Hubungan Antara Orientasi Dominasi Sosial dengan Persepsi terhadap Ospek sebagai Ajang Kekerasan

(1)

HUBUNGAN ANTARA

SOCIAL DOMINANCE ORIENTATION

DENGAN PERSEPSI TERHADAP

OSPEK SEBAGAI AJANG KEKERASAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

PANGERAN JHON P. O. TAMBUNAN

081301087

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

ABSTRAK

Fakta-fakta yang ada menunjukkan bahwa kekerasan sering terjadi di dalam Ospek. Bersamaan dengan itu persepsi mengenai Ospek sebagai ajang kekerasan timbul di tengah-tengah mahasiswa senior, di mana mereka menganggap perlakuan-perlakuan yang tergolong kekerasan (abussive) sebagai hal yang lumrah/ wajar untuk diberikan di dalam Ospek. Persepsi terhadap Ospek sebagai ajang kekerasan dapat dipengaruhi oleh berbagai variabel. SDO dalam beberapa penelitian terindikasi berkorelasi positif dengan persepsi mengenai penetapan hukuman (general punitiveness), persepsi mengenai penggunaan senjata oleh petugas polisi, persepsi mengenai penerapan hukuman fisik, dan sejauh mana individu mempersepsikan suatu tindakan sebagai hukuman fisik biasa atau suatu kekerasan (abusement). Pada penelitian ini kami ingin melihat hubungan antara orientasi dominasi sosial (SDO) dengan persepsi terhadap Ospek sebagai ajang kekerasan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan 100 partisipan mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU). Mahasiswa-mahasiswa tersebut direkrut secara purposive-quota. Hasil analisis yang diperoleh mendukung hipotesa penelitian bahwa terdapat hubungan positif antara SDO dengan persepsi terhadap Ospek sebagai ajang kekerasan.


(3)

Relationship Between Social Dominance Orientation and Perception of Ospek as an Abusement Site

Pangeran Jhon and Omar Khalifa Burhan

ABSTRACT

Facts showing that abusement is still occured in Ospek. Along with it perception of Ospek as an abusement site was constituted arround senior students. Perception of abusement can be determined by things that varry. Previous research has examined the effect and correlation between Social Dominance Orientation (SDO) and some variables in interpersonal context. SDO has indicated significantly correlated with perception of general punitiveness, perception of lethal weapon by officer, perception of corporal punishment, and perception of abusement toward a child. This research was aimed to examine the relationship between SDO and perception of Ospek as an abusement. By quantitative approach involving 100 college students from University of North Sumatera (USU), the participants were recruited with purposive-quota method. The results obtained from the analysis supports our hypothesis that social dominance orientation has a positive correlation with perception of Ospek as an abusement by using Pearson Product Moment method


(4)

dalam penyelesaian skripsi ini. Penyusunan skripsi dengan judul “Hubungan Antara Social Dominance Orientation dengan Persepsi terhadap Ospek sebagai Ajang Kekerasan” ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi Fakultas Psikologi USU Medan.

Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak akan sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Irmawati, psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Bang Omar Khalifa Burhan, M.Sc, selaku Dosen Pembimbing Skripsi. Terima kasih atas bimbingan, arahan, kritik, saran, kesabaran, dan kesediaan waktu yang beliau berikan mulai dari seminar hingga penyelesaian skripsi ini.

3. Pak Ferry Novliadi, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberi masukan selama masa perkuliahan di Fakultas Psikologi USU.

4. Untuk tim penguji, pak Eka dan ibu Meutia. Terima kasih atas kesediaannya untuk menguji dan membimbing selama proses revisi.

5. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Terima kasih atas ilmu, pengetahuan, dan bantuan yang diberikan selama masa pekuliahan di Fakultas Psikologi USU.


(5)

6. Untuk orang tua, khususnya ibu saya Christina H. Ready Sitorus, terima kasih untuk segala kasih, didikan, pengorbanan, nasihat, semangat, serta pengharapan yang tak henti-hentinya dialamatkan dengan tulus kepada saya.

7. Untuk teman-teman saya yang selalu mengingatkan, mendukung, dan membantu saya dalam proses penyelesaian skripsi ini, khususnya teman-teman kompak dari angkatan 2007-2008, untuk junior-junior, dan juga untuk pacarku Olga, terima kasih banyak atas bantuan, dukungan, semangat, dan persahabatan yang telah saya terima selama ini.

8. Dan untuk orang-orang yang turut berjasa dalam proses pengerjaan skripsi ini yang tak mungkin saya sebutkan satu per-satu, kiranya Tuhan membalas jasa-jasa kalian semua.

Akhir kata kembali saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Meskipun penyusunan skripsi ini telah diupayakan semaksimal mungkin, saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga penelitian ini membawa manfaat bagi pembaca sekalian.

Medan, Desember 2013


(6)

ABSTRAK……… ………...i

ABSTRACT………ii

KATA PENGANTAR………..………. .. .iii

DAFTAR ISI………...v

DAFTAR TABEL……….vii

DAFTAR LAMPIRAN……… .. viii

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH………1

B. KEUTAMAAN PENELITIAN……….. .4

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELTIAN 1. Tujuan Penelitian……… ... ..6

2. Manfaat Penelitian………....7

D. SISTEMATIKA PENULISAN ... 8

BAB II TELAAH TEORITIS A. PERSEPSI TERHADAP OSPEK SEBAGAI AJANG KEKERASAN 1. Definisi Persepsi……… ... ..10

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi……….. ...11

3. Faktor-Faktor Perilaku Kekerasan……….. ...12

B. OSPEK 1. Pengertian Ospek……… ... ..14

2. Hakikat, Tujuan dan Pelaksana Ospek……….. ...15

3. Penyelenggaraan Ospek……….. ...17

C. ORIENTASI DOMINASI SOSIAL 1. Orientasi Dominasi Sosial dan Teori Social Dominance…… ..18

2. Aspek-Aspek SDO……….. ...20


(7)

E. HIPOTESIS ... 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN……… .. 24

B. POPULASI & SAMPEL……….. ... .24

C. DEFINISI OPERASIONAL 1. Pengukuran…… ... ..26

2. Prosedur Penelitian………...28

D. VALIDITAS DAN RELIABILITAS 1. Validitas Alat Ukur…… ... ..29

2. Reliabilitas Alat Ukur……….. ...29

E. TEKNIK ANALISIS... 30

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS DATA 1. Gambaran Umum Partisipan Penelitian……… .. ..31

2. Uji Asumsi………...31

3. Hasil Penelitian………...32

4. Deskripsi Data Penelitian………...33

B. PEMBAHASAN……….. ... .35

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.KESIMPULAN ... 40

B. SARAN……….. ... .40


(8)

Tabel 1 Kontinum Skala Persepsi ... 27


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1Aitem-Aitem Skala Penelitian... 48

Lampiran 2Hasil Uji Reliabilitas dan Daya Diskriminasi Aitem... 49

Lampiran 3Blue Print Skala/ Alat Ukur ... 50

Lampiran 4Hasil Uji Normalitas ... 51

Lampiran 5Hasil Uji Linearitas... 52

Lampiran 6Hasil Uji Hipotesis... 52

Lampiran 7Hasil Uji One Sample T-Test (Mean empirik & Mean Hipotetik).. 53

Lampiran 8Sebaran Data Penelitian ... 54


(10)

ABSTRAK

Fakta-fakta yang ada menunjukkan bahwa kekerasan sering terjadi di dalam Ospek. Bersamaan dengan itu persepsi mengenai Ospek sebagai ajang kekerasan timbul di tengah-tengah mahasiswa senior, di mana mereka menganggap perlakuan-perlakuan yang tergolong kekerasan (abussive) sebagai hal yang lumrah/ wajar untuk diberikan di dalam Ospek. Persepsi terhadap Ospek sebagai ajang kekerasan dapat dipengaruhi oleh berbagai variabel. SDO dalam beberapa penelitian terindikasi berkorelasi positif dengan persepsi mengenai penetapan hukuman (general punitiveness), persepsi mengenai penggunaan senjata oleh petugas polisi, persepsi mengenai penerapan hukuman fisik, dan sejauh mana individu mempersepsikan suatu tindakan sebagai hukuman fisik biasa atau suatu kekerasan (abusement). Pada penelitian ini kami ingin melihat hubungan antara orientasi dominasi sosial (SDO) dengan persepsi terhadap Ospek sebagai ajang kekerasan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan 100 partisipan mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU). Mahasiswa-mahasiswa tersebut direkrut secara purposive-quota. Hasil analisis yang diperoleh mendukung hipotesa penelitian bahwa terdapat hubungan positif antara SDO dengan persepsi terhadap Ospek sebagai ajang kekerasan.


(11)

Relationship Between Social Dominance Orientation and Perception of Ospek as an Abusement Site

Pangeran Jhon and Omar Khalifa Burhan

ABSTRACT

Facts showing that abusement is still occured in Ospek. Along with it perception of Ospek as an abusement site was constituted arround senior students. Perception of abusement can be determined by things that varry. Previous research has examined the effect and correlation between Social Dominance Orientation (SDO) and some variables in interpersonal context. SDO has indicated significantly correlated with perception of general punitiveness, perception of lethal weapon by officer, perception of corporal punishment, and perception of abusement toward a child. This research was aimed to examine the relationship between SDO and perception of Ospek as an abusement. By quantitative approach involving 100 college students from University of North Sumatera (USU), the participants were recruited with purposive-quota method. The results obtained from the analysis supports our hypothesis that social dominance orientation has a positive correlation with perception of Ospek as an abusement by using Pearson Product Moment method


(12)

A. Latar Belakang

Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (Ospek) telah menyeret nama sejumlah institusi pendidikan lewat kasus-kasus yang terjadi selama pelaksanaannya. Dari waktu ke waktu kekerasan kerap mewarnai pelaksanaan Ospek di Indonesia. Pada permulaan 2009 seorang mahasiswa jurusan Teknik Geodesi ITB diberitakan meninggal dunia setelah melaksanakan Ospek yang berlangsung selama 3 hari di fakultasnya. Korban mengalami kekerasan berupa pemaksaan dari panitia Ospek untuk melakukan aktifitas yang melelahkan melampaui apa yang dapat diterima oleh tubuh secara normal (Siswadi, 2009). Pada penghujung 2011 seorang mahasiswa jurusan MIPA Universitas Hasanuddin diberitakan meninggal dunia usai mengikuti kegiatan Ospek di kampus tersebut (Abdurrahman, 2011). Sebelumnya Universitas Hasanuddin yang berlokasi di Makassar ini juga sudah sering tercatat dengan sejumlah kasus kekerasan yang terjadi pada saat Ospek. Ospek di universitas tersebut pada saat itu dinilai sarat akan tindakan kekerasan, mulai dari kekerasan verbal hingga kekerasan fisik yang dialami oleh mahasiswa peserta Ospek (Gunawan, 2004).

Kekerasan Ospek juga terjadi di institusi pendidikan kedinasan. Model lembaga pendidikan ini justru sudah terkenal dengan kekerasan yang kerap kali mewarnai kegiatan Ospek yang diadakan. Kasus yang sama bahkan terjadi berulang-ulang di tempat yang sama. Pada Juli 2012 seorang calon taruna Balai


(13)

2

mengikuti Ospek di kampusnya yang berlokasi di Tangerang (Imam, 2012). Di tempat berbeda, Institut Pendidikan Dalam Negri (IPDN) telah tercatat memiliki kasus yang terbanyak dan paling fenomenal sepanjang sejarah pendidikan di Indonesia. Secara resmi pihak IPDN sendiri telah mengumumkan bahwa hanya ada 29 orang praja IPDN yang meninggal dalam kurun 1993-2007, dengan 3 orang praja yang dinyatakan meninggal akibat kekerasan yang diterima di kampus IPDN. Sementara menurut keterangan beberapa saksi yang berasal dari kubu internal IPDN sendiri, ada lebih dari 40 kasus kekerasan yang telah terjadi dengan belasan korban meninggal dengan sebagian besar kasus terjadi pada masa Ospek (Kompas.com). Tak ubahnya di tempat lain, di wilayah Sumatera Utara sendiri kekerasan juga kerap mewarnai kegiatan Ospek. Pada 15 Agustus 2009 seorang mahasiswa Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Medan diberitakan meninggal dunia akibat penganiayaan berat yang diterimanya pada saat Ospek (Ikhwan, 2009).

