BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Pembuatan contoh uji dilakukan di PT. Mayora II Sukabumi, Jawa Barat. Pengujian dilakukan di Laboratorium Sifat Fisis dan Mekanis Kayu, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Hutan dan Pengolahan Hasil Hutan, Jl. Gunung Batu, Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-
September 2010.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kayu sengon Paraserianthes falcataria L. Nielson, manii Maesopsis eminii Willd., akasia
Acacia mangium Engl. yang diperoleh dari Sukabumi dengan ukuran diameter berkisar antara 25-30 cm. Perekat yang digunakan adalah isosianat.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gergaji mesin, mesin serut, kilang pengering, mesin pelabur perekat, mesin kempa dingin, mesin
pemilah kayu MPK panter, oven, timbangan, meteran, moisture meter, dan kaliper.
3.3 Metode Pembuatan Contoh uji
3.3.1 Pembuatan dan Pengeringan Lamina
Log kayu akasia, manii, dan sengon digergaji menjadi lembaran papan dengan ukuran panjang, lebar, dan tebalnya berturut-turut adalah 300,5 cm x 8,5
cm x 2,5 cm. Papan-papan tersebut kemudian dikeringkan di dalam kilang pengering kombinasi tenaga surya dan tungku hingga diperoleh kadar air + 9 .
Papan yang sudah kering dibuat lamina dengan ukuran 300 cm x 8 cm x 2 cm dengan seluruh permukaan diserut halus. Pengeringan papan dilakukan dengan
tujuan untuk mempertinggi kestabilan dimensi papan lamina, dan mempermudah proses perekatan kayu. Papan lamina yang memiliki ukuran panjang kurang dari
300 cm disambung dengan metode sambungan jari-jari finger joint. Ukuran panjang finger joint adalah + 28 mm 1,1 inch.
3.3.2 Pemilahan Papan Lamina dengan Mesin Pemilah Kayu Panter
Pemilahan lamina dilakukan untuk mengelompokkan kayu ke dalam beberapa kelas mutu. Lamina dipilah menggunakan Mesin Pemilah Kayu MPK
Panter. Prosedur penggunaan MPK Panter adalah sebagai berikut:
1. Lamina yang akan dipilah diletakkan di atas tumpuan.
2. Beban A 12 kg diletakkan di atas lamina tepat di atas jarum
penyetara penimbangan. 3.
Penyetara penimbangan kasar dan halus diatur sampai mistar panter menunjukkan awal pembacaan.
4. Beban B 12 kg ditambahkan, kemudian angka yang tertera pada
mistar dicatat y
1
. 5.
Beban diturunkan, lamina dibalik dan dipilah ulang dengan teknik pemilahan yang sama seperti langkah sebelumnya, catat angka mistar
panter yang terjadi y
2
. Nilai MOE dari setiap lamina diperoleh dengan menggunakan rumus:
Keterangan MOE
: modulus elastisitas kgcm² P
: beban standar kg l
: jarak sangga cm ∆y
: defleksi yang terjadi akibat beban P b
: lebar penampang cm h
: tebal penampang cm FK
: faktor koreksi kalibrasi alat
Nilai MOE yang diperoleh dikelompokkan berdasarkan rentang tertentu dengan simbol E
1
, E
2
, dan E
3
. Nilai E
1
E
2
E
3.
3.3.3 Penyusunan Lamina
Penyusunan lamina berdasarkan nilai MOE yang diperoleh dari pemilahan menggunakan MPK Panter. Lamina dengan nilai MOE yang lebih tinggi
diletakkan pada bagian luar balok laminasi yang akan dibuat. Sedangkan lamina dengan nilai MOE yang lebih rendah diletakkan pada bagian dalam balok
laminasi. Balok laminasi yang akan dibuat dikelompokkan menjadi lima jenis yang
terdiri dari balok laminasi sengon, manii, akasia, balok laminasi campuran akasia-sengon, dan akasia-manii. Balok laminasi tersebut disusun dengan enam
lapis lamina dan terdiri dari empat ulangan. Balok laminasi campuran disusun berdasarkan berat jenis kayunya. Kayu dengan berat jenis tinggi diletakkan pada
bagian luar balok lamina.
