Analisis Kiprah Dakwah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM

(1)

SKRIPSI

DAKWAH DALAM BIROKRASI :

Analisis Kiprah Dakwah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Penyiaran Islam (S. Kom. I)

Oleh:

HAGIAN AGUSTINA SUKARNA NIM. 108051000044

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1434 H/2013 M


(2)

(3)

(4)

i

Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah penulis skripsi yang berjudul “Dakwah Dalam Birokrasi : Analisis Kiprah Dakwah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM”,

dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memnuhi salah satu persyaratan gelar sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan dalam bentuk referensi, baik footnote, maupun daftar pustaka, sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan merupakan karya asli atau duplikasi karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Demikian lembar pernyataan ini dibuat, sehingga dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Jakarta, 19 Mei 2013


(5)

ABSTRAK

Dakwah merupakan gerakan suci yang diwajibkan Allah SWT kepada seluruh hamba-Nya. Gerakan ini tidak lain bertujuan untuk terciptanya masyarakat yang beriman, bertakwa dan sejahtera. Namun untuk mencapai semua itu butuh proses dan waktu yang cukup lama. Untuk mengantisipasi lambannya pesan dakwah yang disampaikan, maka dibutuhkan teknik atau seni khusus dalam proses penyampaiannya. Teknik ataupun seni dalam penyampaian dakwah dapat berupa metode pendekatan-pendekatan struktural maupun kultural. Kedua pendekatan tersebut diibaratkan sebagai dua pasang kaki dan tangan yang saling menyempurnakan. Pendekatan struktural merupakan pendekatan dakwah dengan memanfaatkan kekuatan struktur organisasi. Sedangkan dakwah kultural merupakan pendekatan dakwah pada ranah personal. Melalui kedua pendekatan tersebut, Mayjen TNI (Purn). Drs. H. Kurdi Mustofa, MM, mencoba mendakwahkan ajaran Islam dalam birokrasi.

Dari konteks di atas, maka timbul pertanyaan : Bagaimana kiprah dakwah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM selama menjadi birokrat pemerintahan ? Apa bentuk gagasan dan rekomendasi Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM yang berwujud kepentingan dakwah Islam selama berkiprah dalam birokrasi pemerintahan ?

Di dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif. Penulis menggambarkan secara faktual apa yang dilihat dan ditemukan dari objek penelitian dan menuangkannya ke dalam tulisan. Metode ini juga didukung dari hasil wawancara dan studi dokumentasi yang dilakukan penulis kepada objek penelitian beserta tulisan-tulisan yang menyangkut dengan judul skripsi.

Kiprah dakwah dalam birokrasi yang dilakukan oleh Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM merupakan sebuah proses pentransferan nilai-nilai ajaran Islam dengan cara memanfaatkan profesi pekerjaan. Menanamkan pemahaman bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin bagi kalangan birokrat adalah tujuan utamanya. Sehingga dapat tercipta birokrat-birokrat yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai ke Islaman pada setiap kebijakan yang lahir.


(6)

iii

persembahkan kepada Allah SWT. Karena atas segala anugerah dan kesempatan yang diberikan kepada penulis sehingga skripsi berjudul “Dakwah Dalam Birokrasi : Analisis Kiprah Dakwah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM” dapat selesai sesuai harapan.

Membuat sebuah karya tulis tentu melewati banyak fase kerumitan. Namun fase-fase tersebut dapat penulis lewati dengan perjuangan sepenuh hati. Karya ini tercipta berkat dukungan dari banyak pihak yang telah memberikan kontribusi maksimal kepada penulis. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, karya tulis ini bermetamorfosa dari sebuah potongan-potongan lembar tulisan menjadi layaknya sebuah file yang utuh dan bermanfaat di kemudian hari.

Beberapa pihak sudah seyogyanya penulis sebut sebagai bentuk terima kasih dan rasa takzim atas segala yang mereka berikan. Mereka yang sangat berjasa pada pengerjaan skripsi ini adalah:

1. Bapak Dr. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Wadek 1 Drs. Wahidin Saputra, M.A, Wadek II Drs. H. Mahmud Jalal, M.A, Wadek III Drs. Study Rizal LK, M.A. 2. Bapak Drs. Jumroni, M.Si dan Ibu Umi Musyarofah, M.A selaku

Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.


(7)

iv

3. Bapak Dr. Sihabudin Noor, MA, dosen pembimbing yang sangat banyak membantu proses penyelesaian penulisan skripsi ini. Seorang dosen yang membuat penulis dapat bekerja semangat dan sepenuh hati. 4. Bapak Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM, sebagai objek sekaligus narasumber penelitian ini. Terima kasih atas segala budi baik serta tulus ikhlas yang telah bapak berikan, sehingga terlahir sebuah karya tulis akhir penulis sebagai mahasiswa.

5. Ayahanda H. Karna dan Ibunda Hj. Sopiah, orang tua penulis yang selalu memberikan doa dalam sujudnya, semangat dalam nasihatnya dan nikmat dalam setiap kirimannya. Terima kasih juga kepada Azhar Sukarna Putra, seorang adik yang ikhlas menunggu lama kakaknya menjadi sarjana.

6. Sungguh saya ucapkan terima kasih kepada Bung Abraham Zakky, Bung Sabqi, Bung Ubaidillah, Bung Adi Hidayat Salam, Bung Firman Aulia dan Bung Ikhwan. Merekalah para penghuni ruang bersejarah bernama Kos Djati.

7. Ucapan terima kasih dan salam rindu yang mendalam kepada para penghuni Kelas Istimewa KPI B 2008. Kelas yang banyak melahirkan mahasiswa-mahasiswa kritis dan cerdas.

8. Kepada sahabat Rajasa Ar Razy Sukaton dan Amalia Indah, terima kasih telah banyak memberikan kontribusi maksimal. Terima kasih untuk waktunya, pemikirannya serta rumahnya.


(8)

v

KATA PENGANTAR...iii

DAFTAR ISI...v

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang Masalah...1

B. Batasan dan Rumusan Masalah...8

C. Tujuan Penelitian...9

D. Manfaat Penelitian...9

E. Metodologi Penelitian...10

F. Tinjauan Pustaka…...13

G. Sistematika Penulisan...14

BAB II LANDASAN TEORI...16

A. KiprahDakwah…...16

1. Pengertian Kiprah…...……….……….16

2. Pengertian Dakwah………...17

B. Unsur-UnsurDakwah...20

1. Tujuan Dakwah…………....……….20

2. Materi Dakwah………...21

3. Subjek dan Objek Dakwah………...23

4. Metode Dakwah………28

5. Media Dakwah………..33

C. Birokrasi 1. Pengertian Birokrasi……….35


(9)

vi

BAB III PROFIL MAYJEN TNI (Purn) Drs. H. KURDI MUSTOFA, MM…………..37

A. Biografi Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM………...37

1. Riwayat Hidup………..37

2. Karir Dalam Lingkungan Birokrasi Kekuasaan………...38

BAB IV ANALISIS DAKWAH DALAM BIROKRASI : Mayjen TNI (Purn) Drs. H.KURDI MUSTOFA, ,MM……….………43

A. Dakwah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM………..43

1. Dakwah Struktural Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM……….46

2. Dakwah Kultural Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM………...50

3. Dakwah Bi Lisan………...………..………...53

4. Dakwah Bil Qolam (Kitabah)………54

5. Dakwah Bil Hal………..55

B. Materi Dakwah Yang DisampaikanMayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM………...59

C. Faktor Pendukung Dan Penghambat Dakwah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM……….60

BAB V PENUTUP...63

A. Kesimpulan...63

B. Saran...64

DAFTAR PUSTAKA...66 LAMPIRAN


(10)

1

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama yang diturunkan secara menyeluruh. Ajaran dalam agama Islam diharapkan bisa dimaknai secara baik dan lengkap oleh manusia. Karena di dalamnya terdapat berbagai macam sistem serta ajaran-ajaran yang bertuju pada setiap aspek kebaikan individu maupun kemaslahatan manusia. Untuk itulah manusia memerlukan seperangkat ilmu pengetahuan yang dapat menggerakkan dan menuntun manusia sebagai khalifah di muka bumi. Salah satu perangkat-perangkat penting ilmu pengetahuan yang dikenal dalam Islam adalah ilmu dakwah.

Definisi dakwah dalam Islam diartikan sebagai seruan dan ajakan untuk berbuat amar ma’ruf nahyi munkar. Dakwah juga dapat disebut sebagai kendaraan operasional seorang muslim untuk mempromosikan Islam secara baik dan luas. Sehingga Islam dapat dikenal sebagai agama rahmatan lil alamin. Dakwah mempunyai dua dimensi besar, pertama, dakwah yang mencakup pesan-pesan kebenaran, yaitu dimensi ke-risalah-an (bil ahsan al aqwal). Kedua, dakwah yang mencakup pengaplikasian nilai-nilai kebenaran, yang merupakan dimensi ke-rahmat-an (bil ahsan al amal). Sehingga secara garis besar, dakwah mempunyai dua pendekatan, yaitu dakwah kultural dan struktural.1

1Said Agil Husin Al Munawwar, Kata Sambutan Dalam Buku Metode Dakwah,


(11)

2

Dakwah kultural adalah dakwah yang mempunyai prinsip lebih menekankan pendekatan Islam secara kultural. Artinya bahwa dakwah kultural sangat akomodatif terhadap nilai budaya tertentu secara inovatif dan kreatif tanpa menghilangkan sisi substansial keagamaan yang benar. Dakwah kultural terletak pada nilai-nilai universal kemanusiaan, menerima kearifan dan kecerdasan lokal, dan mencegah kemunkaran dengan memperhatikan sifat individu manusia maupun sosial. Sehingga menimbulkan kesadaran dan kesepahaman nilai-nilai yang baik dalam ajaran Islam.2

