22
Berikut akan dibahas faktor-faktor penting yang berpengaruh terhadap dukungan atas aksi kekerasan, yang telah dipilih dan ditentukan oleh peneliti untuk dijadikan penjelasan
terhadap dukungan kekerasan.
B. Identifikasi Sosial
Dalam perspektif teori evolusi termasuk psikologi evolusi, manusia adalah hewan sosial. oleh karenanya sebagian besar waktu hidupnya dihabiskan di dalam kelompok. Masih
menurut psikologi evolusi, identitas sosial yang bersumber dari keanggotaan dalam suatu kelompok merupakan bagian pentingan yang membentuk siapakah dia atau jati dirinya.
Beberapa psikolog beraliran evolusi menganggap kelompok sebagai tingkatan penting di mana proses seleksi berlangsung dan karakteristik yang mengutamakan dan mengedepankan
kelompok lebih sering terjadi dalam kelompok Castano, Leidner, Slawuta, 2008. Kecenderungan membela kelompok sendiri walaupun kelompok salah atau melakukan
tindakan salah yang disalahkan banyak orang adalah hal yang lumrah. Kecenderungan ini menggambarkan gejala psikologis yang cenderungan berlaku tidak adil dan berat sebelah,
atau dalam bahasa psikologi sosial d isebut dengan konsep “ingroup favoritism and outgroup
derogation atau mengutamakan kelompok sendiri dan memusuhi kelompok lain Hogg, 2005; Hogg Abrams, 1998.
B.1. Pengertian Indentifikasi Sosial
Para ahli psikologi sosial sebagaimana disebutkan dalam sejumlah literatur, sejak lama mengakui pentingnya identitas sosial dalam membentuk sikap dan perilaku. Pada tahun-
tahun terakhir ini, perhatian para ahli untuk memahami motif identifikasi sosial semakin meningkat. Dengan kata lain, karena keterikatan dengan kelompok dianggap sebagai suatu
proses yang alamiah maka alasan kenapa individu mengindifikasi diri dengan kelompok
23
sosial tertentu yang seringkali sangat kuat kemudian menjadi fokus penelitian para peneliti termasuk bidang ilmu psikologi Castano, Leidner, Slawuta, 2008.
Konsep identifikasi sosial adalah khazanah intelektual yang diwariskan oleh para penggagas Teori Identitas Sosial yaitu Tajfel, dan pada titik tertentu oleh penggagas Teori
Dominasi Sosial. oleh karenanya, untuk dapat memahami konsep identifikasi sosial secara komprehensif maka penulis akan menguraikan sepintas tentang Teori Identitas Sosial, dan
pada bagian berikutnya penjelasan tentang orientasi dominasi sosial. Tajfel 1972: 31 dalam Hogg dan Abrams, 1998 mendefinisikan identitas sosial
sebagai berikut: “The individual’s knowledge that he belongs to certain social groups together with some emotional and value significance to him of the group memberships
.” Definisi dari Tajfel memberikan beberapa kata kunci penting bagi kita dalam upaya
memahami identitas sosial yaitu pengetahuan individu, memiliki kelompok sosial tertentu, makna emosional dan nilai penting sebagai anggota. Dengan kalimat lain, dapat kita katakan
bahwa keanggotaan individu dalam suatu kelompok memberikan kelekatan emosi dan nilai penting baginya dan hal itu sungguh-sungguh ia sadari sebagai suatu fakta yang terjadi dan
melekat pada dirinya. Sedangkan Turner 1982:15, dalam Hogg dan Abrams, 1998 mendefinisikan
kelompok sosial m elalui pernyataannya berikut ini: “Two or more individuals who share a
common social identification of themselves or which is nearly the same thing, perceive themselves to be members of the same social category.” Pengertian kelompok sosial dari
Turner ini dapat dikatakan lebih sederhana dibandingkan pengertian dari Tajfel karena Turner mengemukakan suatu definisi klasik yang jamak dianut oleh para ahli psikologi sosial atau
para sosiolog.
24
B.2 Mekanisme Psikologis Identifikasi Sosial
Ada 4 mekanisme psikologis yang mendasari Social Identity Theory SIT yaitu kategorisasi sosial, perbandingan sosial, identifikasi sosial dan distingsi kelompok yang
positif. Keempat mekanisme psikologis ini merupakan unsur penting dalam memahami teori ini karena tanpa memahami mekanisme psikologis ini maka sulit untuk diperoleh pemahaman
atau gambaran tentang bagaimana identitas sosial bekerja dan mempengaruhi perilaku seseorang, baik dalam konteks perilaku intrapersonal, interpersonal maupun intergroup.
