sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tertentu.
14
Dr. Mar’at mengemukakan ada 13 pengertian sikap, yang dirangkum menjadi 4 rumusan berikut:
15
1 Sikap merupakan hasil belajar yang diperoleh melalui pengalaman dan
interaksi yang terus menerus dengan lingkungan di rumah, sekolah, dll dan senantiasa berhubungan dengan obyek seperti manusia,
wawasan, peristiwa atau pun ide, sebagai wujud dari kesiapan untuk bertindak dengan cara-cara tertentu terhadap obyek.
2 Bagian yang dominan dari sikap adalah perasaan dan afektif seperti
yang tampak dalam menentukan pilihan apakah positif, negatif atau ragu, dengan memiliki kadar intensitas yang tidak tentu sama terhadap
obyek tertentu, tergantung pada situasi dan waktu, sehingga dalam situasi dan saat tertentu mungkin sesuai sedangkan di saat dan situasi
berbeda belum tentu cocok. 3
Sikap dapat bersifat relatif consistent dalam sejarah hidup individu, karena ia merupakan bagian dari konteks persepsi atau pun kognisi
individu. 4
Sikap merupakan penilaian terhadap sesuatu yang mungkin mempunyai konsekuensi tertentu bagi seseorang atau yang bersangkutan, karenanya
sikap merupakan penafsiran dan tingkah laku yang mungkin menjadi indikator yang sempurna, atau bahkan tidak memadai.
14
R. Sutarno, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: Kanisius, 1995, cet-II, h. 41
15
Prof. Dr. Mar’at, Sikap Manusia: Perubahan serta pengukurannya, Jakarta, Balai Aksara-
Yudhistira dan Sa’adiyah, 1982, h. 20
Jadi berdasarkan pemahaman dari Dr. Mar’at dapat disimpulkan bahwa sikap adalah penafsiran dan tingkah laku yang di dapatkan melalui
pengalaman yang tampak dalam menentukan pilihan apakah positif, negatif atau ragu yang berhubungan dengan obyek seperti manusia,
wawasan peristiwa ataupun ide. Sedangkan menurut Chave, Bogardus, La Pierre, Mead dan
Gordon Allport 1935 sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu, apabila individu
dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon.
16
Dari beberapa pengertian di atas disini dapat dijelakan bahwa sikap senantiasa diarahkan kepada suatu objek. Artinya tidak ada sikap tanpa
objek, sesuai dengan pendapat Sarlito wirawan Sarwono yang memberikan pengertian sikap bahwa sikap adalah kesiapan pada seseorang untuk
bertindak secara tertentu terhadap hal tertentu.
17
Adapun objek –objek sikap dapat terarah terhadap benda-benda,
manusia, peristiwa-peristiwa, pemandangan-pemandangan, lembaga- lembaga, norma-norma, nilai-nilai dan sebagainya.
Sarlito Wirawan memberikan ciri-ciri sikap sebagai berikut:
18
a Dalam sikap selalu terdapat hubungan subjek-objek, tidak ada sikap
tanpa objek. Objek dapat berupa benda, orang, kelompok orang, nilai-
16
Saepudin Azwar, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, Pustaka Pelajar, 1998, Cet 2, h. 5
17
Sarlito W. S, Pengantar Umum Psikologi, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1991, Cet VI, h. 91
18
Sarlito W. S, Pengantar Umum Psikologi, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1991, Cet VI,
, h. 95
nilai sosial, pandangan hidup, hukum, lembaga masyarakat dan sebagainya.
b Sikap tidak dibawa sejak lahir melainkan dipelajari dan dibentuk dari
pengalaman. c
Karena sikap dapat dipelajari, maka sikap dapat berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan di sekitar individu yang bersangkutan
pada saat yang berbeda-beda. d
Dalam sikap tersangkut juga faktor motivasi dan perasaan. e
Sikap tidak menghilang walaupun kebutuhan sudah terpenuhi. f
Sikap tidak hanya satu macam saja, melainkan bermacam-macam sesuai dengan banyaknya objek yang dapat menjadi perhatian orang
yang bersangkutan. Faktor penentu sikap, baik sikap positif atau pun sikap negatif,
adalah motif, yang berdasarkan kajian psikologis dihasilkan oleh penilaian dan reaksi afektif yang terkandung dari sebuah sikap. Motif menentukan
tingkah laku nyata overt behavior sedangkan reaksi afektif bersifat tertutup covert behavior.
