Pemikiran Dan Aktivitas Dakwah Dr. Ahmad Lutfi Fathullah, MA

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh

HIDAYATI NUR FAJRINA

NIM: 109051000120

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1434 H/ 2013 M


(2)

(3)

(4)

i

ABSTRAK

Hidayati Nur Fajrina

Pemikiran dan Aktivitas Dakwah Dr. Ahmad Lutfi Fathullah, MA

Dr. Ahmad Lutfi Fathullah, MA merupakan generasi penerus Guru Mughni, ulama besar asli Betawi ternama di akhir era 1800 dan awal 1900-an. Beliau adalah seorang muballigh yang semangat dalam menyiarkan ajaran Islam. Berdakwah, meneruskan tugas Rasulullah SAW sudah menjadi kewajiban untuk dirinya, karena beliau memiliki modal keilmuan agama yang cukup luas. Kegiatan dakwah yang dilakukannya cukup dikenal masyarakat dan terbilang sukses. Sosok Ahmad Lutfi Fathullah mengamalkan ilmu yang diperolehnya dengan mengisi

kajian di TV, radio, beberapa universitas dan majlis Ta’lim. Dalam menyebarkan

ajaran Islam, beliau menerapkan praktik dakwah dengan berbagai pendekatan, metode, dan media yang modern. Karenanya dalam dakwah haruslah dibutuhkan kontribusi pemikiran yang tepat, cara yang stategis, agar aktivitas dakwah Islam dapat tetap berjalan kapan dan di mana pun.

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana pemikiran dakwah Ahmad Lutfi Fathullah menurut paradigma dakwah. Dan bagaimana aktivitas dakwah Ahmad Lutfi Fathullah menurut paradigma dakwah. Metode yang digunakan penulis adalah metode analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini juga menggunakan metode pengumpulan data tringulasi. Penulis mengumpulkan data dari berbagai sumber buku, sumber informan (wawancara), dan observasi langsung. Kemudian penulis melakukan analisis yaitu dengan membandingan temuan dengan teori yang telah ada sebelumnya.

Pemikiran dakwah Ahmad Lutfi Fathullah adalah mengajak manusia agar menyembah Allah SWT dengan melaksanakan segala ajaran-Nya yang terkandung dalam Kitab Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW. Dalam menyampaikan ajaran Islam, Beliau menggunakan media yang modern dan canggih. Tujuannya agar mad’u dapat menerima pesan dakwah yang disampaikannya dengan mudah. Aktivitas dakwah Ahmad Lutfi Fathullah adalah berbentuk tabligh dan pengembangan masyarakat. Dalam tablighnya, Beliau menyampaikan pesan-pesan ajaran Islam yang bersumber dari Quran dan Hadis

Nabi SAW, di sejumlah majlis ta’lim. Beliau menggunakan metode dan media

yang sesuai dengan perkembangan zaman saat ini. Dakwah dalam pengembangan masyarakat yang dilakukannya, yaitu dengan membangun Sekolah Perguruan Islam Al-Mughni di Jakarta, mendirikan Pusat Kajian Hadis, dan mendirikan Pesantren Hadis Untuk Keluarga di Bogor.


(5)

ii

KATA PENGANTAR









Assalamu’alaikum Wr.

Alhamdulillaahirobbil „alamiin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada

Allah SWT, atas nikmat, hidayah, inayah, dan rahmat yang dilimpahkan kepada hamba-Nya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan kita para pengikutnya

Berkat kekuatan yang diberikan oleh Zat Yang Maha Kuat, Allah SWT. skripsi ini bisa terselesaikan. Usaha yang maksimal telah penulis lakukan untuk menyelesaikan tugas akhir di Program Strata1 Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini dengan segala kekurangan.

Penyelesaian penulisan ini tidak terlepas dari bimbingan dan arahan para pembimbing; baik formal maupun informal, serta bantuan, kemudahan, dan kerjasama yang baik dari berbagai pihak. Karena itu, sudah sepantasnyalah pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada:

1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memperkenankan penulis menimba ilmu di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Wakil Dekan I, Drs. Wahidin Saputra, MA, Wakil Dekan II, Drs. H. Mahmud Jalal, MA, dan Wakil Dekan III, Drs. Study Rizal LK, MA. 3. Drs. Jumroni, M.Si selaku Ketua Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam.


(6)

iii

4. Umi Musyarrofah, MA selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam dan sekaligus sebagai Pembimbing skripsi penulis, yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas kesediaannya untuk meluangkan waktu, fikiran dan tenaga dalam memberikan arahan, bimbingan, dan semangat di sela-sela kesibukan beliau.

5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu, pengalaman dan wawasan serta kontribusi yang tak ternilai harganya. Semoga menjadi amal ibadah yang tak akan terputus.

6. Segenap staff dan karyawan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, juga para staff perpustakaan Fakultas maupun Universitas yang telah memberikan pelayanan kepada penulis selama menjalani studi di kampus.

7. Dr. Ahmad Lutfi Fathullah, MA selaku narasumber dalam penulisan ini. Tiada kata yang pantas terucap selain terima kasih atas kesediaan meluangkan waktu untuk wawancara dan membantu penulis dalam rangka pengumpulan data-data. Beliau telah memberikan pengalaman yang berharga kepada penulis. 8. Jehan Azhari, Dr. Sunandar, MA, Lidya, Restu, Tarsim, dan seluruh karyawan

Pusat Kajian Hadis, selaku narasumber, terima kasih atas kesediaan waktu dan bantuannya dalam melengkapi data-data skripsi penulis.

9. Abiku Bapak H. Kamari serta Umiku tercinta Ibu Hj. Cholilah, yang dengan kasih sayangnya tak pernah kenal lelah dalam mendidik dan membesarkan anak-anaknya dan selalu memberikan motivasi, semangat, doa, dan seluruh pengorbanannya baik moril maupun materil Sehingga penulis bisa seperti sekarang ini. Jasa kalian tidak dapat terbayar oleh apapun.


(7)

iv

10.Untuk semua saudara-saudaraku, Mamasku Suharyadi, Mamas Hendro Setiawan, Mba Reni, Mba Heni. dan keponakanku yang lucu, Najwa dan Azzam yang telah menemani hari-hari penulis menjadi lebih semangat. Dan teruntuk Mamas Ali Imron, yang telah memberikan bantuannya, waktu dan tenaga demi penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas semua dukungan kalian selama ini. Do’a dan motivasi dari kalian, adalah asupan energi untuk diriku.

11.Teman-teman seperjuangan KPI angkatan 2009, khususnya KPI D yang telah bersama-sama berjuang dan menimba ilmu di kampus kita tercinta ini. Terima kasih untuk Dina, Yuli, Rina, Mega, Lulu, Nisa, Eko, Noval, Yudid, Oim, Ana, Kiki, Okta, Bintang, Fajrin, Tika, Tari, Devi, Rizki, Yusuf, Lefi, Angga. Terima Kasih juga untuk sahabatku Muflihatul Maghfirah, Riyadhotul

Mas’udah, dan semua teman-temanku tercinta. Terima kasih atas motivasi,

semangat, dan do’a yang kalian berikan untuk penulis. Semoga jalan hidup yang kita ambil, tidak akan memutuskan ikatan silaturrahim kita selama ini dan selalu akan tetap baik selamanya. Amin Allahumma Amin…

12.Berbagai pihak yang tidak mungkin disebutkan namanya satu persatu, yang telah membantu demi kelancaran penulisan skripsi ini. Terima kasih atas dukungannya.

Terima kasih atas semua yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk berdiskusi bersama, berbagi info serta memberikan inspirasi dalam penyusunan skripsi ini selesai pada waktunya. Semoga Allah Yang Maha Pemberi, membalas kebaikan kalian semua. Aamiin Aamiin ya Rabbal Alamiin…


(8)

v

Dan Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah diharapkan untuk menyempurnakan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga penelitian ini dapat berguna dan

bermanfaat bagi semua pihak. Aamiin…

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, Mei 2013


(9)

vi

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Metodologi Penelitian ... 7

E. Tinjauan Pustaka ... 10

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Dakwah ... 12

B. Pemikiran Dakwah ... 26

C. Aktivitas Dakwah ... 32

BAB III BIOGRAFI DR. AHMAD LUTFI FATHULLAH, MA A. Latar Belakang KeluargaAhmad Lutfi Fathullah... 35

B. Latar Belakang Pendidikan Ahmad Lutfi Fathullah ... 38

C. Pengalaman Karir Ahmad Lutfi Fathullah ... 41


(10)

vii

A. Pemikiran Dakwah Ahmad Lutfi Fathullah ... 45 B. Aktivitas Dakwah Ahmad Lutfi Fathullah ... 50

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 59 B. Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61


(11)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama Islam merupakan agama terakhir yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW, untuk membina umat manusia agar bepegang teguh kepada ajaran-ajaran yang benar dan diridhai, serta mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Keberadaan Islam tidak dapat dipisahkan dari aktivitas dakwah. Tanpa dakwah, maka tidak akan terealisir nilai-nilai ajaran Islam kepada masyarakat sebagai rahmatan lil’alamin.1

Maka dakwah mutlak diperlukan sebagai suatu ikhtiar untuk menyebarkan ajaran Islam di tengah masyarakat, agar tercipta individu (khairul bariyyah), keluarga (usroh), dan masyarakat (jama’ah) yang menjadikannya sebagai pola pikir (way of thinking), dan pola hidup (way of life) agar tercipta kehidupan bahagia dunia dan akhirat.2

Dakwah Islam bukan sebuah propaganda, baik dalam niat, cara, maupun tujuannya. Niat dakwah adalah ikhlas, tulus karena Allah SWT, serta bebas dari unsur-unsur subjektivitas. Dakwah tidak boleh dikotori oleh kepentingan-kepentingan tertanam (vested interest). Demikian itu didasarkan atas pemikiran One God for all, satu Tuhan untuk semua manusia, sehingga

1

Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 22

2

Umi Musyarrofah, Dakwah K.H. Hamam Dja’far dan Pesantren Pabelan, ( Jakarta: UIN Press, 2009). hlm 1


(12)

niat dakwah yang bukan didasari oeh watak keuniversalan Tuhan, menjadi tidak relevan.3

Visi seorang juru dakwah adalah sebagai pembangun dan pengembang masyarakat Islam, seperti dapat dilihat dan dibaca dalam pandangan para pemikir dan pelaku dakwah (rijal al Fikr wa al-da’wah). A. Ilyas Ismail

dalam bukunya mengutip pendapat Abdullah Nasih Ulwan, seorang da’i harus

memerankan enam tugas atau misi, diantaranya sebagai tutor (muhaddits),

edukator (mudarris), orator (khathib), mentor (muhadhir), pembuka dialog (munaqisy wa muhawwir), budayawan (adib), dan penulis (katib).4

Melihat kenyataan yang dihadapi saat ini yaitu banyak para aktivis dakwah yang muncul dan diidolakan masyarakat, umumnya tidak memiliki basis keilmuan dakwah yang kuat (tsaqofah, knowledge, skill, dan hard competence). Sosok da’i haruslah menjadi penyemangat (motivator) yang dapat mengajak masyarakat menuju tatanan hidup yang sejahtera.