Sedangkan dakwah struktural adalah kegiatan dakwah yang menjadikan kekuasaan birokrasi ataupun kekuatan politik sebagai alat untuk memperjuangkan Islam. Karenanya dakwah struktural lebih bersifat top-down. Hingga dalam praktiknya, aktivis dakwah struktural bergerak mendakwahkan ajaran Islam dengan memanfaatkan struktur sosial, politik, maupun ekonomi yang ada, guna menjadikan ajaran Islam sebagai basis atau landasan kebijakan, sehingga nilai-nilai Islam mengejawantah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.3

Saat ini, semangat umat Islam untuk menanamkan nilai-nilai keIslaman pada berbagai aspek kehidupan makin berkembang. Islam tidak lagi diartikan sebagai sebuah ritual belaka, tetapi sudah tumbuh di kalangan umat Islam Indonesia yang menjadikan Islam sebagai sumber nilai. Islam makin dipahami

2

Muhammad Sulthon, Desain Ilmu Dakwah (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003), cetakan pertama,. h. xiv

3


(12)

sebagai kesadaran spiritual. Gejala ini makin tumbuh khususnya di kalangan masyarakat kota. Begitu juga di kalangan pemuda dan berpendidikan.4

Dakwah menyeru manusia untuk kembali kepada nilai-nilai Islam secara maksimal, sehingga bisa dilakukan oleh siapapun, di manapun dan apapun profesinya. Apakah ia seorang ekonom, pengusaha, pendidik, teknokrat, birokrat, buruh, petani dan politikus sekalipun.5Untuk itulah dakwah bukan sesuatu yang

antagonis bagi semua aspek, akan tetapi merupakan lahan dakwah yang potensial. Sebagaimana Allah SWT berfirman :



































Artinya: Katakanlah: "Hai manusia Sesungguhnya Aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan, Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah Dia, supaya kamu mendapat petunjuk". (QS. AL-A’raf: 158)

Dakwah yang merupakan titik berat di sini adalah yang menyangkut segi duniawi atau segi mu’amalah, yaitu segi hubungan manusia dengan lingkungannya termasuk yang berkaitan dengan kekuasaan. Dalam Kaidah Islam dinamakan al- baraatul ashliyah yang berarti bahwa “dalam urusan hidup

4Kurdi Mustofa, Dakwah Di Balik Kekuasaan (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,

2012). Cet. Pertama, h.67

5Sa’id Al-Qahthani, Menjadi Da’i Yang Sukses (Jakarta :Qitshi Press, 2005) cetakan pertama, h.81


(13)

4

keduniaan, semua perkara dibolehkan, kecuali yang terlarang. Termasuk untuk memasuki dunia yang lekat dengan kekuasaan.6

Diceritakan dalam sejarah, bahwa Nabi Yusuf pernah terlibat dalam pemerintahan dan menjadi Menteri Perbendaharaan Negara, beliau menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara pemerintahan negara dengan professional. Keterlibatan Nabi Yusuf dalam pemerintahan yang kufur didasarkan atas pertimbangan rasional dan profesional. Beliau masuk dalam pemerintahan adalah hal yang sulit terelakkan. Karena ketika itu penguasa melihat beliau sebagai orang yang dapat dipercaya dan memiliki keahlian. Momentum ini dimanfaatkan oleh Nabi Yusuf untuk menyebarkan nilai-nilai ketauhidan kepada Allah SWT. Belajar dari kisah Nabi Yusuf, barangkali memasuki wilayah kekuasaan, meski kufur,

apabila dipergunakan untuk kepentingan pengembangan risalah Islam, hal itu diperbolehkan bahkan lebih baik.7

Membuka file perjalanan dakwah Islam dalam lingkup birokrasi atau kekuasaan di Indonesia senantiasa menarik untuk dibicarakan. Salah satu asumsinya adalah, bahwa mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, sehingga sebenarnya Islam mempunyai power yang cukup besar untuk masuk ke dalam segala sistem yang ada pada kekuasaan. Akan tetapi pada kenyataannya, justru terjadi pasang surut dalam perjalanannya, khususnya di era Orde Baru. Di

6Yahya Muhaimin, Dakwah Islam dan Partisipasi Politik (Yogyakarta : Prima Duta, 1983), cetakan pertama, h. 86

7

Syarifudin Jurdi, Pemikiran Politik Islam Indonesia, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008), cetakan pertama, h. 125


(14)

era tersebut, Islam dalam posisi yang tidak menguntungkan, terpinggirkan dan dijauhkan dari peran-peran penting di kelembagaan negara8.

Pada tahun 1980-an secara terang-terangan pemerintah Orde Baru melarang pemakaian jilbab di sekolah negeri. Kemudian kebijakan yang tak kalah menyakitkan bagi umat Islam pada masa itu adalah ketika penguasa membuat kebijakan pembatasan aktivitas masjid hanya pada ibadah ritual belaka. Masjid tidak dibolehkan menggelar kegiatan yang bentuknya mengumpulkan masyarakat.9 Serangkaian kebijakan pemerintah tersebut dianggap sebagai upaya melumpuhkan potensi-potensi umat Islam.

Kejadian-kejadian di atas tentu saja mejadi bagian kecil dari potret kelam perjalanan panjang dakwah Islam di masa Orde Baru. Tentang bagaimana terjadinya dikotomi yang sangat nampak antara penguasa dengan Islam. Sehingga rasanya sangat sulit bagi seseorang yang ingin berdakwah di kalangan penguasa Orde Baru. Dalam kondisi saat itu, pilihan aktivitas umat Islam tidak banyak. Ia bisa berdakwah sesuai dengan kriteria pemerintah atau justru melawannya dengan segala resiko yang dihadapinya.

Tentunya di setiap perubahan akan selalu menimbulkan harapan dan kekhawatiran. Perpaduan keduanya itulah yang lazim disebut kewaspadaan. Kewaspadaan yang paling efektif adalah kewaspadaan dalam bentuk partisipasi

8

Usamah Hisyam, Sepanjang Jalan Dakwah Tifatul Sembiring (Jakarta : Dharmapena Citra Media, 2012), cetakan pertama, h. 245

9

Kurdi Mustofa, Dakwah Di Balik Kekuasaan (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2012), cetakan pertama, h. 7


(15)

6

aktif. Mengambil bagian secara aktif tidak berarti bersikap masa bodoh, akan

tetapi justru harus bersikap kritis dalam bentuk amar ma’ruf nahi munkar.10

Akan tetapi kesulitan-kesulitan seperti itu tidak lekas membuat sosok pejuang dakwah mengurungkan niatnya untuk mencoba berdakwah di kalangan

penguasa. Di sinilah muncul sosok Kurdi Mustofa, da’i yang memiliki kejelian

strategi dakwah yang tanpa harus berhadapan konfrontatif dengan pemerintah. Strategi itu adalah masuk ke dalam struktur pemerintahan yang saat itu justru sedang menyempitkan ruang gerak dakwah. Ketika itu pilihan strategi ini tidak banyak dipikirkan dan dilakukan oleh para da’i. Sebab ketika itu memasuki panggung kekuasaan sudah diibaratkan memasuki dunia yang gelap dan kotor.

Kurdi Mustofa ketika itu adalah alumni Fakultas Dakwah IAIN Walisongo yang kemudian memilih untuk masuk ke dalam dunia militer sebagai seorang Perwira Pembina Mental. Saat itu peran militer sungguh sangat dominan dan strategis dalam menentukan perjalanan roda pemerintahan dan menentukan dinamika sosial politik di Indonesia. Untuk itulah Kurdi Mustofa memilih dunia militer sebagai lahan dakwah yang menantang dan potensial, serta menjadi momentum untuk memberikan pemahaman tentang Islam yang rahmatan lil alamin di kalangan militer.11

Peran seorang da’i di lingkup kekuasaan memang tidak ringan, terlalu kompleks persoalan yang harus dihadapi. Tapi itulah yang menjadi pembeda

10

Kafrawi Ridwan, Metode Dakwah Dalam Menghadapi Masa Depan (Jakarta, PT. Golden Terayon Press, 1987), h.17

11

Kurdi Mustofa, Dakwah Di Balik Kekuasaan (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2012). Cet. Pertama, h.143


(16)

antara da’i yang berada dalam struktur kekuasaan dengan da’i yang berada dalam

lingkup masyarakat kebanyakan atau kultural.

Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM bukanlah nama yang asing dikalangan militer dan pemerintah. Jenjang karirnya sangat menarik dan cukup panjang. Memulai karir sebagai Perwira Pembina Mental di lingkungan Kodam III/17 Agustus Sumatra Barat kemudian menjadi Advisor Panglima Angkatan Bersenjata Brunnei Daarussalam dalam bidang pembinaan keagamaan, kemudian menjabat sebagai Staf Ahli Pusat Pembinaan Mental TNI, sempat menjabat sebagai Asisten Deputi Politik Dalam Negeri di Menko Polkam, Sekertaris Pribadi Presiden hingga pindah menjadi Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Sosial.

