KADAR AIR SAMPEL HASIL DAN PEMBAHASAN

19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KADAR AIR SAMPEL

Pengukuran kadar air sampel dilakukan sebelum pengeringan osmotik, selama pengeringan osmotik dan setelah pengeringan osmotik. Pengukuran kadar air sampel sebelum pengeringan osmotik dilakukan untuk memperoleh kadar air awal dari sampel. Sampel untuk tiap perlakuan memiliki kadar air awal yang berbeda-beda yaitu berkisar antara 647.82~858.74 b.k. Setelah sampel dimasukkan ke dalam larutan gula selama 5 jam, terjadi penurunan kadar air. Adanya perbedaan konsentrasi zat terlarut antara sampel dan larutan gula menyebabkan adanya perbedaan tekanan osmotik antara air dalam jaringan sampel dengan larutan gula. Hal ini yang menyebabkan keluarnya sejumlah air dari jaringan sampel ke larutan gula, sehingga terjadi penurunan kadar air sampel untuk selang waktu tertentu selama proses pengeringan osmotik. Kadar air akhir sampel yang diperoleh berbeda-beda sesuai dengan perlakuan yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Kadar air awal dan kadar air akhir sampel dalam basis kering selama pengukuran Perlakuan Sampel Kadar Air Awal b.k. Kadar Air Akhir b.k. E0T1C1 718.49 256.75 E0T1C2 847.22 218.90 E0T1C3 762.75 193.07 E0T2C1 647.82 204.26 E0T2C2 836.60 168.76 E0T2C3 718.36 123.42 E1T1C1 675.43 293.60 E1T1C2 665.60 270.07 E1T1C3 858.74 274.34 E1T2C1 816.35 191.44 E1T2C2 756.36 131.37 E1T2C3 842.07 127.35 Pada awal proses pengeringan, penurunan kadar air berlangsung cepat dan semakin lambat di akhir proses pengeringan. Hal ini terlihat pada Gambar 6, 7 dan 8, dimana grafik penurunan kadar air terlihat curam pada waktu awal dan semakin landai pada waktu akhir proses pengeringan, hingga mencapai keseimbangan. Pada awal proses pengeringan, massa air bebas yang terdapat dalam permukaan sampel sangat besar dan perbedaan tekanan osmotik juga masih besar, sehingga air dalam permukaan sampel lebih cepat keluar ke larutan osmotik. Keluarnya air bebas menyebabkan tekanan permukaan sampel menurun, sehingga air pada sampel bergerak menuju permukaan dan bergerak ke larutan osmotik. Penurunan massa air ini berlangsung terus menerus dengan pergerakan air dari 20 sampel yang semakin lambat dan mencapai kondisi kesetimbangan. Grafik penurunan massa sampel terhadap waktu dapat dilihat pada Lampiran 4. Gambar 6. Grafik penurunan kadar air terhadap waktu pada konsentrasi larutan osmotik 42 o Brix Gambar 7. Grafik penurunan kadar air terhadap waktu pada konsentrasi larutan osmotik 54 o Brix Gambar 8. Grafik penurunan kadar air terhadap waktu pada konsentrasi larutan osmotik 66 o Brix 200 400 600 800 1000 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 K a d a r A ir b .k . Waktu menit 200 400 600 800 1000 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 K a d a r A ir b .k . Waktu menit 200 400 600 800 1000 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 K a d a r A ir b .k . Waktu menit non-coating, 30 o C, 66 o Brix non-coating, 50 o C, 66 o Brix coating, 30 o C, 66 o Brix coating, 50 o C, 66 o Brix non-coating, 30 o C, 42 o Brix non-coating, 50 o C, 42 o Brix coating, 30 o C, 42 o Brix coating, 50 o C, 42 o Brix non-coating, 30 o C, 54 o Brix non-coating, 50 o C, 54 o Brix coating, 30 o C, 54 o Brix coating, 50 o C, 54 o Brix 21 Tabel 6 menunjukkan bahwa perlakuan E1T2C3 menggunakan kitosan, suhu larutan 50 o C dan konsentrasi larutan 66 o Brix memiliki