Kegiatan para juru dakwah bukan hanya dengan sosok muballigh

dengan muka berapi-api di depan ribuan orang. Dakwah verbal seperti pidato dan ceramah terkadang tidak efektif karena tidak langsung menyentuh masyarakat. Maka, dengan kehadiran media massa yang semakin canggih, patutlah para aktivis dakwah memanfaatkannya dalam menyebarkan ajaran Islam.

3

Ahmad lyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam, (Jakarta: Kencana Media Group, 2011), hlm. 13

4

Ahmad Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam, hlm. 75


(13)

Seiring dengan problematika dakwah saat ini, maka seorang da’i

haruslah pandai menyelesaikan segala persolan yang ada. Da’i harus menggunakan pemikiran yang tepat dalam mencari metode alternatif, sehingga proses dakwahnya dapat terus berjalan di mana dan kapan saja.

Selepas meninggalnya Guru Mughni, yang merupakan ulama betawi ternama di era akhir 1800 dan awal 1900-an, sempat terjadi beberapa kefakuman dalam aktivitas keagamaan. Sehingga Ahmad Lutfi Fathullah yang merupakan cucu dari Ulama yang mempunyai nama lengkap Abdul Mughni bin Sanusi bin Ayyub bin Qais, meneruskan perjuangan Sang Kakek dalam menegakkan kalimatullah di muka bumi.

Ahmad Lutfi Fathullah terlahir dari pasangan H. Fathullah dan Hj. Nafisah, pada tanggal 25 Maret 1964, di Kuningan, Jakarta Selatan. Beliau mengawali jenjang pendidikannya di SDN 01 Kuningan Timur Jakarta Selatan yang lulus pada tahun 1977. Sebagai pasangan orangtua, H. Fathullah dan Hj. Nafisah mempersiapkan diri Ahmad Lutfi Fathullah dengan mendaftarkan sekolah ke Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo untuk belajar ilmu agama. Selama tujuh tahun (1977-1984), masa pendidikan SMP dan SMA beliau habiskan di sana.

Belajar di luar kota dan jauh dari tempat kelahirannya, merupakan hal yang biasa dilakukan oleh Ahmad Lutfi Fathullah. Setelah lulus dari Pondok Gontor, beliau mendapat kesempatan beasiswa S1 di Damascus University, jurusan Ilmu Fiqih dan Ushul. Selanjutnya beliau mendaftar S2 di Jordan dan


(14)

kuliah di jurusan Ilmu Hadist dan Tafsir. Gelar doktor beliau dapatkan di Universitas Kebangsaan Malaysia dan berijazah remi pada tahun 2000.5

Ahmad Lutfi Fathullah adalah seorang muballigh yang semangat dalam menyiarkan ajaran Islam. Berdakwah, meneruskan tugas Rasulullah SAW sudah menjadi kewajiban untuk dirinya, karena beliau memiliki modal keilmuan agama yang cukup luas. Kegiatan dakwah yang dilakukannya cukup dikenal masyarakat dan terbilang sukses. Sosok Ahmad Lutfi Fathullah mengamalkan ilmu yang diperolehnya dengan mengisi kajian di TV, radio,

beberapa universitas dan majlis Ta’lim. Beliau menerapkan praktik dakwah dengan berbagai pendekatan, metode, dan media yang modern. Semuanya Beliau lakukan agar umat muslim di muka bumi ini dapat berbuat kebaikan dan meninggalkan kemunkaran, untuk kebahagiaan dunia dan akhirat.

Dalam penyampaian dakwahnya (tabligh) Ahmad Lutfi Fathullah tidak hanya berkhutbah di atas mimbar. Beliau juga memanfaatkan hadirnya media massa, baik media cetak ataupun elektronik. Dalam dakwahnya beliau mengajak kaum muslim untuk tidak melupakan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW. Ada sebagian orang berpikir bahwa mempelajari Hadis begitu rumit dan sulit. Kitab yang jumlahnya tidak sedikit juga menjadi masalah ketika seseorang ingin mencari sebuah Hadis. Banyak dalil yang telah mendorong kita untuk berpegang teguh pada landasan Hadist Nabi SAW. Sebagaimana Allah telah berfirman:

5


(15)

                      

Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan

yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah” (QS. Al-Ahzab: 21).6

Ayat tersebut mengungkapkan bahwa tidak ada panutan kecuali diri Rasulullah SAW, tidak ada pengikutan keuali kepada beliau, dan tidak ada keselamatan kecuali dengan mengikuti jalannya. Maka tidak shahih pengakuan cinta seorang muslim, jika ia tidak mengikuti dan berkonsisten terhadap Sunnah Nabi SAW.

Beberapara problematika diatas membuat Ahmad Lutfi Fathullah untuk mengemas dakwahnya dalam bentuk digitalisasi. Beliau memanfaatkan kecanggihan teknologi saat ini, dalam menciptakan media dakwah yang memudahkan umat Islam untuk mempelajari ajaran Allah.7 Pesan-pesan dakwah yang disampaikannya diterima masyarakat yang tidak terjangkau dengan media lisan. Beliau mendapatkan respon positif dari masyarakat karena penyampaian ajaran dakwahnya dengan berbagai media dakwah tersebut.

Melihat dari berbagai pemikiran dan aktivitas yang dilakukan oleh Ahmad Lutfi Fathullah, penulis tertarik untuk mengakaji lebih mendalam. Oleh karena itu, peneliti menulis judul tentang “PEMIKIRAN DAN

AKTIVITAS DAKWAH DR. AHMAD LUTFI FATHULLAH, MA”

6

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hlm. 670

7


(16)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Pemikir dakwah adalah yang sesuai dengan Rijalul Fikr wa

Da’wah. Penulis membatasi penulisan ini hanya mengenai pemikiran

tentang da’i, mad’u, dan media dakwah. Aktivitas dakwah yang dimaksud adalah aktivitas dakwah dalam berbagai bentuk. Peneliti membatasi bentuk aktivitas dakwah sesuai dengan paradigma dakwah dan memuat konten materi pesan dakwah.

2. Perumusan Masalah

a. Bagaimana konsep dakwah Ahmad Lutfi Fathullah menurut paradigma dakwah?

b. Bagaiamana aktivitas dakwah Ahmad Lutfi Fathullah menurut paradigma dakwah?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui konsep dakwah Ahmad Lutfi Fathullah yang sesuai dengan paradigma dakwah

b. Untuk mengetahui aktivitas dakwah Ahmad Lutfi Fathullah. yang sesuai dengan paradigma dakwah

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat akademis

Penelitian ini dapat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan dakwah saat ini. Hasil penelitian dapat memberikan gambaran tentang penerapan dakwah yang akan dilakukan. Penelitian


(17)

ini juga dapat memberikan tambahan referensi dan perbandingan, khususnya bagi mahasiswa untuk terus mengembangkan dan melakukan penelitian lanjutan.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat menambah ilmu dan memperluas wawasan dalam berdakwah tentang bagaimana umat menerapkan ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian juga dapat memberikan sumbangan dan masukan bagi pelaku komunikasi khususnya bagi Ahmad Lutfi Fathullah.

D. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif, yang bersifat deskriptif analisis, yakni metode prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.8

Metode dalam penelitian ini menggunakan metode tringulasi. Penulis mengumpulkan data dari berbagai sumber buku, informan (wawancara), dan observasi langsung. Kemudian melakukan analisis yaitu perbandingan antara temuan dengan teori yang ada.

8

Lexy J. Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Rosdakarya, 2007), hlm. 9


(18)

2. Subjek dan Objek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah Ahmad Lutfi Fathullah, dan obyek penelitiannya adalah pemikiran dan aktivitas dakwah Ahmad Lutfi Fathullah.

3. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama empat bulan, yakni dari bulan Februari sampai Mei 2013. Penelitian berlangsung di kantor Pusat Kajian Hadis (PKH), Jl. Gatot Subroto Kav. 26, Kuningan, Jakarta Selatan.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, ada tiga teknik yang dilakukan untuk mengumpulkan data, diantaranya :

a. Kepustakaan

Penulis menggunakan buku sebagai sumber informasi utama. Dilakukan dengan membaca dan menelaah mengenai artikel dakwah di media massa, dan dokumentasi sebagai bahan informasi pelengkap tentang Amhad Lutfi Fathullah.

b. Wawancara

Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan tanya jawab langsung kepada narasumber dengan menggunakan wawancara terstruktur yang disiapkan oleh penulis.9 Wawancara dilakukan secara langsung dengan Ahmad Lutfi Fathullah, Ibu Jehan Azhari (istri Ahmad Lutfi Fathullah), Tarsim, Ibu Lidya, Ibu Restu (murid Ahmad Lutfi Fathullah), dan Bapak Sunandar (teman

9


(19)

Ahmad Lutfi Fathullah). Peneliti mewawancarai mereka karena adanya hubungan keakraban dan kedekatan dengan Ahmad Lutfi Fathullah. c. Observasi

Observasi merupakan suatu pengamatan yang dilakukan secara langsung oleh peneliti, yakni dengan cara mengumpulkan data, di mana peneliti mengadakan pengamatan langsung atau berhadapan dengan subyek yang akan diteliti. Peneliti mengadakan observasi di tempat berbeda dengan mengikuti kegiatan dakwah yang dilakukan oleh Ahmad Lutfi Fathullah, seperti di PKH, TVRI, Sekolah Al-Mughni, dan Masjid Baitul Mughni Jakarta.

5. Analisis Data

Analisis data merupakan proses penyederhanaan ke dalam bentuk yang lebih mudah dan diinterpretasikan.10 Dalam penelitian ini penulis melakukan pengumpulan data yang berhubungan dengan pemikiran dan aktivitas dakwah Ahmad Lutfi Fathullah. Kemudian menganalisnya, dengan membuat perbandingan antara data temuan dengan teori yang telah ada sebelumnya. Dan terakhir disajikan dalam bentuk laporan hasil penelitian.

