namun nilai MOR lebih rendah, hal ini menunjukkan kecenderungan  hubungan nilai MOE dan MOR untuk masing-masing benda uji balok laminasi. Berdasarkan
hal  tersebut, dievaluasi korelasi nilainya dengan  tipe kerusakan balok laminasi terlihat tidak adanya korelasi linear antara MOE dan MOR untuk masing-masing
contoh  uji. Beberapa hasil menunjukkan bahwa  MOE lebih tinggi tetapi MOR lebih rendah.
Hasil penelitian lain menunjukkan nilai rata-rata  MOR  balok laminasi kayu akasia adalah sebesar  516-687 kgcm²  Herawati  2008  dan pada balok
laminasi kayu kelapa sebesar 476-858 kgcm²  Rostina  2001.  Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa nilai MOR yang diperoleh lebih
rendah dibandingkan hasil penelitian lainnya. Perbedaan nilai MOR yang diperoleh dengan penelitian lain terutama berhubungan dengan karakteristik kayu
yang digunakan.  Kayu berkerapatan tinggi memiliki kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kayu berkerapatan rendah. Disamping kerapatan kayunya,
kekuatan juga dipengaruhi oleh ada tidaknya cacat pada kayu tersebut. Cacat yang dapat mengurangi kekuatan kayu antara lain adalah mata kayu, serat miring, retak
atau pecah, dan ada tidaknya cacat pada kayu tersebut Tsoumis 1991.
4.2.3 Keteguhan Rekat
Nilai keteguhan rekat merupakan tolak ukur yang utama dalam menganalisa kualitas perekatan. Keteguhan rekat merupakan nilai yang mampu
dicapai atau dipertahankan oleh kayu yang direkat. Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser pada balok laminasi yang direkat.
Berdasarkan hasil pengujian, nilai rata-rata keteguhan rekat balok laminasi sengon adalah 38,78  kgcm²  dengan kisaran 30,66-54,86  kgcm²,  nilai rata-rata
keteguhan rekat balok laminasi manii adalah 57,68 kgcm² dengan kisaran 36,11- 80,95 kgcm², nilai rata-rata keteguhan rekat balok laminasi akasia adalah 44,97
kgcm² dengan kisaran 26,12-78,84 kgcm², nilai rata-rata keteguhan rekat balok laminasi campuran akasia-sengon adalah    31,85  kgcm²  dengan    kisaran 20,37-
41,98  kgcm², dan nilai rata-rata keteguhan rekat balok laminasi campuran akasia-manii adalah 56,74    kgcm²  dengan kisaran 40,68-68,63  kgcm².
Berdasarkan standar JAS 234:2003 nilai keteguhan rekat minimal adalah 54
kgcm²  sehingga hanya balok  laminasi manii dan campuran akasia-manii yang memenuhi standar JAS 234:2003.
Gambar 8 Histogram nilai keteguhan rekat
Berdasarkan Gambar  8  diketahui bahwa balok laminasi manii memiliki nilai keteguhan rekat yang paling tinggi kemudian diikuti balok laminasi
campuran akasia-manii, akasia, sengon, dan akasia-sengon.  Hal ini disebabkan adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu, keadaan permukaan yang direkat, kadar air kayu, tekanan dan waktu kempa Tahir et al. 1999 dalam Sugiarti 2010.
Dari hasil uji statistik pada taraf nyata 5 menunjukkan bahwa jenis kayu berpengaruh nyata terhadap keteguhan rekat dan uji Duncan dilanjutkan.
Berdasarkan uji lanjut Duncan dapat diketahui bahwa balok laminasi campuran akasia-manii tidak berbeda nyata dengan balok laminasi manii, hal ini terjadi
karena pada dasarnya kedua jenis balok tersebut tersusun oleh lamina  yang memiliki kerapatan hampir sama. Namun, kedua jenis balok laminasi tersebut
berbeda nyata dengan balok laminasi campuran akasia-sengon dan balok laminasi sengon serta berbeda nyata pula dengan balok laminasi akasia.
Balok laminasi manii memiliki nilai keteguhan rekat paling tinggi karena tersusun dari sejumlah lamina manii yang memiliki kerapatan cukup tinggi
dibandingkan balok laminasi lainnya. Vick 1999 menyatakan bahwa dengan
peningkatan kerapatan maka terjadi peningkatan kekuatan rekatnya. Hal ini berarti bahwa papan laminasi yang terdiri dari papan berkerapatan tinggi akan
mempunyai nilai keteguhan rekat yang lebih besar dibandingkan dengan papan laminasi yang terdiri dari papan-papan berkerapatan rendah.
Ruhendi  et al.  2007 menambahkan bahwa kerapatan kayu berhubungan langsung dengan kekuatannya. Semakin kuat kayu maka semakin kuat juga ikatan
rekatnya. Balok laminasi akasia memiliki nilai kerapatan paling tinggi dibandingkan dengan balok laminasi lainnya. Tetapi pada pengujian keteguhan
rekat dapat diketahui bahwa balok laminasi akasia memiliki nilai keteguhan rekat lebih rendah dibandingkan balok laminasi manii yang memiliki kerapatan lebih
rendah. Penyebab rendahnya nilai keteguhan rekat pada balok laminasi akasia
karena adanya kandungan zat ekstraktif. Alamsyah 2005 dalam Herawati et al. 2008 menyatakan beberapa penelitian menunjukkan bahwa kandungan  zat
ekstraktif pada kayu akasia  tergolong tinggi, dimana zat ekstraktif ini dapat menghalangi penetrasi dan pematangan curing perekat. Ekstraktif memiliki
pengaruh yang besar dalam menurunkan higroskopisitas dan permeabilitas serta meningkatkan keawetan kayu. Meskipun jumlahnya sedikit, ekstraktif mempunyai
pengaruh yang besar dalam perekatan kayu, yaitu mempengaruhi pH, kontaminasi dan penetrasi Ruhendi et al. 2007.
Balok laminasi campuran akasia-manii disusun dari dua jenis kayu yaitu kayu akasia dan kayu   manii. Kayu akasia berkerapatan tinggi diletakkan pada
bagian atas dan bagian bawah balok laminasi, sedangkan pada bagian tengahnya tersusun oleh balok manii. Jumlah lamina manii pada satu buah balok laminasi
lebih banyak dibandingkan jumlah lamina akasia. Hal ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tingginya nilai keteguhan rekat pada balok laminasi
campuran akasia-manii karena kayu manii memiliki kerapatan yang cukup tinggi.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan    hasil    penelitian  karakteristik balok laminasi dari kayu sengon, manii, dan akasia yang berasal dari hutan  rakyat dapat disimpulkan :
1. Balok laminasi dari kayu sengon, manii,  akasia, campuran akasia-sengon,
dan campuran akasia-manii  memiliki sifat fisis  yaitu kadar air  yang memenuhi standar JAS 234:2003. Tetapi, sifat mekanisnya  tidak
memenuhi standar JAS 234:2003 sehingga tidak dapat digunakan sebagai
kayu struktural.
2. Sifat keteguhan lentur balok laminasi campuran akasia-sengon lebih tinggi
dibandingkan balok laminasi sengon tetapi sifat keteguhan patah  balok laminasi campuran akasia-sengon lebih rendah  dibandingkan balok
laminasi sengon. Balok laminasi campuran akasia-manii memiliki sifat keteguhan  lentur dan keteguhan patah yang lebih rendah dibandingkan
balok laminasi akasia dan manii.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai persentase komposisi kayu pada balok
laminasi, variasi berat labur yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi dan penelitian pada kayu fast growing lainnya.
.