Dalam Penyuluhan Agama Islam Dengan Pendekatan Berbasis kelompok terhadap residen dalam pemulihan ketergantungan narkoba di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido Bogor Jawa Barat

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Syarat-Syarat

Mencapai Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh : Mela Silviana M. NIM 1110052000016

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2014 M/1435 H


(2)

(3)

(4)

(5)

MELA SILVIANA M.

Dampak Penyuluhan Agama Islam Dengan Pendekatan Berbasis Kelompok Terhadap Residen Dalam Pemulihan Ketergantungan Narkoba di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido Bogor Jawa Barat.

Penyuluhan agama Islam merupakan bentuk kegiatan atau penyampaian pesan bagi masyarakat mengenai prinsip-prinsip dan etika nilai keberagamaan yang baik. Hasil dari penyuluhan agama pada hakikatnya ialah terwujudnya kehidupan masyarakat yang memiliki pemahaman mengenai agamanya secara memadai yang ditunjukan melalui pengalamannya yang penuh komitmen dan konsistensi seraya disertai wawasan multikultur untuk mewujudkan tatanan kehidupan yang harmonis dan saling menghargai satu sama lain.

Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan analisa SWOT, yaitu informasi yang dikumpulkan dideskripsikan berdasarkan ungkapan, cara berpikir, pandangan, dan interprestasi para informan. Penelitian dilaksanakan di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido Bogor Jawa barat.

Salah satu bentuk penyuluhan agama Islam adalah bimbingan agama Islam dengan pendekatan kelompok, yaitu adanya unit religi. Hasil penelitian ini adalah terbukti adanya dampak bimbingan. Dampak bimbingan agama Islam terhadap residen dengan pendekatan berbasis kelompok adalah sekitar 80 % residen sudah merasa sehat secara fisik, mental spiritual, psikis dan sosial. Beberapa masih kembali ke proses rehabilitasi karena masih menggunakan narkoba. Penulis berkesimpulan bahwa adanya faktor dukungan sosial ketika kembali ke masyarakat penting diperhatikan pasca rehabilitasi, karena itu peneliti menyarankan bimbingan penyuluhan agama Islam dengan pendekatan berbasis kelompok lebih ditekankan pada aspek bagaimana residen mampu beradaptasi pada tantangan hidup dan lingkungan sosial yang ada di masyarakat. Program Family Outing menjadi alternatif penanganan residen dalam penguatan ketahanan sosial dalam kehidupan sosial residen.


(6)

i

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim

Segala puji kehadirat Allah SWT tuhan semesta alam atas segala limpahan taufik dan hidayahnya. Shalawat serta salam bagi baginda Nabi Muhammad SAW, sebagai suri tauladan umat manusia.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis mengambil penelitian pada residen di Balai Besar Rehabilitasi BNN dengan judul “DAMPAK PENYULUHAN AGAMA ISLAM DENGAN PENDEKATAN BERBASIS KELOMPOK TERHADAP RESIDEN DALAM PEMULIHAN KETERGANTUNGAN NARKOBA DI BALAI BESAR REHABILITASI BNN LIDO BOGOR JAWA BARAT”. Banyak hambatan selama melakukan penyusunan skripsi ini, namun dengan dorongan dan motivasi akhirnya bisa terselasikan.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis pantas mengucapkan terimaksih sebanyak-banyaknya kepada :

1. Allah SWT

2. Kedua orang tua penulis, yang terus memberi semangat dalam penyusunan skripsi serta selalu memberi doa dengan tulus demi kelancaran penelitian dan penulisan.

3. Kakakku Lucky Indra Gunawan, Adik-adikku Nenden Sri Arnida dan Anita Indah Ritaningrum yang telah mendukung serta memberi motivasi kepada penulis.


(7)

ii

4. Bapak DR. Arief Subhan, MA selaku dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Ibu Dra. Rini L. Prihatini, M.Si. Selaku ketua jurusan prodi Bimbingan dan Penyuluhan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Sekertaris jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Bpk. Drs. Sugiharto, MA. Yang membantu secara administratif sehingga memperlancar proses penyusunan skripsi.

7. Kholis Ridho, M.Si Selaku dosen pembimbing skripsi, yang telah banyak membantu, meluangkan waktu dan memberikan arahan dalam penyusunan skripsi.

8. Bapak Solihun, Mbak Tuti, Ustadz Jajang dan Ustadzah Musciner dan semua pihak Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido Bogor Jawa Barat yang telah memberikan izin dan banyak membantu penulis dalam penelitian sehingga berjalan dengan baik dan lancar.

9. Teman-teman seperjuangan yang telah memberikan dorongan dan motivasi, Haula Sofiana, Sabatini Ayu Sentani, Ismail Siregar, Juariyah, Eka Fitri Yana, Deuis Nur Aprianti, Sri Mulyanti, Ida Handayani, Nurul Fatimah, dan teman-teman yang lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu.

Terakhir kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah ikut berpartisipasi dalam penulisan skripsi ini. Dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada kalian semua, penulis mengucapkan banyak terimakasih. Semoga Allah SWT memberikan yang terbaik untuk kita semua.


(8)

iii

Akhir kata, penulis menyadari penelitian skripsi ini jauh dari kata sempurna, namun harapan penulis skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membaca pada umumnya dan khususnya bagi segenap keluarga besar jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.

Jakarta, 21 April 2014 Mela Silviana M.


(9)

iv DAFTAR ISI

ABSTRAK………... i

KATA PENGANTAR……….... ii

DAFTAR ISI………...……..….. v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……...………... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah………... 10

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian…...………...…..11

D. Metodologi Penelitian…..………... 12

a. Pendekatan Penelitian………... 12

b. Ruang Lingkup Penelitian……… 13

c. Teknik Pengumpulan Data………14

d. Sumber Data………..16

e. Teknik Analisa Data………..16

f. Teknik Penulisan………....17

E. Tinjauan Pustaka...……….. 17 F. Sistematika Penulisan……….. 18 BAB II LANDASAN TEORI... 20


(10)

v

B. Penyuluhan Agama Islam Pendekatan Berbasis Kelompok…..20

1. Pengertian Penyuluhan……….………….... 20

2. Fungsi dan Tujuan Penyuluhan...…………..…………..23

3. Penyuluhan Agama Islam Dengan Pendekatan Kelompok ………..….24

C. Ketergantungan Narkoba...………. 29

1. Pengertian Narkoba……….. 29

2. Dampak Penggunaan Narkoba………..33 3. Ketergantungan Narkoba………..………....34

Rehabilitasi………..………....35

1. Pengertian Rehabilitasi...………...35

2. Model-Model Pelayanan Rehabilitasi... 36

3. Tahap-Tahap Rehabilitasi... 39

4. Sehat dan Bebas Kecanduan... 41

BAB III GAMBARAN UMUM BALAI BESAR REHABILITASI BNN LIDO BOGOR JAWA BARAT. A. Sejarah BNN Lido Bogor Jawa Barat………...…...49

B. Kegiatan Penyuluhan Agama Islam Berbasis Kelompok di Balai Besar Rehabilitasi BNN. ………... 55

C. Deskripsi Penyuluh Agama Islam di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido Bogor Jawa Barat...……… 58


(11)

vi

E. Visi dan Misi Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido Bogor Jawa Barat ………...59 F. Dasar Hukum, Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi

……….………... 60 G. Sumber Daya…..………... 60

BAB IV TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISA DATA

A. Deskripsi Informan...…..63 B. Kegiatan Penyuluhan Agama Islam Dengan Pendekatan

Berbasis Kelompok di BNN………....71 C. Hasil Penelitian………...74

1. Kegiatan Penyuluhan Agama Islam Dengan Pendekatan Berbasis Kelompok (religious session)………..…....74 2. Dampak Penyuluhan Agama Islam Terhadap Residen

Dengan Pendekatan Berbasis Kelompok Pada Pemulihan Ketergantungan Narkoba………...80 3. Analisa SWOT pada lembaga yakni Strengths

(kekuatan),Weakness (kelemahan), Opportunities (peluang)

dan Threats (ancaman)………...94

a. Analisa Sumber Daya………..94 b. Analisa SWOT……….97 c. Pemilihan Strategi………..103

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan………105 B. Saran………..106


(12)

vii

DAFTAR PUSTAKA………... 107


(13)

1 A. Latar Belakang

Sejak zaman prasejarah umat manusia telah menggunakan berbagai zat dengan harapan akan mengurangi rasa sakit fisik atau mengubah kondisi kesadaran. Hampir seluruh manusia telah menemukan semacam zat beracun yang memengaruhi sistem syaraf pusat, menghilangkan penderitaan fisik dan mental atau menghasilkan euphoria. Terlepas dari konsekuensi mengkonsumsi zat-zat semacam itu yang sering kali sangat merusak, namun biasa efek awal itu menyenangkan, suatu faktor yang mungkin menjadi akar penyalahgunaan zat. 1

Zat bertujuan baik untuk pengobatan jika digunakan secara benar dan sesuai dengan kebutuhan. Penyalahgunaan obat-obatan akan menjadi hal yang sangat serius jika digunakan untuk keperluan ilegal, misal untuk penenang secara berulang-ulang dan menyebabkan ketergantungan. Ketergantungan inilah menimbulkan banyak kerugian baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Bagi diri sendiri orang yang mengalami ketergantungan merusak aktivitas dan gagal dalam memenuhi tanggung jawabnya, untuk orang lain biasanya timbul kriminalitas. 2

Ketergantungan narkoba atau ketergantungan zat (substance defence) merupakan tipe gangguan penggunaan obat yang lebih parah

1

Gerald C. Davidson,dkk. Psikologi Abnormal. (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2006). h 498

2


(14)

dimana penyalahgunaan diasosiasikan dengan tanda-tanda fisiologis ketergantungan (toleransi atau gejala putus zat) atau penggunaan komflusif dari suatu zat.3 Penggunaan secara komflusif disini ialah penggunaan yang dilakukan secara berulang-ulang atau tidak dapat dikendalikan meskipun pemakain sadar akan resiko-resiko yang akan diperoleh jika mengkonsumsi obat-obatan dalam jumlah yang besar. 4

Meskipun jalan ketergantungan obat bervariasi setiap orangnya, namun ada beberapa pola yang umum dapat digambarkan melalui tahapan eksperimentasi dan penggunaan rutin. Eksperimentasi atau penggunaan berkala, secara sementara membuat penggunanya merasa nyaman, bahkan euforik. Pengguna merasa terkendali dan yakin mereka dapat berhenti kapanpun. Penggunaan rutin, orang mulai mengatur hidup mereka seputar mendapatkan dan menggunakan obat. Nilai-nilai berubah, apa yang sebelumnya penting menjadi tidak penting, seperti keluarga dan pekerjaan, menjadi kurang penting dibandingkan narkoba. 5

Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat / bahan berbahaya. Selain "narkoba", istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif. Narkoba dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, yakni:6

3

Jeffrey s. Nevid,dkk. Abnormal Psychology in Changing World (Psikologi Abnormal). (Jakarta : Penerbit Erlangga. 2005). h 5.