Mekanisme psikologis yang pertama adalah kategorisasi sosial. Mekanisme psikologis kategorisasi sosial adalah proses kognitif di mana objek, peristiwa dan manusia
diklasifikasikan menjadi beberapa kategori. Dengan melakukannya maka kita cenderung mencari kesamaan pada kelompok sendiri dan mencari perbedaan pada kelompok lain.
Penekanan pada kesamaan karakteristik anggota kelompok dan pada perbedaan karakteristik anggota kelompok lain akan memberikan dampak yang khas terhadap perilaku seseorang
terutama dalam melihat orang lain sebagai anggota kelompok sendiri maupun sebagai anggota kelompok lain Taylor Moghaddam, 1994; Hogg Abrams, 1998.
Sesungguhnya mekanisme ini merupakan mekanisme psikologis yang bersifat otomatis dalam diri kita. Otomatisasi dari mekanisme akan terlihat ketika kita berada dalam
suatu situasi yang baru, misalnya ketika memasuki kelas kuliah perdana atau sesi pelatihan pertama. Satu hal yang kita lakukan pertama kali adalah melihat siapa saja yang menjadi
bagian dari kelas atau sesi pelatihan, lalu pikiran kita secara otomatis akan mencari orang- orang yang memiliki karakteristik yang sama dengan diri kita dan sekaligus menentukan
siapakah yang berbeda dengan kita. Hasil dari kategorisasi dan klasifikasi yang dilakukan pikiran kita kemudian mengarahkan kita untuk berperilaku tertentu dalam konteks hubungan
interpersonal dan selanjutnya hubungan antarkelompok.
25
Kedua, perbandingan sosial adalah kecenderungan membandingkan antara kelompok sendiri dengan kelompok lain. Kita cenderung menjauhkan diri dari kelompok yang tidak
memiliki keyakinan dan ide yang sama serta mengambil keyakinan yang lebih banyak dari diri kita dan kelompok kita. Kecenderungan ini sesungguhnya gambaran dari watak dasar
pikiran manusia yang lebih mendekat kepada hal-hal yang sama dan menjauh dari hal-hal yang berbeda atau bertentangan. Mekanisme ini merupakan mekanisme psikologis yang
bersifat otomatis pada manusia dalam rangka menghindarkan pikiran dari apa yang disebut dengan istilah disonansi kognitif, yaitu kebingungan karena keterjebakan dalam dua hal atau
dua elemen informasi yang saling bertentangan satu sama lain Hogg, Abrams, Otten, Hankle, 2004. Perbandingan sosial yang kita lakukan ini juga bertujuan untuk memastikan
posisi dan kualitas kita dalam konteks pergaulan sosial. Posisi dan kualitas kita akan terlihat manakala perbandingan sosial telah dilakukan karena posisi dan kualitas seseorang akan
semakin nyata dan terang-benderang bila dibandingkan dengan posisi dan kualitas orang lain. Ketiga, identifikasi sosial yaitu bagian konsep diri individu yang bersumber dari
pengetahuannya mengenai keanggotaannya dalam suatu kelompok sosial. Mekanisme psikologis ini bekerja secara tersembunyi di dalam pikiran dan perasaan manusia. Semakin
kuat identifikasi seseorang terhadap kelompoknya semakin kuat ia membangun jarak psikis dengan kelompok lain. Pada titik inilah seringkali muncul gejala psikososial yang biasa
disebut dengan sebutan “ingroup favoritism and outgroup derogation.” Hogg, 2001, yaitu kecenderungan untuk menganggap baik semua hal yang ada di dalam kelompok sendiri dan
kecenderungan untuk menganggap buruk semua hal yang melekat pada kelompok lain. Akibatnya terjadi semacam bias informasi yaitu kecenderungan memilih informasi atau hal-
hal yang mendukung nilai kebaikan dan nilai positif yang ada kelompok dan menolak informasi negatif atau hal-hal yang mencoreng kelompok sendiri. Pada saat yang sama, orang
26
yang memiliki identifikasi kelompok yang kuat cenderung menyepelekan atau mengabaikan kebaikan kelompok lain dan membesar-besar kehebatan kelompok sendiri.
Keempat, distingsi positif adalah kecenderungan untuk menunjukkan bahwa kelompok sendiri lebih baik dibandingkan kelompok lain. Mekanisme dilakukan melalui
etnosentrisme, ingroup favoritism, berpikir streotipe, dan konformitas terhadap norma kelompok Taylor Moghaddam, 1994; Hogg Abrams, 1998. Mekanisme psikologis
yang keempat ini sesungguhnya bagian penting yang tak terpisahkan dari mekanisme sebelumnya. Mekanisme etnosentrisme adalah kecenderungan untuk mengedepankan dan
mengutamakan etnis sendiri dibandingkan etnis lain. Mekanisme ini sejatinya terjadi pada level kelompok yang paling kecil sampai pada kelompok yang besar seperti etnis dan bangsa.
