Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Sosial Organisasi Pegawai Negeri Sipil Di Sekretariat Daerah Kota Tanjungbalai
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU
SOSIAL ORGANISASI PEGAWAI NEGERI SIPIL
DI SEKRETARIAT DAERAH
KOTA TANJUNGBALAI
TESIS
Oleh
ERWIN SETYAWAN
087019073/IM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
S
E K O L
A
H
P A
S C
A S A R JA
N A
(2)
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU
SOSIAL ORGANISASI PEGAWAI NEGERI SIPIL
DI SEKRETARIAT DAERAH
KOTA TANJUNGBALAI
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Manajemen pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
ERWIN SETYAWAN
087019073/IM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
(3)
Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PERILAKU SOSIAL
ORGANISASI PEGAWAI NEGERI SIPIL DI SEKRETARIAT DAERAH KOTA TANJUNGBALAI
Nama Mahasiswa : Erwin Setyawan
Nomor Pokok : 087019073
Program Studi : Ilmu Manajemen
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Sitti Raha Agoes Salim, M.Sc) Ketua
(Dr. Yenny Absah, M.Si) Anggota
Ketua Program Studi
(Prof. Dr. Rismayani, SE., MS)
Direktur
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)
(4)
Telah diuji pada
Tanggal : 2 September 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Sitti Raha Agoes Salim, M.Sc
Anggota : 1. Dr. Yenny Absah, M.Si 2. Prof. Dr. Rismayani, SE., MS 3. Dr. Arlina Nurbaity Lubis, MBA 4. Drs. Syahyunan, M.Si
(5)
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul: “ANALISIS
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SOSIAL
ORGANISASI PEGAWAI NEGERI SIPIL DI SEKRETARIAT DAERAH KOTA TANJUNGBALAI” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya.
Sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.
Medan, September 2010 Yang membuat pernyataan
(6)
ABSTRAK
Perilaku Sosial Organisasi atau lebih dikenal dengan istilah Organizational Behaviour Citizenships (OCB) merupakan sikap atau perilaku pegawai di mana ia melakukan tugas melebihi dari kewajiban formal. Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja organisasi dibutuhkan pegawai yang dapat menampilkan perilaku sosial organisasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh iklim organisasi dan kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja PNS di Sekretariat Daerah Kota Tanjungbalai dan menganalisis pengaruh kepuasan kerja, komitmen organisasi, kecerdasan emosi dan sikap pada budaya organisasi terhadap perilaku sosial organisasi PNS di Sekretariat Daerah Kota Tanjungbalai.
Teori dalam penelitian ini adalah teori tentang perilaku organisasi yang berkaitan dengan perilaku sosial organisasi, kepuasan kerja, komitmen organisasi, kecerdasan emosi, sikap pada budaya organisasi, iklim organisasi dan kepemimpinan transformasional.
Penelitian ini dilakukan di Kantor Sekretariat Daerah Kota Tanjungbalai. Menurut metodenya, penelitian ini termasuk kedalam penelitian survey. Menurut karakteristik masalah yang diteliti, penelitian ini termasuk kedalam penelitian deskriptif kuantitatif. Sedangkan berdasarkan tujuannya, penelitian ini termasuk kedalam penelitian
eksplanatory. Populasi penelitian ini adalah seluruh PNS di Sekretariat Daerah Kota Tanjungbalai yang berjumlah 103 orang. Berdasarkan rumus Slovin besarnya sampel adalah sebanyak 51 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan
multiple stage sample dengan bantuan perangkat komputer Microsof Excel. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, kuesioner, dan studi dokumentasi.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Regresi Berganda yang diolah dengan menggunakan program SPSS.
Hasil penelitian uji Hipotesis Pertama menunjukkan bahwa iklim organisasi dan kepemimpinan transformasional secara simultan berpengaruh signifikan terhadap
kepuasan kerja PNS di Sekretariat Daerah Kota Tanjungbalai dan secara parsial variabel iklim organisasi berpengaruh lebih dominan dari pada kepemimpinan transformasional. Selanjutnya pengujian Hipotesis Kedua menunjukkan bahwa
kepuasan kerja, komitmen organisasi, kecerdasan emosi, dan sikap pada budaya organisasi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap perilaku sosial organisasi PNS di Sekretariat Daerah Kota Tanjungbalai, dan secara parsial variabel kepuasan kerja berpengaruh lebih dominan dari pada komitmen organisasi, kecerdasan emosi, dan sikap pada budaya organisasi.
Kesimpulan penelitian ini adalah: 1) iklim organisasi dan kepemimpinan transformasional secara secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap
kepuasan kerja PNS di Sekretariat Daerah Kota Tanjungbalai, dan 2) kepuasan kerja, komitmen organisasi, kecerdasan emosi, dan sikap pada budaya organisasi secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap perilaku sosial organisasi PNS di Sekretariat Daerah Kota Tanjungbalai.
(7)
ABSTRACT
Organizational Behavior Citizenships (OCB) is stance or behavior of staffs in which they complete the tasks exceeding the formal duty. The improvement of both work efficiency and effectiveness in organization requires staff performance Organizational Behavior Citizenships. The objectives of research would be to analyze the effect of organizational climate and transformational leadership on work satisfaction of staffs in Secretariat of Tanjungbalai city and analyze the effect of work satisfaction, organizational commitment, emotional intelligence, attitude towards organizational culture on organizational behavior citizenship of staffs in Secretariat of Tanjungbalai city.
Theory used in this study was organizational behaviour theory which is related to work satisfaction, organizational commitment, emotional intelligence, attitude towards organizational, organization climate and transformational leaderships.
This research was conducted in Secretariat office of Tanjungbalai city. Based on method, this was a survey research. According to characteristics of problem under research, this was a quantitative descriptive research and based on objective, this was an explanatory research. The population of research was all stafs in Secretariat of Tanjungbalai city, 103 peoples. Based on Slovin formula, the number of samples was 51 people. The sample was determined by using multiple stage sample assisted by computer software of Microsoft Excel. The data for this study were obtained through questionnaire-based, interview and documentation study. The data was then analyzed by using Multiple Regression Analysis processed with program of SPSS.
The result of the first hypothesis test showed that organization climate and transformational leaderships simultaneously had a significant influence on work satisfaction of staffs in Secretariat of Tanjungbalai city, and partially the variable of organization climate had a more dominant influence than the variables of transformational leaderships. The result of the second hypothesis test showed that work satisfaction, organizational commitment, emotional intelligence, and attitude towards organizational culture simultaneously had a significant influence on organizational behavior citizenship of staffs in Secretariat of Tanjungbalai city, and partially the variable of work satisfaction had a more dominant influence than the variable of organizational commitment, emotional intelligence, and attitude towards organizational.
The conclusion is that 1) organization climate and transformational leaderships simultaneously had a significant influence on work satisfaction of staffs in Secretariat of Tanjungbalai city, and 2) work satisfaction, organizational commitment, emotional intelligence, and attitude towards organizational culture simultaneously had a significant influence on organizational behavior citizenship of staffs in Secretariat of Tanjungbalai city.
(8)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas segala kasih, berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Sosial Organisasi Pegawai Negeri Sipil di Sekretariat Daerah Kota Tanjungbalai”.
Selama masa perkuliahan hingga penulisan tesis ini, penulis telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, nasehat, dorongan, kritik dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Prof. Dr. Rismayani, SE, MS., selaku Ketua Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatea Utara dan juga selaku Komisi Pembanding.
4. Bapak Drs. Syahyunan, M.Si., selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan juga selaku Komisi Pembanding.
5. Ibu Dr. Sitti Raha Agoes Salim, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing. 6. Ibu Dr. Yenny Absah, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing.
(9)
7. Ibu Dr. Arlina Nurbaity Lubis, MBA selaku Komisi Pembanding.
8. Seluruh Staf Pengajar (Dosen) Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis.
9. Seluruh Pegawai Administrasi Magister Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
10.Bapak Sekretaris Daerah Kota Tanjungbalai.
11.Kabag. Organisasi dan Tata Laksana Sekretariat Daerah Kota Tanjungbalai beserta staf.
12.Ayahanda Alm. Raisoen Oemry yang senantiasa memberikan kasih sayang, nasehat, serta doa yang selalu menyertai penulis semasa hidupnya. Begitu juga Ibunda Saenah yang selalu mendoakan penulis.
13.Istri tercinta yang selalu membantu, mendukung dan mendoakan penulis.
14.Teman-teman angkatan XV paralel A. Terima kasih atas dukungan dan bantuannya.
Mudah-mudahan tesis ini dapat berguna bagi semua pembaca dan dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti lebih mendalam mengenai hal yang sama.
Medan, September 2010 Penulis
(10)
RIWAYAT HIDUP
Erwin Setyawan, dilahirkan di Gunung Bayu Kecamatan Bosar Maligas Kabupaten Simalungun pada tanggal 20 Nopember 1982, anak keenam dari enam bersaudara dari pasangan Ayahanda Alm. Raisoen Oemry dan Ibunda Saenah. Telah menikah dengan Sri Devi sejak 5 Februari 2010.
Pendidikan dimulai dari Sekolah Dasar di SD Negeri 091684 Gunung Bayu, tamat dan lulus tahun 1995. Melanjutkan pendidikan di MTs. Islamiyah Gunung Bayu, tamat dan lulus tahun 1998. Melanjutkan pendidikan di SMK Amir Hamzah Indrapura Jurusan Akuntansi, tamat dan lulus tahun 2001. Selanjutnya meneruskan pendidikan di Program Diploma III Fakultas Ekonomi USU Jurusan Keuangan, tamat dan lulus tahun 2004. Kemudian melanjutkan pendidikan di S1 Ekstensi Fakultas Ekonomi USU Departemen Ekonomi Pembangunan, tamat dan lulus tahun 2006. Pada tahun 2008 melanjutkan pendidikan Strata 2 (S-2) Program Studi Magister Ilmu Manajemen di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.
Sejak Januari 2005 sampai dengan April 2006 bekerja sebagai Teller di Bank Danamon Tanjungbalai dan sejak Mei sampai dengan Juni 2006 bekerja sebagai Sales Officer di Bank Danamon Aek Kanopan. Kemudian sejak September 2006 sampai dengan Maret 2009 bekerja sebagai Staf pada Dinas Koperasi, UKM dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Tanjungbalai dan sejak April 2009 sampai dengan sekarang bekerja sebagai Staf pada Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan KB Kota Tanjungbalai.