4

Ibid,.h 6

5

Ibid.,h 8.

6

http://www.babesrehab-bnn.info/index.php/rehabilitasi/item/27-narkoba diakses


(15)

Halusinogen, yaitu efek dari narkoba bisa mengakibatkan seseorang menjadi ber-halusinasi dengan melihat suatu hal / benda yang sebenarnya tidak ada / tidak nyata bila dikonsumsi dalam sekian dosis tertentu contohnya kokain & LSD. Stimulan, yaitu efek dari narkoba yang bisa mengakibatkan kerja organ tubuh seperti jantung dan otak lebih cepat dari biasanya sehingga mengakibatkan penggunanya lebih bertenaga serta cenderung membuatnya lebih senang dan gembira untuk sementara waktu.7

Depresan, yaitu efek dari narkoba yang bisa menekan sistem syaraf pusat dan mengurangi aktivitas fungsional tubuh, sehingga pemakai merasa tenang bahkan tertidur dan tidak sadarkan diri contohnya heroin / putaw. Adiktif, yaitu efek dari narkoba yang menimbulkan kecanduan. Seseorang yang sudah mengonsumsi narkoba biasanya akan ingin dan ingin lagi karena zat tertentu dalam narkoba mengakibatkan seseorang cenderung bersifat pasif, karena secara tidak langsung narkoba memutuskan syaraf-syaraf dalam otak. Contohnya: ganja, heroin, dan putaw.8

Narkoba adalah zat yang berasal dari tumbuhan dan bukan tumbuhan, sementara Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa

7

Jeffrey s. Nevid,dkk. Abnormal Psychology in Changing World (Psikologi Abnormal). h.5.


(16)

nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan 9(Undang-Undang No. 35 tahun 2009). Beberapa jenis dari narkoba seperti ganja, kokain, opium dll, merupakan tanaman yang yang tumbuh di beberapa negara termasuk di Indonesia. Ganja di Aceh misalnya digunakan untuk berbagai keperluan sehari-hari seperti untuk makanan,rokok, campuran kopi dan selebihnya di jual ke luar Aceh.

Selain ganja ada pula Opium, Opium biasa disebut dengan poppy. Opium merupakan tanaman sejenis bunga yang memilki getah yang berwarna putih, dimana getah ini yang dikumpulkan dan diproses menjadi candu/bahan narkotika seperti heroin, sabu-sabu. Narkotika dari jenis opium ini memeliki efek seperti hilangnya rasa sakit, cemas, memberikan rasa nyaman yang esktrim, halusinasi dan lain-lain. Tanaman Erythoxyion

merupakan tanaman nartkotika jenis kokain, heroin dan sebagainya. 10 Kokain diperoleh dari daun tanaman coca yang banyak tumbuh di amerika selatan, kemudian diproses menjadi kokain dalam bentuk serbuk putih, kristal dll. Kokain memilki efek euforia yang sangat tinggi, rasa senang yang berlebihan, ganguan saraf, mental, kesehatan dan banyak lagi apabila dikomsumsi secara ilegal dan berlebihan. Adapun dari tanaman lain seperti Khat, Magic mashroom, ma huang dan tembakau.11

9

Tulisan diatas diperoleh dari undang-undang online, lengkap lihat website:

http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt4af3b7f6cf607/nprt/1060/uu-no-35-tahun-2009-narkotika diakses pada tanggal 1 Mei 2014 pukul 18.20 WIB.

10

Ladang Opium SINAR ,edisi Desember 2013 . Mengulas bahwa ada beberapa negara menjadikan opium sebagai pendapatan bagi penduduknya, contohnya di Afganisthan, dan wilayah pegunungan di Asia Tengah , serta negara-negara di Asia Tengah.

11

Ladang Opium SINAR ,edisi Desember 2013 . Kokain banyak di budidayakan di daerah amerika. Kokain dan opium merupakan narkotika alami yang awalnya digunakan sebagai


(17)

Selain sebagai kebutuhan, terdapat pula alasan orang-orang mengkonsumsi narkoba sebagai bagian dari gaya hidupnya, mulai dari terpengaruh pergaulan, life style hingga peredam rasa stress.12 Sayangnya narkoba mampu menimbulkan rasa kecanduan. Mungkin Narkoba mampu meredam stress untuk sementara waktu, tapi melatih seseorang untuk mencegah situasi ketagihan lagi. Narkoba membuat orang ketergantungan bukan membebaskan.13

Kasus penyalahgunaan obat-obatan ini menyerang semua lapisan masyarakat, bahkan sudah menjadi gaya hidup bagi sebagian orang. Anak muda dianggap sebagai kaum yang paling rentan terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba, dimana masa ini keingintahuan akan sesuatu hal cukup besar. Anak muda cenderung ingin mengubah mood negative

menjadi mood positive, meskipun pada akhirnya menimbulkan efek samping penurunan kognisi dan penurunan daya tahan tubuh (imunitas). 14 Penyalahgunaan narkoba tidak terlepas dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, sehingga kita perlu waspada akan bahaya narkoba disekitar kita. Untuk itu penanaman agama dan perlindungan dari keluarga sangat dibutuhkan untuk mencegah narkoba di masyarakat. 15

pengobatan untuk menghilangkan rasa sakit maka disebut “candu”, ketika zaman modern mengalami perubahan fungsi sebagai bagian dari gaya hidup (life style).

12

Hasil observasi lapangan di Balai Besar Rehabilitsi BNN 12 Febuari 2014.

13

Soraya Susan Behbehani. Fit from Within( sehat dan Smart Tanpa Obat). (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta. 1999). Hal 55.

14Ibid

.,

15Ibid.,


(18)

Penyalahgunaan narkotika mendorong adanya peredaran gelap yang makin meluas dan berdimensi internasional.16 Oleh karena itu diperlukan upaya pencegahan dan penanggulangan narkotika dan upaya pemberantasan peredaran gelap mengingat kemajuan perkembangankomunikasi, informasi dan transportasi dalam era globalisasi saat ini. 17

Hal utama dalam menghentikan ketergantungan obat adalah dengan cara detoksifikasi atau menghentikan pengkonsumsian obat yang menimbulkan kecanduan. Biasanya proses ini disebut dengan proses rehabilitasi. Dalam perjalanan rehabiltasi seringkali mengalami kegagalan meski telah ditempuh dengan berbagai metode, termasuk terapi biologis dan psikologis. Terapi biologis terkait dengan pemberian obat-obatan seperti metadon, sedangkan terapi psikologis yakni pasien menerima penanganan kognitif belajar cara menghindari berbagai situasi yang berisiko. 18

Rehabilitasi berarti pemulihan kapasitas fisik dan mental kepada kondisi / keadaan sebelumnya. Bagi seorang penyalahguna atau pecandu narkoba, rehabilitasi merupakan sebuah proses yang harus dijalani dalam

16

Lada g Opiu ,SINAR. Desember 2013

17

Lydia Harlina Marton. Membantu Pecandu Narkoba dan Keluarga.( Jakarta: Balai Pustaka,2006) hal 1.

18

Gerald C. Davidson,dkk. Psikologi Abnormal. (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2006.) Hal. 558


(19)

rangka full recovery (pemulihan sepenuhnya), untuk hidup normatif, mandiri dan produktif di masyarakat.19

Dalam proses rehabilitasi ini terdapat pemulihan jiwa yang dilakukan sebagai kegiatan penyuluhan agama. Ia adalah salahsatu bentuk diskusi tentang problema yang bersifat emosional, dilakukan oleh orang-orang yang terlatih melakukan tugas membuat hubungan teknis dengan tersuluh. Ia berusaha menghilangkan , mengubah dan menunda gejolak tertentu, untuk mengubah pola tingkah laku lahir. Oleh karena itu semua macam kegiatan yang mengarah kepada pencapaian tujuan tersebut mungkin diantaranya: Reduksi ( pendidikan ulang ), bantuan, bimbingan dan penyuluhan. 20

Pada kegiatan rehabilitasi telah dilakukan beberapa rangkaian kegiatan pemulihan oleh Balai Besar Rehabilitasi BNN berupa kegiatan pemulihan secara keseluruhan atau disebut dengan full recovery, dengan proses awal yakni pemeriksaan medis kemudian rehabilitasi sosial dan tahapan bina lanjut.21

Menurut penulis problem ketergantungan obat ini menimbulkan berbagai banyak masalah, sehingga pecandu atau pengguna harus direhabilitasi untuk disembuhkan kembali kesedia kala demi mengubah kehidupan yang lebih baik lagi. Namun nyatanya proses perubahan

19

Tulisan diatas diperoleh dari website resmi Balai Besar Rehabilitasi BNN, lengkap website lihat di http://www.babesrehab-bnn.info/index.php/rehabilitasi diakses 11/30/2013 pukul

22.23 wib

20

Prof. DR. Musthafa Fahmi. Kesehatan Jiwa dalam keluarga, Sekolah dan Masyarakat. (Jakarta: Penerbit Bulan Bintang.1977).hal 65

21


(20)

perilaku ini tidak semudah apa yang direncanakan, kadang praktiknya tidak semulus itu. Untuk itu diperlukan intervensi-intervensi pada pasien rehabilitasi narkoba salah satunya intervensi penyuluhan agama.

Dari rangkaian kegiatan penyuluhan agama, ada kegiatan yang disebut dengan Pengobatan dengan bantuan (Supportive Theraphy). Kegiatan tambahan yang memberikan keseimbangan pada residen (yang sedang mengalami kecanduan obat). Dimaksudkan sebagai media pengobatan untuk mengurangi gejala-gejalanya melalui pembinaan kembali kepribadiannya salah satunya dengan penyuluhan agama Islam pendekatan berbasis kelompok, kegiatan bimbingan agama merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Balai Besar Rehabilitasi BNN.22

Kegiatan pengobatan bantuan atau Supportive Theraphy

diantaranya menggunakan metoda pendekatan berbasis kelompok yang termasuk dalam rangkaian kegiatan penyuluhan agama Islam. Salah satu pendekatan tersebut mempunyai peranan penting dalam mengatasi persoalan orang, terutama dalam mengubah kepribadian orang. Diharapkan melalui penyuluhan agama Islam menggunakan pendekatan berbasisi kelompok ini mampu menguatkan satu sama lain, mampu bekerja sama antar residen dan juga diharapkan residen melatih jiwa sosial serta interaksi antar individu.

Menurut hemat penulis pendekatan melalui penyuluhan agama Islam dalam pemulihan ketergantungan narkoba ini merujuk pada kegiatan

22

Wawancara kepala bimbingan dan Penyuluhan Balai Besar Rehabilitasi BNN, bapak Solihun.