Kini setelah pensiun dari militer dan aktivitas lainnya dalam lingkup kekuasaan, Kurdi Mustofa justru memilih panggilan hatinya untuk berdakwah bil hal, yaitu dengan menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Periode 2010-2015. Menurutnya, organisasi IPHI mempunyai potensi sebagai sumber kekuatan moral, sosial dan ekonomi.12

Berdakwah melalui kekuasaan memang sangat potensial dan efektif, karena seperti banyak kita ketahui bahwa birokrasi menggunakan sistem top-down

yang masih sangat kental. Jadi, siapapun pemimpinnya maka akan ditiru dan dituruti. Karena dakwah dengan model seperti ini diharapkan tidak akan lahir kegiatan-kegiatan yang banyak bertentangan dengan ajaran agama Islam. Inilah mengapa alasan bahwan berdakwah dalam lingkup birokrasi atau kekuasaan

12


(17)

8

sangat efektif. Karena dalam pengertian yang luas inilah, dakwah bukan cuma berkaitan dengan persoalan menambah jumlah pemeluk Islam, akan tetapi yang paling utama adalah bagaimana dakwah dapat berpihak pada nilai-nilai kebenaran dan kemanusiaan.13

Beranjak dari latar belakang tersebut, maka penulis bermaksud untuk menulis skripsi yang berjudul Dakwah Dalam Birokrasi: Analisis Kiprah Dakwah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM ”.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Banyak hal yang bisa dibahas dan digali mengenai kiprah dakwah pada sosok Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. Baik berdakwah di dalam struktur birokrasi kekuasaan ataupun dakwah di luar struktur kekuasaan. Akan tetapi penulis membatasi tulisan ini pada Kiprah Dakwah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM selama berada dalam lingkup birokrasi pemerintahan. Pembatasan ini penting agar tidak melenceng ke persoalan lain.

2. Perumusan Masalah

Dari pembatasan masalah tersebut, maka penulis merumuskan beberapa permasalahan dalam bentuk pernyataan sebagai berikut:

13

Muhammad Sulthon, Desain Ilmu Dakwah (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003), cetakan pertama, h.5


(18)

a. Bagaimana kiprah dakwah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM selama menjadi birokrat pemerintahan?

b. Apa bentuk gagasan dan rekomendasi Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM yang berwujud kepentingan dakwah Islam selama berkiprah dalam birokrasi pemerintahan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui Kiprah dakwah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM selama menjadi birokrat pemerintahan.

b. Untuk mengetahui bentuk gagasan dan rekomendasi dakwah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM selama berkiprah dalam birokrasi pemerintahan.

2. Manfaat Penelitian

Sedangkan hasil dari penelitian ini diharapkan memiliki manfaat, yaitu:

a. Secara Akademis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi dan pengetahuan tentang dakwah dalam birokrasi bagi khazanah keilmuan Islam. Serta dapat memberikan referensi bagi peminat dakwah.


(19)

10

b. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi kalangan praktisi, dan aktivis dakwah yang konsen di bidang dakwah birokrasi khususnya. Serta umumnya bagi para praktisi dakwah yang menjadikan dunia birokrasi sebagai sarana untuk menyebarkan arus informasi dakwah.

D.Metode Penelitian 1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu metode yang menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif berupa data-data tertulis atau lisan dari objek penelitian yang dapat diamati. Adapun metode yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan yang merupakan metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif yaitu metode dengan menghimpun data actual denga melakukan wawancara dengan narasumber serta observasi secara langsung. Kemudian memaparkan data serta menarik kesimpulan dari analisis tersebut sesuai dengan data yang didapatkan di lapangan. 14

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kantor Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI), Matraman-Jakarta Timur dan di Perumahan Pura Melati Indah, Jatirahayu-Pondok Gede, kediaman pribadi objek

14


(20)

penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2013.

3. Subjek dan Objek Penelitian

a. Subjek dalam penelitian ini adalah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM.

b. Objek penelitian ini adalah kiprah dakwah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. khususnya ketika menjadi seorang birokrat pemerintahan.

4. Sumber dan Jenis Data

Untuk memperoleh data-data yang lengkap dan akurat, penulis menggunakan data primer dan sekunder.

a. Data primer adalah data yang akan diperoleh langsung berupa hasil wawancara serta data-data dari buku karya pribadi milik Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM.

b. Data sekunder adalah data yang akan diperoleh dari sumber-sumber tertulis yang terdapat dalam buku ataupun dokumentasi dan literatur lain yang berkaitan dengan penelitian ini.

5. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara

Metode wawancara adalah sebuah teknik pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan secara langsung oleh


(21)

12

pewawancara kepada responden dan jawaban yang dihasilakn akan dicatat atau direkan dengan alat perekam15. Penulis melakukan wawancara langsung dengan Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM terkait dengan kiprah dakwahnya sebagai birokrat. Dengan teknik ini diharapkan bisa mendapatkan informasi tentang apa yang dijadikan objek permasalahan dari penelitian ini. Data data yang sudah terkumpul kemudian dijelaskan secara sistematis yang mudah untuk dicerna dan dipahami.

b. Studi Dokumentasi

Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang artinya barang-barang tertulis. Metode dokumentasi dalam hal ini berarti cara mengumpulkan data dengan mencatat data yang ada dalam dokumen atau arsip.16 Penulis mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan Kiprah Dakwah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM selama berkiprah dalam lingkup birokrasi pemerintahan. Selain itu penulis juga membaca dan mempelajari berbagai bentuk data tertulis yang terdapat di buku, website serta foto-foto. Sehingga dapat dijadikan analisis dalam penelitian ini.

15

Irawan Suhartono, Metode Penelitian Sosial, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2000), cet. Ke-4, h.67

16


(22)

6. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Setelah data diperoleh, maka langkah selanjutnya adalah penulis mengolah dan menganalisa data-data dengan cara menghimpun, mempelajari, mengedit data-data, memberikan ulasan, uraian dan menuangkannya ke dalam penulisan skripsi. Adapun analisa data di sini adalah proses pengumpulan data dengan mengurutkan data ke pola, mengelompokan data tersebut dan kemudian dianalisa agar mendapat data yang kongkrit berdasarkan hasil penelitian. Adapun metode yang digunakan adalah analisis deskriptif.17

E. Tinjauan Pustaka

Penulis menggunakan beberapa rujukan skripsi terdahulu dalam mendapatkan informasi tentang hal yang berkaitan dengan skripsi yang sedang ditulis. Hal tersebut bertujuan agar kemudian menjadi pembeda serta tidak adanya kesalahan dalam mengolah data dan menganalisisnya. Penulis menemukan beberapa judul yang berkaitan dengan materi yang diambil oleh penulis. Diantaranya:

1. Pada tahun 2008, Ahmad Zakky, NIM 103051028485, dengan judul

Kiprah Dakwah dan Pemikiran Politik A. Muhaimin Iskandar”.

Dari judul skripsi tersebut, menerangkan dan menulis mengenai kiprah dakwah dan pemikiran politik A. Muhaimin Iskandar. Judul skripsi

17

Lexy Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 103


(23)

14

tersebut membatasi lingkup permasalahnnya pada tataran A. Muhaimin Iskandar ketika menjabat sebagai Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

2. Pada Tahun 2009, Haetami, NIM 102051025456, Dengan judul ”Aktivitas Dakwah dan Politik : Adhyaksa Dault”

Pada judul skripsi tersebut dijelaskan penitikberatan penilitian pada segala aktivitas dakwah dan politik Adhyaksa Dault semasa dirinya menjabat sebagai Menteri Negar Pemuda Dan Olahraga (Menegpora) RI.

Dari beberapa rujukan penelitian tersebut, terdapat perbedaan-perbedaan subjek dan objek penelitian yang sedang diteliti oleh penulis. Atas dasar rujukan dan perbedaan penelitian inilah penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian ini. penelitian yang mengemukakan kegiatan Dakwah Dalam Birokrasi: Analisis Kiprah Dakwah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM .

G. Sistematika Penulisan

Untuk mengetahui gambaran yang lebih jelas lagi tentang hal-hal yang akan diuraikan dalam penulisan skripsi ini, maka penulis mengatur sistematikanya kedalam lima bab sebagai berikut :

BAB I: Bab ini berisi tentang pendahuluan, latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, kajian teoritis, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.


(24)

BAB I: Pada bab ini memuat tentang pengertian kiprah dakwah, unsur-unsur dakwah dan pengertian birokrasi.

BAB III: Bab ini berisi biografi ataupun profil Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. hal-hal tersebut meliputi riwayat hidup dan karir dalam lingkup birokrasi.

BAB IV: Bab ini meliputi kiprah dakwah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM di dalam birokrasi, metode dakwah, faktor pendukung dan penghambat kiprah dakwah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM.

BAB V: Dalam bab ini menjelaskan kesimpulan dari kiprah dakwah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM dalam birokrasi. Serta memberikan saran demi kemajuan dakwah Islam.


(25)

16

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kiprah Dakwah 1. Pengertian Kiprah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologi kiprah adalah kegiatan. Sedangkan berkiprah adalah melakukan kegiatan atau berpartisipasi dengan semangat tinggi atau bergerak, berusaha di sebuah bidang tertentu1. Sedangkan menurut S. Nasution kiprah adalah suatu konsekuensi atau akibat kedudukan atau status seseorang. Sehingga dari kedudukannya tersebut dapat terlihat bagaimana kiprahnya.2

Menurut Djumhur, kiprah dapat diartikan sebagai suatu pola tingkah laku tertentu yang merupakan ciri khas dari suatu pekerjaan atau jabatan tertentu.3

WJS. Purwodarminta mengartikan kata kiprah dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia sebagai tindakan, aktifitas, kemampuan kerja, reaksi, cara pandang seseorang terhadapa ideologi atau institusinya.4

Berkiprah tidak jauh berbeda dengan beraktifitas, namun bedanya di sini berkiprah adalah melakukan kegiatan atau berpartisipasi dalam kegiatan dengan semangat tinggi dan lebih tinggi dari hanya sekedar beraktifitas.

Sedangkan kiprah dakwah menurut Mahmud Yunus adalah dengan melakukan kegiatan dakwah (amar ma’ruf nahi munkar) atau berpartispasi dalam

1

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar

BahasaIndonesia, (Jakarta:Balai Pustaka, 2005), h. 571.

2

S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: PT.Bumi Aksara), h. 73.

3

Djumhur.Moh. Surya, Bimbingaan dan Penyuluhan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1975), h.12.

4

WJS. Purwodarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), h.15.