Belum lama ini dugaan kasus kekerasan di dalam Ospek kembali terjadi dan memakan korban jiwa. Pada Oktober 2013 seorang mahasiswa baru (maba) jurusan Planologi Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang meregang nyawa ketika sedang menjalani Ospek yang diadakan oleh kampusnya. Berdasarkan sumber-sumber yang dimintai keterangan, korban ternyata mengalami penyiksaan fisik dan psikis selama menjadi peserta Ospek yang dilakukan oleh pihak panitia serta pihak lain yang juga ikut berperan sebagai pelaksana dalam kegiatan Ospek pada saat itu. Selain korban dan maba pria lainnya, maba wanita juga mengalami


(14)

perlakuan yang dapat digolongkan ke dalam pelecehan seksual (seputarmalang.com).

Kasus-kasus tersebut di atas hanyalah sebagian kecil dari jumlah kasus kekerasan yang pernah terjadi dalam kegiatan Ospek. Masih banyak kasus yang tidak sampai ke publik karena tidak sampai memakan korban jiwa atau dari pihak korban sendiri yang tidak melaporkan kekerasan yang dialaminya. Kampus yang menjadi tempat kejadian juga cenderung menutup-nutupi untuk menjaga nama baik. Kekerasan di dalam Ospek terjadi dalam bentuk fisik hingga nonfisik. Di dalam Ospek, para senior biasanya memberikan bermacam-macam hukuman atau perlakuan kepada para peserta Ospek. Perlakuan yang diberikan sering kali tidak perlu dan tidak relevan, bahkan tergolong tidak wajar karena sudah termasuk ke dalam tindak penganiayaan atau kekerasan. Hal ini terindikasi dari banyaknya mahasiswa yang sudah menjadi korban dan banyaknya kisah yang berakhir traumatis dari mahasiswa yang sudah menjalani Ospek. Jika ditelusuri akan terdapat beragam alasan dan kausalitas dari kekerasan-kekerasan yang terjadi di dalam Ospek. Suatu teori mengenai hubungan interpersonal memberikan gagasan mengenai apa yang dapat melatarbelakangi atau menjadi motif bagi seseorang di dalam berperilaku terhadap individu lain. Teori social dominanceyang dipelopori oleh Jim Sidanius dan Felicia Pratto pada 1999 dirumuskan setelah melakukan sejumlah penelitian dan observasi yang terstruktur mengenai kecenderungan individu di dalam kelompoknya yang dianggap lebih superioruntuk mendominasi kelompok lain yang dipandang inferior, serta mendukung hirarki yang berbasis pada kekelompokan (group-based hierarchy). Teori ini sampai pada suatu


(15)

4

kesimpulan bahwa individu memiliki kecenderungan mendominasi individu lain dalam konteks sosial, di mana kecenderungan ini memiliki level atau tingkatan tertentu, yang selanjutnya disebut dengan orientasi dominasi sosial (Social Dominance Orientation/ SDO). Para peneliti juga menemukan bahwa level SDO yang lebih tinggi berhubungan dengan level yang semakin rendah dari kepedulian terhadap orang lain dan level empati yang lebih rendah (Pratto et al., 1994; Sidanius & Pratto, 1999).

Ospek melibatkan interaksi antara kelompok senior dan kelompok junior. Sebagai senior, tidak tertutup kemungkinan jika ketika menjadi pelaksana Ospek mereka ingin menunjukkan kalau kelompok mereka adalah kelompok yang superior, membuat junior pada posisi inferior, menginginkan hirarki berbasis kelompok tersebut dan mendominasi para junior atau peserta Ospek. Dan untuk merampungkan niatannya itu, kekerasan dapat menjadi alat yang efektif dan Ospek menjadi sarana yang sempurna untuk melakukannya. Sehingga bisa saja orientasi dominasi sosial (SDO) mempunyai korelasi dengan kekerasan yang kerap terjadi di dalam Ospek. Lewat penelitian ini peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara Social Dominance Orientation (SDO) dengan persepsi terhadap Ospek sebagai ajang kekerasan.

B. Keutamaan Penelitian

Kekerasan di dalam Ospek sudah jarang terjadi. Pemberian sanksi yang tegas serta peraturan yang ketat baik dari pihak rektorat pendidikan tinggi maupun dari pemerintah terbilang efektif meredam kekerasan dan penganiayaan yang dulu


(16)

identik dengan kegiatan Ospek. Akan tetapi, pada praktek yang terjadi di lapangan, kekerasan Ospek tidaklah sepenuhnya hilang. Masih banyak perlakuan-perlakuan yang diberikan di dalam Ospek yang wujudnya tidak secara eksplisit berbentuk kekerasan seperti kasus-kasus terdahulu, melainkan cenderung bersifat lebih halus namun tetap mengandung nilai eksploitasi yang mengarah kepada kekerasan dan penganiayaan. Misalnya, masih banyak kampus yang menerapkan gaya Ospek ala semi-militer, yang beragendakan pembinaan mental melalui cara-cara membentak, hukuman seperti push-up, sit-up, lari keliling lapangan, menjemur atau menyetrap junior, mempermalukan dan menyakiti mental dan sebagainya. Bentuk-bentuk kekerasan seperti ini mungkin tidak akan sampai menimbulkan jatuhnya korban jiwa seperti kasus-kasus sebelumnya, akan tetapi kekerasan dalam bentuk apapun tetap berdampak negatif bagi korban yang mengalaminya.

Selain itu masih banyak kampus yang tidak ter-cover sepenuhnya oleh pemerintah maupun media. Sulitnya akses ke beberapa kampus dapat menjadi halangan bagi pihak eksternal untuk turut mengawasi pelaksanaan Ospek di tempat tersebut. Sehingga kekerasan masih rawan terjadi pada pelaksanaan orientasi studi dan pengenalan kampus di beberapa tempat. Sebagaimana yang diungkapkan pada bagian latar belakang penelitian, ternyata kasus kekerasan Ospek yang bahkan hingga mengakibatkan jatuhnya korban jiwa masih juga terjadi, bahkan di kampus besar sekelas Institut Teknologi Nasional (ITM) Malang. Oleh karenanya peneliti berpendapat bahwa penelitian tentang Ospek ataupun kegiatan sejenisnya masih perlu dikembangkan dan terus dilakukan


(17)

6

Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara variabel psikologis SDO dengan persepsi terhadap Ospek sebagai ajang kekerasan. Persepsi terhadap Ospek sebagai ajang kekerasan dalam penelitian ini diartikan sebagai kecenderungan seseorang untuk mempersepsikan Ospek sebagai suatu rangkaian kegiatan yang memang diperuntukkan bagi ajang kekerasan. Dengan hipotesis bahwa terdapat hubungan yang positif di antara kedua variabel tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi derajat SDO seorang individu maka semakin tinggi pula persepsi individu terhadap Ospek sebagai ajang kekerasan. Jika hipotesis penelitian diterima berdasarkan pengolahan dari data-data yang berhasil dikumpulkan, maka untuk selanjutnya kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini dapat berfungsi sebagai langkah preventif untuk turut memperkecil probabilitas munculnya perilaku kekerasan di dalam Ospek. Langkah preventif yang dimaksud dapat dilakukan dengan melakukan tes pengukuran SDO terlebih dahulu terhadap setiap individu dalam setiap komponen yang akan menjadi pelaku atau pelaksana di dalam kegiatan Ospek dan menetapkan standar skor SDO maksimum sebagai kriteria untuk dapat terlibat dalam kegiatan Ospek.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

a. Mengetahui sejauh mana partisipan dalam penelitian ini memandang Ospek sebagai suatu kegiatan yang memang diperuntukkan bagi ajang kekerasan, yang diperoleh dengan cara melihat bagaimana persepsi


(18)

orang terhadap wajar/ tidaknya perlakuan-perlakuan yang mengandung unsur kekerasan diberikan di dalam Ospek

b. Mengetahui level dan rata-rata orientasi dominasi sosial (SDO) partisipan penelitian

c. Melihat hubungan antara level SDO dengan persepsi terhadap Ospek sebagai ajang kekerasan

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

 Mengembangkan kajian ilmu di bidang psikologi, khususnya psikologi sosial yang berhubungan dengan Ospek atau kegiatan orientasi lainnya yang sudah menjadi bagian dari dunia pendidikan di Indonesia

 Memperkaya literatur dan menambah daftar temuan penelitian yang berkaitan dengan social dominance orientation di wilayah Asia, khususnya Indonesia

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukan ataupun saran bagi para stake-holder (e.g., pemerintah, pihak kampus, dll.) dalam merancang program intervensi yang bertujuan untuk mengurangi probabilitas munculnya tindakan kekerasan di dalam Ospek. Misalnya dengan mempertimbangkan untuk mengukur skor SDO terlebih dahulu bagi setiap senior yang akan menjadi pelaksana Ospek, sebagai syarat untuk menjadi pelaksana Ospek


(19)

8

D. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I: Pendahuluan

Bab ini menceritakan beberapa kasus mengenai maraknya praktek kekerasan di dalam Ospek di berbagai wilayah dari luar kota hingga ke dalam kota Medan sendiri, menjelaskan mengapa kekerasan di dalam Ospek menjadi hal yang penting untuk diteliti, menjelaskan latar belakang mengenai mengapa peneliti tertarik untuk melihat hubungan di antara social dominance orientation dengan persepsi terhadap Ospek sebagai ajang kekerasan, serta memaparkan manfaat dan tujuan yang diperoleh dari hasil penelitian, dan uraian singkat mengenai sistematika penulisan penelitian.

BAB II: Landasan Teori

Bab ini berisi penjelasan mengenai indikator-indikator penelitian: teori persepsi, teori kekerasan, ulasan singkat mengenai Ospek, teori social dominance, social dominance orientation (SDO), dan bagaimana social dominance orientation dapat memiliki keterkaitan dengan persepsi terhadap Ospek sebagai ajang kekerasan, kemudian diakhiri dengan pemaparan hipotesa penelitian.

BAB III: Metode Penelitian

Bab ini berisi penjelasan mengenai identifikasi variabel-variabel penelitian, operasionalisasi variabel-variabel penelitian, hipotesis penelitian, populasi, sampel, dan teknik pengambilan sampel, metode


(20)

pengumpulan data, validitas dan reliabilitas, uji asumsi dan metode analisis data.

BAB IV: Analisis Data dan Pembahasan

Bab ini berisi uraian tentang gambaran partisipan penelitian, hasil penelitian yang meliputi hasil uji asumsi, hasil utama penelitian, dan deskripsi data penelitian, serta pembahasan.

