8
maksimum diperoleh pada kondisi suhu larutan 46
o
C dan konsentrasi larutan 65.5
o
Brix untuk sampel yang tidak dilapisi alginat. Untuk sampel yang dilapisi alginat, rasio kinerja maksimum diperoleh
pada perlakuan suhu larutan 44
o
C dan konsentrasi larutan 65.5
o
Brix. Rasio kinerja maksimum yang diperoleh masing-masing perlakuan tersebut yaitu 5.16 dan 9.51, sehingga pemberian alginat pada
sampel dapat meningkatkan kehilangan air dan menurunkan pemasukan padatan terlarut pada sampel.
C. EDIBLE COATING
Polimer biodegradable adalah molekul-molekul besar yang dapat dihancurkan atau diurai mikroorganisme, khususnya bakteri dan jamur. Salah satu metode yang sedang dikembangkan adalah
kemasan edible, yaitu kemasan yang dapat dimakan, antara lain dengan teknik coating lapisan. Teknik ini sering disebut sebagai edible film danatau edible coating. Coating diaplikasikan dan
dibentuk secara langsung pada produk yang dikemas. Sedangkan film dibentuk menyerupai lapisan tipis terlebih dahulu, kemudian diaplikasikan ke produk makanan yang dikemas.
Edible film coating merupakan lapisan tipis dan kontinyu, terbuat dari bahan-bahan yang dapat dimakan, dengan melapisi komponen makanan atau diletakkan di antara komponen makanan.
Lapisan ini berfungsi sebagai penahan barrier yang baik untuk perpindahan massa kelembaban, lipid, cahaya, zat terlarut, gas
O
2
dan CO
2
, sebagai bahan tambahan, serta dapat mencegah hilangnya
senyawa-senyawa volatile pada aroma atau rasa khas suatu produk pangan. Sehingga kemasan edible filmcoating harus memiliki sifat diantaranya:
1 Menahan kehilangan kelembaban produk.
2 Memiliki permeabilitas selektif terhadap gas tertentu.
3 Mengendalikan perpindahan padatan terlarut untuk memepertahankan warna pigmen alami dan
gizi. 4
Menjadi pembawa bahan aditif seperti pewarna, pengawet dan penambah aroma yang memperbaiki mutu bahan pangan.
Aplikasi edible filmcoating dapat digunakan pada potongan buah atau sayuran dengan cara pencelupan, pembuihan, penyemprotan, penetesan, dan penetesan terkendali. Cara aplikasinya
tergantung pada jumlah, ukuran, sifat produk dan hasil yang diinginkan. Bahan dasar pembuatan edible filmcoating dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu hidrokoloid protein,
polisakarida, turunan selulosa, alginat, pektin, dan pati, lipida asam lemak, wax, asilgliserol, serta campuran hidrokoloid dan lemak.
Edible filmcoating dapat diklasifikasikan berdasarkan kemungkinan penggunaannya dan jenis film yang sesuai, yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kemungkinan penggunaan edible filmcoating
9
Penggunaan Jenis edible filmcoating yang sesuai
Menghambat penyerapan uap air Lipida, komposit
Menghambat penyerapan gas Hidrokoloid, lipida, atau komposit
Menghambat penyerapan minyak dan lemak Hidrokoloid
Menghambat penyerapan zat-zat larut Hidrokoloid, lipida, atau komposit
Meningkatkan kekuatan struktur atau memberi kemudahan penanganan
Hidrokoloid, lipida, atau komposit Menahan zat-zat volatile
Hidrokoloid, lipida, atau komposit Pembawa bahan tambahan makanan
Hidrokoloid, lipida, atau komposit
Sumber : Donhowe dan Fennema 1994 dalam Krochta et al. 1994
Salah satu jenis edible coating ialah kitosan. Kitosan merupakan bahan pelapis berupa polisakarida yang berasal dari limbah pengolahan udang Crustaceae. Misalnya limbah padat
pengolahan yang terdiri atas kulit, kaki dan kepala, dapat mencapai hingga 40 dari total produksi udang. Untuk memperoleh kitin dari cangkang udang melibatkan proses-proses pemisahan protein
deproteinasi dan pemisahan mineral demineralisasi, sedangkan untuk mendapatkan kitosan dilanjutkan dengan proses deasetilasi dengan menggunakan basa kuat NaOH atau KOH. Dalam
chitosan terdapat unsur butylosar yang bermanfaat bagi tubuh manusia. Butylosar yang telah didapatkan itu hanya larut dalam asam encer dan cairan tubuh manusia. Zat itu merupakan satu-
satunya selulosa yang dapat dimakan, mempunyai muatan positif yang kuat, dan dapat mengikat muatan negatif dari senyawa lain. Selain itu, zat ini mudah mengalami degradasi secara biologis dan
tidak beracun. Kitosan sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan pengawet makanan, karena kitosan memiliki polikation bermuatan positif sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroba
Wardaniati, 2009 dan mampu berikatan dengan senyawa-senyawa yang bermuatan negatif seperti protein, polisakarida, asam nukleat, logam berat dan lain-lain Murtini dkk, 2008. Selain itu, molekul
kitosan memiliki gugus N yang mampu membentuk senyawa amino yang merupakan komponen pembentukan protein dan memiliki atom H pada gugus amina yang memudahkan kitosan berinteraksi
dengan air melalui ikatan hidrogen Rochima, 2009. Kitosan tidak larut di dalam air, alkali pekat, alkohol dan aseton, tetapi larut dalam asam lemah
seperti asetat dan formiat. Asam organik seperti asam hidroklorida dan asam netral dapat melarutkan kitosan pada pH tertentu dalam keadaan hangat dan pengadukan lama, tetapi hanya sampai derajat
terbatas. Kitosan diketahui mempunyai kemampuan untuk membentuk gel, film dan fiber, karena berat molekulnya yang tinggi dan solubilitasnya dalam larutan asam encer. Kitosan telah digunakan
secara luas di industri makanan, kosmetik, kesehatan, farmasi dan pertanian serta pada pengolahan air limbah. Di industri makanan, kitosan dapat digunakan sebagai suspensi padat, pengawet, penstabil
warna, penstabil makanan, bahan pengisi, pembentuk gel, tambahan makanan hewan dan sebagainya. Berikut ini disajikan spesifikasi kitosan niaga pada Tabel 4.
10
Tabel 4. Spesifikasi kitosan niaga Parameter
Ciri Ukuran partikel
Serpihan sampai bubuk Kadar air
≤ 10.0
Kadar abu ≤
2.0 Warna larutan
Tidak berwarna N-deasetilasi
≥ 70.0
Kelas viskositas cps -
Rendah -
Medium -
Tinggi pelarut organik -
Sangat tinggi 200
200 – 799 800 – 2000
2000
Sumber: Purwatiningsih S et al., 2009
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kitosan mempunyai potensi yang cukup baik sebagai pelapis pada benih dan buah-buahan misalnya pada tomat El-Ghaouth et al., 1992. Sifat lain
kitosan adalah dapat menginduksi enzim chitinase pada jaringan tanaman yaitu enzim yang dapat mendegradasi kitin yang merupakan penyusun dinding sel fungi Baldwin, 1994. Nisperos-Carriedo
et al. 1994 menyatakan bahwa pelapis dari karbohidrat dapat menyerap uap air. Oleh karena itu, penghambatan transpirasi dari dalam ke luar buah tergantung pada tinggi rendahnya konsentrasi
kitosan yang digunakan.
11
III. METODOLOGI PENELITIAN