Teknik penulisan penelitian ini berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) terbitan CeQDA (Center for quality Development and Assurance), tahun 2007, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

10

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survey, (Jakarta : LP3S, 1989) cet ke 1, hlm. 263


(20)

E. Tinjauan Pustaka

Penulis menggunakan beberapa rujukan skripsi terdahulu dalam mendapatkan informasi tentang hal yang berkaitan dengan penelitian yang sedang ditulis, hal tersebut bertujuan agar tidak adanya kesalahan dalam mengolah data dan menganalisisnya. Beberapa judul skripsi yang berkaitan, diantaranya :

Pemikiran dan Aktivitas Dakwah Ustadz Nur Maulana, disusun oleh Ambo Illang, mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam. Penelitian ini dibatasi pada pemikiran dan aktivitas dakwah di acara Islam Itu Indah Trans Tv. Perbedaan dengan penulis yakni terletak pada subyek yang diteliti.

Pemikiran Dakwah Prof DR H Mohammad Ardani. disusun oleh Sipa Fauziah, mahasiswa KPI, tahun 2012. Penelitian ini dibatasi hanya pada pemikiran Prof DR Mohammad Ardani saja. Perbedaannya dengan penulis, yakni penulis meneliti tentang pemikiran dan aktivitas dakwah.

Pemikiran dan Aktifitas Dakwah Habib Abu Bakar Assegaf (Pimpinan Yayasan Tsaqofah Islamiyah, Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan), disusun oleh mahasiswa KPI, Wida Maulida, tahun 2011. Persamaan dengen penulis yakni dibatasi pada masalah pemikiran dan aktivitas dakwah. Dan perbedaannya terletak pada subyek yang diteliti.

Pemikiran dan Kiprah Dakwah Ustadz Saiful Islam Al-Payage,

disusun oleh Pathiyatul Wirdiyah, mahasiswa Jurusan KPI, tahun 2012. Perbedaan dengan penulis, yakni terletak pada subyek yang diteliti.

Penelitian tentang pemikiran dan aktivitas dakwah memang sudah banyak dan mengangkat tokoh berbeda. Namun, penulis tidak menemukan


(21)

satupun hasil laporan penelitian yang mengangkat tokoh mengenai Dr. Ahmad Lutfi Fathullah, MA. sehingga penulis tidak bisa membandingkan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan dalam menganalisa studi ini, diperlukan sistematika penulisan. Penelitian yang akan dibahas terdiri dari lima bab dan masing-masing bab terdiri dari sub bab, yaitu:

BAB I : Pada bab ini terdiri dari Pendahuluan, yang meliputi Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka, dan Sistematika Penulisan.

BAB II : Pada bab ini membahas Tinjauan Teoritis, yang terdiri dari Tinjauan Dakwah, meliputi Pengertian dan Unsur-Unsur Dakwah, Pengertian Pemikiran Dakwah, dan Pengertian Aktivitas Dakwah.

BAB III : Pada bab ini berisi tentang Biografi Dr. Ahmad Lutfi Fathullah, MA yang meliputi Latar Belakang Keluarga, Latar Belakang Pendidikan, Pengalaman Karir dan Karya Ahmad Lutfi Fathullah.

BAB IV : Pada bab ini berisi Hasil Penelitian yang meliputi Pemikiran dan Aktivitas Dakwah Ahmad Lutfi Fathullah.


(22)

12

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dakwah

1. Pengertian Dakwah

Kata dakwah berasal dari bahasa Arab yaitu da’a – yad’u –

da’watan, artinya memanggil, mengajak, atau menyeru.1 Jadi arti dakwah

menurut kebahasaan yaitu seruan kepada jalan yang benar. Dakwah merupakan suatu proses penyampaian (tabligh) atas pesan-pesan tertentu yang berupa ajakan atau seruan dengan tujuan agar orang lain memenuhi ajakan tersebut.2

Definisi dakwah secara terminologi menurut Taufik al-Wa’iy dalam bukunya menyebutkan bahwa dakwah bermakna upaya lewat perkatan dan perbuatan untuk mengajak manusia untuk berpihak kepada

da’i. Ruang lingkup pemahaman istilah dakwah adalah seputar upaya

lewat ucapan dan perbuatan untuk Islam, menerapkan ajarannya, meyakini aqidahnya, dan melaksanakan syariatnya.3

Ada beberapa definisi dakwah yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya :

1) Toha Yahya Omar, mendefinisikan dakwah sebagai tindakan mengajak menusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan

1

Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Da’wah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), hlm.17

2

Siti Muriah, Metode Dakwah Kontemporer, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000), hlm. 1

3

Taufik al-Wa’iy, Dakwah ke Jalan Allah; Muatan, Sarana & Tujuan, (Jakarta: Robbani Pers, 2010), cet. ke-1, hlm. 12


(23)

perintah Tuhan, untuk keselamatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat.4

2) Menurut A. Hasjmy, dakwah yaitu mengajak orang lain utuk meyakini dan mengamalkan aqidah dan syariah Islamiyah, namun terlebih dahulu harus diyakini dan diamalkan oleh pendakwah itu sendiri.5 3) M. Quraish Shihab mengartikan bahwa dakwah adalah seruan atau

ajakan kepada keinsafan, atau usaha mengubah situasi menjadi situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat.6

Allah SWT telah memerintahkan dan memotivasi untuk berdakwah dalam banyak ayat, sebagaimana FirmanNya :

                 

Artinya: “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang

menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri?" (QS. Al- Fushilat: 33)7

Dalam ayat tersebut, Allah telah menjelaskan, bahwa sebaik-baik manusia, perkataan, dan perbuatannya adalah orang yang mengajak manusia lainnya kepada Allah dan menunjukinya, mengajarkan agama kepada para hamba dan membuat mereka paham. Dengan inilah maka mereka menjadi sebaik-baik manusia dan bermanfaat bagi manusia lainnya.8

4

Toha Yahya Omar, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Wijaya, 1979), hlm. 1

5

A. Hasjmy, Dustur Dakwah Menurut Al-Qur’an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hlm.18

6

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Mayarakat, (Bandung: Mizan, 1994), cet ke-6, hlm. 194

7

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hlm.778

8

Fawaaz Hulayyil , Begini Seharsnya Berdakwah, Kunci Sukses Dakwah Salaf, (Jakarta: Darul Haq, 2008). hlm. 21


(24)

Dakwah pada hakikatnya adalah usaha orang beriman untuk mewujudkan Islam dalam semua segi kehidupan, baik pada tataran individu, keluarga, masyarakat, maupun umat dan bangsa. Usaha mewujudkan iman dan Islam dapat dilakukan diantaranya melalui kontrol sosial (al-nahi „an al-munkar), keteladanan perilaku (uswatun khasanah), pengembangan pendidikan (al-ta’lim wa al-tarbiyah) yang sesuai dengan visi dan misi cita-cita Islam.9

Kegiatan dakwah dalam menegakkan kebenaran dan keadilan wajib dilakukan di mana, kapan, dan kepada siapa saja, sesuai dengan situasi dan kondisinya. Upaya pengingatan dan perwujudan kebenaran oleh para juru dakwah harus dilakukan karena upaya itu akan selalu bermanfaat, tidak sia-sia, dan Allah akan selalu menghargainya10. Dalam hal ini, motivasi yang diisyaratkan Al-Quran yaitu :

                                  

Artinya: “Oleh sebab itu berikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat, orang yang takut (kepada Allah) akan mendapat pelajaran, dan orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya. (yaitu) orang yang akan memasuki api yang besar (neraka). Kemudian Dia tidak akan mati di dalamnya dan tidak

(pula) hidup” (Al-A’la: 9-13)11

Asep Muhiddin mengutip pendapat Sayyid Quthub dalam tafsirnya, memberikan penafsiran tentang ayat tersebut dengan mengomentarinya sebagai berikut :

9

Nurul Badrutamam, Dakwah Kolaboratif Tarmizi Taher, (Jakarta : Grafindo, 2005), hlm. 40

10

Asep Muhiddin, Dakwah Dalam Perspektif Al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hlm. 77

11


(25)

Selama masih bermanfaat peringatan itu, dan memang upaya peringatan itu akan selalu bermanfaat, dengan tidak perlu melihat banyak atau sedikitnya orang yang memanfaatkannya. Kendatipun sudah rusaknya moral kehidupan manusia ini, dunia tidak akan pernah sunyi dari generasi yang memperjuangkan, mendengar, dan memanfaatkan pringatan itu.12

Dari berbagai pengertian definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa dakwah merupakan kegiatan menyampaikan atau menyerukan ajaran Islam untuk berbuat kebaikan dan mencegah kemunkaran, demi memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dengan kegiatan dakwah yang berlangsung secara terus menerus maka akan menciptakan tatanan masyarakat yang harmonis sesuai dengan petunjuk Allah SWT dan Rasul-Nya.

Tujuan dakwah dicapai dengan mangajak manusia ke jalan Allah dengan sungguh-sungguh dan usaha merealisir ajaran Islam dalam segenap aspek kehidupan manusia. Maka, diharapkan umat manusia akan memetik buahnya berupa kebahagiaan dan kesejahteraan hidup.13

Dakwah Islam memiliki tujuan agar timbul dalam diri umat manusia suatu pengertian tentang nilai-nilai ajaran Islam, kesadaran sikap, penghayatan, serta pengamalan terhadap ajaran agama dengan ikhlas. Dengan demikian tujuan dakwah Islam yakni memberikan seruan kepada umat Islam untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar, sesuai dengan ajaran Allah SWT agar menjadi pedoman dalam hidupnya. Adapun tujuan dakwah menurut Asmuni Syukir, yakni:

1) Mengajak manusia yang sudah memeluk agama Islam untuk selalu meningkatkan taqwanya kepada Allah SWT.

12

Asep Muhiddin, Dakwah Dalam Perspektif Al-Qur’an, hlm.78

13

Umi Musyarrofah, Dakwah K.H. Hamam Dja’far dan Pesantren Pabelan, ( Jakarta: UIN Press, 2009). hlm. 18


(26)

2) Membina mental orang Islam yang masih Muallaf.14

3) Mengajak umat manusia yang belum beriman, agar beriman kepada Allah (memeluk agama Islam).