(21)

yang bersifat spiritual, karena hubungan spiritual pada diri seseorang sangat esensial. Seseorang disadarkan akan sisi spritualnya, merasakan kehadiran Tuhan, bahwa Tuhan itu ada dan hadir dalam diri setiap seseorang. Seseorang mengalami kehadiran Tuhan sebagaimana orang menemukan akses penyembuhan dari dalam batin. Penyuluhan agama Islam menyentuh sisi keimanan, ketaatan, kepasrahan sebagai umat yang beragama (memiliki Tuhan). Pemulihan inilah yang membangkitkan kasih sayang pada diri sendiri maupun orang lain. 23

Tugas seorang pembimbing agama yakni memberikan pesan bagi masyarakat mengenai prinsip-prinsip dan etika nilai keberagamaan yang baik dengan tujuan terciptanya perubahan perilaku. Proses rehabilitasi seperti yang telah dipaparkan di atas adalah bentuk intervensi yang telah dijalankan oleh Balai Besar Rehabilitasi BNN, tidak terlepas dari salahsatu intervensi agama yang dikemas dalam bentuk BIMTAL (Bimbingan Mental) yang dilakukan oleh para pembimbing untuk melakukan proses penyuluhan agama. Untuk itu penulis tertarik untuk meneliti rangkaian penyuluhan agama Islam dengan pendekatan berbasis kelompok yang dilakukan dalam proses pemulihan ketergantungan obat untuk tercapainya kepribadian residen yang sehat, karena tidak dapat dipungkiri agama sangat penting dalam pembentukan diri karena agama mengajarkan kebaikan. 24

23

Isep Zainal Arifin. Bimbingan Penyuluhan Islam: Pengembangan Dakwah Melalui Psikoterapi Islam. (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2009)h. 59.

24Ibid.,


(22)

Dari uraian tersebut penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul “DAMPAK PENYULUHAN

AGAMA ISLAM DENGAN PENDEKATAN BERBASIS

KELOMPOK TERHADAP RESIDEN DALAM PEMULIHAN

KETERGANTUNGAN NARKOBA DI BALAI BESAR

REHABILITASI BNN LIDO BOGOR JAWA BARAT ”. Pada proses pemulihan ketergantungan Narkoba ini, penulis ingin mengetahui bagaimana dampak kegiatan penyuluhan agama Islam dengan pendekatan berbasis kelompok pada residen yang ada di Balai Besar Rehabilitasi BNN.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, penulis membatasi masalah hanya pada Dampak Kegiatan penyuluhan agama Islam Dengan Pendekatan Berbasis Kelompok Terhadap Residen Dalam Pemulihan Ketergantungan Narkoba di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido Bogor Jawa Barat.

Penelitian ini hanya membatasi pada dampak dari kegiatan penyuluhan agama Islam dengan pendekatan berbasis kelompok, kegiatan tersebut fokus pada masalah kegiatan penyuluhan agama dalam pemulihan ketergantungan narkoba bagi residen di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido Bogor Jawa Barat.


(23)

2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah : a. Bagaimana kegiatan rehabilitasi di Balai Besar Rehabilitasi BNN

Lido Jawa Barat?

b. Apa dampak penyuluhan agama Islam dengan berbasis pendekatan kelompok yang diberikan setelah rehabilitasi untuk perbaikan residen?

c. Bagaimana pengembangan layanan penyuluhan agama Islam dengan pendekatan berbasis kelompok untuk perbaikan residen?

C. Tujuan dan manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahuai apa saja kegiatan penyuluhan agama Islam dengan pendekatan berbasis kelompok dalam rehabilitasi yang dijalankan oleh Balai Besar Rehabilitasi BNN.

b. Untuk menggambarkan dan menganalisa apa dampak penyuluhan agama Islam dengan berbasis pendekatan kelompok yang diberikan setelah rehabilitasi untuk perbaikan residen.

c. Untuk mengetahui bagaimana pengembangan layanan penyuluhan agama Islam dengan pendekatan berbasis kelompok untuk perbaikan residen.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian secara akademis atau teoritis diharapkan memberikan pengetahuan dalam proses penyuluhan agama terutama


(24)

dalam pengembangan ilmu pengetahuan untuk memperbaiki kearah yang lebih baik, diharapkan penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi dalam menambah khazanah ilmu pengetahuan untuk dijadikan referensi. Manfaat secara empiris dalam penelitian ini diharapkan menjadi media informasi mengenai proses rehabilitasi dan memberi wawasan pada berbagai lapisan masyarakat mengenai narkoba. Serta penulisan skripsi ini untuk mendapatkan gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) Pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. D. Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian adalah satu cara kerja untuk memahami objek penelitian dalam rangka menemukan, menguji terhadap suatu kebenaran atau pengetahuan. Dalam hal ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif. Menurut Tailor sebagaimana dikutip oleh Lexi J. Moleong adalah prosedur sebuah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa dengan kata-kata tertulis lisan dari orang dan perilaku yang diamati. 25

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian (contohnya: Perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain sebagainya) dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata yang tertulis dan bahasa, pada suatu

25

Lexy J. Moleong. Metode penelitian Kualitatif. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001) cet ke 15,h. 3


(25)

konteks khususnya yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.26 Fakta-fakta yang ada di lapangan dan mendeskripsikan secara sistematis, secara faktual dan akurat tentang Dampak Penyuluhan Agama Islam Dengan Pendekatan Berbasis Kelompok Terhadap Residen Dalam Pemulihan Ketergantungan Narkoba di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido Bogor Jawa Barat .

2. Ruang Lingkup Penelitian a. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Jl. raya Bogor Sukabumi, Desa Cijeruk/ Desa Wates, Lido Sukabumi Jawa Barat. Peran peneliti sebagai partisipan artinya peneliti adalah “orang luar” yang netral yang telah diizinkan untuk berpartisipasi dengan tujuan untuk melakukan pengamatan dan merekam.

Alasan penulis memilih lokasi penelitian yakni lokasi tersebut merupakan Balai Besar Rehabilitasi sebagai pusat rehabilitasi bagi pemulihan ketergantungan narkoba. BNN telah diketahui banyak oleh masyarakat bahkan sebagi pusat rehabilitasi terbesar dengan menangani banyak residen dari beberapa daerah di seluruh Indonesia. b. Waktu Penelitian

Observasi awal dilakukan pada hari jum’at tanggal 25 November pukul 11.00 WIB dengan mendatangi lokasi penelitian. Penelitian

26


(26)

dilaksakan pada bulan Januari 2014 sampai dengan April 2014. Penelitian ini dilakukan tiga kali dalam seminggu.

c. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah residen selaku penerima penyuluhan agama Islam dari pembimbing agama. Penulis berupaya melakukan penelitian ini dengan menggunakan sudut pandang orang-orang yang menjadi sumber data primer penelitian ini, dengan melakukan interaksi dengan subjek penelitian yang terjadi secara alamiah dan tidak memaksa, sehingga tindakan dan cara pandang subjek berubah.

Objek dalam penelitian ini adalah dampak penyuluhan agama Islam dengan pendekatan berbasis kelompok yang dilakukan terhadap residen selama proses rehabilitasi.

3. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara

Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan pewawancara (interviewer) untuk memperoleh terwawancara (interviewee)27, penulis mengadakan wawancara dengan penyuluh agama yang merangkap sebagai pembimbing residen dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya oleh peneliti. Adapun pengertian lain mengenai wawancara yakni percakapan dengan maksud tertentu dengan cara kontak langsung atau tatap muka untuk

27

Siharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996), h.126.


(27)

usaha mengumpulkan informasi, percakapan ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara dan terwawancara, dengan maksud antara lain, mengkontruksi mengenai orang, kejadianm organisasi, perasaan, dan motivasi, adapun wawancara dibedakan menjadi dua, yaitu wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. 28

b. Observasi

Observasi berasal dari kata latin, yaitu “melihat dan memperhatikan”. Istilah observasi ini diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul , dan mempertimbangkan hubungan antara aspek dan fenomena tersebut. Observasi berarti pengamatan bertujuan untuk mendapatkan data tentang suatu masalah, sehingga diperoleh suatu pemahaman atau sebagai alat chek atau pembuktian trhadap informasi/keterangan yang diperoleh sebelumnya.29

Adapun objek yang penulis observasi dalam penelitian ini adalah pengamatan langsung menganai Dampak Penyuluhan Agama Islam Dengan Pendekatan Berbasis kelompok Terhadap residen Dalam Pemulihan Ketergantungan Narkoba di Balai Besar Rehabilitasi BNN. c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah cara mengumpulkan data yang melalui peninggalan tertulis, teritama berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku yang berkaitan dengan masalah penyelidikan atau

28

Rahayu Tri Iin, S.Psi dan Ardani Ardi Tristiandi, Observasi dan Wawancara, (Malang: PT: Bayu Media, 2004. ) h.10

29


(28)

penelitian. Oleh sebab itu dalam setiap penelitian tidak dapat dilepaskan dari literatur-literatur ilmiah, sehingga kegiatan kepustakaan ini menjadi sangat penting.

Dokumentasi adalah pengumpulan data berupa data-data tertulis, brosur, artikel serta website dari internet sebagai data pendukung. Termasuk semua data yang dihimpun selama melakukan penelitian untuk mengetahui Dampak Penyuluhan Agama Dengan Pendekatan Berbasis kelompok Terhadap Residen Dalam Pemulihan Ketergantungan Narkoba di Balai Besar Rehabilitasi BNN.

4. Sumber Data a. Data Primer

Data Primer adalah data yang berasal dari sumbernya, diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi, tanya jawab secara langsung atau tatap muka dengan informan.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapat secara tidak langsung seperti dokumen-dokumen dan catatan yang diambil peneliti sebagai literatur, buku-buku maupun internet yang berhubungan dengan masalah penelitian.

5. Teknik Analisa Data

Menurut Patton (1980), yang dimaksud dengan analisa data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Selain itu peneliti juga


(29)

melakukan suatu interpretasi dan penafsiran terhadap proses analisis, menjelaskan pola atau kategori, mencari hubungan di antara unsur satu dengan lainnya dan kemudian merumuskan kontruksi teoritisnya.30

Pengelolaan data yang dilakukan dengan pendekatan deskriftif kualitatif, yaitu menggunakan data secara verbal dan kualifikasi bersifat teoritis. Tujuannya untuk menggambarkan dampak penyuluhan agama Islam dengan pendekatan berbasis kelompok terhadap residen dalam pemulihan ketergantungan narkoba di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido Bogor Jawa Barat. Penelitian kualitatif ini menghasilkan transkif wawancara, catatan lapangan, gambar, dan yang lainnya.

