30
orientasi dominasi sosial yang tinggi atau persepsi keterancaman yang tinggi berpengaruh signifikan terhadap dukungan atas aksi kekerasan dan terorisme.
Terkati dengan hal ini, Lovaglia dkk 2005 menyebutkan bahwa suatu teori tentang diri dan identitas-identitas yang terdapat di dalamnya bisa menjelaskan perbedaan kinerja
akademik dan kognitif karena kinerja yang sukses berkaitan dengan motivasi internal yang kuat. Teori kontrol identitas dan teori kontrol afeksi beranggapan bahwa individu berbuat
dalam rangkat memperkuat identitas, walaupun perbuatan-perbuatan itu memiliki konsekuensi yang negatif terhadap dirinya Lovaglia, Youngreen, Robinson, 2005. Apa
yang dikatakan Lovaglia dkk bisa dijadikan dasar untuk memahami bagaimana seseorang memberikan dukungan terhadap kekerasan. Intinya, dukungan terhadap kekerasan diberikan
karena keinginan memperkuat identitas atau bisa juga sebaliknya, karena identifikasi yang kuat terhadap kelompok maka dukungan atas kekerasan terhadap kelompok-kelompok yang
mengancam kelompok sendiri akan diberikan, walaupun ada konsekuensi, misalnya konsekuensi hukum yang harus ditanggung.
C. Orientasi Dominasi Sosial ODS
Orientasi dominasi sosial merupakan variabel psikologis yang digunakan dalam penelitian ini untuk menjelaskan dukungan terhadap kekerasan. Berikut ini akan dijelaskan
tentang pengertian orientasi dominasi sosial, pengaruhnya terhadap dukungan atas kekerasan, dan instrumen orientasi dominasi sosial.
C.1. Pengeritan Orientasi Dominasi Sosial
Orientasi dominasi sosial ODS atau dalam bahasa Inggris “Social dominance orientation” adalah salah satu konstruk psikologi sosial yang membentuk teori dominasi
sosial. Orientasi dominasi sosial sendiri didefinisikan sebagai hasrat individu untuk meraih
31
dominasi sosial, dukungan terhadap hirarki dan dominasi berbasis kelompok dalam wujud dominasi kelompok superior atas kelompok inferior Sidanius Pratto, 1999. Merujuk
kepada definisi ODS dari Sidanius dan Pratto ini maka ada tiga poin penting ODS yaitu keinginan individu untuk menguasai secara sosial, kecenderungan individu untuk mendukung
struktur sosial yang hirarkis dan berdasarkan kasta, serta keinginan individu agar kelompoknya senantiasa mendominasi kelompok lain.
Orientasi dominasi sosial SDO adalah perbedaan individual yang mencerminkan suatu preferensi bagi hubungan kelompok yang hirarkis; suatu preferensi bagi superioritas
dan dominasi kelompok sendiri atas kelompok lain. Orang-orang yang memiliki SDO yang tinggi cenderung memfavoritkan ideologi dan kebijakan yang meningkatkan hirarki,
sementara yang memiliki SDO rendah cenderung memfavoritkan ideologi dan kebijakan yang memberantas hirarki Li, Wang, Shi, Shi, 2006. Temuan lain justeru bertentangan
dengan apa yang dikemukakan Li dkk, bila Li dkk menemukan bahwa orang-orang yang memiliki SDO rendah cenderungan mendukung ideologi dan kebijakan yang memberantas
hirarki maka ditemukan orang-orang yang memiliki SDO rendah justeru mendukung struktur yang hirarkis karena mereka terbiasa dan bahkan menikmati suasana dan struktur yang
hirarkis tersebut Sidanius Pratto, 1999. Sebagai suatu orientasi umum, SDO atau ODS berkaitan dengan apapun yang menjadi
distingsi kelompok yang menonjol dalam suatu konteks sosial yang ada. Distingsi kelompok ini bisa jadi dalam bentuk jenis kelamin, jender, ras, kelas sosial, kebangsaan, wilayah,
agama, kelompok bahasa, tingkatan hidup, tim olah raga atau apapun yang secara esensial bisa menimbulkan distingsi potensial di antara kelompok manusia Sidanius Pratto, 1999.