(11)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
I.1. Latar Belakang ... 1
I.2. Perumusan Masalah ... 6
I.3. Tujuan Penelitian ... 6
I.4. Manfaat Penelitian ... 6
I.5. Kerangka Berpikir... 7
I.6. Hipotesis ... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 13
II.1. Penelitian Terdahulu ... 13
II.2. Teori tentang Perilaku Sosial Organisasi ... 14
II.2.1. Pengertian Perilaku Sosial Organisasi ... 14
II.2.2. Dimensi-dimensi Organizational Citizenships Behaviour (OCB) ... 15
II.2.3. Motif-motif yang Mendasari OCB ... 16
II.2.4. Manfaat OCB dalam Perusahaan ... 16
II.3. Teori tentang Kepuasan Kerja ... 20
II.3.1. Pengertian Kepuasan Kerja ... 20
(12)
II.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja 22
II.4. Teori tentang Komitmen Organisasi ... 25
II.4.1. Pengertian Komitmen Organisasi ... 25
II.4.2. Dimensi Komitmen Organisasi ... 26
II.5. Teori tentang Kecerdasan Emosi ... 27
II.5.1. Pengertian Kecerdasan Emosi... 27
II.5.2. Dimensi Kecerdasan Emosi ... 28
II.6. Teori tentang Sikap pada Budaya Organisasi... 29
II.6.1. Pengertian Sikap ... 29
II.6.2. Pengertian Budaya Organisasi ... 30
II.6.3. Karakteristik Budaya Organisasi ... 31
II.6.4. Fungsi-fungsi Budaya Organisasi ... 36
II.6.5. Pengertian Sikap pada Budaya Organisasi... 37
II.7. Teori tentang Iklim Organisasi ... 39
II.7.1. Pengertian Iklim Organisasi... 39
II.7.2. Dimensi Iklim Organisasi ... 41
II.7.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Iklim Organisasi ... 42
II.8. Teori tentang Kepemimpinan Transformasional... 43
II.8.1. Pengertian Kepemimpinan Transformasional... 43
II.8.2. Ciri-ciri Kepemimpinan Transformasional ... 46
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... ... 50
III.1. Lokasi dan Waktu Penelitian... 50
III.2. Metode Penelitian... 50
III.3. Populasi dan Sampel ... 51
III.3.1. Populasi ... 51
III.3.1. Sampel ... 52
III.4. Teknik Pengumpulan Data ... 53
(13)
III.6. Identifikasi Variabel Penelitian ... 54
III.7. Definisi Operasional Variabel ... 55
III.7.1. Definisi Operasional Variabel Hipotesis Pertama .. 55
III.7.2. Definisi Operasional Variabel Hipotesis Kedua... 57
III.8. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 60
III.8.1. Uji Validitas... 61
III.8.1. Uji Reliabilitas ... 66
III.9. Teknik Analisis Data... 67
III.9.1. Model Analisis Data Hipotesis Pertama ... 67
III.9.2. Model Analisis Data Hipotesis Kedua... 68
III.9.3. Koefisien Determinasi (R2)... 68
III.9.4. Uji F ... 68
III.9.5. Uji t ... 70
III.10. Uji Asumsi Klasik ... 71
III.10.1. Uji Normalitas ... 72
III.10.2. Uji Multikolonieritas... 73
III.10.3. Uji Heteroskedastisitas... 73
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 74
IV.1. Hasil Penelitian ... 74
IV.1.1. Visi Sekretariat Daerah Kota Tanjungbalai ... 74
IV.1.2. Misi Sekretariat Daerah Kota Tanjungbalai ... 74
IV.1.3. Tujuan Sekretariat Daerah Kota Tanjungbalai ... 74
IV.1.4. Strategi Sekretariat Daerah Kota Tanjungbalai ... 75
IV.1.5. Kebijakan Sekretariat Daerah Kota Tanjungbalai .. 76
IV.1.6. Struktur Organisasi Sekretariat Daerah Kota Tanjungbalai ... 77
IV.2. Karakteristik Responden ... 81
(14)
IV.2.2. Karakteristik Responden Berdasarkan
Jenis Kelamin... 81
IV.2.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pernikahan ... 82
IV.2.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 83
IV.2.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja 84 IV.3. Penjelasan Jawaban Responden pada Variabel Penelitian.. 85
IV.3.1. Perilaku Sosial Organisasi ... 85
IV.3.2. Kepuasan Kerja ... 87
IV.3.3. Komitmen Organisasi ... 89
IV.3.4. Kecerdasan Emosi ... 90
IV.3.5. Sikap pada Budaya Organisasi ... 92
IV.3.6. Iklim Organisasi ... 94
IV.3.7. Kepemimpinan Transformasional ... 95
IV.4. Pembahasan... 97
IV.4.1. Pengujian Hipotesis Pertama ... 97
IV.4.1.1. Uji Asumsi Klasik... 97
IV.4.1.1.1. Uji Normalitas Data ... 97
IV.4.1.1.2. Uji Multikolinieritas... 99
IV.4.1.1.3. Uji Heteroskedastisitas... 100
IV.4.1.2. Persamaan Regresi Hipotesis Pertama.... 101
IV.4.1.3. Koefisien Determinasi (R2)... 102
IV.4.1.4. Uji Pengaruh Simultan (F test) ... 103
IV.4.1.5. Uji Pengaruh Parsial (t test) ... 104
IV.4.2. Pengujian Hipotesis Kedua... 106
IV.4.2.1. Uji Asumsi klasik ... 106
IV.4.2.1.1. Uji Normalitas Data ... 106
IV.4.2.1.2. Uji Multikolinieritas... 107
(15)
IV.4.2.2. Persamaan Regresi Hipotesis Kedua ... 109
IV.4.2.3. Koefisien Determinasi (R2)... 111
IV.4.2.4. Uji Pengaruh Simultan (F test) ... 111
IV.4.2.5. Uji Pengaruh Parsial (t test) ... 113
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 116
V.1. Kesimpulan... 116
V.2. Saran... 118
(16)
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
III.1. Daftar Jumlah Pegawai Sekretariat Daerah Kota Tanjungbalai... 51
III.2. Definisi Operasional dan Indikator pada Hipotesis Pertama ... 56
III.3. Definisi Operasional dan Indikator Hipotesis Kedua ... 58
III.4. Ketentuan Skor Pernyataan ... 60
III.5. Uji Validitas Variabel Penelitian ... 62
III.6. Uji Reliabilitas Variabel Penelitian... 66
IV.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia... 81
IV.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 82
IV.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pernikahan ... 83
IV.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 83
IV.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja ... 84
IV.6. Persentase Skor Jawaban Responden pada Variabel Perilaku Sosial Organisasi ... 85
IV.7. Persentase Skor Jawaban Responden pada Variabel Kepuasan Kerja 87 IV.8. Persentase Skor Jawaban Responden pada Variabel Komitmen Organisasi ... 89
IV.9. Persentase Skor Jawaban Responden pada Variabel Kecerdasan Emosi ... 90
IV.10. Persentase Skor Jawaban Responden pada Variabel Sikap pada Budaya Organisasi ... 92
IV.11. Persentase Skor Jawaban Responden pada Variabel Iklim Organisasi ... 94
IV.12. Persentase Skor Jawaban Responden pada Variabel Kepemimpinan Transformasional ... 95
IV.13. Uji Multikolinieritas pada Hipotesis Pertama... 99
IV.14. Koefisien Persamaan Regresi Hipotesis Pertama ... 101
(17)
IV.16. Hasil Uji F pada Hipotesis Pertama ... 103
IV.17. Hasil Uji t pada Hipotesis Pertama ... 104
IV.18. Uji Multikolinieritas pada Hipotesis Kedua ... 107
IV.19. Koefisien Persamaan Regresi Hipotesis Kedua... 109
IV.20. Hasil Koefisien Determinasipada Hipotesis Kedua... 111
IV.21. Hasil Uji F pada Hipotesis Kedua... 112
(18)
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
I.1. Kerangka Berpikir... 11
IV.1. Bagan Struktur Organisasi Sekretariat Daerah Kota Tanjungbalai ... 80
IV.2. Grafik Histogram pada Hipotesis Pertama ... 98
IV.3. Grafik Normal P-P Plot pada Hipotesis Kedua ... 98
IV.4. Grafik Scatterplot pada Hipotesis Pertama ... 101
IV.5. Grafik Histogram pada Hipotesis Kedua ... 106
IV.6. Grafik Normal P-P Plot pada Hipotesis Kedua ... 107
(19)
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 124
2. Data Uji Coba Kuesioner ... 129
3. Data Hasil Penelitian... 132
4. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas... 135
5. Hasil Analisis Regresi Hipotesis Pertama... 146
(20)
ABSTRAK
Perilaku Sosial Organisasi atau lebih dikenal dengan istilah Organizational Behaviour Citizenships (OCB) merupakan sikap atau perilaku pegawai di mana ia melakukan tugas melebihi dari kewajiban formal. Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja organisasi dibutuhkan pegawai yang dapat menampilkan perilaku sosial organisasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh iklim organisasi dan kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja PNS di Sekretariat Daerah Kota Tanjungbalai dan menganalisis pengaruh kepuasan kerja, komitmen organisasi, kecerdasan emosi dan sikap pada budaya organisasi terhadap perilaku sosial organisasi PNS di Sekretariat Daerah Kota Tanjungbalai.
Teori dalam penelitian ini adalah teori tentang perilaku organisasi yang berkaitan dengan perilaku sosial organisasi, kepuasan kerja, komitmen organisasi, kecerdasan emosi, sikap pada budaya organisasi, iklim organisasi dan kepemimpinan transformasional.