6. Teknik Penulisan

Penulisan ini berpedoman dan mengacu kepada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta” yang diterbitkan Oleh CeQDA, April 2007. Cetekana ke-2 ditambah dari buku-buku yang berhubungan dengan metode penelitian dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

E. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan suatu bagian dari penilitian yang memuat tinjauan atas kepustakaan dalam (literature) yang berkaitan dengan topik pembahasan, atau bahkan yang memberi inspirasi dan mendasari

30

Kaelan, M.S. Metode Penelitian Agama Kualitatif Interdisipliner. (Yogyakarta: Penerbit Paradigma, 2010) h. 162.


(30)

dilakukannya penelitian. 31 Setelah penulis melakukan studi pustaka maka diperoleh tinjauan pustakannya yaitu:

1. Metode Tobat Untuk Penanganan Korban Nafza SeDalam Pembentukan Kesalehan Individu di Yayasan Pesantren Nurul Jannah

Kebon Kopi Cikarang Utama. Oleh Nazwa Balqies.

107052002008.tahun 1432 H/ 2011 M. Penelitian ini membahas tentang proses pembentukan kesalehan individu pada korban NAPZA lewat metode tobat yang dilakukan di daerah Kebon Kopi Cikarang Utama. Pembentukan kesalehan lewat metode tobat merupakan rangkaian pemulihan ketergantungan Narkoba, yakni pendekatan Islami yang menanamkan psikoreligius sebagai bentuk intervensi yang dilakukan di Yayasan Pesantren Nurl Jannah.

2. Pelaksanaan Terapi Seni Dalam Pengembangan Kreativitas Pasien NAZA (Narkotika, Alkohol dan Zat Adiktif) di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Cibubur Jakarta Timur. Oleh Siti Muthmainnah. 104052001996, tahun 1430 H/2009 M. Penelitian ini menggambarkan bermacam-macam pelaksanaan terapi seni dalam mengembangkan kreativitas pasien NAZA.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini peneliti menyusun sistematikanya kepada lima Bab dengan rincian sebagai berikut:

31

Hamid Nasuhi. Al, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) UIN Syaruf Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: CeQDA,2007), cet ke-2,hal.20.


(31)

BAB I terdiri dari Latar Belakang, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat, metodologi penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

BAB II Landasan Teori meliputi pengertian penyuluhan, fungsi dan tujuan penyuluhan agama Islam dengan pendekatan berbasis kelompok, pengertian narkoba, dampak penggunaan narkoba, pengertian rehabilitasi, tahap-tahap dan model rehabilitasi.

BAB III Gambaran Umum Balai Besar Rehabilitasi BNN meliputi Sejarah berdirinya Balai Besar Rehabilitasi BNN, Visi dan Misi BNN, Struktur organisasi, pelayanan, program-program, sarana dan prasarana dan proses pemulihan.

BAB IV Dampak Penyuluhan Agama Islam Dengan Pendekatan Berbasis Kelompok Terhadap Residen Dalam Pemulihan Ketergantungan Narkoba di Balai Besar Rehabilitasi BNN LIDO BOGOR JAWA BARAT. Terdiri dari deskripsi informan, program penyuluhan agama Islam dengan pendekatan berbasis kelompok di Balai Besar Rehabilitasi BNN dan kegiatan rehabilitasi yang dilakukan oleh BNN.

BAB V yang terdiri dari kesimpulan dan saran


(32)

20 BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Dampak

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dampak adalah pengaruh kuat yang mendatangkan akibat (baik negatif maupun positif). Penyuluhan agama Islam dengan pendekatan berbasis kelompok adalah salah satu bentuk intervensi yang dilakukan Balai Besar Rehabilitasi BNN. Penyuluhan ini diharapkan memberikan dampak positif terhadap residen yang sedang dalam pemulihan ketergantungan Narkoba, terutama meningkatnya jiwa keberagamaannya. Dengan jiwa keberagamaan yang kuat residen diharapkan mampu kembali ke masyarakat.

B. Penyuluhan Agama Islam Pendekatan Berbasis Kelompok 1. Pengertian Penyuluhan

Penyuluhan berasal dari kata “suluh” yang berarti “obor” atau

“pelita” atau“yang memberi terang”. Dengan penyuluhan diharapkan terjadi peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap. Pengetahuan dikatakan meningkat bila terjadi perubahan dari tidak tahu menjadi tahu dan yang sudah tahu menjadi lebih tahu. 1

Secara etimologi (harfiah), arti penyuluhan berasal dari bahasa Inggris “counseling” yang mengandung arti “menerangi, menasehati”,

1


(33)

atau memberikan kejelasan kepada orang lain agar ia memahami dan mengerti hal-hal yang sedang dialaminya.2

Pengertian penyuluhan dalam arti umum adalah ilmu sosial yang mempelajari sistem dan proses perubahan pada individu serta masyarakat agar dapat terwujud perubahan yang lebih baik sesuai dengan yang diharapkan. Penyuluhan dapat dipandang sebagai suatu bentuk pendidikan untuk orang dewasa.3

Pengertian penyuluhan secara terminologi (istilah) menurut H. Koestur Partowisastro mengungkapkan bahwa Penyuluhan ada dalam dua pengertian, yaitu pengertian dalam arti luas dan pengertian dalam arti sempit. Dalam arti luas; adalah segala ikhtiar pengaruh psikologi terhadap sesama manusia, dan dalam arti sempit merupakan suatu hubungan yang sengaja diadakan dengan manusia lain, dengan maksud agar dengan semua cara psikologis, kita dapat mempengaruhi beberapa fase kepribadiannya sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh sesuatu efek tertentu.4

Penyuluhan dalam arti umum adalah ilmu yang mempelajari sistem dan proses perubahan pada individu serta masyarakat agar dapat terwujud perubahan yang lebih baik sesuai dengan yang diharapkan. Penyuluhan dapat diartikan sebuah pendidikan nonformal diluar sistem sekolah yang biasa, Menurut Carter V (1995), adalah merupakan proses perkembangan

2

Drs. M. Lutfi, MA., Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam.

(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008) h. 8 3

Ir. Lucie Setiana, M.P. Teknik Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat. (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2005) h. 1.

4

M. Lutfi, MA.. Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam. (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008) h.10.


(34)

pribadi, proses sosial, proses sosial, proses pengembangan keterampilan sesuai profesi serta kegiatan bersama dalam memahami ilmu pengetahuan yang tersusun dan dikembangkan dari masa ke masa oleh setiap generasi bangsa.5

Penulis lebih sependapat dengan Carter V. Penyuluhan dikatakan berhasil ketika ada perkembangan. Hal serupa dikatan oleh Rusmin Tumanggor bahwa penyuluhan dikatakan berhasil ketika menghasilkan kesehatan fisik, kesehatan jiwa, kesehatan spiritual dan kesehatan sosial.

Definisi lain dari penyuluhan merupakan bantuan yang diberikan kepada orang lain dalam memecahkan problema-problema kehidupan yang dihadapinya, sesuai dengan situasi dan keadaan klien. Supaya ia memiliki pengertian dan kemampuan dalam menghadapi dan memecahkan masalahnya, berdasarkan penentuan dirinya sendiri.6

Dari paparan di atas penulis menyimpulkan bahwa kegiatan penyuluhan merupakan bentuk komunikasi yang dilakukan oleh seseorang untuk melayani, memberikan pemecahan masalah pada tersuluh. Tujuan penyuluhan adalah memberi penerangan untuk perubahan perilaku agar kehidupannya lebih baik. Penyuluhan juga bisa disebut sebagai bantuan atas problema-problema yang perlu dibantu akibat dari ketidakberdayaan dan tingkat pengetahuan tersuluh.

5

Ibid , h. 1. 6


(35)

2. Fungsi dan Tujuan Penyuluhan

Fungsi penyuluhan adalah memberikan pelayanan pada individu maupun kelompok, merasakan kegunaan dari setiap program yang kita buat untuk mereka. Penyuluhan dikatan berfungsi dengan baik jika penyuluhan yang kita lakukan dirasakan bermanfaat bagi orang lain, sebaliknya jika penyuluhan yang kita lakukan tidak bermanfaat bisa dikatakan proses penyuluhan tidak mendatangkan kegunaan atau manfaat.7

Penyuluhan diterapkan melalui pengembangan fungsi-fungsi Al-Qur’an dan hadits yang dijadikan sumber utama terutama untuk penyuluhan Islam. Al-Qur’an membahas berbagai pemecahan problematika kehidupan sehari-hari untuk mencapai kebahagiaan hidup. 8

Tujuan Penyuluhan dalam konteks penyuluhan agama tentu berbeda dengan tujuan penyuluhan pertanian, untuk itu dalam tujuan penyuluhan dilihat dari sisi penyuluhan agama memiliki tujuan 9:

a. Membantu memecahkan masalah atau problematika ummat yang timbul dari interaksi personal dan kelompok (keluarga) dengan pendekatan Islam.

b. Membantu dan mengatasi memecahkan masalah psikologi keluarga dan komunitas muslim, karena adanya masalah internal yang terjadi dalam keluarga.

7

Ibid., h. 103. 8

M. Lutfi, MA. Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam. h 98-99 9


(36)

c. Membantu mengatasi dan memecahkan masalah mental/spiritual yang dialami oleh penyandang masalah-masalah sosial (pathologis) dan cacat fisik pada lembaga-lembaga rehabilitasi sosial, seperti tuna netra, ketergantungan obat zat adiktif (narkoba), Wanita Tuna Susila(WTS) dan sebagainya.

d. Membantu mengatasi dan memecahkan masalah mental/spiritual yang dialami para tahanan (narapidana) di rumah tahanan (rutan) dan lembaga permasayarakatan (lapas). Serta pembinaan mental bagi anak jalanan (anjal), panti jompo dan masalah sosial lainnya.

e. Memberikan penyuluhan dan bimbingan pada karyawan, tenaga kerja dan prajurit guna meningkatkan kinerja dan produktivitas kerja dengan pendekatan Islam.

3. Penyuluhan Agama Islam Dengan Pendekatan Kelompok

Penyuluh agama Islam pelaksanaan tugasnya dalam pengembangan masyarakat Islam di bidang keagamaan, sosial dan ekonomi. Indikasinya tampak pada aktivitas pengembangan masyarakat, yang meliputi jadwal, materi, metode dan banyaknya jumlah kehadiran para jama’ah sebagai kelompok sasaran penyuluh. Pola pengembangan masyarakat Islam dilakukan dengan tahapan.10

Penyuluhan itu alat dari pada bimbingan. Dengan kata lain, bimbingan itu diberikan melalui penyuluhan. Dengan demikian, keberhasilan bimbingan banyak ditentukan bagaimana penyuluhan itu

10

Drs. Kgs. H. M. Daud, M.Hi (Widyaswara Madya BDK Palembang), Jurnal : Pelaksanaan Penyuluh Agama Dalam Pengembangan Masyarakat Islam di Kota Palembang. (Palembang, 2011) h. 1.