Dengan kata lain, distingsi kelompok ada yang muncul sebagai bawaan manusia, ada yang muncul sebagai hasil kesepakatan, dan ada pula yang muncul sebagai konsekuensi dari
pilihan seseorang.
32
SDO dianggap berpengaruh luas terhadap sifat dan intensitas hirarki sosial berbasis kelompok, bukan hanya karena ia mempengaruhi ideologi sosial yang luas dan mitos yang
dilegitimasi, tetapi barangkali yang paling penting adalah karena ia mempengaruhi output kebijakan publik HE Hierarchy-enhancing yaitu peningkatan hirarki dan HA Hierarchy-
attenuating yaitu penipisan hirarki. Cakupan empirik dan konseptual dari SDO diharapkan sangat meluas karena ia berkaitan dengan sikap terhadap semua ideologi sosial, sikap,
kepercayaan, jalur karir, atau kebijakan sosial dengan implikasi yang kuat terhadap distribusi nilai sosial di antara kelompok sosial yang ada. Nilai sosial tersebut muncul dalam bentuk
yang beragam termasuk kesejahteraan, kekuasaan, status, pekerjaan, kesehatan dan prestige Sidanius Pratto, 1999.
SDO dipengaruhi secara signifikan oleh minimal empat faktor, yaitu: Pertama, SDO akan dipengaruhi oleh keanggotaan seseorang dan identifikasi dengan kelompok yang paling
menonjol dan diatur secara hirarkis. Secara umum dan dengan kesetaraan setiap orang berharap bahwa anggota kelompok dominan dan atau siapa saja yang mengidentifikasi diri
dengan kelompok dominan akan memiliki SDO yang lebih tinggi dibandingkan anggota kelompok subordinat dan atau siapa saja yang mengidentifikasi diri dengan kelompok
subordinat Sidanius Pratto, 1999. Intinya, SDO sangat dipengaruhi oleh seberapa besar tingkat identifikasi seseorang dalam suatu kelompok yang dominan atau suatu kelompok
yang subordinat. Semakin tinggi identifikasi terhadap kelompok sosial yang dominan maka semakin tinggi kecenderungan SDO seseorang.
Kedua, tingkat SDO seseorang juga dipengaruhi oleh latarbelakang dan faktor sosialisasi seperti tingkat pendidikan, keyakinan keagamaan, dan seluruh pengalaman
sosialisasi lainnya seperti perang, depresi, bencana alam Sidanius Pratto, 1999. Dengan kata lain, pengalaman positif atau pengalaman negatif seseorang dalam berbagai konteks
33
pergaulan sosial akan menimbulkan SDO yang tinggi atau sebaliknya akan menimbulkan SDO yang rendah.
Ketiga, ada alasan untuk percaya bahwa orang-orang yang dilahirkan dengan pradisposisi tempramen dan kepribadian yang berbeda. Salah satu contoh pradisposisi itu
adalah empati. Ada alasan untuk percaya bahwa semakin tinggi empati seseorang maka semakin rendah SDOnya Sidanius Pratto, 1999. Kepribadian dan tempramen merupakan
determinan penting yang mempengaruhi SDO seseorang. Semakin individualis seseorang maka semakin tinggi SDO nya dan semakin pro-sosial seseorang maka semakin rendah SDO
nya. Keempat, tingkat SDO seseorang bergantung pada jender. Segala sesuatu diharapkan
setara, laki-laki akan memiliki tingkat SDO yang relatif dan secara rerata lebih tinggi dibandingkan perempuan Sidanius Pratto, 1999; Nelson, 2002. Dengan kata lain,
kecenderungan untuk mendominasi lebih kuat pada pria dibandingkan pada perempuan. Pratto dkk mengembangkan skala SDO 16 item untuk mengukur sikap terhadap
perbedaan kelompok dan hirarki sosial. Terdapat bukti yang banyak mengenai realibilitas dan validitas skala ini atau variasinya yang diperoleh melalui penelitian di Swedia, Australia,
negara-negara bekas Uni Soviet, dan beberapa populasi etnik di Amerika Serikat. Kendati demikian, studi tentang dimensionalitas skala SDO menghasilkan hasil yang tidak dapat
disimpulkan dengan dukungan tertentu, yaitu suatu struktur yang unidimensi dan dukungan lain, suatu struktur dua faktor. Dalam sampel mahasiswa Israel dan Amerika, Sidanius dan
Pratto menemukan bahwa SDO terdiri dari dua faktor yang sangat berkaitan, yaitu: Pertama, egalitarianisme berbasis kelompok, dan kedua, dominasi berbasis kelompok. Oleh karena
korelasi yang tinggi dan kesamaan konseptual, Sidanius dan Pratto menyatakan bahwa skala ini bersifat unidimensi. Sebaliknya, Jost dan Thompson di tahun 2000 juga menemukan dua
faktor yaitu oposisi terhadap kesetaraan dan dukungan terhadap dominasi berbasis kelompok,
34
dan karenanya mereka menyatakan bahwa SDO memiliki suatu struktur dua faktor Li, Wang, Shi, Shi, 2006; Hogg Abrams, 1998; Levin, Henry, Prato, Sidanius, 2009.
