Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Skizofrenia

intramuskular sebesar 9,75mg dan haloperidol intramuskular sebesar 6,5mg. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mean perbaikan dari Positive and Negative Syndrome Scale-Excited Component PANSS-EC pada 2 jam adalah besar secara signifikan untuk aripriprazol intramuskular vs plasebo p0,001 dan aripiprazol intramuskular noninferior terhadap haloperidol intramuskular pada PANSS-EC. Penelitian ini menyimpulkan bahwa aripiprazol intramuskular adalah pengobatan yang efektif dibandingkan haloperidol dan ditoleransi dengan baik untuk pasien skizofrenik dengan agitasi akut. 9 Penelitian yang dilakukan oleh Trans-Johnson dkk pada tahun 2007 yang meneliti keamanan dan kemanjuran formulasi intramuskular dari aripiprazol dosis 1mg, 5.25mg, 9.75mg, atau 15 mg dan haloperidol dengan dosis 7,5mg yang dinilai pada baseline dan tiap 15 menit untuk 2 jam pertama, pada 4, 6, 12, dan 24 jam setelah initial dose. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa aripiprazol intramuskular 9,75mg secara signifikan menurunkan skor PANSS-EC dibandingkan plasebo pada menit 45 dan cenderung signifikan pada menit 30, sedangkan haloperidol intramuskular 7,5mg dibandingkan plasebo menurunkan skor PANSS-EC pada menit 105. Pada menit 30, kebanyakan pasien secara signifikan berespons terhadap aripiprazol intramuskular 9,75mg. Penelitian ini menyimpulkan bahwa aripiprazol intramuskular 9,75 mg adalah secara cepat efektif dan ditoleransi dengan baik dibandingkan haloperidol dalam mengontrol agitasi tanpa over sedasi pada pasien skizofrenik. 6

1.2. Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 1. Apakah aripiprazol intramuskular lebih baik menurunkan agitasi pada pasien skizofrenik dibandingkan dengan haloperidol intramuskular? 2. Apakah aripiprazol intramuskular memiliki waktu yang lebih cepat dalam menurunkan tingkat keparahan agitasi pada pasien skizofrenik dibandingkan dengan haloperidol intramuskular?

1.3. Hipotesis

1. Aripiprazol intramuskular lebih baik menurunkan agitasi pada pasien skizofrenik dibandingkan dengan haloperidol intramuskular.

2. Aripiprazol intramuskular memiliki waktu yang lebih cepat dalam menurunkan tingkat

keparahan agitasi pada pasien skizofrenik dibandingkan dengan haloperidol intramuskular.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan Umum: Untuk membandingkan aripiprazol intramuskular dan haloperidol intramuskular dalam mengurangi agitasi pada pasien skizofrenik. Tujuan Khusus: 1. Untuk mengetahui apakah aripiprazol intramuskular lebih baik dibandingkan haloperidol intramuskular dalam menurunkan agitasi pada pasien skizofrenik. Universitas Sumatera Utara 2. Untuk mengetahui apakah aripiprazol intramuskular memiliki waktu yang lebih cepat dibandingkan haloperidol intramuskular dalam menurunkan tingkat keparahan agitasi pada pasien skizofrenik.

1.5. Manfaat

Dengan menurunkan agitasi dengan cepat maka kemungkinan pasien yang akan mencelakai diri sendiri dan orang lain semakin berkurang. Hasil penelitian ini juga dapat dilanjutkan untuk bahan penelitian lanjutan yang sejenis atau penelitian lain yang memakai penelitian ini sebagai bahan acuannya. Universitas Sumatera Utara BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Skizofrenia

Skizofrenia merupakan gangguan mental psikotik yang etiologinya belum diketahui yang dikarakteristikkan dengan gangguan dalam proses pikir, mood, dan perilaku. Prevalensi seumur hidup sekitar 1. Prevalensi antara pria dan wanita sama. Puncak usia dari onset penyakit ini antara 15 dan 35 tahun. Onset sebelum usia 10 tahun atau setelah 45 tahun adalah jarang. 10,11 Skizofrenia secara definisi merupakan suatu gangguan yang harus terjadi sedikitnya 6 bulan atau lebih, termasuk sedikitnya selama 1 bulan mengalami waham, halusinasi, pembicaraan yang kacau, perilaku kacau atau katatonik atau simtom-simtom negatif. Meskipun tidak dikenali secara formal sebagai bagian dari kriteria diagnostik untuk skizofrenia, sejumlah studi mengsubkategorikan gejala-gejala penyakit ini ke dalam 5 dimensi, yaitu simtom positif, simtom negatif, simtom kognitif, simtom agresifpermusuhan, dan simtom depresifcemas. 12 Simtom positif tampaknya merefleksikan suatu ketidaksesuaian dengan fungsi-fungsi yang normal dan secara tipikal meliputi waham dan halusinasi, ini termasuk bahasa dan komunikasi yang mengalami distorsi atau berlebih-lebihan pembicaraan yang kacau dan juga dalam memonitor perilaku perilaku yang kacau atau katatonik atau teragitasi. Simtom negatif terdiri dari sedikitnya 5 gejala yaitu pendataran afek, alogia, avolisi, anhedonia, dan hendaya dalam atensi. Simtom kognitif mungkin gambarannya dapat bertumpang tindih dengan simtom negatif. Gejala ini secara spesifik termasuk gangguan pikiran dari skizofrenia dan kadang-kadang penggunaan bahasa yang aneh termasuk inkoherensia, asosiasi yang longgar, dan neologisme. Hendaya dalam atensi dan memproses informasi adalah hendaya kognitif spesifik lainnya yang Universitas Sumatera Utara dihubungkan dengan skizofrenia. Simtom agresif dan permusuhan bisa bertumpang tindih dengan simtom positif tetapi secara spesifik menekankan pada masalah mengontrol impuls. Simtom ini meliputi permusuhan yang jelas, seperti perlakuan yang kasar baik secara verbal atau fisik ataupun sampai melakukan penyerangan. Beberapa simtom juga termasuk seperti perilaku melukai diri sendiri, bunuh diri, membakar rumah dengan sengaja atau merusakkan milik orang lain. Tipe lain dari ketidakmampuan mengontrol impuls seperti sexual acting out, juga termasuk kedalam kategori simtom agresif dan permusuhan. Simtom depresif dan cemas sering dihubungkan dengan skizofrenia, tetapi adanya simtom ini bukan berarti memenuhi kriteria diagnostik untuk komorbid dengan gangguan ansietas atau gangguan afektif. 12

2.2. Agitasi