19
Dengan demikian, sikap yang ditampilkan seseorang merupakan hasil dari proses berfikir, merasa dan pemilihan motif-motif tertentu
sebagai reaksi terhadap sesuatu obyek.
19
Prof. Dr. Mar’at, Sikap Manusia: Perubahan serta pengukurannya, Jakarta, Balai Aksara-
Yudhistira dan Sa’adiyah, 1982,
h.17
Dengan demikian sikap terbentuk dari hasil belajar dan pengalaman seseorang dan bukan pengaruh bawaan factor intern
seseorang, serta tergantung kepada obyek tertentu.
20
b. Sikap Remaja Dalam Keagamaan
Sikap keagamaan ini akan ikut mempengaruhi cara berpikir, cita rasa, ataupun penilaian seseorang terhadap segala sesuatu yang berkaitan
dengan agama. Sikap remaja terhadap agama menurut Zakiah Daradjat adalah sebagai berikut:
21
1 Percaya dengan turut-turutan
Yaitu sikap golongan remaja yang melakukan penghayatan dan pengamalan ajaran agama hanyalah karena orang tua, teman sebaya dan
masyarakat lingkungannya yang mengamalkan agama dengan baik. 2
Percaya dengan kesadaran Kesadaran beragama bagi remaja akan timbul dengan baik apabila
ajaran agama yang didakwahkan kepada mereka diterima dengan akal sehat, dengan teliti dan kritik berdasarkan ilmu pengetahuan. Biasanya
percaya dengan kesadaran ini terjadi pada masa remaja akhir, yang memang sejak masa kecilnya sudah dibiasakan untuk melaksanakan
ajaran agama. 3
Percaya dengan ragu-ragu Golongan remaja yang ragu-ragu terhadap agama, yaitu apabila
ajaran agama yang didakwahkan kepada mereka semenjak kecil lebih
20
Ibid , hal, 21
21
Zakiah Darajdat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1976, hal. 91-102
bersifat otoriter, paksaan untuk mengamalkannya, sehingga pada masa remajanya terjadi perberontakan terhadap sifat otoriter tersebut.
4 Tidak percaya sama sekali cenderung atheis
Golongan remaja ini bermula dari golongan remaja yang ragu- ragu terhadap agama, makin lama keraguannya semakin bertambah
sehingga semakin jauh dari ajaran agama. Salah satu penyebabnya adalah bertumpuknya perasaan kecewa karena dorongan atau keinginan
yang tidak terpenuhi, sehingga berakibat pesimis dan putus asa. Bagi remaja yang kurang meresap nilai agamanya dalam jiwanya lambat
laun akan menjadi marah dan benci terhadap agama karena ia memandang agama sebagai penghalang hawa nafsunya dalam mencapai
kepuasaan hidupnya. Adapun menurut Robert H. Thouless mengemukakan empat faktor
keberagamaan, diantaranya yaitu:
22
1. Pengaruh-pengaruh sosial
Pada faktor sosial ini mencakup semua pengaruh sosial dalam perkembangan sikap keberagamaan yaitu: pendidikan orangtua,tradisi-
tradisi social dan tekanan-tekanan lingkungan social untuk menyesuaikan diri dengan pendapat dan sikap yang di sepakati oleh
lingkungan.