4) Mendidik anak-anak agar tidak menyimpang dari fitrahnya.15

Sukses atau tidaknya dakwah bukanlah diukur lewat gelak tawa atau tepuk riuh pendengarnya, bukan pula dengan ratap tangis mereka. Sukses tersebut diukur pada bekas (atsar) yang ditinggalkan dalam benak pendengarnya ataupun kesan yang terdapat dalam jiwa, kemudian tercermin dalam tingkah lakunya. Untuk mencapai sukses tersebut,

tentunya semua unsur dakwah harus mendapat perhatian para da’i.16 2. Unsur-Unsur Dakwah

a. Da’i

Da’i adalah orang yang melaksanakan dakwah, baik dengan lisan, tulisan, maupun perbuatan yang dilakukan secara individu, kelompok, atau melalui organisasi atau lembaga. Da’i sering disebut juga dengan muballigh, yakni orang yang menyampaikan ajaran Islam. Namun sebutan muballigh ini memiliki arti yang sempit untuk sebagian orang. Mereka cenderung mengartikannya sebagai orang yang menyampaikan ajaran Islam hanya melalui lisan saja, seperti penceramah, khatib, dan sebagainya.17

Seorang da’i diibaratkan seperti seorang guide atau pemandu yakni terhadap orang-orang yang ingin mendapatkan keselamatan

14

Muallaf adalah orang muslim yang masih lemah imannya. Lih. Moh Ali Azis, Ilmu Dakwah. hlm. 265

15

Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), hlm.49

16

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran Fungsi Dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1994), cet. ke- 6, hlm. 194

17

Rubiyanah dan Ade Masturi, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2010), hlm. 71


(27)

hidup di dunia dan akhirat. Ia menjadi petunjuk jalan yang harus mengerti dan memahami jalan mana yang boleh dan tidak boleh dilalui oleh seorang muslim. Oleh karena itu, da’i di tengah-tengah masyarakat memiliki peran penting. Perbuatan dan tingkah lakunya

menjadi tolak ukur. Maka hendaklah seorang da’i menjadi uswatun hasanah bagi masyarakatnya.18

Visi seorang da’i adalah sebagai pembangun dan pengembang masyarakat Islam, seperti dapat dilihat dan dibaca dalam pandangan para pemikir dan pelaku dakwah (rijal al Fikr wa al-da’wah). A. Ilyas Ismail dalam bukunya mengutip pendapat Abdullah Nasih Ulwan,

seorang da’i harus memerankan enam tugas atau misi, diantaranya

sebagai tutor (muhaddits), edukator (mudarris), orator (khathib),

mentor (muhadhir), pembuka dialog (munaqisy wa muhawwir),

budayawan (adib), dan penulis (katib).19

Tugas da’i dalam menyiarkan syiar Islam harus mampu menciptakan jalinan komunikasi yang erat antara dirinya dan masyarakat. Ia harus mampu bertindak dan bertingkah laku yang sesuai. Ia harus berbicara dengan bahasa yang dimengerti oleh

masyarakatnya. Maka, penting sekali seorang da’i harus mengetahui

latar belakang dan kondisi masyarakat yang dihadapi.20

Seorang da’i harus mempunyai kemampuan dan kecakapan agar ia mampu bekerja dan melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya

sebagai pembangun dan pengembang masyarakat. Kompetensi da’i

18

Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Amzah, 2009), Cet. ke-1, hlm. 69.

19

Ahmad Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam, hlm. 75

20

Ali Abdul Halim Mahmud, Dakwah Fardiyah Metode Membentuk Pribadi Muslim,


(28)

yang ideal menurut A. Ilyas harus memiliki kekuatan intelektual (knowledge), keterampilan (skill), sikap dan moral (attitude), dan kekuatan spiritual (spiritual power).21

Keberadaan seorang da’i dalam masyarakat luas mempunyai fungsi yang cukup menentukan. Fungsi da’i diantaranya :

1) Meluruskan aqidah

Aqidah adalah dasar dari segalanya. Semua dakwah Rasul SAW. bertugas untuk merealisasikannya. Melihat kenyataan saat ini, masih banyak ritual-ritual perbuatan musyrik yang dilakukan

sebagaian orang Muslim. Maka keberadaan para da’i sangat

dibutuhkan untuk meluruskan kembali akidah mereka. Agar mereka dapat kembali kepada fitrahnya, yakni percaya kepada Dzat Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT.

2) Memotivasi umat untuk beribadah dengan baik dan benar

Allah SWT menciptakan semua mahkluknya di muka bumi untuk beribadah menyembah-Nya. Namun, masih banyak pelaksanaan ibadah yang belum sesuai dengan syariat Islam

sebenarnya. Oleh karena itu, da’i hadir sebagai pembimbing yang

memotivasi umat untuk beribadah dengan benar dan baik. 3) Menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar

Dalam aktivitasnya sehari-hari, manusia hidup sebagai mahkluk sosial. Konsep Islam yang luhur menganjurkan umatnya untuk saling berbuat kebaikan dan meninggalkan keburukan.

21

Ahmad Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam, hlm. 77


(29)

Prinsip ini harus ditegakkan karena akan menciptakan umat Islam yang harmonis, dan erat tali persaudaraannya.

4) Menolak kebudayaan yang menyimpang

Seorang da’i harus pandai menganalisa dan memberikan

alternatif jika terdapat budaya yang bertentangan. Sebagai umat Islam seharusnya jangan mudah menerima aspek baru tersebut, harus terlebih dahulu di analisa, apakah itu baik atau tidak.22

b. Mad’u

Mad’u ialah orang yang menerima pesan-pesan dakwah, baik yang beragama Islam ataupun non Islam. Dakwah yang ditujukan kepada non muslim bertujuan untuk mengajak mereka agar mengikuti agama Islam. Sedangkan untuk umat muslim dakwah bertujuan meningkatkan kualitas iman, islam, dan ihsan.23 Pernyataan ini sesuai

dengan QS. Saba’ ayat 28, yaitu :

                  

Artinya : “Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia

tidak mengetahui”24

Menurut Prof. Dr. Husul Aqib Suminto dalam bukunya, mad’u

dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa lapisan atau tingkatan, diantaranya :

1) Mayarakat umum yakni kelompok yang biasanya berada di tempat-tempat umum, seperti masjid, madrasah, lapangan terbuka, dan

22

Samsul Munir Amin, Ilmu dakwah, hlm. 75

23

M. Munir, Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2006), cet. ke-1, hlm. 21-22.

24


(30)

sebagainya. Da’i dapat menyampaikan dakwahnya melalui

ceramah.

2) Masyarakat penguasa yakni orang-orang yang mempunyai kedudukan tinggi. Pada lapisan ini, para da’i hendaklah menggunakan cara personal approach, yaitu menggalang

hubungan pribadi. Melalui pendekatan ini diharapkan para da’i

memperoleh dukungan dari pihak penguasa, sehingga dapat membantu kelancaran pelaksanaan dakwah.

3) Masyarakat terpelajar yaitu masyarakat yang mempunyai pendidikan tinggi atau biasanya terdapat di perguruan tinggi. Pada kalangan ini harus dihadapi melalui pendekatan ilmiah. Berdakwah di kalangan intelektual, cendikiawan dan masyarakat kampus dituntut keilmuan yang cukup, analisis serta rasional, sehingga pesan-pesan dakwah yang disampaikan da’i dapat diterima.

4) Masyarakat desa yakni masyarakat yang mempunyai kesederhanaan, baik dalam pola hidup maupun cara berpikir.

Dalam menghadapi mad’u dari kalangan ini, da’i harus memilih

materi dakwah yang sederhana dengan penyampaian yang mudah dipahami.25

Mad’u (penerima dakwah) sebagai objek dakwah harus diklasifikasi oleh da’i dalam aktivitas dakwahnya. Dengan klasifikasi tersebut, akan memudahkan da’i dalam menyampaikan pesan-pesan dakwahnya. Klasifikasi objek dakwah ini penting, agar pesan-pesan

Islam dapat diterima dengan baik oleh mad’u. Kegiatan dakwah juga

akan menjadi lebih terarah.26 c. Materi Dakwah

Materi dakwah adalah pesan-pesan dakwah Islam yang disampaikan da’i kepada mad’unya. Sumber materi dakwah adalah

Al-Qur’an dan Hadis. Secara umum, materi dakwah dapat diklasifikasikan menjadi tiga pokok, yaitu:

25

H. A. Suminto, Problematika Dakwah, (Jakarta: Tinta mas, 1973), cet. ke-1, hlm. 114-115.

26

Samsul Munir Amin, Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Islam, (Jakarta: Amzah, 2008), hlm. 28


(31)

1) Masalah keimanan (Aqidah)

Akidah adalah pokok kepercayaan dalam agama Islam. Aqidah diibaratkan sebagai pondasi awal dalam sebuah bangunan. Akidah Islamiyah itu berkaitan dengan rukun iman. Di luar dari rukun iman yang enam itu, umat Islam tidak wajib untuk mempercayainya.

2) Masalah keislaman (Syariat)

Syariat mempunyai dua pengertian yakni mengatur tentang hubungan manusia dengan Tuhan (vertikal) yang disebut dengan ibadah, dan mengatur human relation dan human activity di dalam masyarakat (horizontal), disebut muamalah.27

3) Masalah budi pekerti (Akhlaqul karimah)

Ajaran akhlak dalam Islam pada dasarnya meliputi kualitas perbuatan manusia yang merupakan ekspresi dari kondisi kejiwaannya. Islam mengajarkan kepada manusia agar berbuat baik dengan ukuran yang bersumber dari Allah SWT. Maka seseorang yang memiliki akidah yang kuat, pasti akan melaksanakan ibadah dengan Tuhannya dengan tertib, memiliki akhlak yang mulia dan bermuamalat baik dengan sesamanya.28

Menyampaikan materi dakwah pada dasarnya bukanlah ajaran yang semata-mata berkaitan dengan wujud eksistensi wujud Allah SWT namun bagaimana menumbuhkan kesadaran mendalam agar

27

Masjfuk Zuhdi, Studi Islam Jilid 1 : Akdah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993), cet ke-3, hlm. 8

28


(32)

mampu memanifestasikan akidah, syariah, dan akhlak dalam amalan sehari-hari.

d. Metode Dakwah

Kata metode memiliki pengertian suatu cara yang bisa ditempuh atau cara yang ditentukan secara jelas untuk mencapai dan menyelesaikan tujuan, rencana sistem, tata pikir manusia.29 Maka metode dakwah dapat diartikan sebagai cara yang digunakan seorang

da’i dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah kepada mad’u.

Al-Qur’an telah meletakkan dasar-dasar metode dakwah dalam sebuah ayat yang berbunyi :



                                

Artinya : “Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan

pelajaran yang baik, dan berdiskusilah dengan mereka menurut cara yang terbaik. Sesungguhnya Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalanNya, dan lebih mengetahui siapa orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. An-Nahl: 125).30

Dalam ayat tersebut, terdapat tiga metode dakwah, diantaranya : 1) Bi Al-Hikmah

Bi Al-Hikmah adalah berdakwah yang dilakukan dengan benar dan tepat. Kebenaran dan ketepatan yang dicakup harus mempunyai tiga unsur. Pertama, menyangkut situasi dan kondisi

29

M. Syafaat Habib, Buku Pedoman Dakwah, (Jakarta: Wijaya, 1992), cet. ke-1, hlm. 160

30


(33)

mad’u. Kedua, menyangkut kadar materi yang disampaikan. Dan

ketiga, menyangkut metode dan teknik yang digunakan.31

Dalam metode hikmah, seorang juru dakwah tidak menggunakan satu bentuk metode saja. Mereka harus menggunakan berbagai metode dakwah yang sesuai dengan realitas yang dihadapinya.32 Al Hikmah adalah bekal da’i menuju sukses.