(26)

kegiatan dakwah dengan semangat tinggi dalam bentuk sebuah perbuatan nyata untuk memecahkan persoalan-persoalan masyarakat. Persoalan-persoalan tersebut khususnya adalah dalam bidang pendidikan, sosial, ekonomi dan meningkatkan kesejahtraan ummat.

Jadi, kiprah dakwah adalah aktifitas yang berkaitan dengan segala kegiatan keagamaan. Seseorang yang sedang berkiprah dalam dakwah tentunya memiliki peran yang sangat penting untuk kemaslahatan dan kemajuan umat.

2. Pengertian Dakwah

Dakwah ditinjau dari segi bahasa berasal dari bahasa Arab dakwah dan kata da’a, yad’u yang berarti panggilan, ajakan, seruan. Seruan dan panggilan ini dilakukan dengan suara, kata-kata, atau perbuatan. Adapun yang dimaksud dengan ajakan atau seruan disini ialah usaha seorang da’i yang berusaha untuk

lebih dekat dan mengenal mad’unya untuk dituntun kepada jalan Allah SWT.5 Sedangkan menurut istilah, para ulama memberikan definisi yang bermacam-macam, antara lain :

a. Toha Yahya Umar mengatakan dalam bukunya “Islam dan Dakwah”, dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.6

b. Dalam bukunya “Ilmu Dakwah”, Dr. Moh. Ali Aziz menjelaskan bahwa dakwah adalah aktivitas dan upaya untuk mengubah manusia, baik

5

Muhammad Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2004), cetakan pertama. h.3.

6

H.M. Toha Yahya Omar, Islam dan Dakwah, (Jakarta: PT. AL Mawardi Prima, 2004), cetakan pertama, h.67.


(27)

18

individu maupun kolektif dari situasi yang tidak baik kepada situasi yang lebih baik. Sementara itu, dalam bahasa Islam dakwah adalah tindakan mengomunikasikan pesan-pesan Islam. Dakwah adalah istilah teknis yang pada dasarnya dipahami sebagai upaya untuk menghimbau orang lain kearah Islam.7

c. Menurut KH. A. Hasyim Muzadi, dakwah diartikan sebagai proses mengumpulkan manusia dalam kebaikan dan menunjukan mereka kepada jalan yang benar dengan cara amar ma’ruf nahi munkar.8

d. Moesa A. Machfoed dalam bukunya Filsafat Dakwah (Ilmu Dakwah dan Penerapannya) mendefinisikan dakwah yaitu sebagai panggilan. Tujuannya membangkitkan kesadaran manusia untuk kembali ke jalan Allah SWT. Upaya memanggil atau mengajak kembali manusia ke jalan Allah tersebut bersifat ekspansif, yaitu memperbanyak jumlah manusia yang berda di jalan-Nya.9

Pada hakikatnya, dakwah Islam merupakan aktualisasi imani yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman dalam bidang kemsayarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa, berfikir, bersikap dan tindakan manusia pada dataran kenyataan

7

Muhammad Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2004), cetakan pertama,

8

PP LDNU, Potret Gerakan Dakwah NU, (Jakarta: PP LDNU Publishing, 2007), cetakan pertama,h. 5.

9

A. Machfoed, Filsafat Dakwah “Ilmu Dakwah dan Penerapannya”, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2004), h. 15.


(28)

individual dan sosio-kultural dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan dengan menggunakan cara tertentu.10

Dakwah merupakan kewajiban yang diperintahkan oleh Allah SWT kepada seluruh hamba-Nya. Untuk itulah bahwa ajaran atau perintah dakwah merupakan bagian integral dalam Islam. Di samping dituntut untuk hidup secara Islami, kita juga dituntut untuk menyebarkan ajaran Islam ke seluruh umat manusia. Karena berkat dakwah pula nantinya agama Islam dapat menyebar dan diterima di mana-mana.

Dari penjelasan-penjelasan yang telah dipaparkan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa sangat sulit untuk memisahkan antara dakwah dengan Islam, karena Islam akan selalu maju dan berkembang lewat jalan dakwah. Oleh karena itu penulis memberikan kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan dakwah dalam Islam adalah usaha dan ajakan kepada manusia menuju kepada jalan kebenaran tanpa adanya paksaan dan sesuai dengan tuntunan al- Qur’an dan as- Sunnah.

Karena dakwah adalah upaya untuk menumbuhkan kecendrungan dan ketertarikan. Oleh karena itu dalam dakwah tidak hanya terbatas pada aktivitas lisan semata, akan tetapi mencakup seluruh aktivitas lisan ataupun perbuatan yang ditunjukan dalam rangka menumbuhkan kecendrungan dan ketertarikan terhadap Islam.

10

Amrullah Achmad, Dakwah Islam dan Perubaahan Sosial (Yogyakarta: Prima Duta Yogyakarta, 1983), cetakan pertama, h. 32.


(29)

20

B. Unsur-Unsur Dakwah 1. Tujuan Dakwah

Dakwah merupakan aktivitas yang sangat penting dalam Islam. Dengan dakwah, Islam dapat tersebar dan diterima oleh manusia. Sebaliknya, tanpa dakwah Islam akan semakin jauh dari masyarkat dan selanjutnya akan lenyap dari permukaan bumi. Dalam kehidupan masyarakat, dakwah berfungsi menata kehidupan yang agamis menuju terwujudnya masyarakat yang harmonis dan bahagia. Ajaran Islam yang disiarkan melalui dakwah dapat menyelamatkan manusia dan masyarakat pada umumnya dari hal-hal yang dapat membawa pada kehancuran.11 Untuk itu anjuran berdakwah bagi semua kaum muslim tidak lain agar menjadi hamba Allah yang selaras dengan perintah dan tuntunan-Nya.

Tujuan merupakan pernyataan bermakna, keinginan yang dijadikan pedoman manajemen puncak organisasi untuk meraih hasil tertentu atas kegiatan yang dilakukan dalam dimensi waktu tertentu.dalam tujuan memiliki target-target tertentu dan dalam waktu yang bisa diperkirakan. Begitupun dengan dakwah, dakwah Islam tentunya mempunyai orientasi-orientasi tertentu yang akan dicapai.

Dakwah Islam merupakan suatu bentuk dakwah yang harus mempunyai tujuan untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat luas. Kesadaran disini dapat dibagi dan dimaknai menjadi tiga bagian, yaitu :

a. Sebagai penyadarkan manusia untuk mengenal tuhan mereka yang sebenarnya, yaitu Allah SWT. Serta membimbing mereka agar menyembah hanya kepada-Nya.

11

Muhammad Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2004), cetakan pertama, h. 37.


(30)

b. Menyadarkan manusia bahwa Islam mengajarkan sikap berserah diri serta tunduk dan patuh kepada Allah SWT dengan melepaskan diri dari segala bentuk penuhanan kepada selain Allah SWT.

c. Menyadarkan bahwa apa yang diperintahkan dan dilarang oleh Allah SWT semata-mata adalah untuk kebaikan dan kemaslahatan kehidupan di dunia dan akhirat.

Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan utama dan tujuan akhir dakwah yakni terwujudnya individu dan masyarakat yang menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dalam segala aspek kehidupannya. Serta mereka dapat menanamkan nilai-nilai yang dapat mendatangkan kebahagiaan dam kesejahtraan yang diridhoi oleh Allah SWT.

2. Materi Dakwah

Berdakwah bukan mengajak dan menyeru secara asal tanpa dilandasi sumber-sumber yang benar dan dapat dipercaya. Berdakwah adalah proses yang terencana. Untuk itulah seorang dai sebaiknya dan seharusnya mempunyai materi dakwah yang sudah terpola dan tepat untuk sasaran dakwahnya. Materi dakwah adalah masalah isi pesan atau materi yang disampaikan dalam berdakwah. Dalam hal ini materi yang disampaikan tentu saja ajaran Islam itu sendiri.12

Materi dakwah yang sesungguhnya adalah al-Qur’an dan as-Sunnah.

al-Qur’an merupakan sumber materi pokok, dan as-Sunnah merupakan penjelas daripada al-Qur’an. al-Qur’an merupakan wahyu Allah SWT yang mutlak

12

Najamuddin, Metode Dakwah Menurut Al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008).h. 24.


(31)

22

kebenarannya dan dijaga sendiri oleh Allah akan keutuhannya, keasliannya dan keakuratannya. Sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya :







Artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya(Q.S.al_Hijr:9)

Ayat Ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian al-Quran selama-lamanya. Sebagai pedoman hidup manusia, al-Qur’an mengandung secara lengkap tentang petunjuk, pedoman, hukum, sejarah, keyakinan, peribadatan, politik, ekonomi, sosial, hingga hal teknologi. Maka dengan segala kesempurnaannya tersebut, al-Qur’an mutlak menjadi dalil utama dalam materi yang disampaikan kepada objek dakwahnya.13

Sedangkan sumber materi dakwah yang juga mutlak untuk dijadikan pedoman dalam berdakwah adalah as-Sunnah. as-Sunnah adalah ucapan, tingkah laku atau sikapnya, maupun akhlak mulia Rasulullah SAW yang wajib dijadikan pedoman hidup.

Kedua sumber inilah yang menjadi materi pokok dalam berdakwah. Sebab, sejatinya al-Qur’an dan as-Sunnah adalah obor bagi umat manusia di tengah-tengah kegelapan agar tidak terperosok dalam jurang kesesatan.14

Pada dewasa ini, materi-materi yang disajikan cenderung dikaitkan dengan kehidupan kemasyarakatan. Pada dasarnya materi-materi tersebut dapat tercemin dalam beberapa hal, yaitu:

13

Rahmat Semesta, Metode Dakwah,(Jakarta: Prenada Media, 2003), h,20.

14

Najamuddin, Metode Dakwah Menurut Al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008).h. 25.