300 cm 12 cm
8 cm
Gambar 1 Susunan balok laminasi
3.3.4 Perekatan Lamina
Perekat yang digunakan adalah isosianat. Teknik pelaburan yang digunakan adalah single spread perekat dilaburkan pada salah satu permukaan
bidang rekat dengan berat labur perekat 200 gm².
3.3.5 Pengempaan
Pengempaan dilakukan dengan cara menempatkan lamina yang telah diberi perekat pada plat kempa kemudian dilakukan penekanan dengan tekanan
sebesar 8-14 kgcm². Lamanya waktu pengempaan adalah satu jam pada suhu
ruangan. 3.3.6 Pengkondisian
Balok laminasi hasil pengempaan dingin ditempatkan di ruangan terbuka selama satu minggu. Penyerutan balok laminasi dilakukan untuk membersihkan
perekat sisa yang dihasilkan dari proses pengempaan dan pemotongan sisi maupun pemotongan ujung balok laminasi untuk mendapatkan ukuran yang
diinginkan.
3.4 Pengujian Balok Laminasi
3.4.1 Pengujian Sifat Fisis 3.4.1.1 Kadar Air Balok Laminasi
Pengujian kadar air dilakukan menggunakan contoh uji yang dipotong sepanjang 5 cm dari salah satu ujung balok laminasi. Jumlah contoh uji yang
digunakan sebanyak empat ulangan untuk setiap jenis balok laminasi. Potongan balok lamina tersebut ditimbang pada suhu kering udara untuk mengetahui berat
awal kering udara B1. Contoh uji kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 103 + 2 °C selama 24 jam. Kemudian, contoh uji dikeluarkan dari oven dan
diletakkan di dalam desikator kemudian ditimbang sampai berat konstan B2. Besarnya kadar air dihitung dengan rumus:
Keterangan B1
: berat contoh uji kering udara gram B2
: berat contoh uji kering tanur gram
3.4.1.2 Kerapatan Kayu
Pengujian kerapatan dilakukan menggunakan contoh uji yang dipotong 5 cm dari ujung balok laminasi. Volume V potongan contoh uji tersebut diperoleh
dari pengukuran dimensi panjang, lebar, dan tebalnya. Potongan contoh uji yang telah diukur dimensinya ditimbang untuk mendapatkan berat kering udara B1.
Besarnya kerapatan dihitung dengan rumus:
Keterangan: B1
: berat contoh uji kering udara gram V
: volume kering udara cm³
3.4.2 Pengujian Sifat Mekanis Balok Laminasi 3.4.2.1 Pengujian Keteguhan Lentur
Modulus of Elasticity, MOE
Contoh uji yang digunakan untuk pengujian keteguhan lentur adalah balok laminasi dengan ukuran panjang, lebar dan tebalnya secara berturut-turut 300 cm
x 8 cm x 12 cm. Pengujian dilakukan menggunakan alat UTM Universal Testing Machine dengan dua titik beban. Pola pembebanan pengujian sesuai dengan
standar JAS 2003 seperti pada Gambar 2.
Gambar 2 Pola pembebanan pengujian MOE dan MOR
Nilai MOE balok laminasi dihitung menggunakan rumus : h
S
l b
Keterangan ∆P : perbedaan beban atas dan beban bawah kg
l : jarak sangga cm
s : jarak antara dua titik pembebanan cm
∆y : defleksi yang terjadi akibat beban P cm b
: lebar contoh uji cm h
: tebal contoh uji cm
3.4.2.2 Pengujian Keteguhan Patah Modulus of Rupture, MOR
Teknik pengujian yang dilakukan sama dengan teknik pengujian pada keteguhan lentur balok laminasi. Pengujian keteguhan lentur dilakukan untuk
mengetahui ukuran kemampuan benda untuk menahan beban lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan.
