Kelembaban RH Pindah Panas pada Alat Pengering

39 di setiap waktu, berkisar antara 30-33 C, sedangkan pada pengeringan matahari suhu lingkungan berubah-ubah mengikuti intensitas cahaya matahari. Pada pagi hari suhu lingkungan berkisar antara 22 C lalu meningkat hingga mencapai 38 C pada tengah hari dan kembali turun ke 27 C pada sore hari.

2. Kelembaban RH

Selain suhu dan intensitas cahaya matahari, kelembaban juga merupakan elemen yang penting dalam proses pengeringan. Kelembaban merupakan rasio uap air dalam 1 kg udara. Kelembaban dalam bangunan pengering dipengaruhi parameter iklim luar seperti kelembaban, suhu udara dan intensitas matahari Tiwari, 1997. Kelembaban udara dalam oven relatif stabil karena udara di dalam ruangan pengering terisolir dari lingkungan, sedangkan pada pengeringan matahari kelembaban udara dalam bangunan pengering sangat bergantung pada keadaan lingkungan luar dan intensitas cahaya matahari. Perbandingan kelembaban pada tiap percobaan dapat dilihat pada gambar 15. Gambar 14. Grafik perbandingan kelembaban hasil pengukuran pada berbagai percobaan. Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa kondisi kelembaban tiap percobaan relatif stabil. Kelembaban udara pengering pada percobaan menggunakan suhu 30 C berkisar antara 75-80 . pengeringan 50 C berkisar antara 61-70 , pengeringan 70 C berkisar antara 40 - 52 dan 30 40 50 60 70 80 90 100 3 6 9 12 RH Waktu Jam 30 50 70 90 Matahari 40 pengeringan 90 C berkisar antara 32-35 . Dari data tersebut maka didapat hubungan semakin tinggi suhu maka RH akan semakin rendah atau suhu berbanding terbalik dengan RH. Tingginya kelembaban udara sangat mempengaruhi kadar air dalam pengeringan. Air yang terdapat dalam bahan yang dikeringkan akan terus menurun hingga air yang terkandung dalam bahan mendekati kandungan air di udara sehingga mencapai kadar air kesetimbangan.

3. Pindah Panas pada Alat Pengering

Soegijanto1999 menyatakan bahwa bangunan akan mendapatkan perolehan panas dan mengeluarkan atau kehilangan panas ke lingkungan sekitarnya, perolehan dan pengeluaran panas dapat terjadi melalui proses pindah panas. Pada pengering oven pindah panas terjadi melalui dua proses pindah panas, yaitu pindah panas konduksi dan konveksi, sedangkan pada pengering matahari pindah panas terjadi melalui tiga proses, yaitu konduksi, konveksi dan radiasi. Konduksi terjadi pada seluruh bagian bahan, sedangkan konveksi terjadi di dalam bangunan pengering. Pindah panas total meliputi pindah panas dari pemanas ke dalam pengering, pindah panas pada tebal dinding dan pindah panas dari pengering ke udara luar. Tabel 5. Nilai pindah panas pada percobaan Percobaan Konduksi Konveksi Pindah panas Total Wm 2 30 0,38 1,01 118,53 50 0,39 1,39 420,93 70 1,93 1,55 709,94 90 8,11 1,90 1012,75 Matahari 2,60 1,09 443,50 Tabel 3 menunjukkan hasil perhitungan nilai pindah panas yang terjadi pada proses pengeringan. Pada pengering oven pindah panas mulai terjadi dari pemanas oven yang mengalirkan udara panas ke dalam sistem pengeringan melalui kipas blower, lalu udara yang bersuhu tinggi akan masuk ke dalam sistem dan mentransfer panasnya ke dinding, rak dan perm perm pinda kond peng diban pinda bang Seba pada mukaan kay mukaan baha ah panas kon duksi, konve geringan 90 ndingkan de ah panas ini gunan penge aran suhu da gambar ber yu yang di an diteruska nduksi. Dari eksi dan pin C, sedangka engan nilai p sedikit lebih eringan ma an perpindah rikut. ikeringkan. an ke selur i data diatas ndah panas an yang terk pindah panas h besar, nam atahari mem han panas d a b Panas yan ruh bagian s dapat diliha total terbe kecil pada p snya berkisa mun hal ini d miliki ukura dalam alat p ng dikonve bahan mela at bahwa pin esar terjadi engeringan ar pada 50 - dapat dijelas an yang le pengering da 41 eksikan ke alui proses ndah panas pada suhu 30 C. Bila 70 C, nilai kan karena ebih besar. apat dilihat G p Gambar 15. c Sepert pengering o . Pemetaan c 70 C, d ti apa yang oven terliha distribusi su 90 C. g terlihat p at tidak ser c d uhu pada p pada gamba ragam, dan engeringan ar diatas, d sebarannya a 30 C, distribusi su a pun berag 42 b 50 C, uhu dalam gam. Pada 43 pengeringan 30 C, suhu pengering berkisar antara 34-39,2 C, pengeringan 50 C berkisar antara 43,5-58,5 C, pengeringan 70 C berkisar antara 53-83 C dan pengeringan 90 C berkisar antara 46 – 92 C. Suhu pengering terlihat tinggi pada sisi kanan dan kiri, sedangkan di bagian tengah sedikit lebih rendah suhunya. Disamping itu gambar diatas juga menunjukkan bahwa sampel yang berada di posisi tengah yang memiliki suhu tertinggi, diikuti sampel sebelah kanan dan sampel paling kiri dengan suhu terrendah. Rendahnya suhu sampel sebelah kanan dikarenakan posisi yang jauh dengan kipas sehingga panas yang diterima tidak terserap dengan baik karena terhalang sampel-sampel didepannya.