(32)

a. Materi dakwah harus disesuaikan dengan adat dan tradisi penerima dakwah.

b. Materi dakwah sesuai dengan masalah-masalah kontemporer.

c. Materi dakwah harus mampu menjadi cerminan bahwa Islam adalah agama rahmatan lil alamin.

d. Materi dakwah sebaiknya juga mencakup sejarah hidup para sahabat nabi, para ulama yang baik, para tokoh pemimpin yang bisa menginspirasi para

mad’u, serta pengalaman-pengalaman baik yang dijumpai seorang da’i dalam perjalanan dakwahnya.

3. Subjek dan Objek Dakwah

Berbicara mengenai dakwah, maka di dalamnya juga akan membahas subjek dan objek dakwah. Karena kedua komponen ini merupakan satu rangkaian dalam perjalanannya, kedua komponen tersebut terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Da’i (Subjek)

Yang dimaksud da’i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan maupun tulisan ataupun perbuatan dan baik secara individu, kelompok atau berbentuk organisasi atau lembaga. Adapun pengertian da’i secara umum adalah

orang yang mengajak, menyeru, memanggil, dan mengundang mad’u untuk

mengikuti perintah Allah SWT.

Sedangkan pengertian da’i menurut para pakar dalam bidang dakwah,


(33)

24

1) Definisi da’i menurut Nasaruddin Lathif adalah seorang muslim dan muslimat yang menjadikan dakwah sebagai suatu amaliah pokok bagi

tugas ulama. da’i juga sebagai juru penerang yang menyeru, mengajak dan

member pengajaran dan pelajaran agama Islam.15

2) M. Natsir mengatakan bahwa da’i adalah pembawa dakwah yang memperingatkan atau memanggil supaya memilih, yaitu memilih jalan yang membawa pada keuntungan.16

Secara fungsional da’i adalah pemimpin, yakni yang memimpin

masyarakat dalam mengembalikan pada potensi kepemimpinan masyarakat untuk menuju jalan yang sesuai dengan ajaran Islam.17 Da’i merupakan unsur yang fundamental dan menentukan berhasil atau tidaknya proses dakwah. Oleh

karenanya, seorang da’i sudah seyogyanya memiliki sifat kepemimpinan

(Leadership). Kepemimpinan bagi seorang da’i adalah sebagai seni untuk memengaruhi manusia, yang merupakan kepandaian mengatur orang lain. Dengan bakat dan keterampilan kepemimpinan tersebut sangat berguna dalam menjalankan tugasnya mengembangkan diri dan materi ketika berhadapan dengan

mad’u.

Seorang da’i harus mengenal objek dakwahnya, yang meliputi pemikiran,

persepsi, problematika, lingkungan, dan kesulitan-kesulitan objek dakwahnya.

15

HMS. Nasaruddin Lathief, Teori dan Praktek Dakwah, (Jakarta, Bulan Bintang, 1974), h.162.

16

M.Natsir, Fiqhud Dakwah, (Jakarta, Dewan Islamiyah Indonesia), h.25.

17


(34)

Karena seorang da’i bagaikan dokter yang pandai dan bijaksana serta mengetahui

penyakit dan mengetahui cara bagaimana mengatasinya.18

Permasalahan di atas sangat berkaitan sekali dengan teori psikologi komunikator atau kejiwaan seorang komunikator ketika berinteraksi dengan

komunikan atau mad’u. ada beberapa teori yang berkaitan dengan hal ini, yakni: 1) Teorinya Aristoteles yang menyebut karakter komunikator itu sebagai ethos. Sedangkan ethos terdiri dari pikiran baik, akhlak yang baik dan juga maksud yang baik sorang komunikator ketika berinteraksi dengan

komunikan atau mad’u bagi seorang da’i.

2) Teori prior ethos yang menjelaskan tentang hal-hal apa saja yang

memengaruhi persepsi komunikan atau mad’u tentang seorang

komunikator atau da’i dalam hal ini ia melakukan komunikasinya atau sebelum ia berinteraksi.

3) Teori intrinsic ethos yakni teori yang menjelaskan tentang ketertarikan seorang komunikan terhadap seorang komunikator setelah ia berkomunikasi dengan komunikator karena cara berbicaranya dan pemilihan kata-katanya, isi yang disampaikannya dan juga kedalam uraian materi yang disampaikannya.19

b. Mad’u (Objek)

Salah satu unsur penting lainnya dalam komponen dakwah adalah mad’u atau masyarakat yang akan didakwahi. Mereka adalah orang-orang yang akan

18

Sa’ad Wahf al-Qathani, Menjadi Da’i Yang Sukses, (Jakarta: Qisthi Press, 2005), h .91.

19

Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya), h. 255-259.


(35)

26

diseru, dipanggil atau diundang. Maksudnya adalah orang yang diajak kedalam Islam.20

Salah satu makna berdakwah adalah menempatkan manusia sesuai dengan kadar yang telah ditetapkan Allah. Keragaman karakteristik manusia merupakan warna-warni dalam berdakwah. Untuk itulah sebagai da’i harus mampu menempatkan sasaran dakwahnya dengan tepat.

Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa sasaran atau objek dakwah ialah manusia, baik dirinya sendiri maupun orang lain. Sebab agama Islam diturunkan oleh Allah SWT bukan hanya untuk sekelompok manusia, akan tetapi untuk

seluruh umat manusia termasuk da’i itu sendiri.

Mad’u adalah mitra dakwah yang terdiri dari berbagai macam golongan

manusia.oleh karena itu menggolongkan mad’u sama halnya menggolongkan manusia itu sendiri dari berbagai aspek. Penggolongan mad’u tersebut antara lain

sebagai berikut :

1) Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi sosiologis berupa masyarakat terasing, pedesaan, kota besar dan kecil, serta masyarakat di daerah masyarakat marjinal dari kota besar.

2) Sasaran yang berupa kelompok-kelompok masyarakat dilihat dari segi struktur kelembagaan berupa masyarakat pemerintahan dan keluarga. 3) Sasaran yang berupa kelompok masyarakat dilihat dari segi sosial budaya berupa golngan priyai, abangan dan santri. Klasifikasi ini terutama terdapat dalam masyarakat jawa.

20

Najamuddin, Metode Dakwah Menurut Al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008), h. 2.


(36)

4) Sasaran yang berhubungan dengan golongan dilihat dari segi tingkat kehidupan sosial ekonomi berupa golongan orang kaya, menengah dan miskin.

5) Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi pekerjaan berupa golongan petani, pedagang, seniman, buruh, pegawai-pegawai negeri dan sebagainya.

6) Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi jenis kelamin, berupa golongan wanita dan pria.

7) Sasaran yang berhubungan dengan golongan dilihat dari segi khusus berupa golongan masyarakat tuna susila, tuna wisma, tuna karya, narapidana dan sebagainya.21

Mengenal dan memahami strata mad’u manusia dalam berdakwah sangatlah penting, karena dakwah tanpa mengenal mad’u ibarat sayur tanpa garam

yang rasanya hambar dan tidak mengenakan. Rasulullah SAW bersabda yang

artinya : “Berbicaralah kepada manusia menurut kadar kecerdasan mereka”

(HR.Muslim)

Jadi, subjek dan objek dakwah sangat berkaitan satu sama lain. Dimana

mad’u sebagai salah satu unsur utama yang sangat penting dalam menentukan

berhasil atau tidaknya proses dakwah.

21


(37)

28

4. Metode Dakwah

Metode berasal dari dua bahasa yunani, yaitu: “meta” (melalui) dan

hodos” (jalan, cara). Maka metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Dalam bahasa Jerman metode berasal dari kata

methodica” artinya adalah ajaran tentang metode. Sedangkan dalam bahasa Arab, metode berasal dari kata “thariq” yang artinya jalan. Sehingga metode adalah cara

yang telah diatur dan memulai proses untuk mencapai suatu maksud.22

Metode adalah suatu cara yang bisa ditempuh atau cara yang ditentukan secara jelas untuk mencapai dan menyelesaikan suatu tujuan. Sedangkan dakwah adalah cara yang digunakan subjek dakwah untuk menyampaikan materi dakwah. Metode dakwah dapat juga disebut sebagai alat yang dipergunakan oleh seorang

da’i untuk menyampaikan materi dakwahnya dengan serentetan kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu.

Maka dari itu, kejelian dan kebijakan juru dakwah dalam memilih dan memakai metode itu sangat memengaruhi kelancaran dan keberhasilan dakwah. Pada umumnya bahasan tentang metode dakwah itu merujuk pada surat An-Nahl ayat 125 yang berbunyi :











Artinya : Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya

22


(38)

Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

QS. An-Nahl : 125)

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa metode dakwah ada tiga hal, yaitu: Hikmah, Mau’izatul hasanah dan Mujadallah. Semua metode yang ada dalam ilmu dakwah merupakan cabang dari ketiga metode di atas.

a. Hikmah, yaitu berdakwah dengan memperhatikan situasi dan kondisi sasaran dakwah dengan menitikberatkan pada kemampuan mereka, sehingga dalam menjalankan ajaran-ajaran Islam selanjutnya, mereka tidak lagi merasa terpaksa atau keberatan.

b. Mau’izatul hasanah, yaitu berdakwah dengan memberikan nasihat-nasihat atau menyampaikan ajaran-ajaran Islam dengan rasa kasih sayang, sehingga nasihat dan ajaran Islam yang disampaikan itu menyentuh hati mereka.

c. Mujadalah, yaitu berdakwah dengan cara bertukar pikiran dan membantah dengan cara yang sebaik-baiknya dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat dan tidak memberikan tekanan-tekanan

kepada mad’unya sehingga tidak melahirkan permusuhan nantinya.23 Namun dakwah secara umum dibagi menjadi tiga. Yaitu : dakwah bil lisan, dakwah bil qolam, dan dakwah bil hal.

a. Dakwah bil lisan : secara bahasa dakwah bil lisan berarti dakwah dengan menggunakan ucapan. Adapun secara istilah, dakwah bil lisan adalah

23


(39)

30

memanggil, menyeru ke jalan Allah SWT. Dakwah jenis ini adalah penyampaian informasi atau pesan dakwah melalui lisan. contohnya :

1) Metode Ceramah : Ceramah adalah suatu teknik atau metode dakwah yang banyak diwarnai oleh karakteristik bicara seorang

da’i pada suatu aktifitas dakwah.

