Kesimpulan Diskusi KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

Pada bab lima ini akan dipaparkan tentang kesimpulan, diskusi, dan saran dari hasil penelitian.

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan ini merupakan jawaban dari permasalahan penelitian. Bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dimensi religiusitas terhadap resiliensi residen narkoba di BNN Lido. Berdasarkan sumbangan seluruhnya, resiliensi yang dipengaruhi independent variabel sebesar 24,8., dan yang memberikan pengaruh yang signifikan adalah dimensi religiusitas thankfulness. Analisis data berdasarkan fase dalam rehabilitasi, didapatkan bahwa pada masing-masing fase terdapat pengaruh yang signifikan dimensi religiusitas terhadap resiliensi. Pada fase primary green, berdasarkan sumbangan seluruhnya, resiliensi yang dipengaruhi independent variabel sebesar 55., dan ditemukan bahwa yang memberikan pengaruh yang signifikan adalah dimensi religiusitas thankfulness dan dimensi religiusitas social religiosity. Sedangkan pada fase primary hope, berdasarkan sumbangan seluruhnya, resiliensi yang dipengaruhi independent variabel sebesar 61,2., dan ditemukan bahwa yang memberikan pengaruh yang signifikan adalah dimensi religiusitas thankfulness. Kemudian pada fase reentry, berdasarkan sumbangan seluruhnya, resiliensi yang dipengaruhi independent variabel sebesar 26,7., dan ditemukan bahwa yang memberikan pengaruh yang signifikan adalah dimensi religiusitas thankfulness.

5.2. Diskusi

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dimensi religiusitas terhadap resiliensi pada residen narkoba di BNN Lido. Menurut peneliti hal ini disebabkan karena religiusitas secara tidak langsung terkait dengan resiliensi, dimana religiusitas dapat membantu individu saat menghadapi masalah maupun situasi sulit, dan membantunya untuk tetap kuat, bertahan, dan bahkan belajar pada situasi tersebut. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah terlebih dahulu dilakukan oleh Southwick 2001 yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi resiliensi diantaranya adalah spiritualitas. Mendukung penelitian tersebut, Connor Davidson 2003, mengatakan bahwa resiliensi akan terkait dengan berbagai hal, diantaranya adalah pengaruh spiritual, yaitu yakin pada Tuhan atau nasib. Kemudian Bogar Killacky 2006 yang mengidentifikasikan lima determinan dari resiliensi, diantaranya yaitu spiritualitas dan religiusitas, yang merupakan komponen penting bagi resiliensi seseorang, dimana kepercayaan ini dapat menjadi sandaran bagi individu dalam mengatasi berbagai permasalahan saat peristiwa buruk menimpa. Hal tersebut diperkuat pula oleh penelitian yang dilakukan Handayani 2010 yang juga menemukan bahwa salah satu kekuatan karakter yang mempengaruhi resiliensi adalah spirituality. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini sejalan dengan penelitian- penelitian sebelumnya. Walaupun hanya sebesar 24,8, namun menurut peneliti hasil ini sudah cukup besar, mengingat kegiatan-kegiatan di BNN masih lebih mengutamakan pada perubahan perilakunya. Tetapi sebenarnya dapat terlihat bahwa hasil religiusitas disini sudah cukup mempengaruhi resiliensi. Hal ini dikarenakan religiusitas dapat membantu residen untuk tetap kuat dan memiliki daya tahan, dalam hal ini kekuatan untuk bisa tetap bertahan agar tidak relapse, dan menjalani serangkaian kegiatan dalam rehabilitasi, agar dapat melanjutkan hidupnya. Hasil tersebut bisa disebabkan karena keunikan dari karakteristik residen, salah satunya dari karakteristik emosional