C. Energi dan Efisiensi Pengeringan

Dokumen yang terkait

Kualitas Balok Laminasi dari Kayu Sengon (Paraserienthes falcataria (L) Nielsen) dan Kayu Meranti Merah (Shorea leprosula Miq.) dengan Perlakuan Jumlah Lapisan dan Berat Labur Perekat

2 45 80

Hubungan Antara Umur Dan Tingkat Juvenilitas Dengan Keberhasilan Stek Dan Sambungan Pucuk Meranti Tembaga (Shorea leprosula MIQ.)

0 13 124

Pemanfaatan Air Kelapa untuk Meningkatkan Pertumbuhan Stek Pucuk Meranti Tembaga (Shorea leprosula Miq.)

0 2 4

Kualitas Pertumbuhan dan Karakteristik Kayu Meranti Merah (Shorea leprosula Miq.) hasil budidaya

0 2 50

Tabel Volume Meranti Merah (Shorea leprosula Miq) dan Meranti Kuning (Shorea multiflora Miq) di Areal IUPHHK Provinsi Kalimantan Tengah

0 4 35

Hubungan Antara Umur Dan Tingkat Juvenilitas Dengan Keberhasilan Stek Dan Sambungan Pucuk Meranti Tembaga (Shorea leprosula MIQ.)

2 11 57

Kualitas Balok Laminasi dari Kayu Sengon (Paraserienthes falcataria (L) Nielsen) dan Kayu Meranti Merah (Shorea leprosula Miq.) dengan Perlakuan Jumlah Lapisan dan Berat Labur Perekat

0 0 10

KUALITAS BALOK LAMINASI DARI KAYU SENGON (Paraserienthes falcataria (L) Nielsen) DAN KAYU MERANTI MERAH (Shorea leprosula Miq.) DENGAN PERLAKUAN JUMLAH LAPISAN DAN BERAT LABUR PEREKAT

0 0 10

Kualitas Balok Laminasi dari Kayu Sengon (Paraserienthes falcataria (L) Nielsen) dan Kayu Meranti Merah (Shorea leprosula Miq.) dengan Perlakuan Jumlah Lapisan dan Berat Labur Perekat

0 0 10

KUALITAS BALOK LAMINASI DARI KAYU SENGON (Paraserienthes falcataria (L) Nielsen) DAN KAYU MERANTI MERAH (Shorea leprosula Miq.) DENGAN PERLAKUAN JUMLAH LAPISAN DAN BERAT LABUR PEREKAT

0 1 10