Penelitian ini dilakukan di Kantor Sekretariat Daerah Kota Tanjungbalai. Menurut metodenya, penelitian ini termasuk kedalam penelitian survey. Menurut karakteristik masalah yang diteliti, penelitian ini termasuk kedalam penelitian deskriptif kuantitatif. Sedangkan berdasarkan tujuannya, penelitian ini termasuk kedalam penelitian
eksplanatory. Populasi penelitian ini adalah seluruh PNS di Sekretariat Daerah Kota Tanjungbalai yang berjumlah 103 orang. Berdasarkan rumus Slovin besarnya sampel adalah sebanyak 51 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan
multiple stage sample dengan bantuan perangkat komputer Microsof Excel. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, kuesioner, dan studi dokumentasi.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Regresi Berganda yang diolah dengan menggunakan program SPSS.
Hasil penelitian uji Hipotesis Pertama menunjukkan bahwa iklim organisasi dan kepemimpinan transformasional secara simultan berpengaruh signifikan terhadap
kepuasan kerja PNS di Sekretariat Daerah Kota Tanjungbalai dan secara parsial variabel iklim organisasi berpengaruh lebih dominan dari pada kepemimpinan transformasional. Selanjutnya pengujian Hipotesis Kedua menunjukkan bahwa
kepuasan kerja, komitmen organisasi, kecerdasan emosi, dan sikap pada budaya organisasi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap perilaku sosial organisasi PNS di Sekretariat Daerah Kota Tanjungbalai, dan secara parsial variabel kepuasan kerja berpengaruh lebih dominan dari pada komitmen organisasi, kecerdasan emosi, dan sikap pada budaya organisasi.
Kesimpulan penelitian ini adalah: 1) iklim organisasi dan kepemimpinan transformasional secara secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap
kepuasan kerja PNS di Sekretariat Daerah Kota Tanjungbalai, dan 2) kepuasan kerja, komitmen organisasi, kecerdasan emosi, dan sikap pada budaya organisasi secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap perilaku sosial organisasi PNS di Sekretariat Daerah Kota Tanjungbalai.
(21)
ABSTRACT
Organizational Behavior Citizenships (OCB) is stance or behavior of staffs in which they complete the tasks exceeding the formal duty. The improvement of both work efficiency and effectiveness in organization requires staff performance Organizational Behavior Citizenships. The objectives of research would be to analyze the effect of organizational climate and transformational leadership on work satisfaction of staffs in Secretariat of Tanjungbalai city and analyze the effect of work satisfaction, organizational commitment, emotional intelligence, attitude towards organizational culture on organizational behavior citizenship of staffs in Secretariat of Tanjungbalai city.
Theory used in this study was organizational behaviour theory which is related to work satisfaction, organizational commitment, emotional intelligence, attitude towards organizational, organization climate and transformational leaderships.
This research was conducted in Secretariat office of Tanjungbalai city. Based on method, this was a survey research. According to characteristics of problem under research, this was a quantitative descriptive research and based on objective, this was an explanatory research. The population of research was all stafs in Secretariat of Tanjungbalai city, 103 peoples. Based on Slovin formula, the number of samples was 51 people. The sample was determined by using multiple stage sample assisted by computer software of Microsoft Excel. The data for this study were obtained through questionnaire-based, interview and documentation study. The data was then analyzed by using Multiple Regression Analysis processed with program of SPSS.
The result of the first hypothesis test showed that organization climate and transformational leaderships simultaneously had a significant influence on work satisfaction of staffs in Secretariat of Tanjungbalai city, and partially the variable of organization climate had a more dominant influence than the variables of transformational leaderships. The result of the second hypothesis test showed that work satisfaction, organizational commitment, emotional intelligence, and attitude towards organizational culture simultaneously had a significant influence on organizational behavior citizenship of staffs in Secretariat of Tanjungbalai city, and partially the variable of work satisfaction had a more dominant influence than the variable of organizational commitment, emotional intelligence, and attitude towards organizational.
The conclusion is that 1) organization climate and transformational leaderships simultaneously had a significant influence on work satisfaction of staffs in Secretariat of Tanjungbalai city, and 2) work satisfaction, organizational commitment, emotional intelligence, and attitude towards organizational culture simultaneously had a significant influence on organizational behavior citizenship of staffs in Secretariat of Tanjungbalai city.
(22)
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Saat ini dinamika kerja pada organisasi-organisasi di seluruh dunia telah bergeser dari bekerja secara individual menjadi bekerja secara tim. Efektivitas dan kinerja tim ditentukan oleh kemampuan anggota bekerja dalam tim. Akan tetapi tidak semua orang mampu bekerja dalam tim, karena memerlukan kemampuan individu untuk berkomunikasi secara terbuka dan jujur, bekerja sama dengan orang lain, membagi informasi, mengakui perbedaan dan mampu menyelesaikan konflik, serta dapat menekan tujuan pribadi demi tujuan tim.
Semua kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki individu yang bekerja di dalam tim termasuk ke dalam keterampilan interpersonal. Keterampilan tersebut hanya dapat ditampilkan oleh individu yang peduli terhadap individu yang lain dan berusaha menampilkan yang terbaik jauh melebihi yang diprasyaratkan dalam pekerjaannya. Dengan kata lain individu tersebut menampilkan perilaku sosial organisasi.
Perilaku Sosial Organisasi atau lebih dikenal dengan istilah Organizational Behaviour Citizenships (OCB) merupakan sikap atau perilaku karyawan di mana ia melakukan tugas “lebih” atau di luar deskripsi perusahaan. Bentuk perilaku kondisi OCB, antara lain adalah sikap menolong, kesediaan menerima keadaan yang kurang ideal, ikut bertanggung jawab, serta terlibat dalam memperhatikan kehidupan
(23)
organisasi, mencegah terjadinya masalah, dan mengerjakan suatu pekerjaan di luar persyaratan minimal.
Perilaku ini cenderung melihat seseorang (pegawai) sebagai makhluk sosial (menjadi anggota organisasi), dibandingkan sebagai makhluk individual yang mementingkan diri sendiri. Sebagai makhluk sosial manusia mempunyai kemampuan untuk memiliki empati kepada orang lain dan lingkungannya dan menyelaraskan nilai-nilai yang dianutnya dengan nilai-nilai yang dimiliki lingkungannya untuk menjaga dan meningkatkan interaksi sosial yang lebih baik. Jika pegawai dalam organisasi memiliki OCB maka usaha untuk mengendalikan pegawai menurun karena pegawai dapat mengendalikan perilakunya sendiri atau mampu memilih perilaku terbaik untuk kepentingan organisasinya.
Terjadinya perubahan-perubahan dalam organisasi di Indonesia, seperti
downsizing (perampingan organisasi dengan mengurangi jumlah tenaga kerja), mempunyai dampak pada terjadinya perubahan dalam tugas dan kewajiban pegawai, untuk itu sangat diharapkan agar pegawai menjadi lebih kreatif mencari cara baru untuk memperbaiki efisiensi kerja di organisasi. Ketika organisasi mengurangi jumlah pegawai, organisasi itu akan lebih tergantung pada pegawai yang tetap tinggal untuk melakukan hal-hal melebihi apa yang ditugaskan kepada mereka. Oleh karena itu, pegawai tersebut diharapkan menampilkan perilaku sosial organisasi.
Sumber Daya Manusia di Indonesia secara umum masih dinilai berkualitas rendah, terutama yang bekerja pada instansi pemerintahan. Salah satu contoh adalah tidak sedikitnya Pegawai Negeri Sipil Daerah yang kurang memiliki inisiatif sendiri
(24)
untuk bekerja dengan baik, mereka harus mendapat tekanan dari atasan untukbekerja lebih baik. Begitu juga dengan tindakan-tindakan indisipliner yang masih sering mereka lakukan seperti tidak masuk kerja.
Pada pengamatan di Sekretariat Daerah Kota Tanjungbalai ditemukan adanya PNS yang datang terlambat dan pulang lebih awal tanpa melakukan aktivitas yang berarti, lamban dalam menyelesaikan pekerjaan, saat jam kerja ada beberapa PNS berbincang-bincang dengan santai yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan, bahkan ada pegawai yang bermain game dan facebook di komputer untuk mengisi waktu. Kebanyakan pegawai berpendapat rajin tidak rajin tidak berpengaruh terhadap imbalan yang mereka terima. Maka untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja organisasi dibutuhkan pegawai yang dapat menampilkan Perilaku Sosial Organisasi.
Perilaku sosial organisasi juga dipandang sebagai manifestasi dari kodrat manusia sebagai makhluk sosial maka akan sangat mungkin dipengaruhi oleh kompetensi sosial yang dimiliki pegawai. Kecerdasan emosi merupakan suatu kapasitas yang mengidentifikasikan seberapa tinggi tingkat kompetensi personal dan sosial dari orang yang bersangkutan. Jadi kecerdasan emosi diduga berkaitan erat dengan perilaku sosial organisasi. Seperti dalam studi pendahuluan ditemukan adanya pegawai yang kurang terampil dalam menjalin komunikasi yang efektif terhadap orang lain dan ketidakmampuan pegawai dalam mengatasi emosi-emosi yang terjadi dilingkungan kerja mereka, hal ini menyebabkan tidak terbentuknya perilaku sosial organisasi pegawai tersebut.
(25)
Komitmen organisasi juga dipandang sebagai faktor yang dapat memberi pengaruh terhadap munculnya perilaku sosial organisasi pegawai. Pegawai dengan
affective commitment yang tinggi memiliki kedekatan emosional yang erat terhadap organisasi. Hal ini berarti bahwa individu tersebut akan memiliki motivasi dan keinginan untuk berkontribusi secara berarti terhadap organisasi.
Begitu juga dengan sikap pada budaya organisasi yang juga dipandang sebagai faktor yang memberi pengaruh terhadap perilaku sosial organisasi. Budaya organisasi memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku SDM yang ada agar dapat meningkatkan produktivitas kerja untuk menghadapi berbagai tantangan di masa yang akan datang. Budaya organisasi dapat dibentuk oleh mereka yang terlibat dengan organisasi dengan mengacu pada etika organisasi, peraturan kerja, dan struktur organisasi. Bersama-sama dengan struktur organisasi, budaya organisasi membentuk dan mengendalikan perilaku organisasi dan perilaku pegawainya. Berkaitan dengan nilai profesional yang dianut, maka pegawai seharusnya adaptif terhadap perubahan-perubahan nilai budaya organisasi. Sikap terhadap budaya organisasi menjadi lebih bermakna dalam mempercepat atau memperlambat kemampuan adaptif ini. Apabila pegawai memiliki nilai individual yang bertentangan dengan budaya organisasi, hal ini menunjukkan tingkat afeksi yang rendah, demikian pula sebaliknya. Dalam hal ini harus ada fakta yang jelas bagaimana sikap pegawai terhadap budaya organisasi yang berlaku. Kalau pegawai menunjukkan sikap yang baik terhadap budaya organisasi, maka diprediksikan akan mudah terbentuk perilaku sosial organisasi.