residen, yakni varieties of guilt yang menurut Leon 2000 mereka diganggu oleh berbagai macam perasaan bersalah dan malu. Dari semua emosi yang mereka alami, perasaan bersalah merupakan perasaan yang paling berpotensi merusak bagi para residen. Dengan religiusitas yang lebih baik, mereka dapat mulai mendekatkan diri kepada Tuhan dan memohon ampun atas kesalahan mereka di masa lalu serta memelihara dan menjaga diri mereka sendiri untuk tetap bisa bertahan. Hal tersebut sesuai dengan yang dijabarkan oleh Peter Seligman 2004, bahwa spirituality atau religiousness berkaitan dengan kecenderungan individu untuk menghindari dan menjauhi berbagai kegiatan anti sosial mencakup penyalahgunaan narkoba, penjualan obat-obatan terlarang, serta kegiatan terlarang lainnya Handayani, 2010. Hal tersebut diatas turut diperkuat dengan data-data, diantaranya dari hasil penelitian Hawari 2002 yang menunjukkan bahwa penyalahguna narkoba yang taat dan rajin menjalankan ibadah agama memiliki risiko kekambuhan yang lebih kecil dibandingkan penyalahguna narkoba yang sama sekali tidak mentaati dan tidak menjalankan ibadah agama. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan Kendler, et al., 2003 yang menemukan bahwa dimensi-dimensi religiusitas mampu mengurangi resiko terhadap kecenderungan penyalahgunaan narkoba. Hal tersebut juga diperkuat oleh hasil penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Handoyo dan Rusli 2008, yang menenunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi komitmen beragama dengan intensi berhenti menyalahgunakan narkoba. Penelitian-penelitian terdahulu telah membahas mengenai keterkaitan religiusitas dengan narkoba maupun dengan resiliensi. Namun belum ada yang membahas mengenai dimensi religiusitas yang berkaitan langsung dengan resiliensi, dan pada residen narkoba. Didalam penelitian ini, peneliti menemukan adanya pengaruh yang signifikan dari dimensi religiusitas thankfulness terhadap resiliensi residen narkoba. Dapat dikatakan jika residen memiliki rasa syukur dan terimakasih yang tinggi atas hal-hal yang telah ia peroleh, maka hal tersebut mampu untuk berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuannya untuk bertahan pada situasi sulit, menghadapi program rehabilitasi yang penuh tekanan, yang menuntut kualitas yang ada pada diri mereka untuk mempertahankan kepulihan, yaitu lepas dan bersih dari narkoba, serta bertahan agar tidak relapse, agar mampu menjalani serangkaian program rehabilitasi, kemudian dapat melanjutkan hidupnya. Dimensi religiusitas thankfulness pada penelitian ini menggambarkan rasa syukur dan perasaan berterima kasih kepada Tuhan. Rasa syukur dapat mengurangi efek stress pada kesehatan tubuh. Dengan bersyukur dapat menyebabkan ketenangan pikiran, kebahagiaan, kesehatan fisik, dan memiliki kualitas hubungan yang baik dengan orang lain Emmons McCullough, 2003. Hal ini dapat membantu residen yang sesuai dengan keunikan karakteristik mereka yang memiliki perasaan bersalah yang tinggi, ketidaktenangan, gangguan mood, frustasi dan kecemasan yang mendalam Leon, 2000, karena dengan bersyukur mereka bisa mendapatkan ketenangan pikiran yang tentu saja dapat membantu dalam menjalani pemulihan. Miller 2009 menyatakan bahwa thankfulness atau yang biasa disebut dengan gratitude menggambarkan harapan dan sikap optimis yang merupakan komponen penting dalam psikologi positif. Hal ini juga dapat membantu residen terkait keunikan karakteristik mereka yang menampilkan persepsi diri yang buruk, ketidakmampuan mereka untuk mengembangkan harapan akan hidup