengan pesat, sehingga keberadaan Bank Syariah di Indonesia telah memberikan warna baru bagi dunia perbankan Indonesia.
Disamping itu, berkembang pula lembaga keuangan lainnya Perusahaan Asuransi Syariah, Pegadaian Syariah, Reksadana Syariah dan lembaga
Keuangan Syariah non Bank lainnya yang jumlahnya senantiasa bertambah. Dengan berkembangnya lembaga-lembaga syariah dengan
basis ekonomi Islam, tidak menutup kemungkinan akan muncul permasalahan antar para pelaku dalam lembaga syariah tersebut.
a. Sistem Distribusi Hasil Usaha
Dalam sistem pencatatan pelaporan akuntansi keuangan secara umum dikenal 2 dua sistem, yaitu Cash Basis dan Accrual
Basis. Cash Basis, yaitu prinsip akuntansi yang mengharuskan pengakuan biaya dan pendapatan pada saat terjadinya, sedangkan
Accrual Basis, yaitu prinsip akuntansi yang membolehkan pengakuan biaya dan pendapatan didistribusikan pada beberapa periode.
Kedua sistem tersebut pada dasarnya dapat digunakan untuk keperluan distribusi hasil usaha dalam administrasi keuangan
Lembaga Keuangan Syariah seperti Bank Syariah. Dilihat dari segi kemaslahatan al Ashlah, Dewan Syariah Nasional melalui fatwanya
nomor 14DSN-MUIIX2000
tanggal 16
September 2000,
menyarankan dalam pencatatan sebaiknya digunakan sistem Accrual Basis, tetapi dalam pendistribusian hasil usaha hendaknya ditentukan
atas penerimaan yang benar-benar terjadi. b.
Prinsip Distribusi hasil usaha. Pembagian hasil usaha diantara para pihak mitra dalam satu bentuk
usaha kerjasama secara umum dikenal 3 tiga jenis, yaitu: a
Loss and Profit Sharing, yaitu prinsip distribusi hasil; usaha yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi biaya pengelolaan dana.
Apabila hasilnya memperoleh keungtungan, maka keuntungan
lv tersebut dibagikan sesuai dengan kesepakatan, sebaliknya apabila
hasilnya mengalami kerugian, maka kerugian tersebut dibebankan sesuai kesepakatan.
b Profit Sharing , yaitu prinsip distribusi hasil usaha yang dihitung
dari pendapatan setelah dikurangi biaya pengelolaan dana, apabila hasilnya memperoleh keuntungan, maka keuntungan tersebut
dibagikan sesuai dengan kesepakatan, sebaliknya apabila hasilnya mengalami kerugian, maka kerugian tersebut dibebankan hanya
kepada pelaksana usaha mudharib. c
Revenue Sharing, yaitu prinsip distribusi hasil usaha yang dihitung dari jumlah pendapatan pengelolaan dana, tanpa dikurangi biaya
pengelolaan dana. Dewan Syariah Nasional DSN dalam fatwanya nomor : 15DSN-MUIIX2000, tanggal 16 September 2000 hanya
mengenal 2 dua prinsip distribusi hasil usaha dalam Lembaga Keuangan Syariah, yaitu Profit Sharing dan Revenue Sharing.
Pada dasarnya Lembaga Keuangan Syariah boleh menggunakan kedua prinsip distribusi hasil usaha tersebut profit Sharing dan
Revenue Sharing, namun dilihat dari segi kemaslahatan, distribusi hasil usaha disarankan menggunakan prinsip Revenue Sharing.
g. Sistem Pengawasan di Beberapa Negara Islam