(26)
Faktor kepuasan kerja pegawai merupakan faktor yang sangat penting dalam menampilkan perilaku sosial organisasi. Pegawai yang merasa seperti bekerja di rumah sendiri, dipercaya dan merasa berharga, akan melakukan sesuatu yang “lebih” dari yang sekadar diminta. Ini karena mereka akan merasa bekerja sambil bermain, mereka menikmati apa yang dikerjakan sehingga tidak merasa berat melakukan kerja ekstra karena hak dan martabatnya dihargai dan dinilai penting.
Pada studi pendahuluan juga dijumpai hal-hal yang berkaitan dengan ketidakpuasan kerja seperti adanya penempatan pegawai pada posisi yang tidak sesuai dengan keahliannya dan kurangnya kerjasama yang efektif antar rekan kerja.
Salah satu upaya untuk meningkatkan kepuasan kerja pegawai adalah dengan melihat faktor-faktor yang mempengaruhinya. Gaya kepemimpinan transformasional merupakan salah satu faktor penentu kepuasan kerja. Rendahnya kinerja pegawai lebih banyak disebabkan oleh ketidakpuasan terhadap kondisi kerja karena pegawai merasa pimpinan tidak memberi kepercayaan kepada pegawai, tidak ada keterlibatan pegawai dalam pembuatan keputusan, pemimpin berlaku tidak objektif dan tidak jujur pada pegawai, dan juga tidak memperhatikan kebutuhan-kebutuhan pegawai.
Kepuasan kerja pegawai juga tidak terlepas dari iklim organisasi yang berlaku. Iklim organisasi merupakan keadaan di tempat kerja baik fisik maupun non fisik yang mendukung pelaksanaan tugas dalam organisasi. Apabila iklim organisasi tidak kondusif maka ketidakpuasan kerja akan terjadi, begitu juga sebaliknya, jika iklim organisasi kondusif maka akan meningkatkan kepuasan kerja pegawai.
(27)
I.2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sejauhmana pengaruh iklim orgasisasi dan kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja Pegawai Negeri Sipil di Sekretariat Daerah Kota Tanjungbalai?
2. Sejauhmana pengaruh kepuasan kerja, komitmen organisasi, kecerdasan emosi dan sikap pada budaya organisasi terhadap perilaku sosial organisasi Pegawai Negeri Sipil di Sekretariat Daerah Kota Tanjungbalai?
I.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh iklim orgasisasi dan kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja Pegawai Negeri Sipil di Sekretariat Daerah Kota Tanjungbalai.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kepuasan kerja, komitmen organisasi, kecerdasan emosi dan sikap pada budaya organisasi terhadap perilaku sosial organisasi Pegawai Negeri Sipil di Sekretariat Daerah Kota Tanjungbalai.
I.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi Sekretariat Daerah Kota Tanjungbalai dalam mengambil kebijakan untuk meningkatkan efisiensi dan
(28)
efektivitas kerja melalui peningkatan perilaku sosial organisasi Pegawai Negeri Sipil di lingkungannya.
2. Sebagai referensi dalam pengembangan ilmu pengetahuan bagi dunia akademik tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku sosial organisasi serta sebagai referensi dan perbandingan bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti permasalahan yang sama pada masa yang akan datang.
3. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti dalam memahami manajemen sumber daya manusia yang berkaitan dengan perilaku organisasi.
I.5. Kerangka Berpikir
Peningkatan efektivitas, efisiensi dan kreativitas dalam suatu organisasi sangat bergantung pada kesediaan orang-orang dalam organisasi untuk berkontribusi secara positif dalam menyikapi perubahan. Perilaku untuk bersedia memberikan kontribusi positif ini diharapkan tidak hanya terbatas dalam kewajiban secara formal, melainkan idealnya lebih dari kewajiban formalnya. Dalam literatur organisasi modern, perilaku dalam bentuk kerelaan untuk memberikan kontribusi yang lebih dari kewajiban formal bukanlah merupakan bentuk perilaku organisasi yang dapat dimunculkan melalui basis kewajiban-kewajiban peran formal karyawan. Bateman dan Organ (1983) dalam Brahmana dan Sofyandi (2007) menyebut perilaku ini sebagai
Organizational Behaviour Citizenship (OCB).
Para pakar organisasi menyatakan pentingnya OCB bagi keberhasilan sebuah organisasi, karena pada dasarnya organisasi tidak dapat mengantisipasi seluruh
(29)
perilaku dalam organisasi hanya dengan mengandalkan deskripsi kerja yang dinyatakan secara formal saja. Dengan demikian pentingnya OCB secara praktis adalah pada kemampuannya memperbaiki efisiensi, efektivitas dan kreativitas organisasi melalui kontribusinya dalam transformasi sumber daya, inovasi dan adaptabilitas (Organ, 1998; Podsakoff dkk 2000, dalam Brahmana dan Sofyandi, 2007).
Beberapa contoh pentingnya OCB dalam suatu organisasi menurut Bolon (1997) dalam Brahmana dan Sofyandi (2007) adalah sebagai berikut:
1. Munculnya tindakan-tindakan yang ditujukan untuk melindungi organisasi beserta aset-asetnya.
2. Munculnya saran-saran konstruktif yang ditujukan untuk perbaikan organisasi. 3. Munculnya kesediaan untuk melakukan pelatihan-pelatihan pribadi yang bersifat
informal yang akan meningkatkan tambahan tanggung jawab.
4. Terciptanya iklim yang baik dalam organisasi dan dengan lingkungan di sekitarnya.
5. Munculnya aktivitas-aktivitas gotong royong.
Para pakar organisasi serta para praktisi sangat memahami pentingnya faktor-faktor penentu yang dapat memunculkan OCB dalam organisasi. Robbins (2003: 105) menyatakan bahwa Kepuasan kerja seharusnya merupakan penentu utama OCB. Kepuasan kerja adalah suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang; selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Karyawan yang puas tampaknya akan lebih
(30)
berbicara positif tentang organisasi, membantu orang lain, dan jauh melebihi harapan normal dalam pekerjaan mereka. Lagi pula, karyawan yang puas mungkin menjadi lebih bangga melebihi tuntutan tugas karena mereka ingin membalas pengalaman positif mereka. Keyakinan bahwa karyawan yang puas akan lebih produktif dari pada karyawan yang tidak puas merupakan suatu ajaran dasar diantara para manajer selama bertahun-tahun (Robbins, 2003: 101).
Dimensi lainnya yang berhubungan dengan OCB adalah komitmen organisasi. Hal ini ditegaskan oleh Luthans (2006: 251) bahwa dimensi komitmen organisasi secara jelas berhubungan dengan OCB. Menurut Robbin (2003: 92), komitmen pada organisasi adalah sampai tingkat mana seseorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi tersebut. Kuatnya komitmen organisasi dikarakteristikkan sebagai menerima tujuan dan nilai organisasi serta melakukan berbagai usaha untuk kepentingan perusahaan. Oleh karena itu, dengan komitmen, pegawai akan tetap memelihara kinerja organisasi pada koridornya walaupun kondisi ideal yang diharapkan tidak terjadi.
Faktor lain yang mempengaruhi OCB adalah kecerdasan emosi. Hal ini didukung oleh penelitian Hardaningtyas (2004) yang menyimpulkan bahwa kecerdasan emosi mempengaruhi Organizational Behaviour Citizenships. Menurut Robbins (2003: 144), kecerdasan emosional adalah bermacam-macam keterampilan, kapabilitas dan kompetensi non-kognitif yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam menghadapi permintaan dan tekanan lingkungan. Beberapa
(31)
studi mengemukakan bahwa Emotional Intelligent (EI) bisa memainkan peranan penting dalam pelaksanaan pekerjaan. Orang yang mengetahui emosi mereka sendiri dan bisa dengan baik membaca emosi orang lain bisa menjadi lebih efektif dalam pekerjaan mereka.
Faktor lain yang juga mempengaruhi OCB adalah Sikap pada Budaya organisasi. Menurut Hardaningtyas (2004), sikap pada budaya organisasi adalah sebagai derajat afeksi positif atau afeksi negatif terhadap budaya organisasi (berupa sistem nilai-nilai, keyakinan dan kebiasaan bersama dalam organisasi yang berinteraksi dengan struktur formal untuk menghasilkan norma perilaku). Kepercayaan terhadap budaya organisasi membentuk sikap yang mendukung budaya organisasi dan hal ini menguatkan intensi atau niat berperilaku sesuai dengan budaya organisasi. Pegawai yang memiliki sikap positif terhadap budaya organisasi cenderung menyesuaikan diri terhadap situasi sosial (dalam hal ini budaya organisasi itu sendiri) dan pegawai yang memiliki tingkat kecerdasan emosi yang tinggi cenderung rasional dalam menyikapi budaya organisasinya. Hal ini mempengaruhi kemampuan seorang pegawai untuk menampilkan OCBnya.
Dari faktor-faktor yang mempengaruhi OCB seperti disebutkan di atas, variabel kepuasan kerja merupakan faktor yang sangat dominan. Hal ini ditegaskan oleh Robbins (2003: 105) bahwa kepuasan kerja merupakan penentu utama OCB. Sebagai penentu utama OCB, kepuasan kerja merupakan faktor yang sangat kompleks yang tidak terlepas dari iklim organisasi yang berlaku dan kepemimpinan transformasional. Iklim organisasi dan kepemimpinan transformasional merupakan
(32)
dua diantara faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja. Hal ini ditegaskan oleh Steers (1980: 121) yang menyimpulkan bahwa Iklim organisasi merupakan faktor pengaruh yang penting bagi kepuasan kerja, di mana hubungan ini semakin nyata dengan diciptakannya iklim organisasi yang menekankan perhatian pada para pekerjanya. Di sisi lain Atmojo (2008) menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional dan iklim organisasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja.
Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dijelaskan bahwa iklim organisasi dan kepemimpinan transformasional diidentifikasi memiliki unsur yang mempengaruhi kepuasan kerja. Sedangkan kepuasan kerja, komitmen organisasi, kecerdasan emosi dan sikap pada budaya organisasi diidentifikasi memiliki unsur yang mempengaruhi perilaku sosial organisasi. Kerangka berpikir tersebut juga dapat dilihat pada Gambar I.1 berikut ini:
Gambar I.1. Kerangka Berpikir
Kepuasan kerja
Komitmen Organisasi
Sikap pada Budaya Organisasi Kecerdasan Emosi
Perilaku Sosial Organisasi Iklim Organisasi
Kepemimpinan Transformasional
(33)
I.6. Hipotesis
1. Iklim organisasi dan kepemimpinan transformasional berpengaruh terhadap kepuasan kerja Pegawai Negeri Sipil di Sekretariat Daerah Kota Tanjungbalai. 2. Kepuasan kerja, komitmen organisasi, kecerdasan emosi dan sikap pada budaya
organisasi berpengaruh terhadap perilaku sosial organisasi Pegawai Negeri Sipil di Sekretariat Daerah Kota Tanjungbalai.
(34)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan Hardaningtyas (2004) dengan Judul “Pengaruh Tingkat Kecerdasan Emosi dan Sikap pada Budaya Organisasi terhadap Organization Citizenships Behaviour (OCB) pada Pegawai PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia” menunjukkan bahwa kecerdasan emosi berpengaruh signifikan terhadap OCB dan Sikap pada budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap OCB. Kecerdasan emosi dan sikap pada budaya organisasi secara bersama-sama berpengaruh terhadap OCB. Hal ini ditunjukkan oleh hasil analisis regresi berganda dengan nilai F sebesar 12.813 dan signifikansi 0.00.
Penelitian yang dilakukan oleh Barokah (2008) dengan judul “Pengaruh Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi terhadap Organization Citizenships Behaviour di Bank BNI Cabang UGM Yogyakarta menyatakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap OCB, komitmen organisasi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap OCB dan secara bersama-sama kepuasan kerja dan komitemen organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap OCB.
Penelitian yang dilakukan oleh Arifin (2006) dengan judul “Pengaruh Iklim Organisasi terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Dinas KIMPRASKO Banjarmasin”
(35)
menyatakan bahwa variabel iklim organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja.
Penelitian yang dilakukan oleh Atmojo (2008) dengan judul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Iklim Organisasi terhadap Kepuasan Kerja Bawahan: Studi pada PTS AUB Surakarta” menyatakan bahwa iklim organisasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja bawahan. Kepemimpinan transformasional berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja bawahan. Gaya kepemimpinan transformasional dan iklim organisasi secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja bawahan.
Dari beberapa penelitian yang dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa iklim organisasi dan kepemimpinan transformasional berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Sedangkan kepuasan kerja, komitmen organisasi, kecerdasan emosi, dan sikap pada budaya organisasi berpengaruh terhadap perilaku sosial organisasi.
II.2.Teori tentang Perilaku Sosial Organisasi II.2.1. Pengertian Perilaku Sosial Organisasi
Perilaku Sosial Organisasi atau lebih dikenal dengan istilah Organizational Behaviour Citizenships (OCB) merupakan perilaku individu yang bebas memilih, tidak diatur secara langsung atau eksplisit oleh sistem penghargaan formal, dan secara bertingkat mempromosikan fungsi organisasi yang efektif. Dasar kepribadian untuk OCB ini merefleksikan ciri/trait predisposisi karyawan yang kooperatif, suka menolong, perhatian dan bersungguh-sungguh. Dasar sikap mengindikasikan bahwa
(36)
karyawan terlibat dalam OCB untuk membalas tindakan organisasi. Dimensi kepuasan kerja dan komitmen organisasi secara jelas berhubungan dengan OCB (Luthans, 2006: 251).
OCB juga diartikan sebagai sikap atau perilaku karyawan di mana ia melakukan tugas “lebih” atau di luar deskripsi perusahaan dan memperoleh reward
secara tidak langsung dari organisasi. Adapun penghargaan atas tindakan tersebut sifatnya lebih intrinsik, yaitu dari dalam diri seseorang. Bentuk perilaku kondisi OCB, antara lain adalah sikap menolong, kesediaan menerima keadaan yang kurang ideal, ikut bertanggung jawab, serta terlibat dalam memperhatikan kehidupan organisasi, mencegah terjadinya masalah, dan mengerjakan suatu pekerjaan di luar persyaratan minimal.
II.2.2. Dimensi-dimensi Organizational Citizenships Behaviour (OCB)
Istilah Organizational Citizenships Behaviour pertama kali diajukan oleh Organ yang mengemukakan lima dimensi primer dari OCB (Hardaningtyas, 2004): 1. Perilaku membantu karyawan lain tanpa ada paksaan pada tugas-tugas yang
berkaitan erat dengan operasi-operasi organisasional (Altruism).
2. Perilaku yang menunjukkan partisipasi sukarela dan dukungan terhadap fungsi-fungsi organisasi baik secara profesional maupun sosial alamiah(Civic Virtue). 3. Kinerja dari prasyarat peran yang melebihi standar minimum(Conscientiousness). 4. Perilaku meringankan masalah-masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang
dihadapi orang lain (Courtesy).
(37)
II.2.3. Motif-motif yang Mendasari OCB
Seperti halnya sebagian besar perilaku yang lain, OCB ditentukan oleh banyak hal yang artinya tidak ada penyebab tunggal dalam OCB. Tiga motif sosial, yang diistilahkan oleh McClelland (1949) dalam Hardaningtyas (2004) merupakan motif-motif yang menerangkan beragam perilaku sosial manusia. Tiga tingkatan motif-motif tersebut, yaitu:
1. Motif berprestasi, mendorong orang untuk menunjukkan standar keistimewaan (Excellent), mencari prestasi dari tugas, kesempatan atau kompetisi.
2. Motif afiliasi, mendorong orang untuk mewujudkan, memelihara dan memperbaiki hubungan dengan orang lain.
3. Motif kekuasaan, mendorong orang untuk mencari status dan situasi di mana mereka dapat mengontrol pekerjaan atau tindakan orang lain.
II.2.4. Manfaat OCB dalam Perusahaan
Dari hasil penelitian-penelitian mengenai pengaruh OCB terhadap kinerja organisasi yang diadaptasi dari Podsakoff dan MacKenzie (2000), dalam
Hardiningtyas (2004), dapat disimpulkan hasil sebagai berikut: 1. OCB meningkatkan produktivitas rekan kerja.
a. Karyawan yang menolong rekan kerja lain akan mempercepat penyelesaian tugas rekan kerjanya, dan pada gilirannya meningkatkan produktivitas rekan tersebut.
(38)
b. Seiring dengan berjalannya waktu, perilaku membantu yang ditunjukkan karyawan akan menyebarkan best practice keseluruh unit kerja atau kelompok.
2. OCB Meningkatkan produktivitas manajer.
a. Karyawan yang menampilkan perilaku civic virtue akan membantu manajer mendapatkan sarana dan atau umpan balik yang berharga dari karyawan tersebut untuk meningkatkan efektivitas unit kerja.
b. Karyawan yang sopan, yang menghindari terjadinya konflik dengan rekan kerja, akan menolong manajer terhindar dari krisis manajemen.
3. OCB Menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi secara keseluruhan.
a. Jika karyawan saling tolong menolong dalam menyelesaikan masalah dalam suatu pekerjaan sehingga tidak perlu melibatkan manajer, konsekuensinya manajer dapat memakai waktunya untuk melakukan tugas lain, seperti membuat perencanaan.
b. Karyawan yang menampilkan concentioussness yang tinggi hanya membutuhkan pengawasan minimal dari manajer sehingga manajer dapat mendelegasikan tanggung jawab yang lebih besar kepada mereka, ini berarti lebih banyak waktu yang diperoleh manajer untuk melakukan tugas yang lebih penting.
(39)
c. Karyawan lama yang membantu karyawan baru dalam pelatihan dan melakukan orientasi kerja akan membantu organisasi mengurangi biaya untuk keperluan tersebut.
d. Karyawan yang menampilkan perilaku sportmanships akan sangat menolong manajer tidak menghabiskan waktu terlalu banyak untuk berurusan dengan keluhan-keluhan kecil karyawan.
4. OCB membantu menghemat energi sumber daya yang langka untuk memelihara fungsi kelompok.
a. Keuntungan dari perilaku menolong adalah meningkatkan semangat, moril, kerekatan (cohesiveness) kelompok, sehingga anggota kelompok (atau manajer) tidak perlu menghabiskan energi dan waktu.
b. Karyawan yang menampilkan perilaku courtesy terhadap rekan kerja akan mengurangi konflik dalam kelompok, sehingga waktu yang dihabiskan untuk menyelesaikan konflik manajemen berkurang.
5. OCB dapat menjadi sarana efektif untuk mengkoordinasi kegiatan-kegiatan kelompok kerja.
a. Menampilkan perilaku civic virtue (seperti menghadiri dan berpartisipasi aktif dalam pertemuan di unit kerjanya) akan membantu koordinasi diantara anggota kelompok, yang akhirnya secara potensial meningkatkan efektivitas dan efisiensi kelompok.
(40)
b. Menampilkan perilaku courtesy (misalnya saling memberi informasi tentang pekerjaan dengan anggota dari tim lain) akan menghindari munculnya masalah yang membutuhkan waktu dan tenaga untuk diselesaikan.
6. OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk menarik dan mempertahankan karyawan terbaik.
a. Perilaku menolong dapat meningkatkan moril dan kerekatan serta perasan saling memiliki diantara anggota kelompok, sehingga akan meningkatkan kinerja organisasi dan membantu organisasi menarik dan mempertahankan karyawan yang baik.
b. Memberi contoh pada karyawan lain dengan menampilkan perilaku
sportsmanship (misalnya tidak mengeluh karena permasalahan-permasalahan kecil) akan menumbuhkan loyalitas dan komitmen pada organisasi.