BAB V: Kesimpulan dan Saran


(21)

BAB II

TELAAH TEORITIS

A. Persepsi Terhadap Ospek Sebagai Ajang Kekerasan 1. Definisi Persepsi

Secara etimologis, persepsi berasal dari kata perception (Inggris) yang berasal dari bahasa latin percipare yang artinya menerima atau mengambil (Sobur, 2003: 445). Menurut kamus lengkap psikologi, persepsi adalah: (1) Proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera, (2) Kesadaran dari proses-proses organis, (3) (Titchener) satu kelompok penginderaan dengan penambahan arti-arti yang berasal dari pengalaman di masa lalu, (4) variabel yang menghalangi atau ikut campur tangan, berasal dari kemampuan organisasi untuk melakukan pembedaan diantara perangsang-perangsang, (5) kesadaran intuitif mengenai kebenaran langsung atau keyakinan yang serta merta mengenai sesuatu (Chaplin, 2006:358).

Kotler (2000) menjelaskan persepsi sebagai proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti. Adapun Robbins (2003) juga menjelaskan persepsi dalam kaitannya dengan lingkungan, yaitu sebagai proses di mana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Menurut Moskowitz dan Ogel (dalam Walgito, 2003:54) persepsi merupakan proses yang terintegrasi dari individu terhadap stimulus yang diterimanya. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa persepsi itu merupakan proses


(22)

pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu.

Walgito (1993) mengemukakan bahwa persepsi seseorang merupakan proses aktif yang memegang peranan, bukan hanya stimulus yang mengenainya tetapi juga individu sebagai satu kesatuan dengan pengalaman-pengalamannya, motivasi serta sikapnya yang relevan dalam menanggapi stimulus. Individu dalam hubungannya dengan dunia luar selalu melakukan pengamatan untuk dapat mengartikan rangsangan yang diterima dan alat indera dipergunakan sebagai penghubungan antara individu dengan dunia luar. Agar proses pengamatan itu terjadi, maka diperlukan objek yang diamati alat indera yang cukup baik dan perhatian merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan pengamatan. Persepsi dalam arti umum adalah pandangan seseorang terhadap sesuatu yang akan membuat respon bagaimana dan dengan apa seseorang akan bertindak. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan proses kategorisasi yang terintegrasi dalam diri individu, sehingga ia dapat mengenali atau memberi arti dari suatu stimulus.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Persepsi seseorang tidaklah timbul begitu saja, melainkan dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berkenaan dengan keberadaan individu yang bersangkutan, sedangkan faktor eksternal adalah faktor pengaruh yang diakibatkan oleh keberadaan rangsangan tersebut. Menurut Walgito


(23)

12

(2002, hal. 46) faktor yang dapat mempengaruhi proses persepsi merupakan faktor eksternal, yaitu faktor stimulus dan faktor lingkungan dimana persepsi tersebut berlangsung. Sedangkan faktor internal adalah individu itu sendiri. Oskamp (dalam Sadli, 1976, hal.72) mengemukakan empat karakteristik penting dari faktor-faktor pribadi dan sosial yang dapat mempengaruhi persepsi individu yaitu: Faktor ciri-ciri khas dari objek stimulus yang terdiri dari nilai, arti, familiaritas, dan intensitas. Kedua, faktor-faktor pribadi, termasuk di dalamnya ciri khas individu seperti, taraf kecerdasannya, minatnya, emosionalitasnya. Ketiga, faktor pengaruh kelompok, respon orang lain dapat memberi arah ke suatu tingkah laku konform, dan keempat, faktor perbedaan latar belakang kuturil, terdiri tiga variabel yang mempengaruhi persepsi yaitu, fuctional salience, familiaritas, dan sistem komunikasi.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi dipengaruhi oleh faktor rangsangan yang datang dari objek maupun peristiwa, dan faktor individu yang bersangkutan dengan karakteristiknya. Demikian halnya persepsi yang terdapat di tengah-tengah mahasiswa yang lebih senior mengenai esensi dari pelaksanaan Ospek. Merujuk kepada fakta-fakta seringnya kasus kekerasan terjadi di dalam Ospek, ajang bagi pelecehan dan perilaku kekerasan (abusement) telah terintegrasi menjadi sebuah persepsi di antara sejumlah mahasiswa dalam memaknai Ospek itu sendiri.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kekerasan

Menurut WHO (dalam Bagong S., dkk, 2000), kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, dan ancaman atau tindakan terhadap


(24)

diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan mengakibatkan memar/ trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan, atau perampasan hak.

Thalib (2002) menjelaskan bahwa perilaku kekerasan dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang saling berinteraksi dalam diri individu. Faktor-faktor internal yaitu: cita-cita, harapan, kepercayaan, tempramen, dan kemampuan kognitif. Sedangkan Faktor eksternal dapat berupa: pengalaman perilaku kekerasan, praktik pengasuhan orang tua, faktor sosial budaya, tingkat pendidikan orang tua, serta lingkungan fisik seperti iklim, cuaca, dan kepadatan juga dapat mempengaruhi seseorang untuk memunculkan perilaku kekerasan.

Setiadi (2000, h. 62-63) mengemukakan beberapa faktor dari perilaku kekerasan:

1. Pembenaran secara moral, melalui restrukturisasi kognisi, seseorang dapat saja mencari pembenaran sehingga perilaku agresif yang tadinya dianggap buruk menjadi terhormat.

2. Pengalihan tanggung jawab, hal ini terjadi bila otoritas yang sah menyatakan kesediaannya untuk bertanggung jawab atas perilaku agresif tertentu. Perilaku tersebut tidak dilakukan secara langsung tetapi dengan membiarkan perilaku agresif tersebut berlangsung tanpa adanya sanksi.

3. Pengaburan tanggung jawab, seseorang cenderung bertindak agresif bila kekerasan tersebut dilakukan secara kolektif, karena dapat


(25)

14

mempersepsikan bahwa dirinya tidak bertanggung jawab secara pribadi terhadap korban.

4. Distorsi terhadap konsekuensi, setiap orang cenderung untuk mengingat efek positif dan melupakan efek negatif dari perbuatannya. 5. Dehumanisasi, seseorang akan lebih mudah berperilaku agresif

terhadap orang yang dianggap lebih rendah dari dirinya dibandingkan dengan orang yang sederajat dengan dirinya.

B. Ospek

1. Pengertian Ospek

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), definisi orientasi diartikan sebagai suatu aktivitas peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dsb) yang tepat dan benar. Berdasarkan definisi tersebut, orientasi studi dan pengenalan kampus (Ospek) dapat diartikan sebagai aktivitas orientasi terhadap objek berupa kegiatan serta lingkungan tempat berlangsungnya studi, dengan tujuan untuk dapat menentukan sikap yang tepat dan benar di kemudian hari. Orientasi studi juga mempunyai pengertian memberikan arah termasuk bimbingan terhadap suatu proses studi yang ada di perguruan tinggi yang di dalam Ospek ditujukan kepada mahasiswa baru (Utomo, 2006). Dalam prakteknya kegiatan orientasi ini biasanya berlangsung pada minggu pertama dari kalender akademik dari suatu perguruan tinggi atau lembaga pendidikan lain, karena itu secara umum kegiatan tersebut dinamai orientation week. Kegiatan orientasi atau orientation week memiliki nama yang berbeda-beda di


(26)

beberapa negara. Minggu pertama masa orientasi dikenal sebagai Frosh/ frosh week (USA), Fresher’s week (UK), Orientation week atau O-week (Australia dan New Zealand), Nollning (Swedia) (Koppi, 1998). Meskipun biasanya dikatakan sebagai minggu orientasi, lama waktu kegiatan dapat berlangsung kurang dari seminggu, tergantung kebutuhan dan tradisi universitas.

Isi orientasi sangat variatif, tetapi kegiatannya menjurus pada pengenalan studi hingga aktivitas sosial, olahraga dan alam terbuka, serta kesenian dan rekreasi. Sebagai contoh di Australia, masa orientasi diarahkan agar mahasiswa baru memahami tentang perkuliahan, kehidupan mahasiswa dan pengenalan kehidupan kampus (university life). Sedangkan orientasi mahasiswa baru di Inggris dan Amerika Serikat, mahasiswa diperkenalkan dengan fasilitas kampus yang akan digunakan, kegiatan ekstra di luar perkuliahan, hingga masalah untuk mempromosikan pesan-pesan yang berkepentingan dengan kehidupan remaja (Koppi, 1998).

2. Hakikat, Tujuan, dan Pelaksana Ospek

Menurut Pramudi Utomo (2006) hakikat, tujuan, dan pelaksanaan kegiatan ospek adalah sebagai berikut:

a. Hakikat Ospek

Ospek merupakan kegiatan institusional yang menjadi tanggung jawab universitas untuk mensosialisasikan kehidupan di perguruan tinggi dan proses pembelajaran yang pelaksanaannya melibatkan unsur pimpinan universitas, fakultas, mahasiswa, dan unsur-unsur lain yang dipandang perlu


(27)

16

Ospek merupakan sarana bagi mahasiswa baru untuk mengenal dan melakukan adaptasi dengan budaya perguruan tinggi

b. Tujuan Ospek

Mahasiswa dapat mengenal dan memahami lingkungan kampus sebagai suatu lingkungan akademis serta memahami mekanisme yang berlaku di dalamnya

Menambah wawasan mahasiswa baru untuk dapat menggunakan sarana akademik yang tersedia di perguruan tinggi secara maksimal

Mempersiapkan mahasiswa agar mampu belajar di perguruan tinggi serta mematuhi dan melaksanakan norma-norma yang berlaku khususnya yang berkaitan dengan Kode Etik dan Tata Tertib Mahasiswa

Menumbuhkan kesadaran mahasiswa baru akan tanggung jawab akademik dan sosial sebagaimana tertuang dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi. c. Organisasi Pelaksana

Berdasarkan Keputusan Dirjen Dikti 38/Dikti/Kep/2000 yang menyatakan Pengenalan Program Studi dan Program Pendidikan di Perguruan Tinggi diselenggarakan dalam rangka kegiatan akademik oleh pimpinan perguruan tinggi yang bersangkutan. SK Dirjen Dikti tersebut lebih lanjut menyatakan bahwa penanggung jawab penyelenggaraan Ospek adalah pihak rektorat yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan Pembantu Rektor III bidang kemahasiswaan. Selanjutnya pelaksanaan Ospek dilakukan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di bawah pengawasan Pembantu Rektor III


(28)

3. Penyelenggaraan Ospek

Penyelenggaraan OSPEK didasarkan pada SK Dirjen Dikti Nomor 38/DIKTI/Kep/2000 tentang pengaturan kegiatan penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi. Pada dasarnya Ospek bertujuan untuk memberikan pengenalan awal bagi mahasiswa baru terhadap berbagai aspek kehidupan perguruan tinggi seperti statuta universitas, peraturan akademik, sistem kurikulum, cara belajar di perguruan tinggi, etika mahasiswa, dan organisasi kemahasiswaan. Di samping itu kegiatan Ospek dapat menjadi tempat memperkenalkan pimpinan universitas, fakultas, dan jurusan/ program studi. Oleh karena itu, Ospek bagi mahasiswa baru merupakan kegiatan yang sangat penting sebagai gerbang masuk menuju kehidupan kampus yang sekaligus sebagai awal langkah pengenalan dan pengembangan budaya akademis.

Orientasi studi di Indonesia pada umumnya dikenal dengan nama Ospek, namun pada penerapannya ada yang memberi nama selain nama itu. Alasannya bisa bersifat situasional bergantung kepada organisasi mahasiswa yang disahkan birokrasi yang menyelenggarakannya. Nama yang digunakan bahkan berbeda-beda dalam satu kampus yang sama, dan berubah-ubah dari tahun ke tahun. Di ITB misalnya, pada tahun 2012 dan 2013 menggunakan istilah OSKM (Orientasi Studi Keluarga Mahasiswa), sedangkan sebelumnya pada tahun 2011 mereka masih menggunakan istilah POMB (Pekan Orientasi Mahasiswa Baru). Begitu juga dengan Universitas Sumatera Utara (USU), Fakultas Hukum masih menggunakan istilah Ospek pada tahun 2013, sedangkan Fakultas Psikologi menggunakan istilah POMB di tahun yang sama.