yang produktif, dan kesulitan untuk menyukai serta menghargai diri mereka sendiri Leon,2000. Sehingga dengan bersyukur, mereka dapat memiliki harapan dan pikiran yang optimis tentang hidupnya, yang secara tidak langsung akan membantu individu tersebut dalam pemulihannya, demi melanjutkan hidupnya. Didapatkannya hasil bahwa dimensi religiusitas thankfulness mempengaruhi resiliensi residen, ini menggambarkan rasa bersyukur residen karena Tuhan masih melindunginya dari bahaya narkoba dengan memberi kesempatan hidup untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik, tidak seperti rekannya yang telah meninggal karena OD overdoses, maupun karena hal lain. Menurut peneliti, jika dihubungkan dengan sudut pandang islam, keberadaan mereka sekarang adalah pertolongan Allah melalui campur tangan manusia, seperti keluarga atau kerabat yang peduli akan keadaan residen, dalam hal ini misalnya seluruh warga BNN Lido. Syukur dalam kamus besar bahasa Indonesia 2000, memiliki dua arti, yaitu syukur berterimakasih kepada Allah, dan syukur dalam arti untung lah, atau merasa lega, atau senang. Mujib 2006 mengemukakan karakter syakir yang bersyukur, yaitu menampakkan nikmat Allah Swt., yang diberikan kepadanya. Syukur lisan artinya menampakkan dengan pujian dan pengakuan, syukur hati artinya penyaksian dan merasa senang, dan syukur badan artinya tunduk dan patuh terhadap perintah-Nya. Karakter syakir dilakukan dengan tiga tahap, yaitu; 1 mengetahui nikmat, dengan cara memasukkan dalam ingatan bahwa nikmat yang diberikan oleh Pemberi telah sampai pada penerima; 2 menerima nikmat, dengan cara menampakkan pada Pemberi bahwa ia sangat butuh terhadap pemberian-Nya dan tidak minta berlebih; 3 memuji Pemberinya, dengan cara membaca hamdalah, menggunakannya sebaik mungkin seperti untuk kepentingan dermawan dan kebaikan, serta menceritakan pada orang lain agar ia juga mendapatkan nikmat seperti dirinya. Firman Allah Swt.: “Dan ingatlah juga, tatkala Tuhanmu mema’lumkan: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah ni’mat kepadamu, dan jika kamu mengingkari ni’mat-Ku, maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. QS. Ibrahim : 7. Jika seseorang selalu berusaha mengingat Allah dan bersyukur akan nikmatnya meskipun dalam keadaan tersulit sekalipun, maka akan menambah nikmat lainnya dari Allah. Dan hal tersebut merupakan tujuan hidup dari penciptaan manusia, yaitu untuk beribadah dan selalu mengingat Allah Swt. Menurut peneliti, dapat dikatakan residen BNN Lido telah cukup mampu dalam menghayati berbagai kegiatan yang berkaitan dengan dimensi religiusitas khususnya dimensi religiusitas thankfulness, bahwa mereka memang selalu diajarkan setiap harinya dan dibentuk oleh lingkungan untuk senantiasa bersyukur, atau yang lebih dikenal disana dengan istilah grateful Walking paper, 2011, terhadap keadaan dan yang didapatkan setiap harinya. Hal tersebut ternyata cukup berpengaruh terhadap resiliensi mereka, yaitu sebesar 18,1, menurut peneliti ini cukup berpengaruh walaupun tidak terlalu besar. Menurut peneliti ini dikarenakan memang disana tujuannya masih lebih mengutamakan pada perubahan perilakunya, yaitu seperti bagaimana mereka senantiasa bersyukur setiap hari. Mungkin lebih lanjut dengan lebih dibina dan digeneralisasikan dalam kegiatan secara lebih menyeluruh, dimensi religiusitas thankfulness bukan tidak mungkin akan memberikan pengaruh yang lebih besar lagi terhadap resiliensi. Selain itu, peneliti juga menemukan bahwa pada masing-masing fase terdapat perbedaan. Didapatkan hasil bahwa pada fase