7. OCB meningkatkan stabilitas kerja organisasi.
a. Membantu tugas karyawan yang tidak hadir ditempat kerja atau yang mempunyai beban kerja berat akan meningkatkan stabilitas (dengan cara mengurangi variabilitas) dari kinerja unit kerja.
b. Karyawan yang conscientious cenderung mempertahankan tingkat kinerja yang tinggi secara konsisten, sehingga mengurangi variabilitas pada kinerja unit kerja.
8. OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan.
(41)
a. Karyawan yang mempunyai hubungan yang dekat dengan pasar dengan sukarela memberi informasi tentang perubahan yang terjadi di lingkungan dan memberi saran tentang bagaimana merespon perubahan tersebut, sehingga organisasi dapat beradaptasi dengan cepat.
b. Karyawan yang secara aktif hadir dan berpartisipasi pada pertemuan-pertemuan di organisasi akan membantu menyebarkan informasi yang penting dan harus diketahui oleh organisasi.
c. Karyawan yang menampilkan perilaku concientioussness (misalnya kesediaan memikul tanggung jawab baru dan mempelajari keahlian baru) akan meningkatkan kemampuan organisasi beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya.
II.3. Teori tentang Kepuasan Kerja II.3.1. Pengertian Kepuasan Kerja
Schermerhon, Hunt dan Osborn (2002: 162) mendefinisikan kepuasan kerja adalah “the degree to which individuals feel positivelyor negatively about their jobs. It is an attitude or emotional response to one’s tasks as well as to the physical and social conditions of the workplace”.
Locke (dalam Luthans, 2006: 243) memberikan definisi komprehensif dari kepuasan kerja yang meliputi reaksi atau sikap kognitif, afektif dan evaluatif dan menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang.
(42)
Sedangkan Luthans (2006: 243) memberikan definisi kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting.
II.3.2 Teori-teori Kepuasan Kerja
Menurut Wexley dan Yukl (1977) diambil dari http://wartawarga.gunadarma. ac/id/2009/12/, teori-teori tentang kepuasan kerja ada tiga macam yang lazim dikenal yaitu:
1. Teori Perbandingan Intrapersonal (Discrepancy Theory)
Kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan oleh individu merupakan hasil dari perbandingan atau kesenjangan yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap berbagai macam hal yang sudah diperolehnya dari pekerjaan dan yang menjadi harapannya. Kepuasan akan dirasakan oleh individu tersebut bila perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan kecil, sebaliknya ketidakpuasan akan dirasakan oleh individu bila perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan besar.
2. Teori Keadilan (Equity Theory)
Seseorang akan merasa puas atau tidak puas tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan atau tidak atas suatu situasi. Perasaan equity atau inequity atas suatu situasi diperoleh seseorang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor, maupun di tempat lain.
(43)
3. Teori Dua – Faktor (Two Factor Theory)
Prinsip dari teori ini adalah bahwa kepuasan dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda. Menurut teori ini, karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yang satu dinamakan Dissatisfier atau
hygiene factors dan yang lain dinamakan satisfier atau motivators. Satisfier atau
motivators adalah faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari prestasi, pengakuan, wewenang, tanggung jawab dan promosi. Dikatakan tidak adanya kondisi-kondisi ini bukan berarti membuktikan kondisi sangat tidak puas, tetapi kalau ada, akan membentuk motivasi kuat yang menghasilkan prestasi kerja yang baik. Oleh sebab itu faktor ini disebut sebagai pemuas. Hygiene factors adalah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber kepuasan, terdiri dari gaji, insentif, pengawasan, hubungan pribadi, kondisi kerja dan status.
II.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Faktor-faktor yang memberi kepuasan menurut Blum (dalam Sutrisno, 2009: 82) adalah sebagai berikut:
1. Faktor individual, meliputi umur, kesehatan, watak dan harapan;
2. Faktor sosial, meliputi hubungan kekeluargaan, pandangan pekerja, kebebasan berpolitik, dan hubungan kemasyarakatan.
3. Faktor utama dalam pekerjaan, meliputi upah, pengawasan, ketenteraman kerja, kondisi kerja, dan kesempatan untuk maju. Selain itu juga penghargaan terhadap kecakapan, hubungan sosial di dalam pekerjaan, ketepatan dalam menyelesaikan
(44)
konflik antar manusia, perasaan diperlakukan adil baik yang menyangkut pribadi maupun tugas.
Sedangkan menurut Gilmer (1996) dalam Sutrisno (2009: 82), faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah:
1. Kesempatan untuk maju
Dalam hal ini, ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan selama kerja.
2. Keamanan Kerja
Faktor ini disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik bagi karyawan. Keadaan yang aman sangat mempengaruhi perasaan karyawan selama kerja.
3. Gaji
Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya. 4. Perusahaan dan manajemen
Perusahaan dan manajemen yang baik adalah yang mampu memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil. Faktor ini yang menentukan kepuasan kerja karyawan.
5. Pengawasan
Supervisi yang buruk akan berakibat absensi dan turn over.
(45)
Atribut yang ada dalam pekerjaan mensyaratkan keterampilan tertentu. Sukar dan mudahnya serta kebanggaan akan tugas dapat meningkatkan atau mengurangi kepuasan.
7. Kondisi Kerja
Termasuk di sini kondisi tempat, ventilasi, penyiaran, kantin dan tempat parkir. 8. Aspek sosial dalam pekerjaan
Merupakan salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi dipandang sebagai faktor yang menunjang puas atau tidak puas dalam kerja.
9. Komunikasi
Komunikasi yang lancar antar karyawan dengan pihak manajemen banyak dipakai alasan untuk menyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar, memahami, dan mengakui pendapat ataupun prestasi karyawannya sangat berperan dalam menimbulkan rasa puas terhadap kerja.
10. Fasilitas
Fasilitas rumah sakit, cuti, pensiun, atau perumahan merupakan standar suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi akan menimbulkan rasa puas.
Sutrisno (2009: 86) menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu:
1. Faktor Psikologis, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan yang meliputi minat, ketentraman dalam kerja, sikap terhadap kerja, bakat, dan keterampilan.
(46)
2. Faktor sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik antara sesama karyawan maupun dengan atasannya.
3. Faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan, umur dan sebagainya.
4. Faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan yang meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dan sebagainya.
Sedangkan Luthans (2006: 244) menyebutkan enam dimensi kepuasan kerja yaitu pekerjaan itu sendiri, gaji, promosi, pengawasan (supervisi), kelompok kerja dan kondisi kerja.
II.4. Teori tentang Komitmen Organisasi II.4.1. Pengertian Komitmen Organisasi
Luthans (2006: 249) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai (1) keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu; (2) keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi; (3) keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Dengan kata lain ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan di mana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan dan kemajuan yang berkelanjutan.
(47)
Sedangkan Sunarto (2004: 101) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai suatu keadaan di mana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaannya dalam organisasi itu.
II.4.2. Dimensi Komitmen Organisasi
Meyer dan Allen (dalam Luthans, 2006: 249) merumuskan tiga dimensi komitmen dalam berorganisasi. Ketiga dimensi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Affective commitment berkaitan dengan hubungan emosional anggota terhadap organisasinya, identifikasi dengan organisasi, dan keterlibatan anggota dengan kegiatan di organisasi. Anggota organisasi dengan affective commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena memang memiliki keinginan untuk itu.
2. Continuance commitment berkaitan dengan kesadaran anggota organisasi akan mengalami kerugian jika meninggalkan organisasi. Anggota organisasi dengan continuance commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena mereka memiliki kebutuhan untuk menjadi anggota organisasi tersebut.
3. Normative commitment menggambarkan perasaan keterikatan untuk terus berada dalam organisasi. Anggota organisasi dengan normative commitment
yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena merasa dirinya harus berada dalam organisasi tersebut.
(48)
II.5. Teori tentang Kecerdasan Emosi II.5.1. Pengertian Kecerdasan Emosi
Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai subset kecerdasan sosial yang mencakup kemampuan untuk memonitor perasaan dan emosi diri sendiri dan orang lain, membedakan emosi dan perasaan, dan menggunakan informasi tersebut untuk menuntun pemikiran dan tindakan (Luthans, 2006: 332).
Goleman juga mendefinisikan kecerdasan emosi atau EI sebagai kapasitas untuk mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain, untuk memotivasi diri dan untuk mengolah emosi diri sendiri dalam hubungannya dengan orang lain (Luthans, 2006: 332). Goleman meyimpulkan bahwa pada tingkat individu, elemen kecerdasan emosi dapat diidentifikasi, dinilai dan di up-grade. Pada tingkat kelompok, elemen EI berarti pengaturan dinamika interpersonal yang baik yang membuat kelompok menjadi lebih cerdas. Pada tingkat organisasi, elemen EI berarti merevisi hirarki nilai agar kecerdasan emosi menjadi prioritas dalam konteks penerimaan karyawan, pelatihan dan pengembangan, evaluasi kinerja dan promosi. Suatu analisis teori akademis mengindikasikan bahwa EI mungkin membantu mempermudah adaptasi dan perubahan karyawan. Dalam konteks penelitian empiris, ada beberapa bukti longitudinal yang mengindikasikan bahwa dibanding IQ, EI adalah prediktor yang lebih baik untuk kesuksesan hidup (keberhasilan ekonomi, kepuasan hidup, persahabatan, kehidupan keluarga).
Sedangkan Robbins (2003: 144) mendefinisikan kecerdasan emosional adalah keanekaragaman keterampilan, kapabilitas, dan kompetensi nonkognitif, yang
(49)
mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam menghadapi tuntutan dan tekanan lingkungan.
II.5.2. Dimensi Kecerdasan Emosi
Robbins (2003: 144) menyatakan terdapat 5 (lima) dimensi kecerdasan emosi, yaitu:
1. Kesadaran Diri. Kemampuan untuk sadar akan apa yang dirasakan.
2. Mengelola Diri. Kemampuan untuk mengelola emosi dan rangsangan sendiri. 3. Motivasi diri. Kemampuan untuk bertahan dalam menghadapi kemunduran dan
kegagalan.
4. Empati. Kemampuan untuk merasakan bagaimana yang lain merasakan. 5. Keterampilan sosial. Kemampuan untuk menangani emosi orang lain.