(37)

dilakukan. Untuk dapat melakukan penyuluhan secara lebih terarah, penyuluh dituntut untuk benar-benar menguasai pengetahuan dan ketrampilan melaksanakan penyuluhan.11

Keputusan Presiden No. 87 Tahun 1999, yaitu yang menempatkan penyuluh Dalam Keppres itu disebutkan bahwa Rumpun Keagamaan adalah rumpun jabatan fungsional Pegawai Negeri Sipil yang tugasnya berkaitan dengan penelitian, peningkatan atau pengembangan konsep, teori, dan metode operasional serta pelaksanaan kegiatan teknis yang berhubungan dengan pembinaan rohani dan moral masyarakat sesuai dengan agama yang dianutnya.12

Sasaran dalam penyuluhan agama Islam adalah umat Islam dan masyarakat yang belum menganut salah satu agama di Indonesia yang beraneka ragam dan latar belakang pendidikanya. Dilihat dari segi tipe masyarakat yang ada di Indonesia dalam garis besarnya dalam tipe golongan yaitu masyarakat pedesaan dan perkotaan dan masyarakat cendikiawan. Namun dilihat dari segi kelompok masyarakat tersebut bermacam-macam kelompok baik yang ada di desa maupun di kota, bahkan ada beberapa kelompok selain terdapat di desa terdapat pula di kota. 13

Penyuluhan agama Islam dengan menggunakan metode pendekatan kelompok dalam hal ini, penyuluh berhubungan dengan sekelompok orang

11

Amti Erman. Penyuluhan. (Jakarta: Halia Indonesia, 1983) h.7. 12

DEPARTEMEN AGAMA RI, Materi Bimbingan dan Penyuluhan ( Jakarta: Derektorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, 2003) h. 9.

13Ibid


(38)

untuk menyampaikan pesannya.14 Dalam pendekatan kelompok ini banyak manfaat yang diambil, disamping transfer informasi juga terjadinya tukar pendapat dan pengalaman antar sasaran penyuluhan dalam kelompok bersangkutan.15 Dalam penyuluhan berbasis kelompok atau metode kelompok memiliki beragam teknis diantaranya:

a. Metode Ceramah

Menurut Winarno Surahmad, M.Ed, ceramah adalah penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap kelasnya, sedangkan peranan murid mendengarkan dengan teliti, serta mencatat yang pokok dari yang dikemukakan oleh guru.16

Penyuluh didorong untuk berusaha memperkenalkan pokok-pokok terpenting dari isi pesan yang akan disampaikan pada tersuluh. Dengan demikian diharapkan pesan yang disampaikan berhasil ditunjang pula oleh keterampilan penyuluh dalam menyampaikan isi materi penyuluhan. Adapun langkah-langkah dalam metode ceramah: 1) Tahap persiapan, menyusun kerangka yang hendak diceramahkan dan dapat mudah dimengerti oleh peserta. Selain itu membuat pokok-pokok persoalan yang akan dibicarakan. 2) Tahap penyajian, menyampaikan bahan-bahan atau

pokok-pokok pelajaran yang telah disiapkan.

14

Suprapto Tommy dkk, Komunikasi Penyuluhan, (Yogyakarta: Arti Bumi Intaran, 2004) h. 83-84.

15

Ibid., h. 50. 16

B Suryo Subroto. Proses Belajar Mengajar di Sekolah (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997) ha.165.


(39)

3) Tahap asosiasi, memeberi kesempatan pada peserta untuk menghubungkan dan membandingkan bahan ceramah yang telah diterima bilamana ada suatu pokok yang tidak dimengerti. 4) Tahap generalisasi atau kesimpulan, menyimpulkan isi

ceramah, umumnya mencatat isi ceramah yang telah disampaikan.

5) Tahap aplikasi, diadakan penilaian terhadap pemahaman mengenai bahan yang telah diberikan. Evaluasi bisa dilaksanakan berupa tulisan, tugas, lisan dan lain-lain.17

b. Kursus atau pelatihan

Dalam penjelasan pasal 26 ayat 5 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, dijelaskan bahwa kursus dan pelatihan adalah bentuk pendidikan berkelanjutan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dengan penekanan pada penguasaan keterampilan, standar kompetensi, pengembangan sikap kewisausahaan serta pengembangan kepribadian yang professional.

c. Metode Diskusi

Diskusi adalah suatu percakapan ilmiah oleh beberapa yang tergabung dalam satu kelompok untuk saling bertukar pikiran dan pendapat mengenai sesuatu masalah atau bersama-sama mencari pemecahan untuk mendapatkan jawaban dan kebenaran suatu

17


(40)

masalah. Dalam diskusi dibedakan melalui jumlah pesertanya, yakni: 18

1) Whole group, suatu diskusi dimana anggota kelompok tidak lebih dari 15 orang.

2) Buzz group, suatu kelompok besar dibagi menjadi 2 sampai 8 kelompok.

3) Panel, dimana suatu kelompok kecil antara 3 sampai 6 orang. 4) Symposium, teknik menyerupai panel, hanya sifatnya lebih

formal.

5) Caologium, yaitu berdiskusi yang dilakukan oleh satu atau beberapa orang sumber yang berpendapat dan menjawab pertanyaan-pertanyaan tapi tidak lewat pidato.

d. Parsipatorik/partisipatif (praktik ibadah, wisata ziarah dan bakti sosial)

Partisipasif adalah proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok terkait mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal itu. Kegiatan partisipatif dalam kegiatan penyuluhan agama ialah praktik ibadah, wisata ziarah dan bakti sosial.

Penulis dapat menyimpulkan bahwa penyuluhan agama Islam dengan metode pendekatan kelompok ialah suatu metode pendekatan berdasarkan jumlah orang yang mengikuti, klasifikasi

18


(41)

kelompok bisa terdiri dari golongan, ataupun jumlah orang yang mengikuti kegiatan penyuluhan.

Metode dengan pendekatan kelompok memungkinkannya ada umpan balik, bertukar pengalaman maupun memberikan pengaruh berupa nilai-nilai dan norma.

C. Ketergantungan Narkoba 1. Pengertian Narkoba

a. Narkotika

Narkotika berasal dari bahasa Inggris yakni “Narcotics” yang memiliki arti obat menidurkan atau obat bius. 19 Narkotika adalah zat/ bahan aktif yang bekerja pada system saraf pusat (otak) yang dapat menyebabkan penurunan sampai hilangnya kesadaran dari rasa sakit (nyeri) serta dapat menimbulkan ketergantungan (ketagihan). Menurut farmakologi adadalah zat yang dapat menghilangkan rasa nyeri dan membius (opiate).20

Menurut Undang-Undang RI no.2 Tahun 1997 adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan makanan baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Adapun peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai

19

M. John Echols. Kamus Bahasa Inggris- Indonesia. (Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka, 1987) h. 390.

20

Tim ahli BNN. Petunjuk Teknis Advokasi Bidang Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Bagi Lembaga/Instansi Pemerintah. (Jakarta: BNN, 2008) h. 16.


(42)

landasan hokum penanggulangan narkotika dan obat-obatan terlarang antara lain sebagai berikut:21

1) Undang-undang nomor 8 Tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Psikotropika 1971.

2) Undang-undang No.7 tahun 1997 tentang Pengesahan Konvensi tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika.

3) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.

Di dalam Undang-Undang Narkotika secara jelas lebih diatur tentang produksi, peredaran, pengangkutan, impor, ekspor, penyaluran, penyerahan dan lain-lain berikut sanksi ketentuan pidananya.

Selanjutnya penggolongan Narkotika berdasarkan Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang No 22 Narkotika dikelompokkan kedalam tiga golongan, yaitu22:

1) Golongan I yaitu narkotika yang tidak digunakan untuk terapi dan berpotensi tinggi untuk ketergantungan, misalnya heroin.

2) Golongan II yaitu Narkotika yang dapat digunakan untuk terapi tetapi berpotensi tinggi untuk ketergantungan, misalnya morfin. 3) Golongan III, yaitu narkotika yang digunakan untuk terapi dan

berpotensi rendah untuk ketergantungan, misalnya kodein.

Berdasakan pembuatannya Narkotika dibedakan kedalam tiga bagian, yakni23:

21Ibid

., h. 19. 22

Tim ahli BNN. Petunjuk Teknis Advokasi Bidang Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Bagi Lembaga/InstansiPemerintahh. 16-17.


(43)

1) Narkotika Alami

Narkotika yang berasal dari alam, atau yang tumbuh di alam. Contohnya Ganja, Hasis, Opium dan Coca.

2) Narkotika Semi Sintetik

Narkotika yang berasal dari olahan diambil zat adiktifnya (intisarinya) agar memiliki khasiat lebih kuat sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan kedokteran. Contohnya Morfin . 3) Narkotika sintetik

Narkotika palsu yang dibuat dari bahan kimia, digunakan untuk pembiusan dan pengobatan bagi orang yang menderita ketergantungan narkoba sebagai narkoba pengganti. Contohnya Methadon.

b. Obat-Obatan Terlarang (Psikotropika dan Zat Adiktif)

Psikotropika menurut Undang- Undang RI No. 5 Tahun 1997 adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalu pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Sedangkan Zat adiktif adalah zat atau bahan aktif bukan narkotika atau psikotropika, bekerja pada system saraf pusat dan dapat menimbulkan ketergantungan (ketagihan). Zat Adiktif ini merupan zat

23

Tim ahli BNN. Petunjuk Teknis Advokasi Bidang Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Bagi Lembaga/InstansiPemerintahh. 16-17


(44)

selain narkotika yang menimbulkan ketergantungan, misalnya rokok dan zat-zat lainnya yang menimbulkan ketergantungan.24

Berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1997 Paikotropika dibagi menjadi kedalam empat golongangan yaitu 25:

1) Golongan I yaitu psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan untuk terapi, tetapi berpotensi tinggi untuk ketergantungan paling berbahaya, daya adiktifnya sangat tinggi26 (MDMA, misalnya ekstasi, ampetamin, misalnya sabu-sabu).

2) Golongan II yaitu psikotropika yang dapat digunakan untuk terapi tetapi berpotensi tinggi untuk ketergantungan (misalnya fensiklidin/PCP, metilferudat)

3) Golongan II yaitu psikotropika yang digunakan untuk terapi dan berpotensi sedang untuk ketergantungan (misalnya amobarbital dan flunitrazepam)

4) Golongan IV yaitu psikotropika yang digunakan untuk terapi dan berpotensi ringan untuk ketergantungan (diazepam, nitrazepam/DUM, megadon, BK.

24

Tim ahli BNN. Petunjuk Teknis Advokasi Bidang Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Bagi Lembaga/InstansiPemerintah. h. 22.

