BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Agitasi adalah gejala perilaku yang bermanifestasi dalam penyakit-penyakit psikiatrik yang luas. Agitasi sering dijumpai di pelayanan gawat darurat psikiatri sebagai keluhan pasien-pasien
dengan gangguan psikotik.
1
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition DSM-IV dari American Psychiatric Association , agitasi didefinisikan sebagai
aktivitas motorik yang berlebih-lebihan dihubungkan dengan perasaan ketegangan dari dalam diri. Gangguan perilaku yang kompleks yang dikarakteristikkan dengan agitasi ini terdapat pada
sejumlah gangguan psikiatrik seperti skizofrenia, gangguan bipolar, demensia termasuk penyakit Alzheimer dan penyalahgunaan zat obat danatau alkohol.
2,3
Agitasi mempunyai bermacam-macam manifestasi melalui banyaknya penyakit-penyakit psikiatrik. Gambaran agitasi yang sering dijumpai pada skizofrenia, gangguan bipolar, dan
demensia, termasuk aktivitas motorik dan atau verbal yang berlebihan, iritabilitas, ketidakkooperatifan, ledakan outburst vokal atau mencaci-maki, sikap atau kata-kata yang
mengancam, perusakan fisik, dan penyerangan.
4
Kebanyakan pasien skizofrenik, gangguan skizoafektif, atau gangguan skizofreniform memperlihatkan beberapa episode akut yang memerlukan hospitalisasi selama perjalanan
penyakit mereka, dan hampir 20 dari pasien-pasien ini membutuhkan pengobatan untuk agitasi akut. Pasien dengan agitasi akut yang dihubungkan dengan skizofrenia berisiko untuk
mencelakai diri mereka sendiri dan orang lain dan membutuhkan pengobatan untuk mengontrol
Universitas Sumatera Utara
gejala dengan cepat.
4,5
Beberapa pasien mungkin tidak bisa mengambil obat secara oral, dan pada pasien-pasien ini mungkin diperlukan pengobatan dalam bentuk intramuskular.
6
Haloperidol intramuskular adalah pengobatan antipsikotik intramuskular standar yang digunakan untuk pengobatan agitasi akut dengan dosis yang diberikan berkisar 5 sampai 10 mg.
Namun antipsikotik konvensional dihubungkan dengan efek samping ekstrapiramidal EPS akut seperti distonia, akatisia, dan hipotensi ortostatik, dan efek-efek ini dapat memperburuk distress
yang dialami pasien.
6
Dosis haloperidol 2-5mg dipergunakan untuk mengontrol dengan cepat pasien skizofrenik akut yang agitasi dengan gejala-gejala yang agak berat sampai sangat berat.
Bergantung kepada respons pasien, dosis berikutnya dapat diberikan tiap jam, walaupun dengan interval 4-8 jam sudah memuaskan.
7
Onset of action haloperidol intramuskular bervariasi dan umumnya antara 30 dan 60 menit.
8
Antipsikotik atipikal memberikan efek yang sama dengan obat konvensional dalam mengurangi simtom positif dengan risiko gejala ekstrapiramidal yang lebih rendah pada dosis
terapeutik. Lebih jauh lagi, antipsikotik atipikal lebih baik dibandingkan antipsikotik konvensional dalam hal keuntungan kognitif. Disamping mempunyai risiko yang lebih rendah
untuk terjadinya gejala ekstrapiramidal, pengobatan antipsikotik atipikal intramuskular juga mempunyai keuntungan dalam menangani psikosis akut.
8
Aripiprazol oral menunjukkan kemanjuran dengan tolerabilitas yang baik pada pasien psikosis akut, tetapi tetap membutuhkan
formulasi injeksi dari antipsikotik atipikal untuk mengontrol agitasi akut pasien-pasien yang dihospitalisasi.
6
Penelitian yang dilakukan Andrezina dan kawan-kawan dkk pada tahun 2006 yang meneliti keamanan dan kemanjuran aripiprazol intramuskular dan haloperidol intramuskular
terhadap pengobatan pasien skizofrenik dan gangguan skizoafektif. Dosis aripiprazol
Universitas Sumatera Utara
intramuskular sebesar 9,75mg dan haloperidol intramuskular sebesar 6,5mg. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mean perbaikan dari Positive and Negative Syndrome Scale-Excited
Component PANSS-EC pada 2 jam adalah besar secara signifikan untuk aripriprazol intramuskular vs plasebo p0,001 dan aripiprazol intramuskular noninferior terhadap
haloperidol intramuskular pada PANSS-EC. Penelitian ini menyimpulkan bahwa aripiprazol intramuskular adalah pengobatan yang efektif dibandingkan haloperidol dan ditoleransi dengan
baik untuk pasien skizofrenik dengan agitasi akut.
9
Penelitian yang dilakukan oleh Trans-Johnson dkk pada tahun 2007 yang meneliti keamanan dan kemanjuran formulasi intramuskular dari aripiprazol dosis 1mg, 5.25mg, 9.75mg,
atau 15 mg dan haloperidol dengan dosis 7,5mg yang dinilai pada baseline dan tiap 15 menit untuk 2 jam pertama, pada 4, 6, 12, dan 24 jam setelah initial dose. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa aripiprazol intramuskular 9,75mg secara signifikan menurunkan skor PANSS-EC dibandingkan plasebo pada menit 45 dan cenderung signifikan pada menit 30,
sedangkan haloperidol intramuskular 7,5mg dibandingkan plasebo menurunkan skor PANSS-EC pada menit 105. Pada menit 30, kebanyakan pasien secara signifikan berespons terhadap
aripiprazol intramuskular 9,75mg. Penelitian ini menyimpulkan bahwa aripiprazol intramuskular 9,75 mg adalah secara cepat efektif dan ditoleransi dengan baik dibandingkan haloperidol dalam
mengontrol agitasi tanpa over sedasi pada pasien skizofrenik.
6
1.2. Rumusan Masalah