Kecerdasan emosi dalam konteks dunia kerja menurut Goleman sebagaimana dikutip oleh Simons (2001) dalam Hardaningtyas (2004) membagi dua wilayah kerangka kecerdasan emosi yaitu:
1. Kompetensi pribadi (personal competence), yaitu bagaimana mengatur diri sendiri yang terdiri dari:
a. Kesadaran diri (self awareness), yaitu kemampuan untuk mengenal perasaan diri sendiri. Indikatornya: tingkat emosional awareness, ketepatan self assessment, self confidence.
b. Kemampuan mengatur diri sendiri (self regulation/self management), yaitu kemampuan mengatur perasaannya. Indikatornya: tingkat self control,
(50)
c. Motivasi, yaitu kecenderungan untuk memfasilitasi diri sendiri untuk mencapai tujuan walaupun mengalami kegagalan dan kesulitan. Indikatornya; tingkat achievement drive, komitmen, inisiatif dan optimisme. 2. Kompetensi sosial (social competency), yaitu kemampuan mengatur hubungan
dengan orang lain yang terdiri dari:
a. Empati, yaitu kesadaran untuk memberikan perasaan/perhatian, kebutuhan atau kepedulian kepada orang lain. Indikatornya; memahami orang lain, mengembangkan orang lain, berorientasi pada pemberian pelayanan,
leveraging diversity, kesadaran politis.
b. Memelihara hubungan sosial, yaitu mengatur emosi dengan orang lain, keterampilan sosial seperti kepemimpinan, kerja tim, kerjasama, dan
negosiasi. Indikatornya: kemampuan mempengaruhi, kemampuan
komunikasi, kemampuan mengelola konflik, tingkat kepemimpinan, change catalyst.
II.6. Teori tentang Sikap pada Budaya Organisasi II.6.1. Pengertian Sikap
Menurut Robbins (2003: 90) sikap adalah pernyataan evaluative –baik yang menguntungkan atau tidak menguntungkan-mengenai objek, orang atau peristiwa. Sikap mencerminkan bagaimana seseorang merasakan sesuatu. Dalam organisasi sikap itu penting karena mereka mempengaruhi perilaku.
(51)
Sarwono (1999) dalam Hardaningtyas (2004) menyimpulkan ciri khas sikap sebagai berikut:
a. mempunyai objek tertentu (orang, perilaku, konsep, situasi, benda dan sebagainya.
b. Mengandung penilaian (setuju-tidak setuju, suka-tidak suka).
Robbins (2003: 90) mengatakan terdapat tiga komponen dari sikap yaitu sebagai berikut:
a. Cognition (pengertian/kesadaran) yaitu segmen pendapat atau keyakinan akan suatu sikap.
b. Affect (keharuan/perasaan), yaitu segmen emosional atau perasaan dari suatu sikap.
c. Behaviour (perilaku), yaitu suatu maksud untuk berperilaku dengan suatu cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu.
II.6.2. Pengertian Budaya Organisasi
Sigit (2003: 256) mendefinisikan budaya organisasi sebagai sifat, perilaku, karakteristik yang telah melembaga, dan membedakan suatu organisasi dengan organisasi yang lain sebagaimana tercermin dalam hal sifat, perilaku dan karakteristik para anggotanya. Sigit juga menyimpulkan bahwa budaya organisasi adalah common understanding (kebersamaan pengertian) para anggota organisasi untuk berperilaku sama, baik di luar maupun di dalam organisasinya atau dengan kata lain kebersamaan para anggota organisasi untuk memiliki dan menggunakan ciri-ciri khas, berlaku lama, berbeda dari organisasi lain, dan diajarkan dari generasi ke generasi berikutnya.
(52)
Sedangkan menurut Gareth R. Jones “Organizational culture is the set of shared values that control organizational members’ interaction with each other and with suppliers, customers, and other people outside organization”, yang artinya budaya organisasi merupakan seperangkat nilai bersama yang mengontrol interaksi setiap anggota organisasi, juga dengan para pemasok, pelanggan, dan pihak-pihak lain di luar organisasi (Wirawan, 2007).
Pettigrew memberikan pengertian budaya organisasi sebagai “the sistem such publicly accepted meanings operating for given group at given time-budaya adalah makna yang diterima secara terbuka dan kolektif, yang berlaku untuk waktu tertentu bagi sekelompok orang tertentu” (Sobirin, 2007: 129).
Schein mendefinisikan budaya organisasi sebagai pola asumsi dasar yang oleh suatu kelompok tertentu telah ditemukan, dibuka, atau dikembangkan melalui pelajaran untuk memecahkan masalah-masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal, dan yang telah berjalan cukup lama untuk dipandang sahih, dan oleh sebab itu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk memandang, berpikir, dan merasa dalam kaitannya dengan masalah-masalah tersebut (Sigit, 2003: 256).
II.6.3. Karakteristik Budaya Organisasi
Menurut Luthans (2006: 125) budaya organisasi memiliki sejumlah karakteristik penting. Diantaranya adalah sebagai berikut:
(53)
1. Aturan perilaku yang diamati. Ketika anggota organisasi berinteraksi satu sama lain, mereka menggunakan bahasa, istilah dan ritual umum yang berkaitan dengan rasa hormat dan cara berprilaku.
2. Norma. Ada Standar perilaku, mencakup pedoman mengenai seberapa banyak pekerjaan yang dilakukan, yang dalam banyak perusahaan menjadi “Jangan melakukan terlalu banyak; jangan terlalu sedikit”.
3. Nilai dominan. Organisasi mendukung dan berharap peserta membagikan nilai-nilai utama, contoh khususnya adalah kualitas produk yang tinggi, sedikit absen dan efisiensi tinggi.
4. Filosofi. Terdapat kebijakan yang membentuk kepercayaan organisasi mengenai bagaimana karyawan dan atau pelanggan diperlakukan.
5. Aturan. Terdapat pedoman ketat berkaitan dengan pencapaian perusahaan. Pendatang baru harus mempelajari teknik dan prosedur yang ada agar diterima sebagai anggota kelompok yang berkembang.
6. Iklim organisasi. Ini merupakan keseluruhan “perasaan” yang disampaikan dengan pengaturan yang bersifat fisik, cara peserta berinteraksi, dan cara anggota organisasi berhubungan dengan pelanggan dan individu dari luar.
Tapi Luthans juga mengatakan bahwa masing-masing karakteristik tersebut punya kontroversi dan tingkat dukungan penelitian yang berbeda-beda.
(54)
Sedangkan menuru Robbins (2002: 279), terdapat tujuh karakter utama budaya organisasi adalah sebagai berikut:
1. Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauhmana karyawan didukung untuk menjadi inovatif dan mengambil resiko.
2. Perhatian terhadap detail. Sejauhmana karyawan diharapkan menunjukkan kecermatan, analisis dan perhatian terhadap detail.
3. Orientasi hasil. Sejauhmana manajemen memfokus pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
4. Orientasi orang. Sejauhmana keputusan manajemen memperhitungkan efek pada orang-orang di dalam organisasi itu.
5. Orientasi tim. Sejauhmana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim, bukannya individu.
6. Keagresifan. Berkaitan dengan agresivitas karyawan.
7. Kemantapan. Organisasi menekankan dipertahankannya budaya organisasi yang sudah baik.
Dengan menilai organisasi itu berdasarkan tujuh karakteristik ini, akan diperoleh gambaran majemuk dari budaya organisasi itu. Gambaran ini menjadi dasar untuk perasaan pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai organisasi itu, bagaimana urusan diselesaikan di dalamnya, dan cara para anggota berperilaku.
Brown mengembangkan unsur-unsur dasar budaya organisasi berdasarkan kerangka yang dikembangkan oleh Schein pada tahun 1985. Unsur-unsur budaya organisasi menurut Brown adalah sebagai berikut:
(55)
a. Artifacts (unsur dasar organisasi yang paling mudah dikenali karena ia dapat dilihat, didengar, dan dirasakan). Artifacts biasanya berbentuk cerita, mitos, lelucon, metafora, upacara dan tatacara, perayaan, pahlawan, dan simbol-simbol. Ada juga beberapa hal yang bersifat subkategori untuk artifacts, yaitu: hal-hal yang bersifat material, tampilan fisik, teknologi, bahasa, pola perilaku, sistem, prosedur dan program.
b. Keyakinan, nilai-nilai, dan sikap yang berlaku di dalam organisasi. Nilai ini lebih mengarah pada kode moral dan etika yang menjadi penentu apa yang sebaiknya dilakukan. Misalnya, sebuah perusahaan punya nilai-nilai kejujuran, keterbukaan dan integritas dalam menjalankan aktivitas bisnisnya. Maka penerapan untuk bagian keuangan, misalnya adalah menyusun laporan keuangan secara transparan dan jujur, maksudnya tidak melakukan penipuan agar organisasi tersebut lebih menarik minat investor tertentu.
c. Asumsi-asumsi dasar mau tidak mau harus diterima sebagai solusi bila terjadi suatu masalah. Menurut Schein ada lima dimensi yang perlu diperhatikan jika kita berbicara tentang asumsi-asumsi dasar dalam konteks budaya organisasi:
a. Hubungan manusia dengan lingkungan
Sebagian organisasi beranggapan bahwa mereka mampu mengubah lingkungan yang ada di sekitarnya, sehingga mereka mampu mengubah lingkungan bisnisnya dan kemungkinan besar organisasi yang dianutnya adalah budaya senantiasa belajar dan menghasilkan sesuatu yang baru. Tapi ada juga sebagian organisasi lainnya mrenyatakan bahwa mereka harus
(1)
d. Sikap pada budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap perilaku sosial organisasi PNS di Sekretariat Daerah Kota Tanjungbalai. Dalam menyikapi budaya organisasi yang cenderung berubah mengikuti perkembangan, maka pegawai dituntut untuk bersikap positif. Pegawai yang bertindak profesional dalam bekerja dan mematuhi aturan yang berlaku merupakan tindakan positif yang ditunjukkan dalam menyikapi budaya organisasi. Jadi semakin positif pegawai dalam menilai budaya organisasi maka perilaku sosial organisasinya pun semakin meningkat.