25

Ibid., hal 23. 26

Tulisan diatas diperoleh dari website mengenai narkoba, lengkapnya dapat dilihat websitenya di: http://emge89.mywapblog.com/narkoba-dan-macam-macam-jenis-narkoba.xhtml


(45)

2. Dampak Penggunaan Narkoba

Agoes Dariyo dalam bukunya Psikologi Perkembangan Remaja menjelaskan ada beberapa dampak penggunaan Narkoba, secara umum dampak penggunaan Narkoba ada 2, yakni kepribadian adiksi (addiction personality) dan gangguan kesehatan tubuh.27

Individu yang mengalami kepribadian adiksi ditandai dengan suka menyembunyikan tindakan/motif perilaku, berpura-pura, berbohong, menipu, ingkar janji. Secara intelektual individu akan mudah lupa, tidak dapat berkonsentrasi, sehingga menimbulkan penurunan kapasitas berpikir dan penurunan kemampuan mengambil keputusan.28

Sedangkan dari gangguan kesehatan bagi pengguna Narkoba yakni: adiksi (ketergantungan), infeksi paru, infeksi jantung, penularan penyakit hepatitis C,B dan AIDS/HIV, impotensi, kecatatan pada bayi, kematian karena overdosis dan infeksi.

Hal yang perlu diwaspadai oleh pengguna Narkoba ialah sakaw.

Sakaw ialah gejala putus zatyang ditandai dengan bola mata mengecil, hidng dan mata berair, bersin-bersin, menguap, banyak berkeringat, mual-mual, muntah-muntah dan diare. 29

Menurut penulis Dampak –dampak tersebut merpakan dampak yang amat merugikan bagi pengguna maupun orang disekitar pengguna, sudah dipastikan orang yang telah menggunakan narkoba tidak akan

27

Agoes Dariyo, Psi. Psikologi Perkembangan Remaja. (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2004) h.35.

28

Ibid.,

29


(46)

produktif. Produktif disini terjadi gangguan aktivitas karena narkoba, akibat dari dampak pada adiksi dan kesehatan.

3. Ketergantungan Narkoba

Ketergantungan Narkoba bisa dikatakan dengan istilah addict,

yang berarti tergantung pada sesuatu. Addiction mengandung pengertian ketergantungan terhadap sesuatu. Menurut Gordon dan Gordon dalam buku Agoes Dariyo, menganggap ketergantungan narkoba atau obat merupakan suatu gangguan atau penyakit individu yang bersifat fisik, mental, dan emosional, sehingga individu merasa tidak mampu menghentikan kecenderungan untuk menggunakan Narkoba.30

Ketergantungan adalah pengguna narkoba atau NAPZA yang cukup berat, telah terjadi ketergantungan fisik dan psikologis yang ditandai oleh adanya toleransi dan sindroma putus zat.31

Ketergantungan narkoba atau kecanduan narkoba merupakan penyakit yang sangat kompleks yang belum dialami dan belum dimengerti oleh orang awam, bahkan pihak dokter maupun psikiater pun belum pernah merasakan kecanduan narkoba secara psikis maupun fisik.32 Ketergantungan narkoba juga merupakan reaksi yang ditimbulkan oleh zat-zat psikotropika dan narkotika setelah digunakan secara berkala saat putus zat, jika tidak terpenuhi maka akan mengakibatkan sakit seperti demam, menggigil, sendi-sendi tulang seluruh badan sakit, tidak bisa tidur/gelisah.

30Ibid., h. 33.

31

Sumiati, SKp. Msi dan Dinarti, SKp, MAP , dkk, Asuhan Keperawatan Pada Klien Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA. (Jakarta: Penerbit CV. Trans Info Media, 2009) h.

30.

32

Drs. Edy Karsono. Mengenal Kecanduan Narkoba dan Minuman Keras. (Bandung : cv. Yrama Widya, 2004) h.59.


(47)

Ciri khas pengguna markoba atau NAPZA untuk ketergantungan : a. Frekuensi pengguna, setiap hari atau terus menerus

b. Sumber zat, menghalalkan segala cara untuk mendapatkan zat, serta mau mengambil resiko sekalipun resiko tersebut tindakan kriminal seperti merampok dan mencopet.

c. Alasan menggunakan zat, alasannya bisa bermacam-macam, mulai dari menghilangkan stress/depresi, melarikan diri dari kenyataan bahkan menggunakannya diluar kontrol.

d. Efek yang dirasakan, pada saat tidak menggunakan zat klien akan merasakan sakit atau tidak nyaman. Zat membantu mereka merasa normal.

e. Ciri-ciri pengguna:

 Perubahan fisik, seperti penurunan berat badan, masalah kesehatan

 Penampilan buruk

 Kemungkinan mengalami hilang ingatan, flash back, paranoid, perubahan mood, dan gangguan mental lainnya.

 Kemungkinan drop out dari sekolah dan dikeluarkan dari pekerjaan

 Sering keluar rumah

 Kemungkinan over dosis

 Tertangkap, terutama pada saat menggunakan zat.

D. Rehabilitasi


(48)

Rehabilitasi berarti pemulihan kapasitas fisik dan mental kepada kondisi/keadaan sebelumnya. Bagi seorang penyalahguna atau pecandu narkoba, rehabilitasi merupakan sebuah proses yang harus dijalani dalam rangka full recovery (pemulihan sepenuhnya), untuk hidup normatif, mandiri dan produktif di masyarakat.33

Adapun pengertian tentang rehabilitasi narkoba ialah pembinaan fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilam dan resosialisasi serta pembinaan lanjut bagi para mantan pengguna Narkoba agar mampu berperan aktif dalam kehidupan masyarakat. 34

Dalam buku petunjuk teknis advokasi bidang pencegahan penyalahgunaan Narkoba bagi lembaga memaparkan bahwa rehabilitasi merupakan upaya pemulihan kesehatan jiwa dan raga yang ditunjukkan kepada pemakai narkoba yang sudah menjalani program kuratif. 35

2. Model- Model Pelayanan Rehabilitasi

Dalam proses rehabilitasi menurut Sumiati rehabilitasi memiliki model-model untuk terpenuhinya keberhasilan dalam penyembuhan ketergantungan narkoba, model-modelnya yaitu:36

a. Model pelayanan dan rehabilitasi medis. 1) Metadon

33

Tulisan diatas diperoleh dari website resmi Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido Bogor

Jawa Barat, lengkapnya lihat website berikut:

http://www.babesrehab-bnn.info/index.php/rehabilitasi diakses hari rabu tanggal 29 Januari pukul 14.26 WIB

34

Sumiati, Skp dan Dinari Skp dkk, Asuhan Keperawatan Pada Klien Penyalahgunaan dan Ketergantungan Napza. h. 162.

35

Tim Ahli BNN. Petunjuk Teknis Advokasi Bidang Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Bagi Lembaga/Instansi Pemerintah. h.43.

36


(49)

Metadon adalah zat opioid sintetik berbentuk cair yang diberikan lewat mulut. Metadon merupakan obat yang paling sering digunakan untuk terapi subsitusi bagi ketergantungan opioid.

2) Buprenofin

Buprenofin adalah obat yang diberikan oleh dokter melalui resep. Aktivitas agonis opioid Buprenofin lebih rendah dari metadon. b. Model pelayanan dan rehabilitasi dengan pendelatan bimbingan

individu dan kelompok.

Terapi ini merupakan terapi konvensional untuk klien ketergantungan Narkoba yang tidak melakukan rawat inap dan dapat dilakukan secara individual maupun kelompok. Program ini di desain dengan kegiatan yang bervariasi seperti edukasi keterampilan, meningkatkan sosialisasi, pertemuan yang bersifat vokasional, edukasi moral dan spiritual, serta terapi 12 langkah.

c. Model pelayanan dan rehabilitasu dengan pendekatan Therapeutic Community.

Tujuan utamanya adalah menolong pecandu agar mampu kembali ke tengah masyarakat dan dapat kembali menjalani kehidupan yang produktif. Program TC, merupakan program yang disebut drug free self help program. Program ini mempunyai sembilan elemen yaitu partisipasi aktif, feedback dari keanggotaan, role modeling, format kolektif untuk perubahan pribadi, sharing norma dan nilai-nilai,


(50)

struktur & sistem, komunikasi terbuka, hubungan kelompok dan penggunaan terminologi unik.37

d. Model dan Pelayanan rehabilitasi dengan pendekatan agama.

Ada berbagai pusat rehabilitasi dengan pendekatan agama, misalnya pendekatan di pondok pesantren Suryalaya dan pondok pesantren Inaba di Jawa Barat dengan pendekatan nilai-nilai agama Islam. e. Model pelayanan dan rehabilitasi dengan pendekatan Narcotic

Anonymus.

Suatu program recovery yang dilakukan seorang pecandu Narkoba berdasarkah prinsip 12 langkah, langkah-langkah ini harus dijalankan lebih dari satu kali. Metode 12 steps di Amerika Serikat, jika seseorang kedapatan mabuk atau menyalahgunakan narkoba, pengadilan akan memberikan hukuman untuk mengikuti program 12 langkah. Pecandu yang mengikuti program ini dimotivasi untuk mengimplementasikan ke 12 langkah ini dalam kehidupan sehari-hari.38

f. Model dan rehabilitasi dengan pendekatan terpadu.

Pendekatan terpadu ialah suatu layanan dengan memadukan konsep dari berbagai pendekatan dan bidang ilmu yang mendukung sehingga dapat memfasilitasi korban Narkoba dalam mengatasi masalahnya baik dari aspek bio, psiko , sosial, dan spiritual.

37

Tulisan diatas diperoleh dari Dedi Humas BNN, lengkapnya bisa dilihat di website berikut:

http://dedihumas.bnn.go.id/read/section/artikel/2012/08/24/514/tahap-tahap-pemulihan-pecandu-narkoba diakses pada tanggal 25 April 2014 pukul 01.32 WIB.

38

Tulisan diatas diperoleh dari Dedi Humas BNN, lengkapnya bisa dilihat di website berikut:


(51)

3. Tahap-Tahap Rehabilitasi

Secara umum ada beberapa langkah atau tahap dalam rehabilitasi (pengobatan) yang perlu dilalui oleh seseorang yang mengalami ketergantungan Narkoba, masing-masing tahapan ini memerlukan waktu yang tidak singkat tergantung dengan tingkat ketergantungannya terhadap Narkoba. Setiap tahapan tersebut diatur dan disusun untuk mengantar pasien secara bertahap melepaskan diri dari ketergantungan Narkoba. Beberapa tahapan rehabilitasi ini adalah bentuk tahapan yang maksimal, yakni: 39

1) Tahap Transisi

Penekanan dalam tahap ini lebih kepada informasi awal tentang korban seperti:Latar belakang korban, lama ketergantungan dan jenis obat yang dipakai. Tahapan ini juga bisa dijadikan rujukan model rehabilitasi apa yang akan digunakan untuk pengobatan. Dalam tahap ini tim rehabilitasi akan membantu korban agar menyadari dirinya sedang menghadapai masalah ketergantungan Narkoba. 40

2) Rehabilitasi Intensif

Setelah melewati masa transisi (pengumpulan informasi tentang keadaan korban dan latar belakangnya) baru masuk pada fase selanjutnya yakni proses penyembuhan secara psikis. Motivasi dan potensi dirinya dibangun dalam tahap ini. Korban diajak untuk

39

Visi media. Rehabilitasi Bagi Korban Narkoba. (Tangerang: Agromedia Pustaka, 2006)h.28-35.