Tidak semua orang dapat meraih hikmah, sebab Allah memberikannya untuk orang-orang yang layak mendapatkannya, Firman Allah :

                         

Artinya:Allah menganugerahkan Al Hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang

dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)” (

Al-Baqoroh: 269).33

2) Mau’izatul Hasanah

Mau’izatul Hasanah adalah berdakwah dengan

memberikan nasihat yang baik. Menurut Ali Musthafa Yakub, metode dakwah ini berisi ucapan nasihat yang baik dan bermanfaat bagi orang yang mendengarkannya, atau argumen yang memuaskan sehingga mereka dapat menerima apa yang

31

Ahmad Ilyas Islmail, Paragdigma Dakwah Sayyid Quthub Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Harakah, (Jakarta: Penamadani, 2006), hlm.248

32

M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2006), cet. ke-2. hlm. 13

33


(34)

disampaikan oleh da’i.34

Metode dakwah ini mengandung arti yaitu kata-kata yang masuk ke dalam kalbu dengan penuh kasih sayang dan ke dalam perasaan dengan penuh kelembutan, tidak membongkar atau membeberkan kesalahan orang lain.35

3) Mujadalah Billati Hiya Ahsan

Metode ini mempunyai arti berdakwah dengan cara bertukar pikiran dan membantah dengan cara sebaik-baiknya dengan tidak memberikan tekanan-tekanan yang memberatkan kepada sasaran dakwah.36

Mohammad Natsir mengutip pendapat dari Syekh Muhammad Abduh dalam menyimpulkan QS. An-Nahl: 125, bahwa umat yang

dihadapi seorang da’i dibagi tiga golongan, yaitu:

1) Golongan cerdik cendikiawan yang cinta kebenaran, dan dapat berpikir secara kritis, cepat dapat menangkap arti persoalan. Mereka ini dapat dipanggil dengan hikmah. Karena dalil yang disampaikan dapat diterima oleh kekuatan akal mereka.

2) Golongan awam yaitu orang yang belum dapat berpikir secara kritis dan mendalam, belum dapat menangkap pengertian yang tinggi. Mereka dipanggil dengan Mauizah Hasanah, dengan bimbingan yang baik dan ajaran yang mudah dipahami mereka. 3) Golongan yang tingkat kecerdasannya di antara kedua golongan

tersebut, belum dapat dicapai dengan hikmah, akan tetapi tidak akan sesuai pula bila dilayani seperti golongan awam. Mereka suka membahas sesuatu, tetapi tidak terlalu mendalam.37

Tujuan da’i memilih metode dakwah yang tepat adalah untuk

mempengaruhi objek dakwah. Mempengaruhi untuk menuju pribadi yang lebih baik dan mampu mengamalkan ajaran Islam dengan benar.

34

Ali Mustafa Yakub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), hlm. 21

35

M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2006), cet. ke-2. hlm. 17

36

Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 244

37

Mohammad Natsir, Fiqhud Da’wah, (Jakarta: Media Da’wah, 2000), cet. ke-11, hlm.162


(35)

e. Media Dakwah

Kata media merupakan jamak dari bahasa Latin yakni medion, yang berarti alat perantara. Secara istilah media berarti segala sesuatu yang dapat digunakan utuk mencapai tujuan tertentu. Maka media dakwah dapat diartikan dengan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan dakwah yang telah direncanakan.38

Menurut Zaini Muhtarom, media yang dapat dijadikan sebagai media dakwah, diantaranya:

1) Media lisan

Media ini merupakan media yang sering digunakan karena sifatnya yang praktis dan ekonomis. Termasuk di dalamnya media lisan adalah diskusi, khutbah, ramah tamah, dan sebagainya.

2) Media cetak

Ide-ide pemikiran tentang Islam dituangkan dalam bentuk tulisan seperti surat kabar, bulletin, spanduk, majalah, dan sebagainya.

3) Media elektronik

Media ini merupakan media yang lahir karena pemikiran manusia dalam bidang teknologi modern. Segala perbuatan, perkataan, dan tingkah laku dapat dimunculkan pada media ini. Media elektronik dapat berupa radio, televisi, film, dan sebagainya. 4) Media organisasi

Organisasi dakwah merupakan alat pelaksanaan dakwah agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Melalui organisasi, dakwah dapat dilaksanakan dalam kegiatan intern dan ekstern.

5) Media seni dan budaya

Dakwah lewat seni dan budaya dilakukan oleh para guru dan da’i terdahulu sampai sekarang, seperti gamelan, wayang, sastra, dan sebagainya.39

Seiring dengan kemajuan zaman saat ini, dakwah tidaklah cukup jika disampaikan dengan lisan tanpa bantuan berbagai alat modern canggih. Dengan menggunakan media massa tersebut maka

38

Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), hlm.163

39

Zaini Muhtarom, Dasar-dasar Manajemen Dakwah Islam, (Yogyakarta: Al-Amin Press, 1996), hlm. 115


(36)

jangkauan dakwah tidak lagi terbatas pada ruang dan waktu. Untuk berdakwah pada masyarakat yang majemuk tidak lagi membutuhkan waktu lama, pesan-pesan ajaran agama Islam yang disampaikan dapat diterima secara serempak dan bersama-sama. Tentu sarana ini dapat memudahkan tugas para aktivis dakwah.

Dengan demikian, keahlian dan kepandaian seorang da’i sangat

dituntut dalam melihat peluang media dakwah yang benar-benar dapat dimanfaatkan keberadaannya untuk menunjang keberhasilan dakwah yang dilakukan hingga mencapai hasil yang maksimal.

B. Pemikiran Dakwah

1. Pengertian Pemikiran Dakwah

Pemikiran berasal dari kata dasar “pikir” yang berarti proses, cara, atau perbuatan memikir.40 Pemikiran menurut Samsul Nizar dapat diartikan sebagai upaya cerdas (ijtihadiy) dari proses kerja akal dan kalbu untuk melihat fenomena dan berusaha untuk mencari penyelesaiannya secara bijaksana.41 Definisi pemikiran dapat disimpulkan sebagai proses pendayagunaan kerja akal dan otak seseorang untuk memecahkan persoalan demi melahirkan sesuatu yang baru.

Jadi pengertian pemikiran dakwah ialah proses memfungsikan akal yang merupakan kemampuan rasional manusia untuk mentelaah apa itu dakwah sebenarnya dan sebagai upaya asimilasi nilai-nilai Islam dalam

40

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), cet ke-4. hlm. 872

41

Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta:Gaya Media Pratama, 2001), cet ke-1, hlm. 6


(37)

kehidupan sehari-hari kaum muslimin baik yang bersifat individual maupun kolektif guna membentuk konsepsi masyarakat yang Islami.42

Pemikiran dakwah Islam adalah suatu keaktifan pribadi manusia untuk menemukan pemahaman dan pengertian tentang konsep dakwah dan berdasarkan fenomena yang terjadi, serta berusaha untuk memberikan solusi dari problematika dakwah yang ada secara nyata dan bijaksana.43

2. Aliran-aliran Pemikiran dan Gerakan Dakwah

a. Dakwah Paradigma Tabligh

Tabligh artinya menyampaikan yakni menyampaikan ajaran Allah dan Rasul kepada orang lain yang penyajiannya menurut apa adanya (objektif), mengemukakan fakta-fakta, tanpa adanya unsur paksaan untuk diterima atau diikuti. Orang-orang yang menyampaikan disebut muballigh.44Tabligh dari segi pendekatannya apabila mengacu pada definisi dan contoh yang telah dilakukan oleh Rasullah SAW dapat dibedakan menjadi dua yaitu tabligh yang melalui tulisan (Tabligh bi al-Kitaabah) dan tabligh melalui khutbah atau ceramah (Tabligh al-Khithaabah).45

Pendekatan dakwah yang dilakukan menurut paradigma ini adalah mengajak melalui nasihat-nasihat (al-mawa’izh) dan membujuk mereka untuk berhijrah dari lingkungan yang melalaikan kepada lingkungan masjid, mengembalikan mereka dari lembah maksiat

42

Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2011),cet ke-1, hlm. 185

43

Nurul Badrutamam, Dakwah Kolaboratif Tarmizi Taher, (Jakarta: Grafindo, 2005), cet-1, hlm. 58

44

Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, hlm. 8

45


(38)

kepada ketaatan Allah dan menjalani kehidupan sesuai dengan syariat Allah dan sunah Rasul-Nya. Dalam hubungan mereka dengan Allah maupun dengan sesama makhluknya. Pendekatan seperti ini dikenal dengan sebutan bayan/ penjelasan.46

Para muballigh dalam paradigma tabligh harus mengenal pokok-pokok dakwah yang enam (usul al da’wah al-sittah) yang disarikan dari enam karakter mulia para sahabat. Enam sifat tersebut diantaranya kembali kepada komitmen tauhid, sholat dengan khusyu

dan khudhu’, ilmu beserta zikir, memuliakan muslim, meluruskan niat,

dan dakwah tabligh khuruj fii sabilillah. Para pendukung dakwah

tabligh meyakini bahwa dengan mengingat keenam sifat tersebut, dan berusaha mempraktikannya untuk diri sendiri dan orang lain, merupakan jalan untuk membuka pintu agama dan menyebarkannya ke seluruh pejuru manusia.47

b. Dakwah Paradigma Pengembangan Masyarakat

Dakwah paradigma pengembangan masyarakat lebih mengutamakan aksi ketimbang wacana atau retorika. Kegiatannya biasanya beraksi dalam bidang-bidang sosial, ekonomi, dan pendidikan seperti pengembangan SDM dan pendidikan madrasah atau pesantren. Dari segi metode dakwah, paradigm dakwah pengembangan masyarakat berusaha mewujudkan Islam dengan cara atau jalan menjadikan Islam sebagai pijakan pengembangan dan perubahan sosial yang bersifat transformative-emansipatoris.48

46

Ahmad Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam, hlm. 218-219

47

Ibid. 219

48


(39)

