Metode Dakwah Media Dakwah

Sebagai materi pokok Al-Quran dan Al- Hadits, hendaknya seorang da’i mampu menyampaikannya kepada orang lain sesuai dengan bahasa yang dipahaminya. Di dalamnya terkandung petunjuk, pedoman, hukum, sejarah, permasalahan, keyakinan, peribadatan, pergaulan, dan akhlak serta ilmu pengetahuan. Secara umum pokok kandungan Al-Quran meliputi berbagai aspek yang menuntun manusia untuk dapat memahami, meyakini, dan sekaligus mengamalkannya di dalam kehidupan sehari-hari, antara lain yaitu: aqidah, ibadah, mu’amalah, akhlaq, sejarah, dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi serta uraian mengenai anjuran, janji, dan ancaman. Secara garis besar, meteri dakwah adalah seluruh ajaran Islam secara kaffah yang tidak dapat dipisahkan atau dipecah-pecah, sebagaimana yang dijabarkan dalam Al-Quran dan Al-Hadits serta dikembangkan secara luas lagi sesuai kultur Islam yang murni serta bersumber dari keduanya. Sekalipun demikian, harus disadari bahwa dalam penyampaian materi dakwah juga memerlukan prioritas-prioritas lainnya, seperti situasi dan kondisi masyarakat.

5. Metode dan Media Dakwah

A. Metode Dakwah

Ushlub metode menurut tinjauan bahasa berarti jalan dan seni. Sedangkan yang dimaksud dengan Ashalibud Da’wah metode dakwah adalah ilmu yang menghantarkan seseorang kepada pengetahuan tentang cara penyampaian dakwah ilmu tentang dakwah melalui tulisan, sekaligus menghilangkan rintangan-rintangan dari jalan dakwah tersebut. 32 Berbicara mengenai pemahaman tentang metode dari sejumlah cara memberikan gambaran untuk mengambil metode secara tepat yang mengarah kepada sasaran dakwah itu sendiri. Abdurrahman A-Roisi, mengemukakan beberapa metode yang bisa diterapkan dalam berdakwah, antara lain: a. Dakwah bil Hikmah. Yang mana mempunyai pengertian perkataan yang benar, lurus dan disertai dengan penggunaan dalil-dalil yang menyatakan akan kebenaran dan menghilangkan keraguan. b. Dakwah bil Mau’idzatil Hasanah. Tutur kata yang baik penuh kelembutan yang dapat menyentuh hati, selaras dengan ajaran-ajaran Al-Quran dan tidak membebani manusia, kecuali dengan kemampuan sendiri. c. Dakwah bil Mujadalah. Bertukat pikiran dengan cara yang terbaik dalam upaya menguak tentang kebenaran yang dapat diambil nilai kebenarannya secara utuh, terutama hal ini yang berhubungan dengan nilai Islam, juga dapat diaplikasikan di dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. 33 32 Said bin Ali Al-Qathtani, Dakwah Islam Dakwah Bijak, Jakarta: Gema Insani Press, 1994 h. 101. 33 Abdurrahman Ar-Roisi, Laju Zaman Menentang Dakwah, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1993, h.3. Beberapa pemahaman mengenai ragam metode, ternyata semuanya merujuk kepada landasan pokok, yakni Al-Quran dan Al-Hadits sehingga apapun bentuk yang digunakan atau yang dipakai tidak satu pun yang keluar dari pokoknya yang utama tersebut, dipahami pula bahwasanya penerapan metode akan lebih mengena pada objek sasarannya.