(29)

18

Begitu juga dengan kampus atau institusi lainnya menggunakan terminologi yang berbeda-beda untuk kegiatan yang pada prinsipnya sama-sama bersifat orientasi dan pengenalan budaya kampus. Akan tetapi, penelitian ini menggunakan istilah Ospek karena berdasarkan apa yang paling sering digunakan di tengah-tengah masyarakat luas serta berdasarkan kata pencarian (keyword) yang paling populer di kalangan pengguna mesin pencarian seperti internet, Ospek merupakan istilah yang paling sering muncul.

C. Orientasi Dominasi Sosial

1. Orientasi Dominasi Sosial dan Teori Social Dominance

Orientasi dominasi sosial (Social Dominance Orientation, disingkat SDO) berdasarkan Sidanius dan Pratto (1999) didefinisikan sebagai “derajat sejauh mana individu menginginkan dan mendukung hirarki yang berdasar pada kelompok (group-based hierarchy) dan dominasi kelompok yang lebih kuat atas kelompok yang lebih lemah.” Dengan kata lain, SDO merupakan faktor kepribadian yang merujuk kepada sejauh mana seseorang menginginkan agar kelompok di mana dirinya bernaung menjadi lebih superior daripada kelompok-kelompok lainnya (Pratto et al, 1994). Teori yang menjelaskan tentang SDO disebut sebagai Social Dominance Theory (SDT), merupakan teori yang didesain untuk menjelaskan asal muasal dan konsekuensi dari hirarki sosial dan berbagai bentuk penindasan yang terjadi dalam lingkungan sosial (Pratto, Sidanius, & Levin 2006). Teori tersebut berdalil bahwa lingkungan sosial meminimalkan konflik antar kelompok dengan menciptakan


(30)

permufakatan dari ideologi-ideologi yang mendukung superioritas satu kelompok atas kelompok lain (Sidanius, Pratto, Martin, & Stallworth, 1991). Ideologi-ideologi tersebut yang mempromosikan atau menjaga ketidak-setaraan pada tiap-tiap kelompok merupakan alat untuk mengesahkan berlangsungnya diskriminasi. Untuk dapat bekerja secara halus, ideologi ini harus dapat diterima secara luas oleh lingkungan sosial, terlihat seperti suatu kebenaran yang dianggap nyata, oleh karena itu Sidanius dan Pratto menyebut hal ini mitos pengesahan-hirarki (hierarchy-legitimizing myths). Ada dua jenis mitos pengesahan ini, pertama mitos pengesahan hal-hal yang meningkatkan hirarki, yang mempromosikan ketidak-setaraan yang lebih jelas antara satu kelompok dengan kelompok lain; kedua mitos pengesahan hal-hal yang memperkecil hirarki, yang mempromosikan kesetaraan di antara setiap kelompok (Pratto, Sidanius, Stallworth, & Malle, 1994).

Menurut teori social dominance, terdapat 3 struktur dari hirarki berbasis kekelompokan yang dibuat oleh lingkungan sosial, yaitu: (1) sistem usia (age system), di mana orang yang lebih tua mempunyai dominasi terhadap yang lebih muda ; (2) sistem jenis kelamin (gender system), di mana laki-laki mempunyai porsi dominasi yang lebih dibanding perempuan; dan yang ke (3) sistem kesewenangan (arbitrary set system), di mana kelompok yang mendominasi memiliki akses yang lebih terhadap sumber daya yang bernilai daripada kelompok yang didominasi (Pratto, Sidanius, & Levin, 2006).


(31)

20

2. Aspek-Aspek yang Mempengaruhi SDO

SDO diusulkan dipengaruhi oleh paling tidak 5 buah faktor yang sifatnya luas (Pratto, Sidanius, & Levin, 2006) :

a. Posisi kelompok

Berdasarkan teori social dominance, anggota dari kelompok yang dominan berdasarkan kewenangannya (arbitrary-set) diprediksi memiliki level SDO yang lebih tinggi dari anggota kelompok subordinat karena mereka ingin mempertahankan akses hak istimewa terhadap sumber ekonomi dan sosial yang dihasilkan oleh posisi mereka yang lebih dominan tersebut.

b. Konteks Sosial

Berdasarkan teori social dominance, ketika kesenjangan status antara kelompok dominan dan subordinat bervariasi, perbedaan SDO yang terdapat di dalam kelompok juga akan bervariasi, yakni kelompok berstatus lebih tinggi akan mempunyai keinginan yang lebih tinggi untuk mempertahankan hirarki sistem sosial dimana kelompok ingroup akan lebih diuntungkan, dan kelompok berstatus lebih rendah akan mempunyai keinginan lebih tinggi utuk menentang sistem tersebut.

c. Perbedaan tempramen dan kepribadian

Selain dipengaruhi oleh identitas sosial yang secara situasional bersifat kontingen, skor SDO juga dipengaruhi oleh tempramen dan kepribadian yang individu miliki. Sebagai contoh, SDO telah ditemukan mempunyai hubungan yang negatif dengan empati terhadap orang lain dan


(32)

faktor kepribadian dari Openness dan Agreeableness (2 dari dimensi kepribadian Big Five), dan berasosiasi positif dengan agresifitas, perilaku mendendam (vindictiveness), kedinginan (coldness), dan keras kepala (tough-mindedness).

d. Gender dan Sosialisasi

Sesuai dengan peran sosial mereka yang berbeda secara fundamental dalam hirarki sosial, rata-rata laki-laki dan perempuan juga memiliki attitudeyang berbeda terhadap sosial dan politik (Lihat Pratto, Stallworth, & Sidanius, 1997a). Secara umum, wanita mendukung kesetaraan sosial, tradisi inklusif, dan kebijakan yang melindungi dan peduli kepada yang tertindas, lebih memilih kebijakan yang bersifat progresif, rasa takut yang lebih rendah kepada orang asing (less xenophobic), dan lebih menentang perang jika dibandingkan dengan laki-laki. Sedangkan laki-laki lebih tegas mendukung ketidaksetaraan (Pratto, Sidanius, & Levin, 2006). Hal ini konsisten dengan hipotesis yang tak berubah-ubah dari teori social dominance, laki-laki selalu mempunyai level SDO yang lebih tinggi dari perempuan (Levin, 2004; Sidanius, et al., 2000; Sidanius & Pratto, 1999). Sementara itu pengalaman sosialisasi dapat mempengaruhi SDO. Duckitt (2001) mengajukan bahwa sosialisasi dari lingkungan yang kurang kasih sayang secara tidak langsung berpengaruh kepada skor yang tinggi dari SDO (Pratto, Sidanius, & Levin, 2006).


(33)

22

D. Orientasi Dominasi Sosial dan Kekerasan

Berbagai penelitian sebelumnya telah meneliti relasi antara SDO dengan berbagai perilaku kekerasan. Individu-individu yang memiliki SDO tinggi lebih menilai penggunaan senjata oleh polisi dalam melaksanakan tugasnya sebagai hal yang lumrah dibandingkan dengan orang-orang yang memiliki SDO rendah (Perkins & Bourgeois, 2006). Sesuai dengan hasil penelitian tersebut, SDO dapat dianggap sebagai suatu faktor kepribadian yang mempengaruhi persepsi mengenai penggunaan tindakan kekerasan kepada orang lain (Hess, Gray & Nunez, 2012). Penelitian lain menunjukkan bahwa orang-orang yang memiliki SDO tinggi menilai bahwa pengambilan tindakan hukum yang keras dan kejam sebagai suatu hal yang patut dilakukan kepada tertuduh (Capps, 2002; Sidanius, Mitchell, Haley, & Navarrette, 2006).

Selanjutnya, Hess, Gray, Nunez (2012) melakukan penelitian mengenai SDO dengan hubungannya terhadap persepsi mengenai hukuman fisik. Mereka melakukan pengujian terhadap SDO sebagai faktor kepribadian yang mempengaruhi persepsi mengenai penerapan hukuman fisik pada anak, sejauh apa suatu hukuman dianggap sebagai hukuman fisik (yang wajar) dan dianggap sudah melampaui batas kewajaran atau telah digolongkan sebagai penyalahgunaan (abusement). Studi tersebut menghasilkan temuan bahwa individu dengan level SDO tinggi memiliki kecenderungan untuk mempersepsikan hukuman yang tergolong penganiayaan (abusement) sebagai hukuman fisik biasa. Sebaliknya individu dengan SDO rendah mempunyai kecenderungan untuk mempersepsikan hukuman yang menggunakan cara-cara


(34)

kekerasan sebagai bukan merupakan hukuman fisik yang biasa, melainkan sebuah penganiayaan atau penyiksaan yang tidak dapat ditolerir.

Sebagaimana penelitian yang telah ada mengenai hubungan antara SDO dengan persepsi mengenai hal yang berhubungan dengan kekerasan, hasil dari penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan bahwa SDO memiliki korelasi yang positif terhadap persepsi seseorang mengenai perilaku ataupun tindakan yang mengandung unsur kekerasan. Teori social dominance berargumen bahwa hirarki berbasis kelompok dipengaruhi oleh umur (age system), jenis kelamin (gender system), dan kewenangan (arbitrary-set system). Jika mengacu kepada keberadaan Ospek, dimana para pelaksana kegiatan adalah kelompok mahasiswa yang lebih senior dan dilakukan kepada mahasiswa yang stambuknya lebih muda (junior), peneliti beranggapan bahwa kondisi ini dapat memiliki koneksi dengan social dominance orientation jika dihubungkan dengan teori social dominance.

E. Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Ada hubungan antara level Orientasi Dominasi Sosial (SDO) dengan persepsi terhadap ospek sebagai ajang kekerasan.”


(35)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif korelasional. Penelitian korelasional adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih tanpa ada upaya untuk memanipulasi variabel-variabel tersebut (Fraenkel dan Wallen, 2008: 328).

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009). Variabel dalam penelitian ini adalah:

1) Variabel Bebas : Social Dominance Orientation(SDO) 2) Variabel Tergantung : Persepsi Terhadap Ospek Sebagai Ajang

Kekerasan

B. POPULASI, SAMPEL, DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL

Populasi adalah suatu kelompok atau kumpulan subjek atau objek penggeneralisasian hasil penelitian (Widiyanto, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa institusi perguruan tinggi negeri. Pemilihan kelompok populasi didasarkan pada pertimbangan bahwa Ospek merupakan istilah yang digunakan untuk tingkat perguruan tinggi, khususnya perguruan


(36)

tinggi negeri, dan bukan pendidikan menengah ke bawah seperti sekolah. Mengingat keterbatasan peneliti untuk menjangkau seluruh populasi, maka sering kali peneliti mengumpulkan data dari sebagian jumlah dari populasi, yang dikenal dengan istilah sampel (Field, 2009; Kerlinger, 1986).

Sampel adalah sebagian dari populasi yang dipilih sebagai representasi populasi (Sugiyono, 2011). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel combinet, yaitu dengan cara menggabungkan lebih dari satu teknik sampling (Sugiyono, 2003). Dalam penelitian ini peneliti mengombinasi teknik sampling purpossive dan quota, yang mana berdasarkan Sugiyono (2003:74-48) keduanya merupakan metode sampling non random sample. Teknik purpossive dilakukan dengan memilih fakultas-fakultas yang berdasarkan informasi yang telah terlebih dahulu diperoleh peneliti merupakan fakultas dengan gaya Ospek yang lebih keras (absussive) dan berpotensi bagi munculnya perilaku kekerasan dibanding fakultas lainnya. Teknik quota dilakukan dengan membagi target jumlah total sampel ke beberapa bagian sesuai dengan jumlah fakultas yang akan dijadikan sampel. Sampel di dalam penelitian ini adalah mahasiswa dan mahasiswi Universitas Sumatera Utara (USU).