22
Sururin, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004, hal. 81
2. Pengalaman
Pada umumnya ada anggapan bahwa kehadiran keindahan, keselarasan dan kebaikan yang dirasakan dalam dunia nyata
memainkan peranan dalam pembentukan sikap keberagamaan. Dengan merenungkan keadaan disekeliling, kita akan keindahan yang meliputi
segalanya, jiwa yang suci akan dapat mendengar dan melihat indahnya alam disekeliling. Yang mana akhirnya kita akan sampai pada
kesadaran jiwa akan keagungan Allah sebagai sang pencipta. 3.
Kebutuhan Pada faktor ini yang dianggap sebagai sumber keyakinan adalah
kebutuhan-kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi secara sempurna, sehingga mengakibatkan terasa adanya kebutuhan akan kepuasan
agama. 4.
Proses pemikiran Manusia adalah makhluk berfikir, salah satu pemikirannya adalah
bahwa ia membantu dirinya untuk menentukan keyakinan-keyakinan mana yang harus diterimanya dan mana yang harus ditolak.
5. Sikap dan minat
Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan sangat kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaan masa kecil
serta lingkungan agama yang mempengaruhi mereka.
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap
Proses belajar sosial terbentuk dari interaksi sosial. Dalam interaksi sosial, individu membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek
psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah:
1. Pengalaman pribadi. Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap,
pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut
melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lama
berbekas. 2.
Kebudayaan. B.F. Skinner dalam, Azwar 2005 menekankan pengaruh lingkungan termasuk kebudayaan dalam membentuk kepribadian
seseorang. Kepribadian tidak lain daripada pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement penguatan, ganjaran yang
dimiliki. Pola reinforcement dari masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut, bukan untuk sikap dan perilaku yang lain.
3. Orang lain yang dianggap penting. Pada umumnya, individu bersikap
konformis atau searah dengan sikap orang orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk
berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.
4. Media massa. Sebagai sarana komunikasi, berbagai media massa seperti
televisi, radio, mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal
memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa informasi tersebut,
apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam mempersepsikan dan menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.
5. Institusi Pendidikan dan Agama. Sebagai suatu sistem, institusi
pendidikan dan agama mempunyai pengaruh kuat dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep
moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh
dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya. 6.
Faktor emosi dalam diri. Tidak semua bentuk sikapditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang,
suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan
bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian bersifat sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula
merupakan sikap yang lebih persisten dan lebih tahan lama. contohnya bentuk sikap yang didasari oleh faktor emosional adalah prasangka.
Menurut Azwar S 2003, Stimulasi tersebut menimbulkan suatu reaksi yang bersifat afektif atau emosional, kognitif pemikiran dan yang
mempengaruhi perilaku. Pada dasarnya stimuli menyebabkan timbulnya pembentukan sikap, yang kemudian menyebabkan timbulnya reaksi
tertentu yang bersifat kognitif afektif, atau behavioral.
23
a. Kognitif
Komponen “kognitif” sebuah sikap terdiri dari persepsi, opini, dan keyakinan-keyakinan seseorang.Ia berhubungan dengan proses
pemikiran di mana ditekankan persoalan rasionalitas dan logika. Kognitif, segmen pendapat atau keyakinan dari suatu sikap,
Pendekatan kognitif menekankan mental internal seperti berpikir dan menimbang.Penafsiran individu tentang lingkungan dipertimbangkan
lebih penting dari lingkungan itu sendiri.Kognitif adalah yang mencakup kegiatan mental otak.Salah satu elemen penting kognisi,
adalah keyakinan evaluatif sesorang.Keyakinan-keyakinan evaluatif, dimanafestasi dalam bentuk impresi atau kesan baik atau buruk yang
dimiliki seseorang terhadap objek atau orang tertentu. Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak
adalah termasuk dalam kognitif. Kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal,
memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi.