Menurut A. Ilyas Ismail dalam bukunya bahwa sasaran utama dakwah paradigma ini adalah perbaikan kehidupan masyarakat dalam segala lini kehidupan, dengan memanfaatkan pengembangan potensi yang ada pada masyarakat itu sendiri.49

c. Dakwah Paradigma Harakah

Kata harakah secara harfiah berarti gerak atau gerakan. dikatakan gerak apabila seseorang berpindah atau mengambil posisi baru. Jadi, dakwah harakah adalah dakwah pergerakan. Dakwah ini lebih menekankan pada aspek tindakan atau aksi ketimbang wacana dan teori.50

Menurut Al-Qathani, dakwah Harakah adalah sebuah gerakan dakwah yang berorientasi pada pembangunan masyarakat Islam yang sejatinya Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafuur, dengan melakukan reformasi dan perbaikan sendi-sendi kehidupan manusia, mulai perbaikan individu, keluarga, masyarakat atau lingkungan sekitar, dan pemerintahan dan Negara.51

Dari aspek metodologi, dakwah paradigma harakah meniscayakan adanya organisasi yang berfungsi sebagai intuisi atau wadah yang akan menghimpun dan menyatukan potensi-potensi dan kekuatan umat untuk dimanfaatkan dan diberdayakan bagi kepentngan dakwah. Ini berarti dakwah dalam paradigma ini, tidak lagi dipandang

49

Ibid. hlm. 232

50

A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub, hlm. 12

51

Ahmad Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam, hlm. 233


(40)

sebagai tugas dan kewajiban individual, tetapi merupakan tugas dan kewajiban kolektif seluruh kaum mukmin.52

Dilihat dari segi da’i, dakwah paradigma harakah

meniscayakan adanya pelaku dakwah atau da’i yang berkualifikasi

sebagai pejuang dakwah (mujahid al-da’wah). Da’i haruslah merupakan seorang Muslim pejuang (mujahid) dan aktivis pergerakan Islam. Dengan demikian, dalam pengertian ini, tidak semua orang

memiliki kapasitas dan kapabilitas sebagai da’i. Sebagai pejuang dan aktivis pergerakan Islam, da’i harus membekali diri dengan imu dan wawasan Islam yang memadai, mempersenjatai diri dengan bekal ibadah, keluhuran budi pekerti (akhlak al-karimah), dan ketauladanan perilaku (uswah hasanah). Da’i juga harus memiliki komitmen dan

ghiroh keislaman yang kuat, sehingga mampu melaksanakan tugas-tugas dakwah dengan baik dalam menghadapi hinaan dan ejekan (takdzib), siksaan fisik (al-adza), maupun tekanan hidup menyangkut soal politik, ekonomi, dan keamanan.53

d. Dakwah Paradigma Kultural

Paradigma dakwah ini menempuh jalur lebih lunak dalam berdakwah yakni dengan dialog antara Islam dan budaya-budaya lokal. Sebab menurut mazhab ini, dakwah tidak boleh didakwahkan, kecuali

sesuai dengan karakter mad’unya. Artinya, berdakwah harus

menggunakan pendekatan-pendekatan yang familiar melalui kultur setempat seperti adat istiadat dan bahasanya.54

52

A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub, hlm. 14

53

Ibid.

54

Ahmad Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam, hlm.245


(41)

Mazhab dakwah kultural berpendapat, sejarah dakwah Islam dari pertama kelahirannya hingga saat ini selalu diwarnai dengan proses akulturasi timbal balik.55 Dakwah semua Rasul tidak pernah lepas dari proses dialog dengan kultur setempat di mana mereka di utus. Sebagaimana firman Allah SWT QS. Ibrahim ayat 4, yaitu :

                                

Artinya: “Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. dan Dia-lah Tuhan yang Maha

Kuasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Ibrahim: 4).56

Dakwah yang dilakukan dengan dialog antara Islam dan budaya memiliki beberapa keunggulan dibanding dengan dakwah harakah. Pertama, kehadiran dakwah Islam tidak akan dipandang sebagai ancaman terhadap eksistensi budaya lokal. Kedua, dengan menerima dakwah Islam tidak berarti suatu kaum terputus dari tradisi masa lampaunya. Dan ketiga, universalisme Islam tidak hanya dianggap sebagai wacana, karena kehadiran Islam tidak dirasakan sebagai yang lain, tetapi bagian yang integral dengan budaya lokal.57 e. Dakwah Paradigma Multikulturalisme

Dakwah dalam paradigma multikulturalisme ialah sebuah pemikiran dakwah yang fokus pada penyampaian pesan-pesan Islam dalam konteks masyarakat umum dengan berdialog untuk mencari titik

55

Nurcholis Majdid, Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Paramadina, 2008), hlm.537

56

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hlm 379

57

Ahmad Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam, hlm 247


(42)

temu dan kesepakatan terhadap suatu keyakinan, nilai kelompok, dan agama.58

Dakwah multikulturalisme melakukan pendekatan dakwah diantaranya, pertama, menekankan agar target dakwah lebih diarahkan pada pemberdayaan kualitas umat dalam ranah internal, dan kerja sama, serta dialog antar agama dan budaya dalam ranah eksternal. Kedua, dalam ranah kebijakan public dan politik, dakwah ini menggagas ide tentang kesetaraan hak-hak kelompok minoritas. Ketiga, dalam ranah sosial, dakwah ini mengambil pendekatan kultural dibandingkan harakah. Keempat, dalam pergaulan global, dakwah multikulturalisme merespon feomena globalisasi yang sedikit demi sedikit menghapus sekat antarbudaya dan agama sekarang ini. Dan kelima, para penggagas dakwah harus menyegarkan kembali tentang doktrin Islam klasik, dengan melakukan reinterpretasi dan rekonstruksi paham Islam.59

C. Aktivitas Dakwah

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata aktivitas mempunyai makna keaktifan, kegiatan, kesibukan atau kerja yang dilaksanakan dalam setiap bagian.60 Aktivitas merupakan suatu kegiatan aktif untuk menghasilkan sesuatu. Jadi pengertian aktivitas dakwah adalah segala kegiatan subyek dakwah yang berhubungan dengan dakwah Islam demi terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan hidup manusia.

58

Ibid. hlm. 263

59

Ibid. 280

60

Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), cet-3, hlm. 699


(43)

Samsul Munir Amin dalam bukunya, mengkatagorikan secara umum dakwah Islam menjadi tiga bentuk, diantaranya:

1. Dakwah bi Al-Lisan

Dakwah bi Al-Lisan yaitu dakwah yang dilaksanakan dengan lisan, seperti ceramah, khutbah, diskusi, nasihat, dan sebagainya. Metode dakwah ini memang sudah sering dilakukan oleh para juru dakwah. Dakwah ini mengutamakan kemampuan retorika yang baik didepan

mad’u. Sehingga mad’u dapat mencerna isi dakwah dengan seksama.

2. Dakwah bi Al-Qolam

Dakwah bi Al-Qolam yaitu berdakwah dengan mengunakan keterampilan tulis menulis, berupa artikel atau naskah yang dimuat dalam majalah, surat kabar, brosur, buletin, buku, blog, dan sebagianya. Dakwah seperti ini mempunyai kelebihan yaitu dapat dimanfaatkan dalam waktu yang lebih lama. Jangkauan dakwah ini juga lebih luas jika dibandingkan dengan media lisan. Kapan saja dan di mana saja, mad’u atau objek dakwah dapat menikmati sajian dakwah bi al-qolam ini.

Para aktivis dakwah haruslah menyiapkan dirinya tidak saja dengan kemampuan retorika yang baik, tetapi juga dengan kependaian menulis. Mad’u dapat mempelajari isi pesan dakwah secara berulang -ulang, sehingga pengetahuan mereka akan bertambah.

3. Dakwah bi Al-Hal

Dakwah bi Al-Hal adalah dakwah dengan perbuatan nyata yang melipuiti keteladanan. Dakwah ini dilakukan dengan berbagai kegiatan yang langsung menyentuh kepada masyarakat sebagai objek dakwah


(44)

dengan karya nyata. Misalnya dengan amal yang hasilnya langsung dapat dirasakan oleh masyarakat (mad’u).61

Bentuk dakwah bi Al-Hal ini dilakukan sebagai solusi kebutuhan masyarakat banyak, misalnya membangun sekolah-sekolah Islam, perguruan tinggi Islam, membangun pesantren, rumah sakit, dan kebutuhan masyarakat lainnya.62

Aktivitas dakwah harus terlebih dahulu mengetahui problematika yang dihadapi oleh penerima dakwah. Maka hal yang harus diperhatikan diantaranya :

a. Aktivitas dakwah harus mengetahui adat dan tradisi penerima dakwah b. Aktivitas dakwah harus mampu menyesuaikan materi dakwah dengan

masalah kontemporer yang dapat mempengaruhi pola hidup masyarakat. c. Aktivitas dakwah harus meninggalkan materi yang bersifat emosional d. Aktivitas dakwah harus mampu menghayati ajaran Islam dengan seluruh

pesannya serta menguasai masalah-masalah yang berkembang dalam masyarakat agar antara ajaran agama dan masalah-masalah yang aktual dapat dikaitkan.

e. Aktivitas dakwah harus menyesuaikan tingkah lakunya dengan materi dakwah yang disampaikannya.63

Dakwah adalah suatu aktivitas yang mulia di mata Allah SWT. Di dalamnya mengandung suatu seruan atau ajakan keinsafan atau usaha mengubah situasi yang buruk menjadi lebih baik, yakni terhadap pribadi dan masyarakat disekitarnya.

Aktivitas dakwah akan menghasilkan tujuan yang diharapkan jika

dilakukan oleh para da’i yang memiliki kearifan. Ia harus tetap sabar, tabah,

lapang dada menghadapi semua tanggapan dari para mad’u.

61

Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, hlm. 11

62

Samsul Munir Amin, Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Islam, hlm. 12

63

Kusniati Rofiah, Dakwah Jamaah Tabligh dan Eksistensinya di Mata Masyarakat,


(45)

35

A. Latar Belakang Keluarga Dr. Ahmad Lutfi Fathullah, MA

Ahmad Lutfi Fathullah adalah putra Betawi asli yang lahir pada tanggal 25 Maret 1964 di Kuningan, Jakarta Selatan. Beliau terlahir dari pasangan H. Fathullah dan Hj. Nafisah. Kediaman beliau sejak dilahirkan sampai saat ini masih berdomisili di tempat yang sama, yakni di Komplek Masjid Baitul Mughni, Jl. Gatot Subroto Kav. 26, Kuningan, Jakarta Selatan.1

Keluarga Ahmad Lutfi Fathullah tergolong sebagai keluarga yang berkecukupan. Dari keadaan ekonomi sampai pendidikan dapat dikatakan sukses. H. Fathullah adalah keturunan Guru Mughni. Beliau merupakan ulama besar asli Betawi ternama di era akhir 1800 dan awal 1900-an. Guru Mughni mempunyai nama lengkap Abdul Mughni bin Sanusi bin Ayyub bin Qais, yang lahir sekitar tahun 1860. Sedangkan Ibu Hj, Nafisah adalah anak dari seorang ketua rombongan haji, meskipun pada zaman itu belum banyak jasa

travel seperti sekarang. Sehingga sejak umurnya mencapai 14 tahun, Ibu Hj. Nafisah sudah dapat merasakan pergi ke Masjidil Haram. Pertemuan antara H. Fathullah (16 tahun) dan Hj, Nafisah terjadi di dalam pesawat, meskipun mereka bukan satu rombongan haji.2

Ahmad Lutfi Fathullah tumbuh dan berkembang dari keluarga yang religiusnya tinggi. Sejak kecil beliau sudah sering diajarkan ilmu agama oleh keluarganya. Paman dan sepupu beliau banyak yang menjadi Kyai.