(37)

26

C. DEFINISI OPERASIONAL

Definisi operasional adalah definisi yang melekatkan arti pada suatu variabel dengan cara menetapkan kegiatan atau tindakan yang perlu dilakukan untuk mengukur variabel tersebut (Kerlinger, 1986). Berikut ini dijelaskan mengenai definisi operasional pada penelitian ini:

1. Pengukuran

Di dalam penelitian ini variabel-variabel penelitian kami ukur melalui penyebaran angket (kuesioner) yang berisi pengukuran persepsi terhadap ospek sebagai ajang kekerasan dan tingkat social dominance orientationdari partisipan (sampel) penelitian. Pengukuran yang kami lakukan termasuk ke dalam jenis self report, yaitu dengan mengandalkan laporan dari partisipan (sample) mengenai simptom, perilaku, kepercayaan, sikap atau variabel lainnya (Hadi, 2004). Berikut adalah informasi tentang pengukuran variabel-variabel penelitian.

a. Persepsi terhadap Ospek sebagai Ajang Kekerasan

Persepsi terhadap ospek sebagai ajang kekerasan di dalam penelitian ini kami definisikan sebagai sejauh mana seseorang mempersepsikan Ospek sebagai suatu rangkaian kegiatan yang memang diperuntukkan bagi ajang kekerasan. Persepsi terhadap Ospek sebagai ajang kekerasan diukur menggunakan skala persepsi yang dibuat oleh peneliti.

Pengukuran persepsi terhadap Ospek sebagai ajang kekerasan terdiri atas sembilan buah item yang masing-masing merupakan suatu bentuk perlakuan kekerasan yang sering diberikan kepada peserta Ospek pada


(38)

1 3 5 Netral

waktu pelaksanaan Ospek. Setiap aitem dibuat dengan pilihan respon 5 titik (1= “Tidak wajar” – 5= “Wajar”). Skala kami ciptakan dengan mereratakan aitem. Semakin tinggi skor rata-rata individu pada pengukuran persepsi terhadap Ospek sebagai ajang kekerasan menunjukkan semakin tinggi seseorang mempersepsikan Ospek sebagai rangkaian kegiatan yang memang diperuntukkan bagi ajang kekerasan. Skala disusun dengan menggunakan teknik Semantic Differential yang dikembangkan oleh Osgood, Suci, dan Tannebaum (1975) (Azwar, 2010). Skala ini selain mengukur arah nilai sikap terhadap suatu objek sosial, dapat pula diketahui intensitas sikap responden terhadap sebuah objek sosial yang hendak diukur. Dengan skala ini nantinya partisipan memberikan respon yang langsung menggambarkan bobot penilaian mereka terhadap stimulus atau aitem yang bergerak dalam satu kontinum.

Kontinum skala bergerak dari titik 1 hingga titik 5, di mana semakin ke arah 1 maka nilai sikap semakin negatif dan semakin ke arah 5 maka nilai sikap semakin positif, sedangkan di titik 3 nilai sikap dapat dianggap bersifat netral (Azwar, 2010). Berikut gambaran kontinum skala semantic differentialyang digunakan :

Tabel 1.Kontinum Skala Persepsi

Untuk lebih jelasnya, aitem-aitem pengukuran persepsi terhadap ospek sebagai ajang kekerasan dapat dilihat pada Lampiran.1

Unfavourable (-)

Favourable (+)


(39)

28

b. Social Dominance Orientation

Social dominance orientation (SDO) adalah derajat sejauh mana individu mendukung dan menginginkan hirarki berbasis kelompok ( group-based hierarchy) dan menjadi kelompok yang dominan (superior) atas kelompok-kelompok lainnya. SDO merupakan alat ukur yang dikembangkan sebagai kelanjutan dari teori social dominance yang digagaskan oleh Felicia Pratto dan Jim Sidanius (1999). Pada penelitian ini SDO diukur menggunakan skala SDO-6 (Pratto et al., 1994) yang terdiri dari 15 buah pertanyaan dalam bentuk skala empat titik (1 = “Sangat negatif” – 4 = “Sangat positif). Skala kami ciptakan dengan cara mereratakan aitem. Semakin tinggi skor rata-rata individupada skala SDO menunjukkan semakin tinggi dukungannya terhadap hirarki berbasis kelompok dan dominasi kelompoknya atas kelompok lain yang dianggap lebih rendah. Untuk lebih jelasnya, skala SDO dapat dilihat pada

Lampiran.1.

2. Prosedur Penelitian

Kami merekrut para partisipan secara convenient di berbagai lokasi sekitar kampus USU. Para partisipan kami minta untuk mengisi angket (kuesioner) yang telah kami persiapkan. Mereka mengisi angket sampai selesai, kemudian mengumpulkannya kembali kepada kami. Para partisipan berpartisipasi secara sukarela, namun sebagai ungkapan terima kasih, kami memberikan mereka sebuah ballpoin gratis


(40)

D. VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR 1. Validitas Alat Ukur

Validitas alat ukur merupakan sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam menjalankan fungsi ukur. Artinya alat ukur memang mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur (Hadi, 2000). Suatu instrumen dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2009). Untuk skala SDO kami tidak melakukan uji validitas, karena alat ukur ini telah berkali-kali digunakan di dalam berbagai seting penelitian (e.g., Perkins & Bourgeois, 2006; Hess, Gray & Nunez, 2012; Capps, 2002; Sidanius, Mitchell, Haley, & Navarrette, 2006), dengan demikian alat ukur ini sudah diakui validitasnya secara internasional. Namun, mengingat skala SDO yang kami gunakan merupakan versi translasi, kami tetap menggunakan professional judgement untuk memastikan bahwa translasi yang kami lakukan sudah tepat. Profesional judgement juga kami terapkan untuk pengukuran persepsi terhadap ospek sebagai ajang kekerasan. Profesional judgement ini merupakan salah satu dari pendekatan untuk menelaah validitas isi (content validity), yaitu sejauh mana aitem-aitem dalam alat ukur mencerminkan ciri atribut yang akan diukur (Azwar, 2009).

2. Reliabilitas Alat Ukur

Konsep reliabilitas mengacu pada apakah suatu instrumen dapat diinterpretasi secara konsisten (Field, 2009). Dalam penelitian ini kami


(41)

30

menggunakanmenelaah reliabilitas dengan mengukur internal consistencyalat ukur dengan menghitung koefisien Cronbach’s alpha. Koefisien reliabilitas (α) merentang dari 0 sampai dengan 1.00. Semakin mendekati 1.00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya koefisien yang semakin mendekati 0 berarti semakin rendah reliabilitasnya (Azwar, 2009). Pengujian reliabilitas pada alat ukur social dominance orientation menunjukkan alat ukur yang reliabel (15 aitem;α = .79). Pengujian reliabilitas alat ukur persepsi terhadap ospek sebagai ajang kekerasan juga menunjukkan alat ukur yang reliabel (9 aitem; α = .82)

E. TEKNIK ANALISIS

Sebelum melakukan analisis data, kami terlebih dahulu menguji asumsi-asumsi untuk melakukan analisis statistik parametrik (Field, 2009). Analisis data yang akan kami lakukan adalah dengan teknik korelasi pearson. Teknik ini mensyaratkan pengujian normalitas data pengukuran setiap variabel yang akan dikorelasikan. Dalam penelitian ini normalitas kami identifikasidengan melihat nilai skewness dan kurtosis. Suatu distribusi disebut sebagai normal jika nilai skewness dan kurtosis bernilai di antara -1 sampai +1 (Field, 2009). Analisis korelasi antara SDO dengan persepsi terhadap ospek sebagai ajang kekerasan kami lakukan setelah memeriksa normalitas.


(42)

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini peneliti akan menguraikan gambaran umum partisipan penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan. Pembahasan diawali dengan analisis data yang terdiri dari deskripsi partisipan penelitian, hasil uji asumsi linearitas, hasil utama penelitian, dan dilanjutkan dengan pembahasan.

A. ANALISIS DATA

1. Gambaran Umum Partisipan Penelitian

Partisipan dalam penelitian ini merupakan mahasiswa dan mahasiswi yang kuliah di perguruan tinggi negeri Universitas Sumatera Utara (USU). Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 100 orang, yang terdiri dari 20 mahasiswa Fakultas Teknik Sipil, 20 mahasiswa Fakultas Ekonomi, 20 mahasiswa Fakultas MIPA, 20 mahasiswa Fakultas Pertanian, dan 20 mahasiswa Fakultas Hukum.

2. Uji Asumsi

Pengujian normalitas dari data penelitian dilakukan dengan melihat skewness dan kurtosis distribusi nilai pada setiap variable penelitian. Hasil analisis menunjukkan bahwa data terdistribusi normal, yaitu dengan nilai skewness 0.553 dan kurtosis 0.621 (Mean=30.21; SD=6.027) pada variabel SDO dan nilai skewness 0.201 dan kurtosis -0.459 (Mean=23.05; SD=8.018) pada variabel Persepsi Terhadap Ospek Sebagai Ajang Kekerasan. Untuk lebih jelasnya hasil pengujian normalitas serta linearitas dapat dilihat pada


(43)

32

3. Hasil Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara Social Dominance Orientation(SDO) dengan persepsi terhadap Ospek sebagai ajang kekerasan. Pengujian terhadap hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara skor SDO dengan persepsi terhadap Ospek sebagai ajang kekerasan dilakukan lewat metode Pearson Product Moment dengan menggunakan program komputer SPSS for windows version 20.00.

Berdasarkan hasil olahan didapat nilai koefisien korelasi (r) yang positif sebesar 0,52 pada signifikansi p = 0,001. Nilai yang positif bermakna hubungan yang positif antara social dominance orientation dengan persepsi terhadap ospek sebagai ajang kekerasan. Ini berarti kenaikan skor SDO akan diikuti dengan kenaikan skor persepsi terhadap ospek sebagai ajang kekerasan. Secara implikatif dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi SDO seseorang, maka semakin tinggi kecenderungan orang tersebut untuk mempersepsikan Ospek sebagai suatu rangkaian kegiatan yang memang diperuntukkan bagi ajang kekerasan.

Dalam ilmu psikologi, konvensi Cohen (1988) digunakan untuk menginterpretasikan effect size suatu hasil pengolahan data. Suatu koefisien korelasi dengan nilai 0,10 menunjukkan asosiasi yang lemah, koefisien korelasi bernilai 0,30 menunjukkan asosiasi sedang, dan koefisien korelasi ≥0,50 berarti hubungan atau asosiasi yang kuat. Berdasarkan Cohen maka koefisien korelasi


(44)

(r) penelitian ini memiliki effect size yang besar. Hal ini berarti terdapat asosiasi yang kuat antara kedua variabel

4. Deskripsi Data Penelitian

Tujuan lain penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai social dominance orientation (SDO) dan persepsi terhadap Ospek sebagai ajang kekerasan dari partisipan penelitian. Untuk melihat gambaran mengenai skor SDO peneliti menggunakan alat penelitian berupa skala SDO-6 yang diberikan kepada partisipan. Setelah dilakukan uji reliabilitas terhadap ke 15 item skala SDO-6, peneliti menggunakan seluruh item yang termuat di dalam skala karena uji daya beda item yang secara umum tergolong baik. Di dalam penyajian setiap item diberikan 4 rentang pilihan jawaban dengan penskalaan Likert, sehingga dihasilkan skor hipotetik minimum sebesar 15 dan skor maksimum 60. Sementara berdasarkan hasil penelitian diperoleh partisipan dengan skor minimum 18 dan skor maksimum 47.