Mann dalam Azwar S, 2003 menjelaskan bahwa komponen kognitif berisikan persepsi, kepercayaan, dan stereotipe yang dimiliki
23
http:repository.usu.ac.idbitstream123456789341924Chapter20II.pdf
individu mengenai sesuatu.Seringkali komponen ini dapat disamakan dengan pandangan opini, terutama apabila menyangkut masalah isu
atau problem yang kontroversial.
b. Afektif
“Affect”, afeksi yang merupakan komponen emosional atau “perasaan”. Sebuah sikap dipelajari dari orang tua, guru, dan para
anggota kelompok rekan-rekan.Afektif, segmen emosional dari suatu sikap.Afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan
nilai.Afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai.Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang
dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan
tampak dalam berbagai tingkah laku. Seperti: perhatiannnya terhadap pekerjaannya, kedisiplinannya dalam melakukan pekerjaannya,
motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai pekerjaann yang lain, penghargaan dan sebagainya. Komponen afektif merupakan
perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling bertahan
terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang.
c. Perilaku Behavior
Perilaku suatu maksud untuk berperilaku dalam suatu cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu. Sementara itu komponen
perilaku berisi kecenderungan untuk bertindak atau untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu. Kompon
en “perilaku” sebuah sikap berhubungan dengan kecendrungan seseorang untuk
bertindak terhadap seseorang atau hal tertentu dengan cara tertentu. Seseorang misalnya dapat bertindak terhadap orang lain, atau hal lain
dengan cara bersahabat, hangat, agresif, bermusuhan atau apatis, ataupun dengan cara-cara lain
Perilaku manusia adalah sebagai suatu fungsi dari interaksi antara person atau individu dengan lingkungannya. Sebagai gambaran
dari pemahaman ungkapan ini, misalnya: seorang tukang parkir yang melayani
memparkirkan mobil,
seorang tukang
pos yang
menyampaikan surat-surat ke alamat, seorang mekanik yang bekerja dalam bengkel, seorang karyawan asuransi yang datang kerumah
menawarkan jasa asuransinya, seorang perawat di rumah sakit, dan juga seorang manajer di kantor yang membuat keputusan. Mereka
semuanya akan berperilaku berbeda satu sama lain, dan perilakunya adalah ditentukan oleh masing-masing lingkungannya yang memang
berbeda.
D. REMAJA
1. Pengertian Remaja
Istilah adolescere atau remaja berasal dari kata latin yaitu adolescere yang berarti remaja, yang tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja
tidak berbeda dengan periode-periode lain dalam rentan kehidupan.Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari umur 13-18 tahun, yaitu usia
matang menurut hukum.Pada masa remaja itu dalam arti yang lebih luas yaitu mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik. Pandangan
ini di ungkapkan oleh Piaget
24
.Sedangkan dalam kamus psikologi Chaplin, Adolescence adolesensia, keremajaan, masa remaja merupakan periode
antara pubertas dan kedewasaan usia yang diperkirakan antara 12-21 tahun untuk anak gadis dan 13-22 tahun bagi anak laki-laki.
25
Masa remaja termasuk masa yang sangat menentukan, karena pada masa ini anak-anak mengalami perubahan fisik dan juga psikisnya.
Terjadinya perubahan ini menimbulkan kebingungan dikalangan remaja, karena mereka mengalami gejolak emosi dan tekanan jiwa sehingga mudah
menyimpang dari aturan-aturan dan norma-norma sosial yang berlaku di masyaraakat.
26
2. Remaja dan permasalahannya
Umur remaja adalah umur peralihan dari anak-anak menjelang dewasa, yang merupakan masa perkembangan terakhir untuk memasuki
masa dewasa. Telah banyak penelitian yang yang dilakukan dalam mencari problema yang umum dihadapi oleh remaja, diantaranya yaitu:
24
El izabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Erlangga, 1980.
25
C. P Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, Kartini Kartono alih bahasa, Jakarta: PT Grafindo Persada, 1995, h. 12
26
Zulkifli, Psikologi Perkembangan, Bandung: PT Rosda Karya, 2000,h. 63