primary green dan primary hope, serta reentry masing-masing fase ditemukan kesamaan, yaitu dimensi religiusitas thankfulness yang memberikan pengaruh secara signifikan terhadap resiliensi. Menjadi menarik pada fase primary green, selain dimensi religiusitas thankfulness ternyata terdapat dimensi religiusitas social religiosity yang signifikan. Menurut peneliti, ini dimungkinkan karena residen primary green cukup mampu menghayati berbagai kegiatan yang berkaitan dengan dimensi religiusitas social religiosity. Dalam penelitian ini, dimensi religiusitas social religiosity merefleksikan bagaimana individu tersebut membina hubungannya dengan individu sesama manusia, lebih khususnya dengan sesama penganut agamanya, juga menggambarkan bagaimana frekuensi kehadiran individu di tempat beribadah, dan kaitannya dengan sikap dalam memandang dan menggunakan obat-obatan terlarang. Dapat dikatakan jika residen primary green mampu menghayati hal tersebut, maka dapat berpengaruh terhadap kemampuannya untuk bertahan pada situasi sulit, menghadapi program rehabilitasi yang penuh tekanan, yang menuntut kualitas yang ada pada diri mereka untuk mempertahankan kepulihan, yaitu lepas dan bersih dari narkoba, serta bertahan agar tidak relapse, agar mampu menjalani serangkaian program rehabilitasi, kemudian dapat melanjutkan hidupnya. Pada residen primary green, mereka memang selalu diajarkan dan ditekankan setiap harinya, serta dibentuk oleh lingkungan untuk senantiasa menyadari keadaan dan keberadaan mereka disana untuk berkumpul, untuk saling membantu dan mendukung dalam menghadapai permasalahan yang dihadapinnya bersama, atau yang biasa disebut disana dengan man helping man to help himself Walking paper, 2011, artinya dengan menolong orang lain, maka kita pun menolong diri kita sendiri. Dengan memperhatikan keunikan karakteristik residen Leon, 2000 yang menampilkan perilaku dan sikap bermasalah yang mengganggu hubungan sosial mereka dengan orang lain, diharapkan dimensi religiusitas social religiosity yang menonjol dalam fase primary green, dapat membantu, sehingga dengan berinteraksi dengan orang lain, maupun dengan sesama penganut agamanya, dapat membantu mereka dalam pemulihannya, demi melanjutkan hidupnya. Karena ternyata ditemukan pula penelitian yang menegaskan bahwa adanya jaringan sosial yang kuat bersifat mendukung itu berhubungan secara positif dengan kesehatan. Smett, 1994 dalam Ziyad 2010. Menurut peneliti, hal yang perlu didiskusikan lebih lanjut adalah hal-hal apa saja yang belum berkembang didalam dimensi religiusitas tersebut padahal itu dibutuhkan dalam resiliensi pada residen narkoba BNN Lido. Misalnya dimensi religiusitas forgiveness, menurut Hope 1987 memaafkan dapat mengurangi marah, depresi, dan cemas. Dalam hal ini, dengan keunikan karakteristik emosional residen yang penuh kebencian dan kemarahan Leon, 2000, serta kesulitan residen terkait gangguan mood, frustasi dan kecemasan yang mendalam Zuckerman, dalam Leon 2000, dimensi religiusitas forgiveness sebetulnya dapat berperan dalam membantu residen menjalani pemulihannya. Hampir secara universal, pengguna narkoba memiliki persepsi negatif mengenai diri mereka sendiri Platt dalam Leon, 2000. Dengan memaafkan diri mereka sendiri, tentunya dapat secara efektif membantu mereka untuk bangkit dan beradaptasi dengan baik, serta bertahan dalam menjalani pemulihannya. Hal ini sesuai dengan Worthington Wade 1999 yang mengatakan bahwa secara kesehatan memaafkan memberikan keuntungan psikologis, dan memaafkan merupakan terapi yang efektif dalam