kadar air akhir yang rendah yaitu 127.35 b.k. dengan penurunan kadar air yang paling tinggi dari kadar air awalnya. Sedangkan kadar air akhir yang paling tinggi terjadi pada perlakuan E1T1C1 menggunakan kitosan, suhu larutan 30 o C dan konsentrasi larutan 42 o Brix sebesar 293.60 b.k. Penggunaan kitosan sebagai coating mempengaruhi penurunan kadar air sampel. Adanya kitosan dapat menghambat pergerakan air keluar dari sampel. Pada perlakuan suhu 30 o C, sampel yang menggunakan kitosan memiliki penurunan kadar air yang lebih rendah dibandingkan sampel yang tidak menggunakan kitosan. Sedangkan pada perlakuan suhu 50 o C, sampel yang menggunakan kitosan memiliki penurunan kadar air yang lebih tinggi dibandingkan sampel yang tidak menggunakan kitosan. Pada suhu yang tinggi molekul-molekul yang terdapat dalam larutan gula bergerak dengan cepat dan tidak teratur. Molekul-molekul gula bergerak mendekati permukaan sampel, sehingga terjadi perbedaan konsentrasi zat terlarut yang besar antara jaringan sampel dan sekitar permukaan sampel. Oleh karena itu, air dalam jaringan sampel akan cepat dan banyak keluar ke larutan gula. Kenaikan suhu larutan dapat meningkatkan penurunan kadar air sampel. Suhu larutan yang tinggi dapat meningkatkan pindah panas dari larutan ke permukaan dan pusat sampel. Perpindahan panas ini meningkatkan pergerakan molekul air pada sampel sehingga mempercepat perpindahan massa air dari pusat sampel ke permukaan sampel dan dari permukaan sampel ke larutan gula. Akan tetapi suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya browning pada sampel. Hal selanjutnya yang mempengaruhi penurunan kadar air sampel adalah konsentrasi larutan osmotik. Semakin tinggi konsentrasi larutan maka semakin tinggi pula penurunan kadar air dari sampel. Pada proses osmosis, air akan bergerak dari larutan hipotonik ke larutan hipertonik. Kedua larutan ini dibedakan atas konsentrasi zat terlarut dalam pelarutnya, dalam percobaan ini gula sebagai zat terlarut dan air sebagai zat pelarut. Jika perbedaan konsentrasi gula semakin besar maka perbedaan tekanan osmotik antara sampel dengan larutan osmotik akan semakin besar. Perbedaan tekanan osmotik yang menyebabkan perpindahan air dari jaringan sampel ke larutan osmotik akan terjadi semakin cepat. Tabel 7. Nilai parameter pengeringan dari perhitungan model Peleg Perlakuan Sampel K 1 K 2 R 2 E0T1C1 0.053 0.00203 0.984 E0T1C2 0.053 0.00150 0.972 E0T1C3 0.056 0.00163 0.976 E0T2C1 0.031 0.00223 0.993 E0T2C2 0.043 0.00141 0.980 E0T2C3 0.055 0.00161 0.972 E1T1C1 0.089 0.00243 0.972 E1T1C2 0.118 0.00232 0.931 E1T1C3 0.039 0.00163 0.985 E1T2C1 0.030 0.00154 0.990 E1T2C2 0.024 0.00156 0.993 E1T2C3 0.029 0.00134 0.990 22 Nilai K 1 merupakan parameter kinetik yang mempengaruhi laju perpindahan massa air dari sampel ke larutan osmotik. Nilai K 1 berbanding terbalik dengan perpindahan massa air dan sangat bergantung pada suhu larutan osmotik. Semakin tinggi suhu larutan osmotik maka nilai K 1 semakin kecil. Begitu juga dengan nilai K 2 menurun pada suhu larutan yang tinggi. Nilai K 2 merupakan parameter yang terkait dengan kadar air kesetimbangan pada waktu yang tak hingga. Koefisien determinasi R 2 dari model Peleg memiliki kisaran nilai antara 0.931~0.990 dapat dilihat pada Tabel 7, sehingga model Peleg memiliki kelayakan yang tinggi untuk menghitung nilai parameter kadar air dari pengeringan osmotik mangga.

B. PENYUSUTAN VOLUME