Biasanya kecenderungan etnosentris diikuti kecenderungan berpikir stereotip dan konformitas yang tinggi terhadap nilai dan norma kelompok. Hal itu disebabkan karena kelompok sendiri
menjadi pusat perhatian dan pusat identifikasi yang paling kuat sehingga mengalahkan entitas sosial lainnya.
Di atas semua itu, manusia cenderung menggunakan keanggotaan kelompok sebagai sumber untuk meraih self-esteem yang positif. Dengan kata lain, keanggotaan dalam
kelompok yang bergengsi dan eksklusif dapat meningkatkan harga diri dan martabat seseorang. Sebaliknya, keanggotaan dalam kelompok yang kurang beruntung dapat
menurunkan self-esteem seseorang. Menariknya, semakin susah meninggalkan kelompok semakin banyak kita melakukan
perbandingan dengan kelompok berstatus rendah dalam rangka menaikkan self-esteem. Oleh karenanya, jika tidak bisa meninggalkan kelompok kita cenderung meyakini bahwa
kelompok sendiri lebih baik dari semuanya dan kelompok lain lebih buruk dibandingkan kelompok Taylor Moghaddam, 1994. Teori ini diperkuat oleh suatu penelitian di
kalangan penggemar sepak bola yang dilakukan oleh Breakwell 1978, dalam Brown 2010.
27
Para penggemar sepak bola yang menonton pertandingan berbagai klub sepak bola yang beragam dibandingkan dengan penggemar sepak bola yang hanya menonton pertandingan tim
kesayangannya. Hasilnya, mereka yang hanya menonton pertandingan tim kesayangannya lebih banyak menunjukkan kegairahan dan kesetiaan serta lebih kuat menunjukkan ingroup
bias. Kemungkinan penyebabnya karena mereka memiliki kebutuhan yang lebih tinggi untuk menunjukkan diri sebagai fans Brown, 2010. Pesan di balik hasil penelitian Breakwell ini
adalah bahwa keterbukaan kognitif dan berkurangnya ingroup bias akan terjadi jika seseorang mendapatkan stimulus sosial yang beragam dan akan mencegahnya untuk bersikap fanatik
kepada satu gagasan atau ide yang berasal dari satu kelompok eksklusif dan tertutup. Dalam konteks ini, kategorisasi sosial dikonsepsi sebagai perangkat kognitif yang
berfungsi untuk melakukan segmentasi, klasifikasi, dan penataan lingkungan sosial sehingga individu mampu membuat berbagai bentuk aksi sosial, tetapi kategori sosial tidak semata-
mata melakukan sistematisasi dunia sosial; kategori sosial juga memberikan satu sistem orientasi bagi self-reference; kategori sosial juga menciptakan dan mendefinisikan tempat
seseorang di tengah masyarakat, kelompok-kelompok sosial, yang difahami dalam pengertian ini, memberikan anggota-anggotanya mekanisme identifikasi diri mereka dalam pengertian
sosial Tajfel Turner, 1986.
B.3. Pengukuran Identifikasi Sosial
Identifikasi sosial akan diukur dengan skala dua item yang versi awalnya disusun oleh Levin dkk. Skala ini digunakan oleh Levin untuk mengukur identifikasi sosial yang sampel
penelitiannya diambil dari kalangan orang Arab dan Libanon. Relibialitas alat ukur identifikasi sosial termasuk tinggi α=0,87 untuk identifikasi arab, dan α=0,88 untuk
identifikasi Libanon Levin, Henry, Prato, Sidanius, 2009
28
Secara metodologis dan ilmu statistik, angka ini menunjukkan tingkat realibilitas yang tinggi, baik dalam konteks identifikasi kearaban dan identifikasi kelibanonan. Keduanya
memperlihatkan angka di atas 8,5 yang berarti bahwa instrumen ini jika digunakan pada populasi atau sampel yang lain diduga akan mencapai angka yang tidak jauh terpaut. Hal
lainnya termasuk untuk sampel dan populasi Indonesia yang mayoritas menganut Islam.
