Model Ketenagakerjaan Konstruksi Model .1 Model Pertumbuhan Ekonomi

untuk melihat pengaruhnya terhadap kemiskinan. Mereka menemukan bahwa inflasi dan pengangguran keduanya berhubungan positif dengan jumlah penduduk miskin. Berdasar tinjauan dari penelitian diatas maka model yang akan diterapkan pada penelitian ini adalah: POV it = C + 1 TotKluar it + 2 UL it + 3 POP it + 4 INF it + 5 XM it + 6 D it + e ....................................................................................................................... 3.36 Keterangan: POV it : Jumlah orang yang hidup di bawah kemiskinan orang pada provinsi i dan tahun t TotKluar it : Total pengeluaran pemerintah riil juta rupiah pada provinsi i dan tahun t UL it : Pengangguran Unemployement orang di provinsi i dan tahun t Pop it : Populasi jumlah penduduk orang di provinsi i dan tahun t INF it : Inflasi persen di provinsi i dan tahun t XM it : Ekspor + Impor riil juta rupiah di provinsi i dan tahun t D it : Dummy kebijakan desentralisasi di provinsi i dan tahun t Dengan 0 : sebelum desentralisasi 1994-2000 1 : setelah desentralisasi 2001-2008 e : Error term

3.3.3 Model Ketenagakerjaan

Untuk melihat hubungan antara desentralisasi fiskal dengan ketenagakerjaan, penulis menggunakan model sebagai berikut: TPT it = C + 1 TotKluar it + 2 Upah it + 3 Pendidikan it + 4 K it + 5 D it + e ....................................................................................................................... 3.37 Keterangan: TPT it : Tingkat pengangguran terbuka persen pada provinsi i dan tahun t TotKluar it : Total pengeluaran pemerintah riil perkapita juta rupiah pada provinsi i dan tahun t Upah it : Upah riil juta rupiah di provinsi i dan tahun t Pendidikan it : Tingkat pendidikan diproksi dengan jumlah murid berpendidikan SMA keatas di provinsi i dan tahun t K it : Investasi swasta riil perkapita juta rupiah di provinsi i dan tahun t D it : Dummy kebijakan desentralisasi fiskal di provinsi i dan tahun t Dengan 0 : sebelum desentralisasi fiskal 1994-2000 1 : setelah desentralisasi fiskal 2001-2008 e : Error term Halaman ini sengaja di kosongkan

BAB IV GAMBARAN UMUM

4.1 Sejarah Perkembangan Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia

Permasalahan otonomi sebenarnya bukan merupakan hal yang baru di Indonesia. Bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka, pola pendelegasian wewenang atau otonomi telah dipraktekkan. Pelaksanaan pemerintahan di Indonesia, dalam sejarahnya diwarnai oleh sistem sentralisasi. Hal ini pada dasarnya merupakan warisan pemerintah kolonial Belanda sejak tahun 1800-an. Meskipun pada tahun 1903 Pemerintah Belanda mengeluarkan UU Desentralisasi Untuk Hindia Timur, yang ditandai dengan pemilihan umum pertama di tanah Jawa, namun pada pelaksanaannya tetap mengedepankan konsep dekonsentrasi, dimana kekuasaan pemerintah pusat masih dominan. Dari sisi keuangan, UU ini pada dasarnya mempunyai tujuan untuk mengurangi beban pembiayaan pada tingkat pemerintahan kolonial dengan mengalihkannya kepada pemerintahan daerah, namun demikian kewenangan pengelolaan masih di bawah kontrol pemerintah kolonial Belanda. Pada masa awal kemerdekaan Republik Indonesia 1945 – 1959, situasi di Indonesia masih sangat kental dengan warna transisi paska kemerdekaan, yaitu perjuangan bersenjata untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia dan perjuangan politik untuk mempersatukan wilayah Indonesia. Pada masa ini telah dikeluarkan Undang-undang yang mengatur pemerintahan daerah yang sifatnya desentralistis UU 221948 dan UU 11957, bahkan pada era inilah mulai diperkenalkan istilah otonomi yang seluas-luasnya. Namun demikian, pelaksanaan otonomi tidak berhasil dilaksanakan dengan baik karena berbagai faktor, antara lain, ketidakstabilan pemerintah, kurangnya sumber daya manusia yang mendukung, dan terutama karena pemerintah pusat tidak mempunyai dana yang cukup untuk mendukung pelaksanaan otonomi. Pada tahun 1959, setelah dikeluarkannya Dekrit Presiden untuk kembali kepada UUD 1945, Presiden Soekarno memperkenalkan konsep demokrasi terpimpin. Sejak saat ini, konsep desentralisasi telah berbalik arah menjadi sentralistis. Pelaksanaan pemerintahan di daerah lebih banyak menggunakan