V.2. Saran
Adapun saran-saran dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Organisasi harus memperhatikan dan memahami kebutuhan yang diharapkan pegawai dan selalu mengapresiasi setiap keluhan-keluhan pegawai. Adanya iklim organisasi yang baik dan penerapan gaya kepemimpinan transformasional yang sungguh-sungguh merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kepuasan kerja pegawai. Untuk meningkatkan iklim organisasi yang baik dapat dilakukan dengan menciptakan suasana kerja yang kondusif dengan menciptakan dan menjaga suasana harmonis dalam organisasi dan melakukan interaksi komunikasi yang aktif kepada seluruh pegawai agar memahami keinginan pegawai. Sedangkan untuk menciptakan kepemimpinan transformasional yang baik dapat dilakukan dengan memberikan dukungan terhadap aktivitas yang dilakukan pegawai yaitu dengan memberikan inspirasi yang baik sehingga dapat digunakan sebagai usaha untuk
(2)
mendukung proses penyelesaian pekerjaan. Bentuk dukungan tersebut yaitu dengan selalu bersedia untuk menawarkan bantuan baik secara teknis dan non teknis apabila terdapat pegawai yang mengalami kesulitan atau permasalahan dalam menjalankan tugasnya.
2. Perilaku sosial organisasi secara umum dapat ditingkatkan melalui peningkatan kepuasan kerja, kecerdasan emosi dan sikap pada budaya organisasi yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Peningkatan kepuasan kerja melalui peningkatan hubungan pegawai, promosi bagi yang berprestasi, dan peningkatan kesejahteraan melalui pemberian insentif atau tunjangan, dan menempatkan atau membagi tugas kepada pegawai dengan keahlian dan kemampuan yang dimiliki.
b. Peningkatan kecerdasan emosi pegawai melalui pelatihan-pelatihan seperti outbond yang mengedepankan pelatihan tentang kerjasama tim. Di samping itu untuk menghadapi regenerasi di Sekretariat Daerah Kota Tanjungbalai perlu diadakan pelatihan-pelatihan yang kondusif untuk meningkatkan tingkat kecerdasan emosi, mengingat taraf kecerdasan emosi seseorang bisa berkembang.
c. Dengan mengintegrasikan budaya organisasi dalam keseluruhan sistem, prosedur, proses-proses atau strategi organisasi dan menempatkan budaya organisasi sebagai pusat dan penggerak organisasi akan meningkatkan perilaku sosial organisasi pegawai.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
BUKU :
Arikunto, Suharsimi. 2005. Manajemen Penelitian. Cetakan Ketujuh, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Djarwanto, PS. 2003. Mengenal Beberapa Uji Statistik dalam Penelitian. Edisi Kedua, Penerbit Liberty, Yogyakarta.
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS. Edisi Ketiga, Penerbit Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis. Edisi Pertama, Cetakan Kedua, Penerbit BPFE, Yogyakarta.
Kuswadi. 2005. Cara Mengukur Kepuasan Karyawan. Cetakan Kedua, Penerbit PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Luthans, Fred. 2006. Perilaku Organisasi. Diterjemahkan oleh Vivin Andika Yuwono dkk. Edisi Pertama, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Luthans, Fred. 1995. Organizational Behavior, McGraw Hill International, New York.
Nachrowi, Nachrowi D. 2006. Ekonometrika: Pendekatan Populer dan Praktis Untuk Ekonomi dan Keuangan. Penerbit Lembaga Penerbit FE UI, Jakarta.
Narimawati, Umi. 2008. Teknik-teknik Analisis Multivariat untuk Riset Ekonomi. Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta.
Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.
Organ, D.W. 1988. Organizational Behavior Citizenships: The Good Soldier Syndrome. Lexington Books: Lexington, MA.
Robbins, Stephen P. 2003. Perilaku Organisasi. Diterjemahkan oleh Tim Indeks. Penerbit Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta.
Robbins, Stephen P. 2002. Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi. Diterjemahkan oleh Halida. Edisi Kelima, Penerbit Erlangga, Jakarta.
(4)
Santoso, Singgih dan Fandi Tjiptono. Riset Pemasaran: Konsep dan aplikasi dengan SPSS, Penerbit Elex Media Komputindo, Jakarta.
Schermerhorn, Jhon.R, Hunt, James G, dan Richard N.Osborn. 2002. Organizational Behaviour.,7th Edition, Penerbit Wiley, USA.
Siagian, Sondang P. 2002. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Cetakan Pertama, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Sigit, Soehardi. 2003. Esensi Perilaku Organisasi. Penerbit Lukman Offset, Yogyakarta.
Steers, Ricard M. 1980. Efektifitas Organisasi. Diterjemahkan oleh Magdalena Jamin. Penerbit Lembaga Penerbitan dan Pembinaan Manajemen, Jakarta. Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Penerbit Alfabeta, Bandung.
Sunarto. 2009. Perilaku Organisasi. Edisi Kedua, Penerbit AMUS, Yogyakarta. Sutrisno, Edy. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Pertama, Cetakan
Pertama, Penerbit Kencana, Jakarta.
Teguh, Muhammad. 2005. Metodologi Penelitian Ekonomi. Penerbit RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Umar, Husein. 2008. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Edisi Kedua, Penerbit RajaGrapindo Persada, Jakarta.
Wirawan. 2007. Budaya dan Iklim Organisasi: Teori, Aplikasi dan Penelitian. Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
JURNAL
Bukhari, Zirgham Ullah. et al. Determinants of Organizational Citizenship Behavior in Pakistan International. Review of Business Research Papers Vol.5 N0. 2 (March 2009) 132-150.
Hasanbasri, Danan Mubasysyir. Hubungan Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi dengan Organizational Citizenships Behaviour di Politeknik Kesehatan Banjarmasin. KMPK UGM, Working Paper Series No.2, Januari 2007.
(5)
Kaihatu, Thomas Stefanus dan Wahyu Astjarjo Rini. Kepemimpinan Transformasional dan Pengaruhnya terhadap Kualitas Hidup Kerja, Komitmen Organisasi dan Perilaku Extra Peran: Study pada Guru-Guru SMU di Kota Surabay. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol.98 No.1 (Maret 2007) : 49-61.
Lievens, Filip dan Frederik Anseel. Confirmatory factor analysis and invariance of an organizational citizenship behaviour measure across samples in a Dutch-speaking context. Journal of Occupational and Organizational Psychology (2004), 77, 299–306
Organ, Dennis W. 1997. Organizational Citizenship Behavior: It’s Contruct Clean-Up Time. Human Performance 10 (2) : 85-97
Sampe Tondok, Marcelius dan Rita Andarika. Hubungan antara Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional dengan Kepuasan Kerja Karyawan.Jurnal PSYCHE, Vol. 1 No.1 (Desember 2004) : 35-49. Sarwono, Slamet S. dan Amiluhur Soeroso. Determinasi Demografi terhadap
Perilaku Karitatif Keorganisasian. Jurnal Siasat Bisnis Vol.1 No.6 (2001): 21-37.
Solikhan dan Matziatul Churiah. Analisis Jalur Iklim Organisasi terhadap Komitmen dan Kepuasan Kerja dan Implikasinya pada Prestasi Kerja. Jurnal Ekonomi Modernisasi, Vol.2 No.3 (Oktober 2006).
TESIS:
Arifin, Juni. 2006. Pengaruh Iklim Organisasi terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Dinas KIMPRASKO Banjarmasin”. ITS, Surabaya.
Atmojo, Wahyudi Dwi. 2008. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Iklim Organisasi terhadap Kepuasan Kerja Bawahan: Studi pada PTS UAB Surakarta. UGM, Yogyakarta.
Barokah, 2008. Pengaruh Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi terhadap
Organizational Citizenship Behaviour di Bank BNI Cabang UGM
Yogyakarta. UGM, Yogyakarta.
Husna, Syarifah. The Influence of Organizational Coomitment Toward Organizational Behaviour Citizenships (OCB) Among Contract Staffs (Vot 29) in University Malaysia Perlis. Fakulty Pengurusan Perniagaan. University Utara Malaysia.
(6)
Kusnan, Ahmad. 2004, Analisis Sikap Iklim Organisasi Etos Kerja dan Disiplin Kerja dalam Menentukan Efektifitas Kinerja Organisasi di Garnisun Tetap III Surabaya. Program Pasca Sarjana Universitas Air Langga, Surabaya.
Brahmana, Sunardi S dan Herman Sofyandi. 2007. Transformational Leaderships dan Organizational Citizenship Behaviour di Utama. Fakultas Bisnis dan Manajemen Universitas Widyatama, Surabaya,
Hamdie, Taufiqurrahman. 2007 Hubungan Antara Iklim Organisasi dengan Kepuasan Kerja bagi Karyawan RSUD H.Boejasin Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan. Sekolah Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta. Hardaningtyas, Dwi. 2004. Pengaruh Tingkat Kecerdasan Emosi dan Sikap pada
Budaya Organisasi terhadap Organization Citizenships behaviour (OCB) pada Karyawan PT. PELINDO III. Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga, Surabaya.
Siswanto. 2005. Pengaruh Kepemimpinan Transformasional yang Otentik terhadap Kepuasan Kerja dan Kecerdasan Emosional Guru dan Karyawan Madrasah Aliyah Jombang. Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga, Surabaya
INTERNET :
. “Budaya Organisasi”. Home page online. Di dapat dari http://blog.poltek-malang.ac.id/; (Diakses tanggal 13 Nopember 2009). . “Manajemen Sumber Daya Manusia”. Home page online. Di dapat
dari http://jurnal-sdm.blogspot.com/; (Diakses tanggal 13 Nopember 2009). . “Perkembangan Organisasi”. Home page online. Di dapat dari
http://share.ciputra.ac.id/; (Diakses tanggal 13 Nopember 2009).
. “Kepemimpinan Dalam Organisasi”. Home page online. Di dapat dari http://pksm.mercubuana.ac.id/; (Diakses tanggal 13 Nopember 2009)
Bentari, Jessica. “Teori tentang Kepuasan Kerja”. Home page online. Di dapat dari http://wartawarga.gunadarma.ac.id/; (Diakses tanggal 28 Desember 2009). Sumabi, Ratno. “Kepemimpinan Transformasional”. Home page online. Di dapat dari