B.4. Pengaruh Identifikasi Sosial Terhadap Dukungan atas Kekerasan
Pengaruh identifikasi sosial terhadap perilaku tertentu telah dikaji secara luas oleh para psikolog dan peneliti di bidang perilaku sosial. Sebagian besar penelitian menyimpulkan
bahwa identifikasi sosial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku tertentu, baik secara langsung maupun secara tidak langsung melalui variabel moderator lainnya Thye
Lawler, 2005. Penelitian juga memperlihatkan bahwa pengaruh identifikasi sosial akan menjadi signfikan terhadap variabel perilaku tertentu manakala dimediasi atau dimoderatori
oleh variabel lainnya yang relevan Levin, Henry, Prato, Sidanius, 2009. Jumlah penelitian dengan model seperti ini relatif cukup banyak, termasuk studi-studi yang terkait
dinamika psikologis antarkelompok Thye Lawler, 2005. Banyak penelitian yang mengkaji pengaruh identifikasi sosial terhadap konflik
antarkelompok, tetapi tidak banyak penelitian yang mengkaji faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi kekuatan identifikasi sosial. Sejumlah penelitian memperlihatkan bahwa
dukungan sosial tidak berpengaruh langsung terhadap dukungan atas aksi kekerasan, tetapi ia harus dimediasi oleh faktor lain seperti orientasi dominasi sosial dan persepsi keterancaman.
Oleh karenanya, jika pengaruh identifikasi sosial dilihat pengaruhnya secara langsung terhadap dukungan atas aksi kekerasan maka besar kemungkinan pengaruhnya tidak akan
signifikan Levin, Henry, Prato, Sidanius, 2009.
29
Pengaruh identifikasi sosial terhadap kolaborasi dan kinerja kelompok dalam seting kelompok berdasarakan penelitian dari Rink dkk memperlihatkan nilai yang sangat
signifikan. Penelitian yang dilakukan Rink dkk menyimpulkan bahwa identifikasi sosial akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku tertentu, dalam hal ini kolaborasi
dan kinerja kelompok sesungguhnya bergantung pada sifat identitas dan distingsi norma yang ada pada kelompok. Rink dkk menyatakan bahwa semakin beririsan keanggotaan kelompok
seseorang dengan keanggotaan orang lain maka semakin rendah tingkat identifikasi kelompok pada seseorang. Sebaliknya, semakin tunggal keanggotaan seseorang dalam suatu
kelompok tanpa ada irisan dengan kelompok lain atau orang lain maka semakin tinggi tingkat identifiksi kelompoknya Rink, 2005. Intinya, keanggotaan seseorang yang beragam dalam
berbagai kelompok dan organisasi akan membuat identifikasi sosialnya terbagi-bagi kepada banyak afiliasi. Hal ini merupakan sesuatu yang logis meningat seseorang harus berbagi
pikiran, perasaan dan komitmen dengan berbagai kelompok yang beragam. Penelitian lain menunjukkan bahwa identitas yang diverifikasi akan menimbulkan
emosi positif sedangkan identitas yang tidak diverifikasi akan memunculkan emosi negatif. Kesimpulan ini merupakan data empirik yang memperkuat teori tentang kontrol identitas
terhadap perilaku manusia termasuk dalam konteks hubungan antarkelompok Stets Burke, 2005. Dalam bahasa yang lain, semakin jelas identitas seseorang maka semakin positif
emosinya sebagai akibat dari kejelasan identitasnya, dan sebaliknya, semakin kabur identitas seseorang semakin tinggi kemungkinan menyebabkan emosi negatif. Emosi positif lahir dari
kejelasan identitas dan emosi negatif lahir dari ketidakjelasan identitas. Dalam konteks dukungan terhadap kekerasan, hasil penelitian ini memperkuat hasil
penelitian lain tentang dukungan terhadap kekerasan seperti penelitian Levin dkk 2003 dan penelitian Sidanius dkk 2004 yaitu bahwa identifikasi sosial yang kuat dan disertai dengan
30
orientasi dominasi sosial yang tinggi atau persepsi keterancaman yang tinggi berpengaruh signifikan terhadap dukungan atas aksi kekerasan dan terorisme.
Terkati dengan hal ini, Lovaglia dkk 2005 menyebutkan bahwa suatu teori tentang diri dan identitas-identitas yang terdapat di dalamnya bisa menjelaskan perbedaan kinerja
akademik dan kognitif karena kinerja yang sukses berkaitan dengan motivasi internal yang kuat. Teori kontrol identitas dan teori kontrol afeksi beranggapan bahwa individu berbuat
dalam rangkat memperkuat identitas, walaupun perbuatan-perbuatan itu memiliki konsekuensi yang negatif terhadap dirinya Lovaglia, Youngreen, Robinson, 2005. Apa
yang dikatakan Lovaglia dkk bisa dijadikan dasar untuk memahami bagaimana seseorang memberikan dukungan terhadap kekerasan. Intinya, dukungan terhadap kekerasan diberikan
karena keinginan memperkuat identitas atau bisa juga sebaliknya, karena identifikasi yang kuat terhadap kelompok maka dukungan atas kekerasan terhadap kelompok-kelompok yang
mengancam kelompok sendiri akan diberikan, walaupun ada konsekuensi, misalnya konsekuensi hukum yang harus ditanggung.
C. Orientasi Dominasi Sosial ODS