Nilai MOR dihitung dengan rumus:
Keterangan Pb
: beban maksimum pada saat kayu rusak kg l
: jarak sangga cm s
: jarak antara dua titik pembebanan cm b
: lebar contoh uji cm h
: tebal contoh uji cm
3.4.2.3 Pengujian Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan pembebanan yang dilakukan pada arah sejajar serat. Nilai beban maksimum dibaca ketika
contoh uji mengalami kerusakan. Bentuk contoh uji yang digunakan untuk pengujian keteguhan rekat dapat dilihat pada Gambar 3.
0.5 cm
5 cm
Garis rekat 5 cm
Gambar 3 Bentuk contoh uji untuk keteguhan rekat
3.5 Analisis Data
Sistem pengolahan data yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap RAL faktorial, yang terdiri dari satu faktor yaitu jenis
kayu dengan lima taraf perlakuan yaitu balok sengon, akasia, manii, campuran akasia-sengon, dan akasia-manii. Model rancangan percobaan statistik yang
digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: Y
ij
= μ + ρ
i
+ ε
ij
Keterangan : : nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan balok laminasi
μ : nilai tengah populasi sebenarnaya
ρ
i
: pengaruh jenis kayu pada taraf ke-i : galat percobaan dari perlakuan ke-i pada pengamatan ke-j
i : jumlah perlakuan
j :1,2,3,4 ulangan
Pengolahan data dilakukan menggunakan windows microsoft excel 2007 dan program SPSS 16.0. Perlakuan yang dinyatakan berpengaruh terhadap respon
dalam analisis sidik ragam kemudian diuji lanjut dengan menggunakan Duncan Multiple Range Test DMRT
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sifat Fisis
Sifat fisis balok laminasi pada dasarnya dipengaruhi oleh sifat fisis lamina pembentuknya. Sifat fisis yang dibahas pada penelitian ini adalah kadar air balok
laminasi dan kerapatannya.
4.1.1 Kadar Air
Menurut Tsoumis 1991, kadar air adalah berat air yang terdapat dalam kayu yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanurnya. Perubahan
kayu terjadi karena kayu bersifat higrokopis. Kayu mampu menarik dan menyerap air dari udara dan mengembang ketika kelembaban relatif tinggi dan akan
menyusut ketika kelembaban relatif rendah. Perubahan ukuran kayu menjadi permasalahan yang besar dalam proses pengerjaan kayu Ken 2006. Sifat
higroskopis pada kayu mempengaruhi jumlah kadar air yang dikandung oleh kayu. Kadar air balok laminasi dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya
dan kondisi lingkungan. Air dalam kayu mempengaruhi kedalaman penetrasi perekat dan waktu
pematangan perekat cair. Dalam penggabungannya, air yang banyak terdapat pada kayu akan menghambat ikatan dari cairan perekat. Pada umumnya, ikatan perekat
yang baik terjadi pada tingkat kadar air 6-14 Ruhendi et al. 2007. Bowyer et al. 2003 menyatakan bahwa kadar air untuk balok laminasi tidak melebihi 15.
Antara lamina yang saling bersebelahan perbedaan kadar air tidak melebihi 5. Hal ini dilakukan agar distribusi kadar air merata sehingga menghindari tekanan
akibat penyusutan dan pengembangan yang menyebabkan kerusakan pada sambungan.
Moody et al. 1999 menyebutkan bahwa kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah, hal ini
dikarenakan kadar air pada kisaran ini mendekati kesetimbangan dan memudahkan proses penyambungan ujung. Perangin-angin 2000 menyatakan
bahwa kadar air kesetimbangan untuk daerah Bogor 15 dalam ruangan dan 18 di luar ruangan.