intervensi yang membebaskan seseorang dari kemarahan dan rasa bersalahnya. Oleh karena nya perlu diperhatikan lebih lanjut terkait program-program yang dapat membantu residen dalam hal memaafkan, seperti misalnya dengan diadakannya therapy forgiveness, dan sebagainya. Hasil dari penelitian ini, menunjukkan bahwa religiusitas yang baik ternyata dapat mempengaruhi resiliensi seseorang dalam menjalani rehabilitasi. Mendekatkan diri pada Tuhan dengan cara menjalankan ajaran-ajaran agama yang dianut dan menjauhi larangan-larangannya, akan membuat resiliensi menjadi lebih baik. Seringkali dengan agama, persoalan-persoalan dan kesulitan dapat diatasi, dan membantu individu untuk tetap kuat dan bertahan dalam situasi sulit tersebut. Religiusitas dibutuhkan dalam mengembangkan resiliensi residen dalam menghadapi berbagai macam tantangan selama proses penyembuhan. Resiliensi memungkinkan residen untuk dapat mengatasi kesulitan yang dihadapi, sehingga dapat mengurangi risiko kekambuhan serta dapat hidup secara normal kembali, seperti melanjutkan kuliah, mendapat pekerjaan yang layak, atau membina keluarga. Resiliensi sangat penting bagi individu yang sedang menjalani pemulihan dari kecanduan narkoba atau pun alkohol. Pemulihan sendiri bagi masalah kecanduan alkohol dan obat-obatan memiliki definisi sebagai suatu perubahan yang dilalui dimana individu mencapai tahab abstinensia tahap dimana seorang pecandu berusaha untuk mempertahankan keadaan bebas zatnya BNN, 2004. Selain itu, dalam National Summit on Recovery Conference Report 2005 disebutkan bahwa pemulihan berkaitan dengan perbaikan kesehatan serta kehidupan yang berkualitas dan sejahtera, dan mengembangkan resiliensi merupakan aspek penting untuk terwujudnya proses pemulihan yang berhasil Allegheny County Coalition for Recovery Child and Family Committee, 2006. Dikatakan oleh Sturgeon Zautra 2010, resiliensi dapat membantu individu dalam beradaptasi secara positif terhadap perasaan sakit yang kronis chronic pain. Adaptasi positif ini selanjutnya akan membantu individu untuk dapat bertahan dalam proses pengobatan dan menjalani upaya penyembuhannya dengan lebih baik. Bagi individu-individu yang tengah menjalani proses penyembuhan dari kondisi sakit, resiliensi akan membantu untuk lebih kooperatif dalam pengobatan karena adanya optimisme dan harapan positif yang dimiliki. Dapat terlihat resiliensi memang memiliki peran penting dalam membantu menjalani pemulihan, dalam hal ini rehabilitasi. Dari seluruh hasil yang didapatkan dalam penelitian ini, dikarenakan religiusitas memiliki pengaruh yang cukup besar dalam mengembangkan resiliensi pada residen, dan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi resiliensi residen. Maka dari itu, alangkah lebih baik bila pihak BNN lebih berusaha untuk memperbaiki lagi layanan yang sudah baik yang sudah ada, bukan hanya dari segi fisik, dalam hal ini perubahan perilaku, namun juga secara spiritual, dengan meningkatkan kegiatan-kegiatan yang bersifat rohaniah, dan bilamana mungkin digeneralisasikan kedalam kegiatan-kegiatan sehari-hari. Kegiatan-kegiatan yang mengeneralisasikan religiusitas dan dimensi-dimensi nya, agar membangun resiliensi yang kuat bagi para residen. Resiliensi dibutuhkan oleh residen agar dapat bertahan dalam menghadapi tantangan serta untuk mempertahankan kehidupan yang sehat sehingga dapat sembuh dengan bertahan, hidup normal kembali, dan mengembangkan dirinya menjadi orang yang berhasil karena sebagian besar residen ini dalam masa dewasa muda usia produktif. 5.3 Saran 5.3.1 Saran teoritis