40


(52)

menemukan dirinya dan segala potensi sambil juga menyadari berbagai keterbatasannya. 41

Menurut Romo Lambertus Somar MSC dalam bukunya Rehabilitasi Pecandu Narkoba(2001), dalam tahap ini ada tiga tahap yang harus dilewati dikenal dengan tahap stabilisasi pribadi yaitu: a) Secara sadar dan tekun melepaskan diri dari berbagai penyakit dan

akibat-akibat lainnya.

b) Menemukan jati diri, menguasai kiat-kiat keterampilan untuk menyehatkan serta mengisi hidup secara lebih bermakna.

c) Dengan inisiatif pribadi, orang secara sadar mulai berpikir dan bertindak untuk mencapai prestasi.

3) Tahap rekonsiliasi

Para korban ketergantungan Narkoba tidak langsung berinteraksi dengan masyarakat , akan tetapi terlebih dahulu ditampung disebuah lingkungan khusus selama beberapa waktu sampai pasien benar-benar siap secara mental dan rohani kembali ke lingkungannya semula. Paling utama dalam fase ini adalah pembinaan mental spiritual, keimanan dan ketakwaan, serta kepekaan sosial kemasyarakatan. Proses ini bisa meliputi program jasmani dan rohani. 42

4) Pemeliharaan lanjut

Pada tahap ini walaupun secara fisik yang bersangkutan sudah dinyatakan sehat dan secara psikis pun sudah pulih, namun masih ada

41 Ibid.,

42


(53)

kemungkinan mereka tergelincir kembali, lebih-lebih saat mereka sedang mengahadapi masalah. Pada saat itu bisa jadi mereka bernostalgia dengan kenikmatan Narkoba. Untuk itu perlu kesiapan untuk menjauhkan dari kemungkinan-kemungkinan korban ketergantungan Narkoba terjerumus kembali.

Masing-masing dari rehabilitasi itu memiliki jangka waktu yang panjang, tergantung dari tingkat ketergantungan pada korban penyalahgunaan Narkoba. Ada yang seminggu, sebulan dan bahkan berbulan-bulan. Menurut penulis, faktor keberhasilan dalam rehailitasi bukan dari proses tahapan rehabilitasinya saja, akan tetapi perlu adanya dukungan dari keluarga, orang-orang terdekat dalam seluruh proses tersebut. Setiap tahap dirancang agar korban ketergantungan Narkoba bisa lepas dari jeratan benda haram tersebut.

4. Sehat dan Bebas Kecanduan a. Pengertian Sehat

Pengertian kesehetan dalam Bahasa Inggris “Health

diterjemahkan dalam Indonesia sebagai “kesehatan”.43

Menurut haber sehat dipandang dengan persfektif yang lebih luas. Luasnya aspek itu meliputi rasa memiliki kekuasaan, hubungan kasih sayang, semangat hidup, atau tingkat kemandirian tertentu.44

43

John Echols dan Hasan Shadiliy. Kamus Bahasa Inggris-Indonesia. (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka,1981)

44

Lidya Maryani dan Rizki Muliani. Epidemiologi Kesehatan.(Yogyakarta:Graha Ilmu, 2010) h. 21.


(54)

WHO mendefinisikan sehat mempunyai karakteristik, seperti memperhatikan individu sebagai sebuah system yang menyeluruh. Memandang sehat dengan mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal, serta penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam hidup.

Menurut UU No. 36/2009, kesehatan itu mencakup 5 aspek, yakni: fisik, mental, spiritual, sosial dan ekonomi. Wujud atau indikator dari 5 dimensi sehat , antara lain45:

1) Kesehatan Fisik

Kesehatan Fisik mengandung arti seseorang tidak merasa sakit dan memang secara klinis tidak ada penyakit atau dengan kata lain semua organ tubuh normal dan tidak ada gangguan fungsi tubuh.

2) Kesehatan Mental

Kesehatan mental (mental health) adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain (pasal 1 UU No.3 Tahun 1966 tentang kesehatan jiwa).

3) Kesehatan Spritual

Kesehatan spiritual mengandung arti seseorang mampu mengekspresikan rasa syukur, pujian atau penyembahan terhadap sang pencipta.

45Ibid.


(55)

4) Kesehatan sosial

Kesehatan sosial adalah perikehidupan dalam masyarakat sedemikian rupa sehingga setiap warga negara mempunyai cukup kemampuan untuk memelihara atau memajukan kehidupannya sendiri serta kehidupan keluarganya dalam masyarakat yang memungkinkannya bekerja dan menikmati hiburan pada waktunya (Penjelasan Pasal 33 UU No. 9 Tahun 1960 tentang pokok-pokok kesehatan)

Kesehatan sosial juga bisa diartikan seseorang mampu berinteraksi dengan orang lain atau kelompok tanpa membedakan ras, suku, agama atau kepercayaan, status sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya. 5) Kesehatan Ekonomi

Kesehatan ekonomi terlihat dari produktivitas seseorang yang sudah dewasam mempunyai pekerjaan atau menghasilkan secara ekonomi, bagi yang belum memasuki usia kerja, anak dan remaja atau bagi yang sudah pension atau usia lanjut, sehat ekonomi terlihat dari perilaku produktif secara sosial, yakni mempunyai kegiatan.

b. Indikator Bebas Kecanduan

Setelah dilakukannya tahap-tahap rehabilitasi yang sudah dilakukan seperti tahap transisi, rehabilitasi intensif, tahap rekonsiliasi dan yang terakhir pemeliharaan lanjut maka setelah itu kita bisa melihat apakah seseorang yang sudah melakukan rehabilitasi dikatakan sehat atau belum. Untuk mengetahui seseorang dikatakan sehat dari kecanduan


(56)

Narkoba, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dengan melihat indikator-indikator:

1) Sehat secara Mental Spritual

Sehat secara mental spiritual merupakan “Bagian Jiwa” telah menetapkan ciri-ciri mental health seseorang. Sekaligus bimbingan dan penyuluhan agama harus memperhatikannya dan membawa bimbingan dan penyuluhan agama untuk memantapkan itu pada diri pribadi seseorang yang akan dibimbing. Adapun ciri Mental Spritual yang sehat yakni:46

a) Adjustment (Penyesuaian Diri), yaitu seseorang harus mampu menyesuaikan diri terhadap dirinya sendiri, sosial budaya, dan agama yang dianutnya.

b) Integrated Personality (Kepribadian Utuh/Kokoh), yaitu semua aspek jiwanya (perasaan, pikiran, pemahaman, pengenalan, dasar/isi agama, penampilan, sikap (dalam), semuanya selalu bekerjasama setiap akan melahirkan tingkah laku (diluar). c) Growth and Development in Casuality Laws (Bertumbuh dan

Berkembang Dalam Hukum Sebab-Akibat), yaitu selalu bertumbuh dan berkembang hidupnya baik fisik maupun mental, jika dilandasi oleh pengalaman atau kejadian yang berwujud sebab akibat.

46

.Rusmin Tumanggor., Ilmu Jiwa Agama (The Psychology Of Religion). (Depok: Ulinnuha Press,2002) h.76.


(57)

d) Free of The Senses of Frustration, Conflict, Anxienty, and Depression (Bebas dari rasa gagal, pertentangan batin, kecemasan dan tekanan), yaitu bebas dari ketidakmampuan mengatasi rasa gagal, melahirkan pikiran yang baik dalam sitausi pertentangan batin, sumber yang mencemaskan dan tekanan batin, jika yang bersangkutan didatangi oleh sumber-sumber tersebut dalam kehidupannya sehari-hari.

e) Normatif (Norma/Nilai) Maksudnya adalah semua sikap dan tingkah laku yang dilahirkannya tidak ada yang lolos dari jaringan Nilai/Adat/Agama/Peraturan/Undang-Undang dll. f) Responsibility (Bertanggung Jawab), selalu menunjukkan

tanggung jawab atas segala pilihan yang dia lakukan. Baik pilihan itu berakibat menguntungkan ataupun merugikan. g) Maturity (Kematangan), yaitu terdapatnya kematangan dalam

melakukan sesuatu sikap dan tingkah laku itu dijalankan penuh pertimbangan.

h) Otonomi (Berdiri Sendiri), adalah selalu bersifat mandiri atas segala tugas-tugas atau kewajiban yang menjadi bebannya, tanpa suka memikulkan beban-bebannya kepada orang lain dalam kondisi yang tidak terpaksa, dan dalam hal ini yang tidak diketahui atau terpikir dapat ditanyakan atau dimintakan bantuan orang lain.


(58)

i) Well Decision Making (Pengambil Keputusan yang Baik), Selalu baik dalam mengambil keputusan. Dalam hal ini meliputi paling sedikit menggambarkan tiga ciri: democratic

(musyawarah), Human Basic Needs (sesuai menurut kebutuhan) dan Psycal Quality of Life Index (memenuhi kebutuhan yang mendesak).

2) Indikator Sehat Secara Fisik

Yang di maksud dengan kesehatan fisik, ialah keadaan baik, artinya bebas dari sakit seluruh badan dan bagian-bagiannya.47

Sehat adalah suatu keadaan yang lengkap, meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial, bukan semata-mata bebas dari penyakit dan cacat atau kelemahan.48.

Seseorang yang fisiknya sehat dan kuat lebih beruntung dibanding dengan orang yang sakit-sakitan, kurus dan lemah. Ia dapat melakukan aktivitas dalam lingkungan masyarakat dan lainnya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan akan memberikan pengalaman-pengalaman baru baginya yang merupakan modal perkembangan selanjutnya. Ciri-ciri sehat secara fisik/ jasmani diantaranya:

a) Kondisi tubuh sehat dan fit

b) Daya tahan tubuh bagus dan kuat ( imunitas kuat) c) Tidak mudah merasa lelah

47Kamus Besar Bahasa Indonesia

. (Jakarta: Depdikbud- Balai Pustaka, 1996)

48

Wahid Iqbal Mubarak dan Nurul Chayatin. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori dan Aplikasi.(Jakarta:Penerbit Salemba Raya, 2009) h. 101.