Sedangkan pada pengukuran persepsi terhadap Ospek sebagai ajang kekerasan terdapat 9 item yang digunakan dari 11 item awal yang diseleksi berdasarkan uji daya beda item. Setiap item diformulasi ke dalam 5 rentang pilihan jawaban dengan metode penskalaan semantik differensial, sehingga dihasilkan skor hipotetik minimum sebesar 9 dan skor maksimum 45. Sementara berdasarkan hasil penelitian diperoleh partisipan dengan skor minimum 9 dan skor maksimum 45

Hasil perbandingan rata-rata empirik dan rata-rata hipotetik disajikan pada Tabel 2 berikut:


(45)

34

Perbandingan mean empirik dan hipotetik SDO

Variabel Empirik Hipotetik

Social dominance orientation M in M ax M ean SD M in M ax M ean SD 1 8 4 7 3 0.21 6.0 2737 1 5 6 0 3 7.5 13.4 2262 Perbandingan mean empirik dan hipotetik Persepsi

Variabel Empirik Hipotetik

Persepsi thd Ospek sebagai ajang kekerasan M in M ax M ean SD M in M ax M ean SD 9 4 5 2 3.1 7.9 6393 9 4 5 2 7 10.8 2436 Tabel 2. Mean empirik dan mean hipotetik

Berdasarkan tabel di atas diperoleh bahwa rata-rata empirik dari setiap variable penelitian lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata hipotetiknya. Menggunakan analisis one sampel t-tes diperoleh hasil bahwa partisipan penelitian memiliki SDO yang lebih rendah dibandingkan rata-rata pada umumnya (?? ? ? ?? ?? < ??? ? ?? ??? ? = −1 2 .0 9 5 ? = .0 0 1). Hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata partisipan memiliki derajat kecenderungan mendominasi yang cukup rendah. Begitu juga untuk variabel persepsi diperoleh hasil bahwa partisipan penelitian memiliki persepsi terhadap Ospek sebagai ajang kekerasan yang lebih rendah dibandingkan rata-rata pada umumnya (?? ? ? ?? ?? < ?


(46)

B. PEMBAHASAN

Di dalam penelitian ini kami menguji hubungan antara orientasi dominasi sosial dengan persepsi mahasiswa tentang ospek sebagai ajang kekerasan yang lumrah dan wajar. Hasil penelitian ini menunjukkan korelasi yang positif antara derajat orientasi dominasi sosial yang dimiliki individu dengan persepsi ospek sebagai ajang kekerasan yang wajar dan lumrah. Ini berarti bahwa semakin tinggi derajat orientasi dominasi sosial, maka semakin individu memiliki kecenderungan untuk memaklumi dan menyetujui perlakuan kekerasan di dalam ospek. Selanjutnya, pembahasan akan kami fokuskan tentang mengapa asosiasi ini dapat terjadi, kelemahan penelitian, masukan untuk penelitian lanjutan, dan bagaimana pengetahuan tentang hasil penelitian ini dapat diaplikasikan di dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan teori social dominance individu dengan skor SDO yang tinggi akan mendukung hirarki berbasis kelompok (Pratto & Sidanius, 1999). Lebih spesifik lagi, dukungan itu diwujudkan ke dalam bentuk keyakinan yang sengaja ditanamkan dari generasi ke generasi bahwa hirarki berbasis kelompok sudah menjadi cara hidup (the way of life) di dalam suatu lingkungan sosial, yang disebut hierarchy-enhancing belief (Sidanius, Pratto, & Rabinowitz, 1994). Mengacu kepada teori tersebut, istilah senioritas dapat dilihat sebagai apa yang dimaksud oleh teori social dominance sebagai hierarchy-enhancing belief. Senioritas di kampus merupakan istilah yang biasanya dipergunakan untuk menggambarkan hubungan antara senior-junior. Senioritas umumnya dikaitkan dengan status yang selanjutnya menjadi jarak atau kesenjangan yang


(47)

36

membedakan di antara junior dengan senior dan dengan yang lebih senior atau stambuknya lebih tua lagi. Pada implikasinya senioritas ini terlihat dari bagaimana kerasnya para senior di dalam memperlakukan junior mereka, yang paling menonjol terlihat lewat cara mereka memberikan Ospek kepada juniornya di kampus. Itulah sebabnya pada umumnya kampus dengan senioritas yang kuat/ tinggi biasanya akan terkenal dengan Ospek yang lebih menyiksa atau lebih berat. Lewat metode Ospek yang keras, para senior berusaha menanamkan nilai-nilai senioritas yang tinggi dan berkesempatan untuk mempertahankannya dari tahun ke tahun. Bersamaan dengan itu, persepsi senior pun akan terbentuk mengenai Ospek sebagai suatu ajang kekerasan. Dengan skor yang tinggi pada pengukuran persepsi terhadap Ospek sebagai ajang kekerasan, seorang individu akan berkecenderungan untuk menganggap perlakuan-perlakuan ala Ospek sebagai suatu hal yang wajar.

Berdasarkan 3 struktur trimorfik dari teori social dominance (sistem usia, gender, dan kesewenangan), senior di kampus setidak-tidaknya dimotori oleh dua dari ketiga sistem yang ada. Yang pertama sistem usia (age system): sejalan dengan konsep senioritas yang dibahas sebelumnya, sistem yang berlaku pada proses pelaksanaan di kampus akan memberikan kekuatan sepenuhnya kepada senior atas juniornya. Yang kedua sistem kesewenangan (arbitrary set system): peraturan tak tertulis yang terkenal berlaku di dalam Ospek adalah (1) senior selalu benar, (2) senior tidak pernah salah, dan (3) jika senior salah kembali kepada poin 1 dan 2. Peraturan ini memang sifatnya tidak mengikat seperti pada peraturan tertulis yang dapat dikeluarkan oleh pihak


(48)

rektorat ataupun pemerintah. Akan tetapi di dalam dunia Ospek, apa yang terjadi memang berjalan sesuai dengan peraturan ini. Oleh karena itu setiap junior wajib mengikuti arahan dan perintah dari seniornya. Bahkan untuk hal-hal yang tidak lagi wajar hingga membahayakan diri mereka sekalipun mereka akan tetap melakukannya karena yang memerintahkannya adalah senior mereka yang tidak pernah salah.

Orientasi dominasi sosial (SDO) dalam hubungannya dengan kekerasan telah dilihat oleh beberapa penelitian terdahulu. Dalam satu penelitian yang dilakukan oleh Perkins & Bourgeois, individu-individu yang memiliki SDO tinggi ternyata berkecenderungan lebih untuk menilai penggunaan senjata oleh polisi dalam melaksanakan tugasnya sebagai hal yang lumrah dibandingkan dengan orang-orang yang memiliki SDO rendah (Perkins & Bourgeois, 2006). Berdasarkan hasil dari penelitian tersebut, SDO dapat dianggap sebagai suatu faktor kepribadian yang mempengaruhi persepsi mengenai penggunaan tindakan kekerasan kepada orang lain. Penelitian lain menunjukkan bahwa orang-orang yang memiliki SDO tinggi menilai bahwa pengambilan tindakan hukum yang keras dan kejam sebagai suatu hal yang patut dilakukan kepada tertuduh (Capps, 2002; Sidanius, Mitchell, Haley, & Navarrette, 2006). Sementara itu penelitian yang dilakukan oleh Hess, Gray, dan Nunez menguji hubungan antara orientasi dominasi sosial dengan persepsi individu mengenai penerapan hukuman fisik. Studi tersebut menghasilkan temuan bahwa individu dengan level SDO tinggi memiliki kecenderungan untuk mempersepsikan hukuman yang sesungguhnya sudah tergolong ke dalam penganiayaan


(49)

38

(abusement) sebagai hukuman fisik yang dianggap biasa (Hess, Gray, & Nunez, 2012).

Hasil yang didapat dari penelitian ini saling memperkuat dengan penelitian-penelitian sebelumnya seperti yang tersebut di atas. Untuk kesekian kalinya dalam setting penelitian orientasi dominasi sosial (SDO) terlihat mempunyai hubungan dengan kekerasan. Oleh karenanya, sebagai kelanjutan dari penelitian ini kami berharap agar SDO dapat dipandang sebagai suatu faktor kepribadian ataupun konstruk psikologis yang memiliki suatu keterkaitan dengan kekerasan yang terdapat di tengah-tengah lingkungan sosial. Selanjutnya sebagai implikasi dari penelitian ini, para stake holder seperti pemerintah, pihak kampus dan dekanan dapat menerapkannya ke dalam proses perekrutan keanggotaan panitia Ospek maupun komponen-komponen lain yang beresiko untuk menyalahgunakan posisinya sebagai jalan melakukan tindak kekerasan kepada maba peserta Ospek. Salah satu cara sebagai implikasi dari penelitian ini adalah dengan mengukur derajat orientasi dominasi sosial (SDO) terhadap calon panitia sebagai acuan untuk menyeleksi senior yang akan mengospek itu untuk diterima dalam kepanitiaan. Individu yang memiliki level SDO tinggi sebaiknya tidak diijinkan untuk melakukan Ospek atau ditolak menjadi panitia. Hal ini dapat menjadi suatu langkah pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengurangi probabilitas munculnya lagi perilaku kekerasan terhadap mahasiswa baru (maba) di dalam Ospek.

Penelitian ini menggunakan metode korelasional noneksperimen, di mana dalam penelitian ini kami tidak melakukan manipulasi terhadap variabel


(50)

bebas dan tidak memperhitungkan variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi variabel tergantung seperti yang dilakukan dalam metode eksperimen, sehingga kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian tidak menggambarkan hubungan sebab-akibat di antara variabel orientasi dominasi sosial dan variabel persepsi terhadap ospek sebagai ajang kekerasan. Teknik sampling convenience yang kami gunakan dalam penelitian ini serta jumlah sampel yang sangat terbatas membuat sampel dalam penelitian ini menjadi kurang representatif terhadap keseluruhan populasi yang ada. Oleh karena itu, untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang ingin meneliti variabel yang sama ataupun yang berkaitan dengan variabel yang diteliti dalam penelitian ini sebaiknya dilakukan dalam setting eksperimen untuk dapat menarik kesimpulan berupa hubungan sebab-akibat di antara variabel-variabel yang ada. Sebagai masukan untuk penelitian mendatang, peneliti juga berharap untuk penelitian berikutnya agar menggunakan metode sampling yang lebih scientific guna menghasilkan sampel penelitian yang lebih representatif. Sehingga hasil yang diperoleh dari penelitian-penelitian mendatang menjadi lebih kredibel dan memiliki daya generalisasi yang tinggi.


(51)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa individu dengan orientasi dominasi sosial (SDO) yang tinggi memiliki kecenderungan yang lebih untuk mempersepsikan Ospek sebagai ajang kekerasan. Sebaliknya, individu yang memiliki skor semakin rendah pada SDO memiliki kecenderungan yang semakin rendah pula untuk mempersepsikan Ospek sebagai ajang kekerasan. Selain itu rata-rata level dari orientasi mendominasi sosial dari keseluruhan sampel penelitian dapat dikatakan tergolong rendah jika dibandingkan dengan rata-rata level SDO pada umumnya berdasarkan perbandingan antara mean -empirik dan mean-hipotetik yang telah dijelaskan di bab sebelumnya.