2) Percakapan antar pribadi : Percakapan pribadi atau individual conference adalah percakapan bebas antara seorang da’i dengan individu-individu sebagai sasaran dakwahnya.

3) Debat : Metode debat pada dasarnya adalah untuk mencari suatu kebenaran dari apa yang telah diajarkan Islam secara baik dan benar, dan bukan untuk mencari kemenangan

4) Diskusi : Metode diskusi ini dimaksudkan untuk merangkai objek dakwah agar berpikir dan mengeluarkan pendapatnya serta ikut menyumbangkan ide-ide dalam kemungkinan-kemungkinan jawaban dari pemecahan masalah.

b. Dakwah bil qolam : metode dakwah ini menggunakan keterampilan tulis menulis. Dakwah dengan metode ini mempunyai kelebihan tersendiri. Yaitu dapat dimanfaatkan dalam waktu yang lebih lama serta jangkauannya lebih luas. Karena sebuah karya akan terus bermanfaat dan tidak akan musnah sekalipun penulisnya telah wafat.

c. Dakwah Bil hal : istilah dakwah bil hal dipergunakan untuk merujuk kegiatan dakwah melalui aksi atau tindakan atau perbuatan nyata. Metode ini merupakan sebuah kerangka kerja kongkret dalam melaksanakan setiap


(40)

kerja dakwah dalam masyarakat, sehingga akan lebih efektif jika ditunjang dengan konsep yang matang. Dakwah ini lebih berorientasi pada pengembangan masyarakat.24

Dari banyak model, cara ataupun metode dakwah yang dikemukakan oleh para ahli. Di dalamnya terdapat pula wacana tentang metode pendekatan dakwah struktural dan kultural.

Menurut Muhammad Sulthon, dakwah dapat dikategorisasikan berdasarkan dua pendekatan, pendekatan struktural dan kultural. Sesuatu dapat dikategorisasikan sebagai dakwah struktural jika betul-betul berdakwah secara intensif mengupayakan ajaran Islam mengejawantah di struktur pemerintah. Untuk itu, kecenderungan dakwah ini sering kali mengambil bentuk dan masuk kedalam kekuasaan, terlibat dalam proses eksekutif, yudikatif, dan legislatif serta bentuk-bentuk struktur sosial kenegaraan lainnya. Dengan demikian aktifitas dakwah ini banyak memanfaatkan struktur sosial, politik, ekonomi maupun lainnya.25

Sedangkan menurut Masnun Thahir, Islam struktural adalah pendekatan dakwah di mana dalam pendekatan ini memandang proses islamisasi dilakukan secara legal formal melalui struktur kelembagaan. Karena proses islamisasi ini dilakukan secara legal formal maka untuk melakukannya membutuhkan bantuan

24

M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 1997), cetakan kedua, h. 34.

25

Muhammad Sulthon, Desain Ilmu Dakwah, (Yogyakarta: Pustaka Remaja, 2003), h.23.


(41)

32

dari berbagai perangkat sturktural. Jika kita berbicara dalam tataran negara, maka perangkat tersebut adalah parlemen.26

Sedangkan dakwah kultural diartikan sebagai dakwah yang melakukan pendekatan terhadap kultur budaya masyarakat atau dakwah dengan memperhatikan potensi dan kecenderungan masyarakat setempat. Dalam artian yang luas dakwah kultural dipahami sebagai kegiatan dakwah yang memperhatikan kombinasi yang harmonis antara nilai-nilai Islam dengan kebiasaan masyarakat. Sehingga dakwah ini dipandang dapat mengurangi benturan-benturan saat penyebaran Islam.27 Dalam pengertian khusus, dakwah kultural adalah kegiatan dakwah dengan memperhatikan, memperhitungkan dan memanfaatkan adat istiadat, seni, dan budaya lokal yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Selanjutnya yang disebut dengan Islam Kultural menurut Masnun Thahir adalah adalah sebuah upaya pendekatan dakwah tidak melalui struktur legal formal. Melainkan proses islamisasi secara kultural yaitu proses dakwah dengan mengakulturasi budaya lokal. Diharapkan dengan melalui pendekataan budaya ini akan mampu menggerakkan perubahan masyarakat (the society aimed movement).28

Dari kedua metode pendekatan tersebut, penulis tidak mengartikan keduanya kepada pengertian struktural sebagai sebuah pembentukan negara Islam,

26

Masnun Thahir, Tulisan Dalam Jurnal Istiqra, Nomor 01, 2007. h. 174

27

Syamsul Hidayat, Dakwah Kultural dan Pemurnian Ajaran Islam, (Yogyakarta: LSB PP Muhammadiyah, 2002), h. 38

28

Masnun Thahir, Tulisan Dalam Jurnal Istiqra, Nomor 01, 2007. h. 174


(42)

dan kultural sebagai pemisah antara Islam dan politik. Ataupun mengartikan ini dengan problematika boleh atau tidaknya Islam berpolitik.

Bahtiar Efendy mengatakan, tidak ada satu pun pengertian khusus mengenai politik Islam atau sebaliknya. Karena masing-masing pemikir dan pelaku tidak mempunyai satu rumusan tunggal mengenai hal tersebut yang dapat diterima secara universal.29

Untuk itulah fokus penelitian ini adalah bagaimana melihat kiprah dakwah

seorang da’i selama berkarir di lingkup birokrasi kekuasaan. Senada dengan ini,

penulis mengutip pendapat Ibnu Khaldun, bahwa dalam bermasyarakat manusia memerlukan seorang pemimpin yang berkuasa. Dengan kekuasaan itu ia dapat melaksanakan tugasnya dalam masyarakat secara efektif. Jika penguasa itu mengajak kebaikan kepada jalan Allah SWT, maka pemimpin dan rakyatnya akan sama-sama mendapatkan pahala”30. Itulah alasan mengapa berdakwah dalam lingkup kekuasaan juga menjadi penting.

5. Media Dakwah

Perkembangan ajaran Islam ke seluruh penjuru dunia tidak terlepas dari berkembangnya media sebagai suatu sarana dakwah. Ayat-ayat suci Al-Quran pada mulanya diajarkan Rasulullah kepada para sahabat dengan metode melafalkan langsung dan menghafalkannya. Hingga pada akhirnya Khalifah Usman bin Affan yang kemudian memerintahkan untuk mencatat Al-Quran dalam

29

Tulisan Bachtiar Efendy Pada Buku, Problematika Politik Islam, (Jakarta : PT. Grasindo, 2002), h. 158.

30

Abu Ridha, Islam Dan Politik Mungkinkah Bersatu?, ( Bandung : Syaamil Cipta Media, 2004), h. 130.


(43)

34

sebuah mushaf yang kemudian sering kita kenal sebagai Al-Quran yang ada sekarang.

Media adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan sebagai alat atau perantara untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan demikian media dakwah adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan secara efektif.

Di zaman modern sekarang ini, dakwah semestinya menyesuaikan situasi dan kondisi yang semakin berubah ke arah yang lebih maju. Juru dakwah dituntut untuk semakin kreatif dan efisien dalam pelaksanaan dakwah. Tidak hanya asal dalam melaksanakan dakwah, karena nantinya akan berdampak tidak baik terhadap hasil dakwahnya.

Pada dasarnya, pesatnya perkembangan media massa dewasa ini merupakan fenomena yang sehat, selama sejalan dengan semangat mengembangkan sistem komunikasi yang relevan dengan globalisasi informasi dan komunikasi. Islam sendiri tidak melarang penggunaan teknologi informasi sepanjang dapat meningkatkan produktivitas kesalehan sosial dan nilai dalam upaya pengabdian seorang hamba kepada tuhannya.

Untuk itulah, disamping keberhasilan suatu dakwah itu ditentukan oleh seorang dai, tetapi media atau sarana dakwah juga berperan penting dalam hal ini. Jika dilihat dari sifatnya, media dakwah itu dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu:

a. Media tradisional, yaitu media dakwah yang berbentuk pertunjukan sebuah pentas tradisi budaya yang dipentaskan di depan umum. Seperti


(44)

misalnya pada abad ke-15 Sunan Kalijaga menambahkan cerita-cerita Islami dalam pertunjukan wayang kulitnya.

b. Media modern, yaitu media dakwah yang berbentuk kekinian. Seperti media massa dan sosial media lainnya.31 Karena keduanya kini memiliki kontribusi dan partisipasi yang sangatlah besar bagi perkembangan dakwah Islamiyah. Seperti mendigitalisasi literatur-literatur Islam sehingga bisa dinikmati oleh banyak pihak

6. Pengertian Birokrasi

Menurut Max Weber, birokrasi adalah suatu mekanisme sosial yang memaksimumkan efisiensi dan juga sebagai suatu bentuk organisasi sosial yang memiliki ciri khas. Ciri khas tersebut adalah :

a. Ada hirarki jabatan yang jelas.

b. Fungsi-fungsi jabatan ditentukan secara tegas. c. Para pejabat diangkat berdasarkan suatu kontrak. d. Diangkat berdasarkan kualifikasi kualitas professional. e. Memiliki gaji dan biasanya memiliki hak-hak pensiun.

f. Terdapat suatu srtruktur karir, dan promosi dimungkinkan berdasarkan senioritas maupun keahlian.

g. Pos jabatan adalah lapangan kerjanya sendiri atau lapangan kerja pokoknya. h. Tunduk pada sistem dan kontrol yang seragam.32

31

Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah, ( Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h.163.