1

Wawancara pribadi dengan Ahmad Lutfi Fathullah, 9 April 2013.

2


(46)

Suasana di kampung Kuningan masih kondusif dan sangat Islami. Belum banyak pembangunan gedung dan perbedaan budaya, sehingga kebudayaan Betawi asli masih kental dirasakan oleh masyarakat di sana. Pada zaman itu orang yang belajar agama akan dihormati oleh masyarakat. Masing-masing keluarga menginginkan anak-anak mereka untuk belajar di pesantren atau bahkan di Timur Tengah. Hampir semua orang di kampung beliau setiap

hari selepas ba’da Maghrib mengaji di masjid.3

Anak-anak di sekolahkan di dua tempat yaitu Sekolah Dasar (SD) dan madrasah. SD adalah tempat untuk menuntut ilmu yang berhubungan dengan pengetahuan alam. Sedangkan Madrasah sebagai tempat untuk mengenal, mempelajari, dan memperdalam ilmu agama. Semua ini dilakukan oleh orangtua mereka yang mengetahui betul tentang hakikat ilmu pengetahuan dunia, dan akhirat agar kehidupan dapat berjalan seimbang.

Sang Kakek, Guru Mughni, memiliki visi agar anak dan keturunannya mengikuti jejaknya untuk menjadi ulama. Sehingga hal ini membuat kedua orangtua Ahmad Lutfi Fathullah bertekad kelak anak-anaknya menjadi pribadi yang mandiri namun tetap berakhlak mulia dan memiliki ilmu yang mumpuni. Mereka tidak segan-segan mengirim putranya untuk bermukim dan menuntut ilmu agama di luar negeri, walau usia mereka masih muda belia.

Ahmad Lutfi Fathullah adalah sosok seorang anak penurut kepada kedua orangtuanya. Beliau berbakti dan mematuhi apa yang diperintahkan kepadanya. Beliau sangat termotivasi dengan kakeknya sehingga menjadikan beliau seseorang yang tidak akan puas untuk menuntut ilmu.

3


(47)

Beliau dikenal sebagai sosok anak yang pemberani, ulet, dan tekun. Beliau sudah terbiasa jauh dari asuhan orangtua. Setelah lulus dari SDN 01 Kuningan Timur Jakarta, beliau melanjutkan sekolah di Pondok Pesatren Modern Gontor Ponorogo. Selama tujuh tahun masa sekolah beliau habiskan di sana.

Setelah lulus, beliau langsung melanjutkan ke Universitas Damaskus, Syiriah. Sosok semangat belajar dapat ditemukan dalam dirinya. Menjadi seperti Sang Kakek adalah impian terbesar dalam hidupnya. Tidak ada kata lelah untuk menuntut ilmu. Beliau tidak pernah mengambil cuti atau beristirahat untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Di Syiria, Damaskus, itulah tempat pertemuan antara Ahmad Lutfi Fathullah dan Jehan Azhari, yaitu seorang wanita keturunan asli Syiria-Indonesia. Ahmad Lutfi Fathullah mempersunting wanita berparas cantik itu pada tahun 1993, tepatnya saat beliau berusia 29 tahun. Saat ini mereka sudah dikaruniai tiga orang anak yaitu Hanin Fathullah, Muhammad Hadi Fathullah, dan Rahaf Fathullah.4

Kesibukan untuk belajar di luar negeri, membuat Ahmad Lutfi Fathullah berpisah beberapa kali dengan keluarganya. Hal itu telah menjadi kebiasaan yang dianggap sebagai bagian dari jalan dakwah. Anak-anak pun sudah harus terbiasa dengan keadaan seperti itu, yang jarang untuk bertemu dengan ayahnya. Namun dengan perkembangan teknologi yang canggih saat ini, semua itu bukan menadi masalah. Terdapat banyak sarana komunikasi yang memadai, yang dapat digunakan untuk menghubungi satu sama lainnya.

4


(48)

Selain itu, pendampingan dari seorang ibu yang maksimal harus selalu dijaga. Agar sosok seorang ayah selalu hadir meskipun sedang jauh.

Ahmad Lutfi Fathullah dikenal sebagai seorang sosok yang bijak di dalam keluarga. Menurut beliau peran istri sangat banyak dalam hal mendidik anak. Beliau percaya kepada sang istri, Jehan Azhari, agar dapat membesarkan anak-anak yang dititipkan oleh Allah SWT itu tumbuh menjadi orang yang sukses. Salah satu langkahnya yakni dengan mencari sekolah yang dipercaya, yang mempunyai visi dan misi sama dengan konsep pendidikan anak shaleh. Karena menurut beliau keluarga dan sekolah adalah dua hal yang dapat membentuk karakter dan pola pikir anak.

Keluarga Ahmad Lutfi Fathullah mencoba menerapkan model keluarga dengan pendidikan agama yang lengkap, baik di rumah maupun di sekolah. Selama di rumah, anak-anak dibatasi dalam menonton televisi, sehingga waktu mereka tidak terbuang hanya dengan menonton tayangan yang kebanyakan kurang bermanfaat. Di sekolah, mereka dapat menuntut ilmu yang seimbang antara dunia dan akhirat.5

B. Latar Belakang Pendidikan Dr. Ahmad Lutfi Fathullah, MA

Ahmad Lutfi Fathullah mengawali jenjang pendidikannya di SDN 01 Kuningan Timur Jakarta Selatan. Masa pendidikan beliau di tempat ini selama 6 tahun (1971-1977). Aktivitas menggali ilmu di SD tersebut beliau jalankan setiap pagi. Sedangkan pada sore harinya beliau mengikuti Sekolah Diniyah untuk mengenal dan memperdalam ilmu agama.

5


(49)

Setelah lulus pada tahun 1977, beliau melanjutkan pendidikannya di luar kota Jakarta. Beliau mendaftarkan diri untuk menjadi santri di Pondok Modern Darussalam Gontor. Pendidikan di sana lebih ditekankan kepada pendidikan karakter dan pembentukan jati diri, sehingga pribadi mudah bergaul, pandai berorganisasi didapatkan di sana.

Ahmad Lutfi Fathullah gemar bermain sepak bola. Beliau bergabung dalam Club Sepak Bola Darmajaya pada saat di Gontor. Organisasi yang beliau pilih saat di sana yaitu menjadi anggota Pramuka. Menjadi seorang Pramuka dan anggota club sepakbola membuatnya memperoleh banyak teman dan pengalaman. Beliau dikenal sebagai santri yang patuh dan disiplin. Namun dari sisi prestasi beliau tidak terlalu menonjol.6

Pada saat di Gontor, berjauhan dari keluarga, terlebih saat Ramadhan dan Lebaran tiba, ternyata sudah biasa dijalani oleh anak keturunan asli Betawi ini. Keluarga Ahmad Lutfi Fathullah memang mempunyai tujuan mulia, meskipun harus hidup berjauhan. Beliau menyelesaikan pendidikan di Pondok Darussalam selama tujuh tahun (1977-1984).7

Setelah lulus, beliau sempat bersekolah di Assyafi’iyah, namun hanya dalam beberapa bulan. Beliau mendapat kesempatan beasiswa S1 di Damascus University, Syiria. Fiqih dan Ushul menjadi kajian yang dipilihnya saat itu. Proses pendaftaran memakan waktu cukup lama, sehingga sesampainya di sana ujian semester sedang dilakukan. Hanya tersisa tiga mata kuliah dan beliau terpaksa harus mengikutinya. Alhasil beliau tidak lulus di semester

6

Wawancara pribadi dengan Sunandar, 9 Mei 2013.

7


(50)

pertama. Tetapi pada semester berikutnya, beliau berhasil lulus ujian dengan hasil yang memuaskan.8

Pengetahuan keagamaan Ahmad Lutfi Fathullah menjadi lebih mendalam. Selepas ba’da Shubuh setiap pagi selalu mengaji langsung kepada guru. Beliau aktif bertemu guru untuk mengaji dan menghafal Al-Qur’an. Setiap ba’da Ashar, beliau bekerja menjadi cleaning service di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI). Tidak setiap hari pekerjaan itu dilakukannya, karena semua mahasiswa Indonesia yang belajar di sana mengambil pekerjaan itu sehingga ada jadwal tertentu. KBRI tidak memberikan beasiswa, tetapi mereka gantikan dengan memberikan pekerjaan ringan, namun upahnya besar. Aktivitasnya yang padat selama di sana ternyata tidak membuat beliau lelah. Beliau juga mengajar les pelajaran agama untuk anak-anak di sana.

Membaca hasil kuliah jarang dilakukan oleh Ahmad Lutfi Fathullah. Beliau lebih senang untuk belajar agama langsung kepada guru-guru di sana. Sehingga pengetahuan beliau tentang agama menjadi lebih bertambah ketika berada di Syiria.

Tingkat kelulusan di sana masih rendah yaitu sekitar 25-30 persen untuk semua orang, baik asing maupun lokal. Dari angkatan beliau yang masuk sekitar 1500 orang, sedangkan yang lulus hanya 100 orang dan Beliau peringkat 10 dari 100 orang. Masa pendidikan beliau habiskan selama kurang lebih empat tahun setengah tahun (1985-1989).9

8

Wawancara pribadi dengan Ahmad Lutfi Fathullah, 9 April 2013.

9


(51)

Kemudian Ahmad Lutfi Fathullah melanjutkan pendidikan masternya (S2) di Jordan University, Jordania. Beliau kuliah di jurusan Hadis dan Tafsir walaupun belum mendapat ijazah S1 dari Damascus University, tetapi Beliau langsung di terima di sana. Karena melihat peringkat Beliau ke 10 dari 100 orang.10

Perkuliahan di Jordan agak terlalu lama karena adanya Perang Teluk. Karena berbahaya, maka semua mahasiswa asing dipulangkan. Meskipun perang bukan tepat di wilayah Jordan, namun kondisi sekitar menjadi tidak kondusif. Sehingga pendidikan di Damascus University, beliau tempuh selama empat tahun (1990-1994).