B. SARAN

Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk saran secara praktis, berdasarkan hasil peneliltian disimpulkan bahwa terdapat korelasi yang positif antara orientasi dominasi sosial (SDO) dengan persepsi terhadap Ospek sebagai ajang kekerasan. Sebagai implikasi dari hasil penelitian ini, peneliti menawarkan kepada para stake holder sebuah alternatif baru dalam rangka mengurangi probabilitas munculnya perilaku kekerasan yang dilakukan oleh senior maupun komponen-komponen lain


(52)

(e.g. senior non-panitia, pihak pengamanan kampus, etc.) yang biasanya memiliki peluang lebih tinggi untuk menjadi pelaku kekerasan di dalam kegiatan Ospek. Para stake holder(e.g., pemerintah, pihak kampus maupun panitia) dapat menyeleksi orang-orang yang akan terlibat di kepanitiaan serta senior-senior lain yang terlibat dalam kegiatan Ospek berdasarkan derajat orientasi dominasi sosial mereka, yaitu dengan menolak atau mengeluarkan orang-orang dengan skor SDO yang tinggi dan lebih memprioritaskan individu dengan skor SDO yang rendah untuk dapat masuk ke dalam struktur kepanitiaan. Sesuai dengan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini, kami berharap hal ini dapat menjadi salah satu langkah prefentif dalam menanggulangi munculnya perilaku kekerasan yang kerap menimbulkan korban dari kalangan mahasiswa baru.

2. Berdasarkan kelemahan penelitian, yaitu bahwa penelitian ini menggunakan metode noneksperimental dengan teknik sampling nonprobability. Sebagai masukan untuk penelitian selanjutnya kami menyarankan untuk melakukannya dalam setting eksperimen serta menggunakan teknik sampling probabilitas, di mana setiap orang dalam populasi memiliki peluang yang sama untuk dijadikan sampel penelitian. Selain itu kami juga mengharapkan ke depannya akan dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar atau lebih representatif terhadap populasi yang ada. Hal ini dilakukan guna meningkatkan kredibilitas dan daya generalisasi penelitian.


(53)

42

3. Orientasi dominasi sosial (SDO) bukanlah satu-satunya faktor yang memiliki pengaruh ataupun keterkaitan dengan perilaku kekerasan. Masih banyak konstruk psikologis lain seperti tipologi kepribadian tertentu, budaya dan kebiasaan yang berkembang, frustasi, anxiety, bahkan faktor fisik juga dapat memiliki keterkaitan dengan kecenderungan seseorang untuk memunculkan perilaku kekerasan, seperti tekanan darah, faktor keturunan/ sifat bawaan, adiksi alkohol dan obat-obatan, dan lain-lain. Untuk tujuan secara umum mengurangi terjadinya tindakan kekerasan di manapun di setiap lapisan masyarakat, perlu dikembangkan penelitian-penelitian juga mengenai faktor-faktor tersebut. Sehingga memperkaya pemahaman mengenai dinamika kekerasan itu sendiri terhadap hubungannya dengan faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Nur, Muhammad. (2011, Oktober 10). Mahasiswa Baru MIPA UNHAS Meninggal Usai Ikut Ospek. Dipetik Oktober 15, 2012 dari DetikNews:

http://news.detik.com/read/2011/10/10/162400/1740766/10/mahasiswa-baru-mipa-unhas-meninggal-usai-ikut-ospek

Anonim. (2004). Pengenalan Kegiatan Akademik dan Kemahasiswaan, Surabaya: Universitas Airlangga

Azwar, S. (2010). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S. (2009). Reliabiltas dan Validitas (Cetakan IX). Jakarta:Pustaka Pelajar.

Bagong, S., dkk. (2000). Tindak Kekerasan Mengintai Anak-anak Jatim. Surabaya: Lutfansah Mediatama.

Capps, J. S. (2002). Explaining punitiveness: Right-wing authoritarianism and social dominance. North American Journal of Psychology, 4, 263-278.

Chaplin,J. P. (2008). Kamus Psikologi Lengkap. Jakarta: PT Raja Grafindo

Cohen, Jacob. (1988). Statistical Power Analysis for The Behavior Sciences (2nd.ed.). Roudledge

Field, A. (2009). Discovering Statistic Using SPSS.(3th Ed.). London: Sage Publication Ltd.


(55)

44

Fraenkel J.R. and Wallen, N.E. (2008). How to Design and Evaluate Research in Education. New York: McGraw-Hill.

Gunawan, Mashar. (2004, Agustus 28). Ospek Usai Mahasiswa Baru UNHAS Trauma & Depresi. Dipetik Oktober 17, 2012 dari DetikNews: http://news.detik.com/read/2004/08/28/201939/199307/10/ospek-usai-mahasiswa-baru-unhas-trauma-depresi

Hadi, S. (2004). Metodologi Research : Jilid 2. Yogyakarta:Andi Yogyakarta.

Hanifah, Abu. (2013, November 27). Menguak Misteri Kematian Maba ITN Pada Kemah Bakti Desa Mahasiswa 2013. Dipetik November 28, 2013 dari seputarmalang.com:

http://seputarmalang.com/menguak-misteri-kematian-maba-itn-pada-kemah-bakti-desa-mahasiswa-2013.htm

Hess, C. A., Gray, J. M.., Nunez, N. L. (2012). The effect of social dominance orientation on perceptions of corporal punishment. Journal of Interpersonal Violence, 27(13), 2728-2739.

Imam. (2012, Juli 13). Mahasiswa Tewas Saat Ikuti Ospek. Dipetik Desember 10,

2012 dari PosKotaNews.com:

http://www.poskotanews.com/2012/07/13/mahasiswa-tewas-saat-ikuti-ospek/

Ikhwan, Khairul. (2009, Agustus 28). Mahasiswa ATKP Medan Tewas, Diduga Dianiaya Senior. Dipetik Juli 2013 dari detik.com: http://m.detik.com/news/read/2009/08/28/221048/1191907/10/mahasiswa-atkp-medan-tewas-diduga-dianiaya-senior


(56)

Kerlinger, F. N. (1986). Asas-asas penelitian behavioral (L. R. Simatupang, Trans.). Yogyakarta: Gajah Mada University Press. (Original work published 1964)

Koppi, A. J., etc. (1998). Academic Culture, Flexibility and The National Teaching and Learning Database, University of Sydney Australia.

Kotler, Philip. (2000). Marketing Manajemen: Analysis, Planning, implementation, and Control 9th Edition, Prentice Hall International, Int, New Yersey.

Perkins, J. E., & Bourgeois, M. J. (2006). perceptions of police use of deadly force. Journal of Applied Social Psychology, 36(1), 166-177.

Pratto, F., Sidanius, J., Stallworth, L. M., Malle, B. F. (1994). Social dominance orientation: A personality variable predicting social and political attitudes. Journal of Personality and Social Psychology, 67, 741-763.

Pratto, F., Sidanius, J., Levin, S. (2006). Social dominance theory and the dynamics of intergroup relations: Taking stock and looking forward. European Review of Social Psychology, 17, 271-320.

Robbins, S.P. (2003). Perilaku Organisasi. Jilid I. Jakarta: PT INDEKS Kelompok Garmedia.

Sadli, Saparinah.(1976). Persepsi Sosial Mengenai Perilaku Menyimpang. Jakarta: Bulan Bintang.


(57)

46

Setiadi, Bernadette N. (2000). Terjadinya Tindak Kekerasan Dalam Masyarakat: Suatu Analisis Teoritik. Jurnal Psikologi Fenomena. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945. Vol V. No.05 Februari 2000.

Sidanius, J., Pratto, F. (1999). Social dominance: An intergroup theory of social hierarchy and opression. orientation: A personality variable predicting social and political attitudes. United Kingdom: Cambridge.

Siswadi, Anwar. (2009, Februari 10). Kronologi Kematian Mahasiswa Geodesi ITB. Dipetik Oktober 15, 2012 dari Tempo.Co:

http://www.tempo.co/read/news/2009/02/10/058159362/Kronologi-Kematian-Mahasiswa-Geodesi-ITB

Sobur, Alex. (2003). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.

Sugiyono, Prof. Dr. (2003). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Pusat Bahasa Depdiknas.

Sugiyono, Prof. Dr. (2009). Statistik untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Thalib, S. B., (2002). Dinamika Sosial Psikologis Perilaku Kekerasan Siswa. Jurnal Ilmiah Psikologi “Arkhe”. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Tarumanegara. Th.7/No.2/2002.

Tim penyusun. (2005). Pedoman Umum Penyelenggaraan OSPEK. Yogyakarta: UNY.


(58)

Walgito, Bimo. (2003). Psikologi Sosial. Yogyakarta: C.V Andi Offset.

Walgito, Bimo. (2002). Psikologi Sosial Suatu Pengantar: Edisi Ketiga. Yogyakarta: Andi.

Widiyanto, Joko. (2012). SPSS For Windows. Surakarta: Badan Penerbit-FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta.


(59)

48

Lampiran 1. Aitem-aitem Skala Penelitian

Aitem Skala Social Dominance Orientation(SDO)

1. Sebagian orang memang memiliki derajat dan kedudukan yang lebih tinggi dari pada orang lainnya.

2. Sebagian orang lebih berharga dari pada orang lainnya.

3. Negara ini akan lebih baik jika kita tidak terlalu peduli dengan kesetaraan derajat bagi setiap orang

4. Sebagian orang memang lebih pantas mendapatkan sesuatu dari pada orang-orang lainnya.

5. Bukanlah suatu masalah jika sebagian orang memiliki kesempatan yang lebih besar dalam hidup dibandingkan dengan orang lainnya.

6. Sebagian orang memang memiliki kedudukan lebih rendah daripada orang lainnya.

7. Dalam hidup ini, ‘menginjak’ orang lain merupakan hal yang kadang-kadang perlu dilakukan.

8. Meningkatkan kesetaraan ekonomi. 9. Meningkatkan kesetaraan sosial 10. Kesetaraan

11. Jika semua orang diberlakukan secara adil (setara) masalah yang kita hadapi di Negara ini akan lebih sedikit

12. Di dunia yang ideal, semua Negara pastinya setara

13. Kita seharusnya berusaha untuk memperlakukan orang lain seadil (setara) mungkin.

14. Semua manusia harus diperlakukan dengan setara

15. Adalah penting untuk memperlakukanan semua Negara dengan adil (setara)

Aitem Skala Persepsi Terhadap Ospek Sebagai Ajang Kekerasan

1. Hukuman fisik berupa push up, lari keliling lapangan, scot jump, sit up, jalan jongkok, dan sejenisnya.

2. Diberi julukan atau nama panggilan yang tidak senonoh. 3. Dijadikan olok-olokan.

4. Disuruh mencium ketiak peserta lain.

5. Disuruh bertingkah seperti lawan jenis, misalnya laki-laki diminta bertingkah seperti perempuan

6. Diberi pekerjaan rumah hingga waktu tidur perhari hanya 3-4 jam saja. 7. Disuruh makan pete, jengkol.

8. Diwajibkan mengenakan atribut yang membuat terlihat seperti orang gila 9. Dijemur/ distrap di lapangan


(60)

Lampiran 2. Hasil Uji Reliabilitas dan Daya Diskriminasi Aitem Persepsi Terhadap Ospek sebagai Ajang Kekerasan

Running I

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.840 11

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

VAR00001 43.8387 81.940 .537 .825

VAR00002 43.3871 74.912 .670 .812

VAR00003 42.0000 83.600 .555 .824

VAR00004 41.1290 95.716 .077 .853

VAR00005 41.6774 82.826 .458 .832

VAR00006 43.5484 76.989 .631 .816

VAR00007 43.7419 90.131 .241 .848

VAR00008 45.2581 85.798 .617 .823

VAR00009 44.0323 77.632 .638 .816

VAR00010 44.0968 78.090 .631 .816

VAR00011 42.7742 80.514 .614 .819

Running II

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

N of Items

.865 9

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item


(61)

50

VAR00001 33.6129 72.112 .545 .855

VAR00002 33.1613 64.606 .715 .838

VAR00003 31.7742 72.514 .623 .849

VAR00005 31.4516 75.323 .370 .872

VAR00006 33.3226 68.959 .578 .853

VAR00008 35.0323 77.166 .546 .857

VAR00009 33.8065 67.228 .682 .842

VAR00010 33.8710 66.983 .705 .840

VAR00011 32.5484 70.189 .650 .846

Lampiran 3. Blue Print Skala/ Angket

1 Sebagian orang memang memiliki derajat dan kedudukan yang lebih tinggi dari pada orang lainnya.

Sangat Negatif Negatif Positif Sangat Positif 2 Jika semua orang diberlakukan secara adil (setara) masalah yang kita hadapi

di Negara ini akan lebih sedikit

Sangat Negatif Negatif Positif Sangat Positif Angket Orientasi Dominasi Sosial (SDO)

Pada skala berikut terdapat sejumlah perlakuan yang diberikan kepada peserta Ospek. Nilailah perlakuan tersebut dengan memberikan poin yang paling sesuai menurut anda, di mana poin berada mulai dari (1) wajar hingga (5) tidak wajar.