B. Media Dakwah

Salah satu unsur dakwah yang dapat memberikan sumbangsihnya terhadap suksesnya dakwah adalah penggunaan media yang tepat. Mengenai pembahasan tentang media ini dapat di bagi ke dalam tiga fase atau golongan, yaitu: a. Media Tradisional. Bahwa masing-masing dipahami tentang masyarakat tradisional yang pada kenyatannya selalu menggunakan media yang disesuaikan dengan kebudayaannya, sesuai dengan komunikasi yang terjadi di dalamnya. b. Media Modern. Hal ini biasanya sejalan dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, di mana kita ketahui masyarakat di zaman sekarang telah menemukan dan sekaligus memakai berbagai fasilitas guna dimanfaatkan untuk mencapai tujuannya, begitu juga halnya seperti Radio, Televisi, Telepon, Internet, Fax, serta lainnya bisa digunakan sebagai media dakwah sejalan dengan cara pemanfaatannya secara tepat. c. Perpaduan antara media tradisional dengan media modern menghasilkan satu tujuan, agar bagaimana penyampaian dakwah tepat pada sasaran yang dikehendakinya. 34 Melihat kenyataan yang berkembang di masa modern, tentu efektivitas media lebih diperlukan sesuai dengan dan tepat untuk dipakai, di mana kemajuan ilmu, teknologi yang dapat manusia pergunakan ternyata memberikan nilai tambah yang lebih berarti dan bermakna. Adapun yang dimaksud dengan media dakwah ialah alat objektif yang menjadi saluran, yaitu menghubungkan ide dengan umat, satu elemen yang vital dan merupakan urat nadi di dalam totalitas dakwah. 35 Baik media elektronik maupun media cetak keduanya mempunyai peran dalam upaya menyampaikan pesan dalam upaya menyampaikan pesan dakwah di tengah-tengah masyarakat. Pembagian media yang merupakan sarana di dalam penyampaian dakwah dapat dilihat sebagai berikut: a. Media Auditif. Yaitu alat-alat yang di operasionalkan sebagai sarana penunjang dakwah yang dapat di dengar oleh indera pendengaran, seperti halnya: Radio, Tape Recorder, Telepon, dan Telegram. 34 Ahmad Subandi, Ilmu Dakwah;Pengantar ke Arah Metodologi, Bandung: Yayasan Syahida, 1994 h. 89. 35 Hamzah Yakub, Publisistik Islam Teknik Dakwah Leadership, Bandung: Diponegoro, 1992 h. 47. b. Media Visual. Yaitu alat ataupun sarana yang dapat digunakan untuk kepentingan dakwah yang dapat di tangkap oleh inder penglihatan. Perangkat visual tentunya untuk kepentingan dakwah, seperti: Buku, Internet, Slide Show, Projector, dan sebagainya. c. Media Audio Visual. Media ini dapat di lihat dan di dengar bentuknya antara lain: Movie Film, Televisi, Radio, dan Video serta yang lainnya. 36 Dengan demikian media yang sebagai salah satu unsur dakwah adalah sesuatu yang dapat membantu terlaksananya dakwah bi al-qalam di dalam mencapai tujuannya, karena media merupakan sarana yang dapat menghantarkan manusia kepada s esuatu dan dapat membantu da’i dalam menyampaikan dakwah bi al-qalamnya. 36 M. Masyhur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral, Yogyakarta: Al-Amin Press, 1997 h. 43.

BAB III SEKILAS TENTANG PROFIL DRS. H. AHMAD YANI DAN

LPPD LEMBAGA PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN DAKWAH KHAIRU UMMAH

A. Profil Drs. H. Ahmad Yani 1.

Riwayat Hidup Drs. H. Ahmad Yani Drs. H. Ahmad Yani lahir pada 5 Oktober 1964 di Pondok Pinang, Jakarta Selatan. Beliau dilahirkan dari lingkungan keluarga yang berlatarbelakang agamis, karena orang tua beliau juga merupakan salah satu tokoh agama di daerah tersebut. Beliau adalah putra betawi asli yang sudah pasti digembleng untuk taat beragama sejak kecil oleh orang tuanya, sejak kecil beliau sudah diajarkan membaca Al-Quran dengan baik dan benar, sudah diajarkan ilmu-ilmu agama dan umum secara lembaga seperti madrasah pesantren maupun privat seperti ngaji sorogan. Itu semua menurut beliau bentuk kegigihan orang tuanya yang menginginkan anaknya menjadi seseorang yang dibanggakan oleh keluarga dan lingkungannya. 37 Beliau adalah anak ke-tiga dari enam bersaudara pasangan Hj. Syarifah dan H. Nafsih, dibesarkan dengan kasih dan sayang orang tuanya, juga diajarkan untuk hidup mandiri sejak kecil sehingga ketika besar menjadi orang yang mempunyai sosok pemimpin yang teduh, bijaksana, dan disegani. 37 Drs. H. Ahmad Yani, Wawancara Pribadi, Jakarta Barat, 03 Juni 2011