Pendidikan selanjutnya yang ditempuh oleh Ahmad Lutfi Fathullah adalah di Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM), Jurusan Ilmu Hadis. Pada tahun 1998, beliau telah menyelesaikan disertasinya yang berjudul Kitab Hadis Kitab Durrotun Nasihin. Namun ujian sidang disertasi beliau lakukan pada tahun 1999, dan secara resmi mendapatkan ijazah pada tahun 2000. Selama tiga tahun (1995-1998) di sana beliau diwajibkan untuk mengajar. Di mulai sejak semester kedua, beliau sudah menjadi asisten dosen dan dosen tidak tetap selama di UKM.11

C. Pengalaman Karir Dr. Ahmad Lutfi Fathullah, MA

Ahmad Lutfi Fathullah sudah mulai mengajar sejak kelas 2 SMA di Pondok Pesantren Gontor. Di sana beliau membantu para guru dan Kyai untuk mengajar murid-murid. Meskipun belum terlalu mendalam ilmu beliau, namun

10

Wawancara pribadi dengan Ahmad Lutfi Fathullah, 9 April 2013.

11


(52)

inilah langkah awal yang beliau tekuni untuk menjadi seperti Sang Kakek. Kemudian di Syiria beliau juga mengajar les untuk anak-anak. Ketika di Malaysia, beliau sudah mengajar pelajaran formal, yakni menjadi asisten dosen.

Sepulang ke Indonesia, Ahmad Lutfi Fathullah tak ingin berlama-lama berdiam diri. Aktivitas beliau sehari-harinya diisi dengan kegiatan mengajar di berbagai Universitas. Beliau langsung mengamalkan ilmu yang didapatnya, dengan mengajar di UIN Jakarta, Fakultas Ushuludin pada tahun 1999. Setahun berikutnya, setelah mendapat ijazah resmi dari UKM, beliau mengajar di Pasca Sarjana UIN Jakarta, Fakultas Ushuludin (2000-sekarang). Aktivitas mengajar ilmu Hadis juga beliau sempatkan di Universitas Islam Ibnu Khaldun, Bogor, (2000-2001), tetapi hanya dua semester beliau mengajar di sana, karena jarak yang jauh.12

Pada tahun 2001, Ahmad Lutfi Fathullah diterima menjadi Pegawai Negeri di Bandung. Beliau juga menyempatkan diri untuk mengajar di UIN Bandung, Fakultas Ushuludin. Kemudian pada tahun 2002 sampai sekarang, beliau juga mengisi pelajaran hadis di Universitas Al-Azhar Jakarta. Beliau juga mengajar di Pasca Sarjana Universitas Indonesia dari tahun 2003 sampai sekarang. Beliau juga menjadi dosen di Pendidikan Kader Muballigh al-Azhar, Kebayoran Baru Jakarta Selatan.

Sosok Ahmad Lutfi Fathullah adalah sosok seorang ulama Betawi yang berkontribusi besar dalam meminimalisir kebodohan, khususnya di Indonesia. Beliau sangat mengingikan agar anak-anak tumbuh menjadi anak yang hebat dan tetap menjaga keimanan kepada Sang Khalik. Pada tahun

12


(53)

1999, sepulang dari Malaysia, beliau mendirikan Sekolah Perguruan Islam Al-Mugni, tepat di sebelah rumahnya. Sampai saat ini beliau menyempatkan diri untuk mengajar di sana. Menjadi guru tetap di SMP Islam Terpadu Al-Mughni Jakarta, dalam mata pelajaran Analisa Data.13

Karena kecintaan Beliau pada ilmu Tafsir dan Hadis, sekarang beliau menjadi seorang pakar hadis. Beliau mendirikan Pusat Kajian Hadis (PKH), yakni wadah dan media untuk mengkaji dan menyebarluaskan hadis-hadis Rasulullah SAW. Tepat pada 17 Mei 2008, PKH diresmikan oleh puluhan ulama dan pejabat Pemprov DKI Jakarta. Ahmad Lutfi Fathullah menjabat sebagai Direktur utama di PKH.14

Ahmad Lutfi Fathullah juga menjadi narasumber tetap di acara Hikmah Pagi TVRI dalam Kajian Kitab Kuning Shahih Bukhari (2011-sekarang). Beliau di kenal sebagai sosok yang tidak mengenal kata lelah untuk berbagi ilmu. Setiap pagi sampai terbit pagi lagi, beliau habiskan waktu hanya untuk berdakwah.15

D. Karya Dr. Ahmad Lutfi Fathullhah, MA

Ahmad Lutfi Fathullah merupakan sosok seorang da’i yang ulet dan tekun. Beliau dikenal aktif ceramah rutin di beberapa majlis ta’lim. Beliau juga aktif menulis buku-buku, guna melebarkan sayap dakwahnya. Agar dakwah dapat diterima oleh masyarakat yang tak terjangkau dengan media lisannya. Beberapa karya Ahmad Lutfi Fathullah melalui buku-buku, diantaranya:

13

Wawancara pribadi dengan Ahmad Lutfi Fathullah, 9 April 2013.

14

ibid.

15


(1)

Penyesalan Orang Yang Teringan Disiksa

ق

ْ ع ص

ْ ع ْع ض

ْ أ ْ ع

:

ْ ْ ع

ْ أ ْ أ ع

:

ْ أ ءْ ش ْ ْ أْ ف أ ْ

ّْ ْ أ آ ْص ف ْأ ْ ْ أ ْ ْ أ

ف ْ ع

ف ْف

ّْ ْ أ إ ْ أف ْش

.

Pada hari kiamat, Allah bertanya kepada penghuni neraka yang paling

ringan siksanya; 'kalaulah kamu mempunyai semua yang ada di

bumi, akankah kau jadikan untuk menebus dirimu? ' 'Tentu'

Jawabnya. Maka Allah berfirman: 'Dahulu aku hanya ingin sesuatu

yang lebih sepele daripada ini ketika kamu masih dalam sulbi Adam,

yaitu agar kamu tidak menyekutukan-KU dengan sesuatu apapun,

namun engkau enggan bahkan menyekutukan-KU dengan sesuatu.


(2)

Pindah Kontrakan

ق

ْ ع ص

أ ْع ض ْ ْ ع أ ْ ع

:

ح ْث ْق ف ْ

ْ أ جْ جْ ْ أ َ إ

ْ َ ْ

ْ ف َْ ف ْ ْ ف ح ع َّ ْ ْ ق ج ْ ف ج َْأف

إ ْ

ْ ع ص

ق ْ ح ق ْ أ ْ ح ف َْ ْ

ْ أ

ْ ء ْفص ْ أ ْ

Jika penghuni surga telah memasuki surga, dan penghuni neraka

memasuki neraka, Allah berfirman; 'siapa saja yang dalam hatinya

masih terdapat sebiji sawi keimanan, keluarkanlah dia dari neraka, '

maka mereka pun keluar setelah mereka terbakar dan menjadi abu,

selanjutnya mereka dilempar ke sungai kehidupan sehingga mereka

tumbuh sebagaimana biji-bijian tumbuh di tepi aliran sungai" atau

ia mengatakan dengan redaksi; "dalam permukaan aliran sungai",

dan Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Tidakkah kalian

melihat bahwa biji-bijian itu tumbuh kuning melingkar?


(3)

Mantan Penghuni Neraka

ق

ْ ع ص

ْ ع

ْ أ ْ ع

:

جْ ْ أ ْ

ف جْ َْ ف عْف ْ ْ

ْع

ْ ْ ق َ ْ

جْ

Akan keluar dari neraka sekelompok orang setelah mereka

merasakannya selama waktu tertentu dengan satu tanda.

Kelompok ini dinamakan oleh para penghuni surga dengan

istilah Jahannamiyyun (mantan penghuni neraka).


(4)

Cerita Orang Yang Terakhir keluar dari Neraka

ْ ع ص ق ْع ض ْع ْ ع :

ْ ْ َ ْ ج َ جْ ْ أ َآ ْ ج َ ْ أ َآ ْعأ إ جْ ْ َْ ف ْ ْ ف

ْ ف ْ ْ ف أْ ْ ج ف عجْ ف أْ أ ْ إ ف ْأ ف ْ َ

أْ أ ْ إ ف ْأ ف جْ

ع ْ ْث إف جْ ْ َْ ف ْ ْ ف أْ ْ ج ف عجْ ف ّ

ّع ْث إ ْ أ ثْ أ

ْ ْأ َْض ْ أ ْ ف ْ ثْ أ .

، ج ْ ح َض ْ ع ص ْأ ْ ف :

ْ جْ ْ أ ْ أ

Sungguh aku tahu penghuni neraka yang terakhir kali keluar dan penghuni surga yang terakhir kali masuk, yaitu seseorang yang keluar dari neraka dengan cara merayap, Allah tabarakawata'ala berfirman; 'Pergilah kamu dan masuklah ke dalam surga! ' maka orang tersebut mendatanginya dan terbayang baginya bahwa surga telah membeludak. Orang kembali kembali dan berujar; 'Wahai Tuhanku, kutemukan surga telah membeludak'. Allah berfirman lagi; 'pergi dan masuklah surga.' Maka ia kembali dan terbayang baginya

bahwa surga telah membeludak. Lalu ia kembali dan mengatakan; 'Ya Tuhanku, kutemukan surga telah membeludak.' Allah berfirman lagi; 'pergi dan masuklah surga,

dan bagimu surga seluas dunia dan bahkan sepuluh kali sepertinya -atau- bagimu seperti sepuluh kali dunia.' Hamba tadi lantas mengatakan; 'Engkau menghinaku ataukah menertawaiku, sedang Engkau adalah raja diraja?" Dan kulihat Rasulullah

Shallallahu'alaihiwasallam tertawa hingga gigi gerahamnya kelihatan seraya berkomentar: "Itulah penghuni surga yang tingkatannya paling rendah.


(5)

Penutup:

Keluar Neraka Berkat

Syafa’at

ق

ْ ع ص

ْ ع ْع ض ّْح ْ ْ ع ْ ع

:

ْ

جْ َْ ف ،

ْ ع ص َ ع فّ

ْ ْ ق َ ْ

جْ

.

Akan keluar sekelompok orang dari neraka berkat syafaat Nabi

Muhammad saw, lalu mereka dimasukkan ke surga. Mereka

dikenali dengan kelompok Jahannamiyyun.


(6)