(a)Hukuman fisik berupa push up, lari keliling lapangan, scot jump, sit up, jalan jongkok, dan sejenisnya

1 Tidak Wajar

2 3 4 5

Wajar (b)Diberi julukan atau nama panggilan yang tidak senonoh

1 Tidak Wajar

2 3 4 5

Wajar Angket Persesi Terhadap Ospek Sebagai Ajang Kekerasan


(1)

23

1 1 1 3 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 3 1 3

24

3 2 3 3 4 3 2 2 2 2 1 3 2 2 2 3 4 1 1 2 3 4 4 3

25

4 2 3 2 4 2 3 1 1 2 1 2 1 1 2 4 4 3 1 1 1 4 4 4

26

1 1 1 3 2 2 2 1 1 1 1 2 2 1 2 3 1 1 1 1 1 1 1 2

27

3 2 2 3 3 2 2 1 1 1 2 2 1 2 2 1 1 2 1 2 3 4 2 2

28

2 1 4 2 1 2 1 1 1 1 2 2 2 2 2 5 2 1 2 3 3 4 3 2

29

1 1 2 2 4 3 2 1 1 1 1 3 1 1 3 5 2 1 1 4 4 4 5 4

30

3 1 1 2 2 3 1 1 1 1 2 2 2 1 1 5 1 1 1 1 1 2 1 1

31

1 2 3 3 3 3 3 1 1 1 2 3 2 2 1 3 1 1 2 3 2 2 5 2

32

1 1 3 2 2 2 1 2 1 2 2 2 1 1 2 3 2 2 1 2 3 4 2 2

33

3 1 2 3 3 1 1 1 2 2 2 4 2 2 2 3 1 2 1 2 2 2 2 1

34

2 2 1 3 1 1 2 2 1 1 1 2 1 1 1 2 1 1 2 2 1 1 1 1

35

2 2 2 3 3 2 2 2 1 1 2 3 2 2 2 2 4 1 1 3 2 2 4 3


(2)

37

2 2 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 4 1 1 1 4 1 4 4 1

38

3 3 1 3 3 3 2 2 2 2 4 4 2 2 2 4 1 1 2 1 1 5 2 1

39

2 3 2 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 1 3 1 1 1 3 1 5 2 2

40

2 3 1 3 4 2 1 1 1 1 1 2 1 1 1 3 1 1 1 1 1 2 5 2

41

1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 5 1 1 1 5 5 5 1 5

42

2 1 2 3 2 2 1 2 2 2 1 3 2 2 2 3 1 1 2 1 2 2 4 3

43

2 1 1 2 3 2 3 2 2 2 1 2 1 2 2 3 3 3 2 2 3 3 3 2

44

3 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 3 1 1 2 2 2 3 2 3 4 3 4 3

45

3 1 2 2 3 1 3 1 1 2 4 3 2 2 3 5 2 2 1 1 3 3 4 4

46

2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2

47

1 2 1 3 3 3 3 1 1 1 1 4 2 2 2 5 1 1 2 5 3 5 5 2

48

1 1 2 2 3 3 2 2 2 2 3 3 1 3 2 5 1 1 1 3 4 4 5 3

49

3 2 1 1 2 3 2 1 1 2 1 2 1 1 2 3 4 3 1 3 3 4 4 2


(3)

51

3 3 1 3 3 3 2 1 1 1 3 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2

52

1 1 2 3 1 1 1 3 3 4 4 4 4 3 4 2 2 1 1 5 4 1 2 1

53

3 1 4 3 3 3 1 1 1 1 1 3 2 2 2 3 3 1 1 4 2 4 5 2

54

1 1 2 3 3 2 1 2 1 1 1 2 1 1 1 5 1 3 1 2 2 3 4 3

55

1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 5 1 1 1 1 1 1 1 5

56

4 3 2 3 2 4 1 2 1 2 1 2 2 2 3 3 1 2 1 2 4 4 1 2

57

3 2 2 3 3 3 1 2 2 2 1 2 1 1 2 2 1 1 1 1 1 2 2 1

58

4 4 2 3 3 4 4 3 3 4 2 3 2 2 3 5 2 5 4 1 4 5 4 5

59

3 3 3 2 4 3 4 2 2 3 2 3 2 3 3 4 5 4 5 3 2 5 5 5

60

3 4 2 4 4 3 3 3 3 4 3 3 2 3 2 5 3 5 3 5 4 4 5 4

61

2 1 2 3 4 1 1 1 1 2 2 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1

62

3 3 2 3 3 3 1 2 1 1 1 2 1 1 1 3 1 1 1 1 1 3 2 3

63

3 3 1 2 4 3 1 1 1 1 2 2 2 1 2 5 1 1 1 4 5 4 5 3


(4)

65

3 3 2 3 2 2 1 2 2 1 2 2 1 1 2 3 2 1 2 2 1 5 5 2

66

1 1 1 2 3 1 2 2 1 1 2 2 2 1 1 5 4 3 2 2 1 2 1 2

67

2 2 2 3 3 3 1 2 2 1 1 2 1 2 2 1 1 1 1 5 1 5 5 5

68

3 1 3 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 4 1 3 3 5 2 5 5 2

69

2 4 1 3 4 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1 1

70

3 1 2 4 3 2 1 1 1 2 1 2 1 1 2 4 1 1 1 3 1 5 5 4

71

3 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 1 2 2 1 1 5 5 5

72

3 2 2 2 3 3 1 2 2 2 2 3 2 2 3 5 2 1 1 2 2 1 3 4

73

1 1 1 2 3 2 1 1 1 1 2 2 2 1 2 1 1 1 1 2 1 2 2 2

74

1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 2 2 2 2 2 3 2 2

75

2 2 2 3 1 2 2 2 2 2 3 3 2 1 1 5 2 1 1 3 4 5 5 3

76

3 2 2 2 2 3 1 2 2 1 2 2 1 1 2 3 1 1 1 1 2 2 1 1

77

4 3 2 2 4 2 2 1 1 1 1 2 1 1 1 5 3 1 1 5 3 5 5 5


(5)

79

1 2 1 3 3 1 3 1 1 2 1 3 1 1 2 5 5 5 1 1 3 5 4 5

80

3 2 2 3 3 3 2 1 1 2 1 2 1 1 1 5 2 1 1 5 1 5 5 5

81

3 2 3 3 3 2 1 1 2 1 2 2 2 1 2 2 1 1 1 1 2 1 1 1

82

3 2 1 2 3 3 2 2 2 2 2 3 1 1 2 2 1 1 1 1 1 2 1 1

83

3 1 1 2 2 3 2 1 1 1 1 2 1 1 1 3 1 1 1 1 1 3 1 2

84

4 4 4 4 2 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 4 1 1 1 1 1 5 4 5

85

2 4 1 3 2 3 2 1 1 2 1 2 1 2 2 3 1 1 1 2 1 2 5 2

86

2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 5 1 5

87

2 3 1 3 4 3 2 1 1 1 1 2 1 1 1 4 1 1 1 1 1 2 1 1

88

2 2 1 3 3 2 1 2 2 3 2 3 2 2 3 1 1 1 5 5 5 1 1 5

89

1 1 1 3 3 3 1 1 1 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 2 1 1

90

2 3 1 3 3 4 1 1 1 1 1 2 1 2 1 5 1 1 1 1 1 1 1 1

91

2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 4 2 2 2 5 2 4 4 3


(6)

93

2 3 3 4 4 2 1 2 1 2 2 3 1 2 2 4 2 1 3 3 1 5 4 3

94

4 3 4 3 4 1 4 1 1 1 1 1 4 3 2 5 1 1 1 1 1 1 2 2

95

2 2 2 2 3 2 3 2 2 2 2 2 1 1 1 5 1 1 1 5 1 5 5 5

96

2 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 5 1 5 1 1

97

2 2 2 3 3 2 4 2 2 2 2 2 2 2 2 5 2 2 2 3 2 5 5 4

98

2 3 3 3 3 2 2 2 1 1 1 2 2 2 3 5 4 2 3 2 1 4 5 4

99

1 3 4 4 4 3 1 1 1 2 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1


Dokumen yang terkait

Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh Identitas Sosial, Orientasi Dominasi Sosial, Persepsi Keterancaman Terhadap Dukungan Atas Kekerasan

0 4 88

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN KECEMASAN Hubungan Antara Persepsi Terhadap Dukungan Sosial Keluarga Dengan Kecemasan Menghadapi Masa Menopause.

0 3 16

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI MASA Hubungan Antara Persepsi Terhadap Dukungan Sosial Keluarga Dengan Kecemasan Menghadapi Masa Menopause.

0 2 13

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP INTERAKSI SOSIAL DALAM FACEBOOK DENGAN KECEMBURUAN PADA PASANGAN Hubungan Antara Persepsi Terhadap Interaksi Sosial Dalam Facebook Dengan Kecemburuan Pada Pasangan.

0 3 17

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP INTERAKSI SOSIAL DALAM FACEBOOK DENGAN KECEMBURUAN PADA PASANGAN Hubungan Antara Persepsi Terhadap Interaksi Sosial Dalam Facebook Dengan Kecemburuan Pada Pasangan.

0 3 14

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP JAMINAN SOSIAL DENGAN PRESTASI KERJA KARYAWAN Hubungan Antara Persepsi Terhadap Jaminan Sosial dengan Prestasi Kerja Karyawan.

0 4 14

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP DUKUNGAN SOSIAL DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI Hubungan Antara Persepsi Terhadap Dukungan Sosial Dengan Motivasi Berpretasi Pada Karyawan.

0 1 16

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PELUANG PENGEMBANGAN KARIR DAN PERSEPSI TERHADAP Hubungan Antara Persepsi Terhadap Peluang Pengembangan Karir dan Persepsi Terhadap Jaminan Sosial dengan Semangat Kerja.

0 1 14

BAB II TELAAH TEORITIS - Hubungan Antara Orientasi Dominasi Sosial dengan Persepsi terhadap Ospek sebagai Ajang Kekerasan

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN - Hubungan Antara Orientasi Dominasi Sosial dengan Persepsi terhadap Ospek sebagai Ajang Kekerasan

0 0 9