Di daratan Cina, Li dkk melakukan tiga studi dengan menggunakan analisa eksploratori dan konfirmatori. Studi-studi ini memberikan bukti empirik yang konsisten
terhadap model 3 faktor SDO di daratan Cina. Dukungan terhadap pengeluaran yang tidak ditemukan dalam penelitian sebelumnya muncul sebagai faktor SDO yang independen.
Dalam studi kedua, faktor tersebut memprediksi perbedaan SDO antara kelompok status tinggi kelompok manajer dan kelompok status rendah pekerja yang baru bekerja. Dalam
studi ketiga, faktor eksklusi berkorelasi secara positif dengan otoritarianisme dan berhubungan secara negatif dengan altruisme sehingga dapat dikatakan bahwa keseluruhan
hasil studi ini memberikan bukti empirik yang memadai atas validitas faktor SDO yang baru ini Li, Wang, Shi, Shi, 2006.
C.2. Pengukuran Orientasi Dominasi Sosial
Walaupun terdapat banyak model skala SDO yang diperoleh dari sejumlah studi, tetapi penelitian ini akan menggunakan instrumen yang paling awal dan klasik karena alasan
kemudahan dan kesederhanaan penelitian. SDO akan diukur dengan skala SDO yang terdiri dari 16 item. Item disusun dan telah
diujicobakan oleh Pratto dkk pada tahun 1994 dengan tingkat reliabilitas yang cukup tinggi α=0,89. Pratto dkk menggunakan suatu skala respon dari 1 sampai 7 1=sangat tidak setuju
dan 7=sangat setuju, tetapi dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan skala 1 sampai 4 1=sangat tidak setuju, 4=sangat setuju. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan
kemudahan dan kesederhanaan saat pengumpulan data atau saat analisa secara statistik.
C.3. Pengaruh SDO Terhadap Dukungan Kepada Kekerasan
35
Penelitian tentang pengaruh SDO terhadap dukungan atas aksi kekerasan telah dilakukan oleh Levin dkk. Penelitian mereka menyimpulkan bahwa SDO memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap dukungan atas aksi kekerasan Levin, Henry, Prato, Sidanius, 2009.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Sidanius dkk juga menemukan bahwa atribusi permusuhan kaum muda Arab terhadap Amerika dan simbol-simbolnya tidak disebabkan
oleh benturan peradaban sebagaimana yang menjadi tesis Huttington, tetapi lebih disebabkan oleh sikap perlawanan yang didorong oleh perasaan sebagai kelompok subordinat yang
diperlakukan semena-mena oleh negara adi daya seperti Amerika Serikat Victoroff Kruglanski, 2009.
Dengan kata lain, SDO merupakan penjelasan penting yang bisa menjelaskan secara tuntas kenapa kaum muda Arab sangat benci terhadap intervensi Amerika di negara mereka.
Di dalam penelitian ini disebutkan sikap perlawanan sebagai kelompok tertindas terhadap kelompok penindas merupakan atribusi penting perilaku heroik dan perlawanan mereka. Oleh
karenanya, dukungan mereka terhadap kekerasan sebagai perlawanan simbolik terhadap orientasi dominasi sosial yang dipersepsikan melekat pada Amerika dan sekutu-sekutunya
Sidanius, Henry, Pratto, Levin, 2009.
D. Persepsi Keterancaman