(59)

d) Berat dan tinggi ideal

e) Pertumbuhan bulu, kuku dan rambut normal f) Organ tubuh berfungsi dengan baik

g) Produktivitas bekerja normal h) Tidak ada gangguan di dalam tubuh

i) Menjalani kativitas sehari-hari dengan normal 3) Indikator Sehat Secara Psikis

Menurut siswanto, sebagian besar teori dalam psikologi menyebutkan persamaan ciri individu yang sehat secara psikis atau mental, yaitu individu tersebut hidup disaat ini, bukan masa lalu hidupnya digerakkan oleh tujuan, memiliki persepsi yang objektif, memiliki tanggung jawab terhadap orang lain serta melihat kesempatan dalam hidup sebagai tantangan, bukan ancaman. 49 a) Hidup di saat ini

Orang yang sehat memfokuskan energi maupun perhatiannya pada kehidupan saat/sekarang ini. Individu yang sehat psikisnya adalah individu yang tidak dipusingkan oleh masa lalunya. Dia mampu membebaskan diri dari pengalaman masa lampaunya, terutama pengalaman-pengalaman traumatis dan tidak menyenangkan.

b) Hidupnya digerakkan oleh tujuan

49

Siswanto. Kesehatan Mental: Konsep, Cakupan dan Perkembangannya. (Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2007) h. 155.


(60)

Individu yang sehat ternyata memiliki nilai-nilai hidup yang dipandang penting dan nilai-nilai tersebut diupayakan dan diperjuangkan terus menerus. Antara individu satu dengan yang lainnya mungkin nilai yang dianggap penting bisa berbeda-beda. Yang penting bukanlah isi nilai itu sendiri, tapi bagaimana nilai tersebut memberikan makna, arah, serta tujuan bagi kehidupan si individu.

c) Persepsi yang objektif

Persepsi dipahami sebagai bagaimana individu memaknai kejadian yang terjadi di sekelilingnya. Oleh karena itu persepsi seseorang dipengaruhi oleh dua hal, yaitu situasi atau kejadian yang menjadi bahan persepsi dan pengalaman hidup di masa lalu yang menjadikan situasi atau kejadian tersebut bermakna. d) Memiliki tanggung jawab kepada orang lain

Individu yang sehat mampu menjalin relasi yang baik dengan lingkungan sosialnya, mampu memberikan diri pada lingkungannya, memberikan sumbangan yang dibutuhkan sesuai dengan kemampuan. Sebaliknya, individu yang tidak sehat tidak mampu memahami kebutuhan orang lain dan bahkan menarik diri dari kehidupan sosial.

e) Kesempatan hidup sebagai tantangan, bukan ancaman

Cara pandang individu sangat mempengaruhi derajat kesehatan mental. Individu yang mampu melihat kehidupan serta


(61)

kesempatannya yang diberikan oleh kehidupan sebagai suatu tantangan daripada suatu ancaman, akan mampu melihat kehidupan ini secara positif, dinamis, penuh warna dan gembira.

4) Indikator Sehat Secara Sosial

Kesehatan sosial ialah perikehidupan di dalam masyarakat sedemikian rupa sehingga setiap warga Negara mempunyai cukup kemampuan untuk memelihara dan memajukan kehidupan sendiri serta kehidupan keluarganya dalam masyarakat yang memungkinkan bekerja, beristirahat dan menikmati hiburan pada waktunya.

Apalah artinya badan sehat dan segala kebutuhan terpenuhi, tetapi tidak mempunyai teman untuk diajak bicara. Bukankah berbicara itu merupakan kebutuhan batin seseorang dalam mengungkapkan perasaan, Dalam hidup bermasyarakat kita tidak mungkin menghindar begitu saja. Sebab, pada hakekatnya kita di samping makhluk individu juga sekaligus makhluk sosial. Jadi, agar dianggap sehat secara sosial kita harus pandai-pandai beradaptasi dengan lingkungan di mana kita berada.

Setiap tempat atau negara sulit diukur dan sangat tergantung pada kultur, kebudayaan dan tingkat kemakmuran masyarakat setempat. Dalam arti yang lebih hakiki, sehat secara sosial adalah suasana kehidupan berupa perasaan aman damai sejahtera, cukup


(62)

pangan, sandang dan papan. Dalam kehidupan yang sejahtera, masyarakat hidup tertib dan selalu menghargai orang lain serta masyarakat umum.


(63)

51

BOGOR JAWA BARAT

A. Sejarah Berdirinya Balai Besar Rehabilitasi BNN

Sejarah penanggulangan bahaya Narkotika dan kelembagaannya di Indonesia dimulai tahun 1971 pada saat dikeluarkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 6 Tahun 1971 kepada Kepala Badan Koordinasi Intelijen Nasional (BAKIN) untuk menanggulangi 6 (enam) permasalahan nasional yang menonjol, yaitu pemberantasan uang palsu, penanggulangan penyalahgunaan narkoba, penanggulangan penyelundupan, penanggulangan kenakalan remaja, penanggulangan subversi, pengawasan orang asing.

Berdasarkan Inpres tersebut Kepala BAKIN membentuk Bakolak Inpres Tahun 1971 yang salah satu tugas dan fungsinya adalah menanggulangi bahaya narkoba. Bakolak Inpres adalah sebuah badan koordinasi kecil yang beranggotakan wakil-wakil dari Departemen Kesehatan, Departemen Sosial, Departemen Luar Negeri, Kejaksaan Agung, dan lain-lain, yang berada di bawah komando dan bertanggung jawab kepada Kepala BAKIN. Badan ini tidak mempunyai wewenang operasional dan tidak mendapat alokasi anggaran sendiri dari ABPN melainkan disediakan berdasarkan kebijakan internal BAKIN.


(64)

Pada masa itu, permasalahan narkoba di Indonesia masih merupakan permasalahan kecil dan Pemerintah Orde Baru terus memandang dan berkeyakinan bahwa permasalahan narkoba di Indonesia tidak akan berkembang karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang ber-Pancasila dan agamis. Pandangan ini ternyata membuat pemerintah dan seluruh bangsa Indonesia lengah terhadap ancaman bahaya narkoba, sehingga pada saat permasalahan narkoba meledak dengan dibarengi krisis mata uang regional pada pertengahan tahun 1997, pemerintah dan bangsa Indonesia seakan tidak siap untuk menghadapinya, berbeda dengan Singapura, Malaysia dan Thailand yang sejak tahun 1970 secara konsisten dan terus menerus memerangi bahaya narkoba.

Menghadapi permasalahan narkoba yang berkecenderungan terus meningkat, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) mengesahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Berdasarkan kedua Undang-undang tersebut, Pemerintah (Presiden Abdurahman Wahid) membentuk Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN), dengan Keputusan Presiden Nomor 116 Tahun 1999. BKNN adalah suatu Badan Koordinasi penanggulangan narkoba yang beranggotakan 25 Instansi Pemerintah terkait.

BKNN diketuai oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) secara ex-officio. Sampai tahun 2002 BKNN tidak mempunyai personel dan alokasi anggaran sendiri. Anggaran BKNN diperoleh dan dialokasikan dari Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia


(65)

(Mabes Polri), sehingga tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara maksimal.

BKNN sebagai badan koordinasi dirasakan tidak memadai lagi untuk menghadapi ancaman bahaya narkoba yang makin serius. Oleh karenanya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional, BKNN diganti dengan Badan Narkotika Nasional (BNN). BNN, sebagai sebuah lembaga forum dengan tugas mengoordinasikan 25 instansi pemerintah terkait dan ditambah dengan kewenangan operasional, mempunyai tugas dan fungsi: 1. mengoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba; dan 2. mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba.

Mulai tahun 2003 BNN baru mendapatkan alokasi anggaran dari APBN. Dengan alokasi anggaran APBN tersebut, BNN terus berupaya meningkatkan kinerjanya bersama-sama dengan BNP dan BNK. Namun karena tanpa struktur kelembagaan yang memilki jalur komando yang tegas dan hanya bersifat koordinatif (kesamaan fungsional semata), maka BNN dinilai tidak dapat bekerja optimal dan tidak akan mampu menghadapi permasalahan narkoba yang terus meningkat dan makin serius. Oleh karena itu pemegang otoritas dalam hal ini segera menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Provinsi (BNP) dan Badan


(66)

Narkotika Kabupaten/Kota (BNK), yang memiliki kewenangan operasional melalui kewenangan Anggota BNN terkait dalam satuan tugas, yang mana BNN-BNP-BNKab/Kota merupakan mitra kerja pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota yang masing-masing bertanggung jawab kepada Presiden, Gubernur dan Bupati/Walikota, dan yang masing-masing (BNP dan BN Kab/Kota) tidak mempunyai hubungan struktural-vertikal dengan BNN.

Merespon perkembangan permasalahan narkoba yang terus meningkat dan makin serius, maka Ketetapan MPR-RI Nomor VI/MPR/2002 melalui Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) Tahun 2002 telah merekomendasikan kepada DPR-RI dan Presiden RI untuk melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Oleh karena itu, Pemerintah dan DPR-RI mengesahkan dan mengundangkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sebagai perubahan atas UU Nomor 22 Tahun 1997. Berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2009 tersebut, BNN diberikan kewenangan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika. Yang diperjuangkan BNN saat ini adalah cara untuk MEMISKINKAN para bandar atau pengedar narkoba, karena disinyalir dan terbukti pada beberapa kasus penjualan narkoba sudah digunakan untuk pendanaan teroris (Narco Terrorism) dan juga untuk menghindari kegiatan penjualan narkoba untuk biaya politik (Narco for Politic).


(67)

B. Kegiatan Penyuluhan Agama Islam Berbasis Kelompok di Balai Besar Rehabilitasi BNN.

Metode pertama yang dipakai adalah metode religi inaba surayalaya dan yang kedua TC. Pada saat itu BNN membutuhkan tenaga pembimbing keagamaan, oleh Karena itu BNN akhirnya menarik orang dari pesantren suryalaya untuk ikut bergabung, akan tetapi semenjak tahun 2009 unit religi kegiatannya disatukan ke dalam program TC, jadi dalam program TC itu sudah terdapat sesi religius.

1. Terapi wudhu

Terapi wudhu diterapkan pada residen setiap hari selama dilaksanakannya shalat lima waktu. Terapi wudhu ini terdiri dari wudhu sunnah dan wudhu wajib, wudhu sunnah ialah wudhu yang dilakukan pada saat shalat waktu dan wudhu wajib ialah wudhu yang dilaksanakan pada saat mandi wajib.

Semua residen diteliti cara wudhunya, apakah wudhunya sempurna atau tidak. Sebelumnya di detox satu persatu residen ditanya apakah dia seorang muslim taat atau bukan, lalu residen ditanya perihal bacaan wudhu beserta wudhu niat, bacaan dan semuanya. Setelah hadits tentang wudhu, bagaimana caranya wudhu sempurna untuk menarik minat mereka, karena sebelumnya mereka tidak pernah shalat apalagi wudhu jadi diniatkan lagi supaya mereka cinta dengan shalat dan wudhu dikarenakan tidak pernah dekat lagi dengan agama.


(1)

LAMPIRAN


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)