32


(45)

36

Menurut Kamus Besar Bahas Indonesia (KBBI), birokrasi dapat dijelaskan menjadi dua definisi :

1. Birokrasi didefinisikan sebagai sistem pemerintahan yang dijalankan oleh seorang pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hirarki dan jenjang jabatan.

2. Birokrasi adalah sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai bayaran yang tidak dipilih oleh rakyat, cara pemerintahannya dikuasai oleh pegawai negeri dan cara kerjanya menurut aturan dan berliku-liku.33

Sedangkan menurut Prajudi Atmosudirjo, birokrasi mempunyai tiga arti.

Pertama, birokrasi adalah organisasi sekelompok pejabat-pejabat sejenis tertentu yang bekerja sama secara ketat. Kedua, birokrasi adalah sistem atau tata kerja kaku, impersonal, dan tidak boleh menyimpang dari peraturan yang berlaku.

Ketiga, birokrasi adalah status jabatan yang terikat pada kesepakatan kerja, kerahasiaan dan kejujuran pada organisasi.34

33

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), h. 245

34


(46)

16

A. Kiprah Dakwah 1. Pengertian Kiprah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologi kiprah adalah kegiatan. Sedangkan berkiprah adalah melakukan kegiatan atau berpartisipasi dengan semangat tinggi atau bergerak, berusaha di sebuah bidang tertentu1. Sedangkan menurut S. Nasution kiprah adalah suatu konsekuensi atau akibat kedudukan atau status seseorang. Sehingga dari kedudukannya tersebut dapat terlihat bagaimana kiprahnya.2

Menurut Djumhur, kiprah dapat diartikan sebagai suatu pola tingkah laku tertentu yang merupakan ciri khas dari suatu pekerjaan atau jabatan tertentu.3

WJS. Purwodarminta mengartikan kata kiprah dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia sebagai tindakan, aktifitas, kemampuan kerja, reaksi, cara pandang seseorang terhadapa ideologi atau institusinya.4

Berkiprah tidak jauh berbeda dengan beraktifitas, namun bedanya di sini berkiprah adalah melakukan kegiatan atau berpartisipasi dalam kegiatan dengan semangat tinggi dan lebih tinggi dari hanya sekedar beraktifitas.

Sedangkan kiprah dakwah menurut Mahmud Yunus adalah dengan melakukan kegiatan dakwah (amar ma’ruf nahi munkar) atau berpartispasi dalam

1

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar

BahasaIndonesia, (Jakarta:Balai Pustaka, 2005), h. 571.

2

S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: PT.Bumi Aksara), h. 73.

3

Djumhur.Moh. Surya, Bimbingaan dan Penyuluhan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1975), h.12.

4

WJS. Purwodarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), h.15.


(47)

17

kegiatan dakwah dengan semangat tinggi dalam bentuk sebuah perbuatan nyata untuk memecahkan persoalan-persoalan masyarakat. Persoalan-persoalan tersebut khususnya adalah dalam bidang pendidikan, sosial, ekonomi dan meningkatkan kesejahtraan ummat.

Jadi, kiprah dakwah adalah aktifitas yang berkaitan dengan segala kegiatan keagamaan. Seseorang yang sedang berkiprah dalam dakwah tentunya memiliki peran yang sangat penting untuk kemaslahatan dan kemajuan umat.

2. Pengertian Dakwah

Dakwah ditinjau dari segi bahasa berasal dari bahasa Arab dakwah dan kata da’a, yad’u yang berarti panggilan, ajakan, seruan. Seruan dan panggilan ini dilakukan dengan suara, kata-kata, atau perbuatan. Adapun yang dimaksud dengan ajakan atau seruan disini ialah usaha seorang da’i yang berusaha untuk

lebih dekat dan mengenal mad’unya untuk dituntun kepada jalan Allah SWT.5 Sedangkan menurut istilah, para ulama memberikan definisi yang bermacam-macam, antara lain :

a. Toha Yahya Umar mengatakan dalam bukunya “Islam dan Dakwah”, dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.6

b. Dalam bukunya “Ilmu Dakwah”, Dr. Moh. Ali Aziz menjelaskan bahwa dakwah adalah aktivitas dan upaya untuk mengubah manusia, baik

5

Muhammad Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2004), cetakan pertama. h.3.

6

H.M. Toha Yahya Omar, Islam dan Dakwah, (Jakarta: PT. AL Mawardi Prima, 2004), cetakan pertama, h.67.


(48)

individu maupun kolektif dari situasi yang tidak baik kepada situasi yang lebih baik. Sementara itu, dalam bahasa Islam dakwah adalah tindakan mengomunikasikan pesan-pesan Islam. Dakwah adalah istilah teknis yang pada dasarnya dipahami sebagai upaya untuk menghimbau orang lain kearah Islam.7

c. Menurut KH. A. Hasyim Muzadi, dakwah diartikan sebagai proses mengumpulkan manusia dalam kebaikan dan menunjukan mereka kepada jalan yang benar dengan cara amar ma’ruf nahi munkar.8

d. Moesa A. Machfoed dalam bukunya Filsafat Dakwah (Ilmu Dakwah dan Penerapannya) mendefinisikan dakwah yaitu sebagai panggilan. Tujuannya membangkitkan kesadaran manusia untuk kembali ke jalan Allah SWT. Upaya memanggil atau mengajak kembali manusia ke jalan Allah tersebut bersifat ekspansif, yaitu memperbanyak jumlah manusia yang berda di jalan-Nya.9

Pada hakikatnya, dakwah Islam merupakan aktualisasi imani yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman dalam bidang kemsayarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa, berfikir, bersikap dan tindakan manusia pada dataran kenyataan

7

Muhammad Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2004), cetakan pertama,

8

PP LDNU, Potret Gerakan Dakwah NU, (Jakarta: PP LDNU Publishing, 2007), cetakan pertama,h. 5.

9

A. Machfoed, Filsafat Dakwah “Ilmu Dakwah dan Penerapannya”, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2004), h. 15.


(49)

19

individual dan sosio-kultural dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan dengan menggunakan cara tertentu.10

Dakwah merupakan kewajiban yang diperintahkan oleh Allah SWT kepada seluruh hamba-Nya. Untuk itulah bahwa ajaran atau perintah dakwah merupakan bagian integral dalam Islam. Di samping dituntut untuk hidup secara Islami, kita juga dituntut untuk menyebarkan ajaran Islam ke seluruh umat manusia. Karena berkat dakwah pula nantinya agama Islam dapat menyebar dan diterima di mana-mana.

Dari penjelasan-penjelasan yang telah dipaparkan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa sangat sulit untuk memisahkan antara dakwah dengan Islam, karena Islam akan selalu maju dan berkembang lewat jalan dakwah. Oleh karena itu penulis memberikan kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan dakwah dalam Islam adalah usaha dan ajakan kepada manusia menuju kepada jalan kebenaran tanpa adanya paksaan dan sesuai dengan tuntunan al- Qur’an dan as- Sunnah.

Karena dakwah adalah upaya untuk menumbuhkan kecendrungan dan ketertarikan. Oleh karena itu dalam dakwah tidak hanya terbatas pada aktivitas lisan semata, akan tetapi mencakup seluruh aktivitas lisan ataupun perbuatan yang ditunjukan dalam rangka menumbuhkan kecendrungan dan ketertarikan terhadap Islam.

10

Amrullah Achmad, Dakwah Islam dan Perubaahan Sosial (Yogyakarta: Prima Duta Yogyakarta, 1983), cetakan pertama, h. 32.


(50)

B. Unsur-Unsur Dakwah 1. Tujuan Dakwah

Dakwah merupakan aktivitas yang sangat penting dalam Islam. Dengan dakwah, Islam dapat tersebar dan diterima oleh manusia. Sebaliknya, tanpa dakwah Islam akan semakin jauh dari masyarkat dan selanjutnya akan lenyap dari permukaan bumi. Dalam kehidupan masyarakat, dakwah berfungsi menata kehidupan yang agamis menuju terwujudnya masyarakat yang harmonis dan bahagia. Ajaran Islam yang disiarkan melalui dakwah dapat menyelamatkan manusia dan masyarakat pada umumnya dari hal-hal yang dapat membawa pada kehancuran.11 Untuk itu anjuran berdakwah bagi semua kaum muslim tidak lain agar menjadi hamba Allah yang selaras dengan perintah dan tuntunan-Nya.

Tujuan merupakan pernyataan bermakna, keinginan yang dijadikan pedoman manajemen puncak organisasi untuk meraih hasil tertentu atas kegiatan yang dilakukan dalam dimensi waktu tertentu.dalam tujuan memiliki target-target tertentu dan dalam waktu yang bisa diperkirakan. Begitupun dengan dakwah, dakwah Islam tentunya mempunyai orientasi-orientasi tertentu yang akan dicapai.

Dakwah Islam merupakan suatu bentuk dakwah yang harus mempunyai tujuan untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat luas. Kesadaran disini dapat dibagi dan dimaknai menjadi tiga bagian, yaitu :

a. Sebagai penyadarkan manusia untuk mengenal tuhan mereka yang sebenarnya, yaitu Allah SWT. Serta membimbing mereka agar menyembah hanya kepada-Nya.

11

Muhammad Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2004), cetakan pertama, h. 37.


(51)

21

b. Menyadarkan manusia bahwa Islam mengajarkan sikap berserah diri serta tunduk dan patuh kepada Allah SWT dengan melepaskan diri dari segala bentuk penuhanan kepada selain Allah SWT.

c. Menyadarkan bahwa apa yang diperintahkan dan dilarang oleh Allah SWT semata-mata adalah untuk kebaikan dan kemaslahatan kehidupan di dunia dan akhirat.

Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan utama dan tujuan akhir dakwah yakni terwujudnya individu dan masyarakat yang menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dalam segala aspek kehidupannya. Serta mereka dapat menanamkan nilai-nilai yang dapat mendatangkan kebahagiaan dam kesejahtraan yang diridhoi oleh Allah SWT.

2. Materi Dakwah

Berdakwah bukan mengajak dan menyeru secara asal tanpa dilandasi sumber-sumber yang benar dan dapat dipercaya. Berdakwah adalah proses yang terencana. Untuk itulah seorang dai sebaiknya dan seharusnya mempunyai materi dakwah yang sudah terpola dan tepat untuk sasaran dakwahnya. Materi dakwah adalah masalah isi pesan atau materi yang disampaikan dalam berdakwah. Dalam hal ini materi yang disampaikan tentu saja ajaran Islam itu sendiri.12

Materi dakwah yang sesungguhnya adalah al-Qur’an dan as-Sunnah.

al-Qur’an merupakan sumber materi pokok, dan as-Sunnah merupakan penjelas daripada al-Qur’an. al-Qur’an merupakan wahyu Allah SWT yang mutlak

12

Najamuddin, Metode Dakwah Menurut Al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008).h. 24.


(52)

kebenarannya dan dijaga sendiri oleh Allah akan keutuhannya, keasliannya dan keakuratannya. Sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya :

















Artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya(Q.S.al_Hijr:9)

Ayat Ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian al-Quran selama-lamanya. Sebagai pedoman hidup manusia, al-Qur’an mengandung secara lengkap tentang petunjuk, pedoman, hukum, sejarah, keyakinan, peribadatan, politik, ekonomi, sosial, hingga hal teknologi. Maka dengan segala kesempurnaannya tersebut, al-Qur’an mutlak menjadi dalil utama dalam materi yang disampaikan kepada objek dakwahnya.13

Sedangkan sumber materi dakwah yang juga mutlak untuk dijadikan pedoman dalam berdakwah adalah as-Sunnah. as-Sunnah adalah ucapan, tingkah laku atau sikapnya, maupun akhlak mulia Rasulullah SAW yang wajib dijadikan pedoman hidup.

Kedua sumber inilah yang menjadi materi pokok dalam berdakwah. Sebab, sejatinya al-Qur’an dan as-Sunnah adalah obor bagi umat manusia di tengah-tengah kegelapan agar tidak terperosok dalam jurang kesesatan.14

Pada dewasa ini, materi-materi yang disajikan cenderung dikaitkan dengan kehidupan kemasyarakatan. Pada dasarnya materi-materi tersebut dapat tercemin dalam beberapa hal, yaitu:

13

Rahmat Semesta, Metode Dakwah,(Jakarta: Prenada Media, 2003), h,20.

14

Najamuddin, Metode Dakwah Menurut Al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008).h. 25.


(1)

6. Bagaimana cara pendekatan atau metode bapak dalam memasukan unsur dakwah dalam lingkup kekuasaan ?

Pendekatan saya dalam berdakwah di kekuasaan saya bagi menjadi tiga bagian :

 Dakwah struktural : Dalam sebuah kekuasaan tentu ada institusinya. Maka saya melakukan dakwah secara institusional kelembagaan. Jadi intinya adalaha saya mendakwahi semua yang ada di institusi atau antar institusi tersebut.

 Dakwah personal ; adalah model dakwah dengan melakukan pendekatan kepada personal, terutama para pemegang otoritas. Di sinilah dibutuhkan kepiawaian kapasitas diri. Caranya adalah membuat para pemimpin tadi punya ketergantungan terhadap saya. Ketergantungan di sini adalah ketergantungan dalam penugasan. Misalnya, saya selalu ditugaskan membuat naskah pidato para pimpinan. Di situlah saya memasukan unsur-unsur dakwah dalam naskah pidato.

 Dakwah sinkronisasi/adaptasi : model ini adalah dakwah yang menjembatani komunikasi yang baik antara pemimpin dengan rakyat.

7. Mengapa Presiden SBY ketika itu memilih bapak sebagai sekretaris pribadinya ?

 Bermula pada tahun1996 ketika saya lulus Sesko angkatan 33 dan menjadi salah satu lulusan terbaik. kemudian saya ditugaskan untuk menjadi staf di Sospol Mabes ABRI. Ketika itu kebetulaan pak SBY baru saja pindah dari Pangdam II/ Sriwijaya menjadi Kasospol Mabes ABRI.

Disilah saya pertama kali bertemu dengan pak SBY. Sehubungan jabatan saya sebagai staf yang banyak bergelut dengan produk tulisan mengenai kebijakan, maka saya sering bertemu pak SBY. Dengan munculnya embrio reformasi nasional, lalu diikuti dengan jatuhnya Presiden Suharto pada tahun 1997-1998, termasuk pula reformasi dalam tubuh ABRI. Artinya bahwa reformasi yang terjadi pada tubuh ABRI adalah reformasi kultural dan struktural. Untuk itulah saya sebagai staf yang menjabat dalam bidang doktriner atau doktrin sistem dan metode, mempunyai tugas untuk merubah mindset atau pokok pikiran dalam tubuh ABRI. Pokok pikiran yang meliputi paradigma TNI, netralitas TNI dan TNI abad 21. Di tahun itulah saya bersama Mayjen Sudi Silalahi dan Brigjen Djoko Santoso


(2)

intens bertemu dengan pak SBY. Kemudian di tahun 1999 ketika pak SBY diangkat menjadi Menteri Pertambangan oleh Gus Dur, saya di tawari menjadi stafnya di Kementrian Pertambangan. Hubungan saya dengan Pak SBY pun berlanjut samapai ketika pak SBY diangkat menjadi Menkopolkam di era Megawati. Ketika itu niat saya hanya untuk dakwah di kalangan kekuasaan SBY. Saya juga sebagai salah satu pendiri dan pernah terlibat membuat pokok-pokok pikiran dan AD/ART Partai Demokrat. Dengan segala kedekatan itulah, mungkin ketika itu pak SBY mempercayai saya sebagai Sekretaris Pribadinya. Momen inilah yang saya pergunakan untuk dakwah dalam kekuasaan

8. Apa sajakah gagasan atau konsep dakwah yang bapak masukan ke dalam kegiatan Presiden SBY ?

Gagasan atau konsep yang saya berikan adalah semata-mata berdakwah dalam kekuasaan adalah ;

 Mengatur jadwal kegiatan Presiden SBY yang tidak mengganggu jadwal sholat.  Mendorong agar kegiatan yang berdimensi spiritual agar banyak dilakukan di Istana.  Mengadakan Hari Besar Islam di Istana.

 Mengadakan acara berbuka bersama dengan para menteri.

 Meyakinkan presiden agar banyak menghadiri undangan acara-acara keagamaan.  Menghadiri acara-acara pembukaan organisasi keagamaan.

 Memfasilitasi komunikasi dan silaturahmi personal antara Presiden dengan para kiyai nasional.

 Membuat konsep atau naskah pidato keagamaan Presiden.  Selalu mempersilahkan kepada Presiden untuk menjadi Imam

9. Apakah Presiden SBY selalu menyetujui gagasan serta konsep-konsep yang bapak berikan ?

 Saya tidak tahu motifnya, akan tetapi jika seorang amirul mu’minin terlihat baik secara spiritual, maka dampaknya baik bagi masyarakat. Akan tetapi setahu saya, selama ini pak SBY memberikan respon yang baik terhadap gagasan saya tentang kegiatan keagamaan.


(3)

10. Apa sajakah tugas pokok bapak sebagai sekretris pribadi Presiden ? tugas pokok sekretaris pribadi Presiden itu adalah :

 Membantu Presiden dalam hal-hal yang bersifat personal. Tetapi dalam realitasnya, saya juga bertugas untuk membantu kegiatan lalu lintas administrasi dari Sekretariat Kabinet maupun dari Sekretariat Negara.

 Mengatur jadwal harian Presiden.

 Membantu dalam menyelesaikan kehadiran Presiden dalam memenuhi undangan  Membantu menyelesaikan kegiatan keprotokolan Presiden.

 Membantu Presiden dalam memelihara komunikasi personal dengan para tokoh

 Membantu kegiatan komunikasi antara Presiden dengan para pembantunya dalam menyampaikan pesan-pesan tertentu.

 Membantu Presiden dalam memberikan Executive Summary tentang dinamika perkembangan nasional yang diberitakan lewat media.

 Melaksanakan tugas-tugas khusus yang diperintahkan oleh Presiden.

11. Bagaimana respon publik terhadap tingkat perubahan relegiusitas Presiden SBY ?

 Tidak ada respon publik ataupun survey. Karena mengukur tingkat relegiusitas seseorang secara matematis itu dilarang.

12. Apa makna dakwah Islam dalam perspektif bapak ?

 Bagi saya, prinsip dalam berdakwah adalah perubahan. Sebagaimana Sabda Rasulullah bahwa “Sesungguhnya saya diutus semata-mata hanya untuk menyempurnakan akhlak”. Makan dari dalil qoth’I ini adalah perubahan. Sehingga misi seorang pendakwah seharusnya adalah membawa dampak perubahan umat pada arah yang baik dan berkualitas. Untuk itulah, ketika saya menjadi ketua umum Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI). Saya menerapkan visi memelihara kemambruran dan misinya adalah memberikan kontribusi bagi umat.


(4)

13. Materi apa saja yang biasa bapak sampaikan ketika berdakwah ?

 Saya lebih senang dengan materi-materi yang kontekstual dan selaras dengan kebutuhan umat.

14. Apa makna dakwah kultural dan struktural dalam perspektif bapak ? manakah yang lebih efektif ? dan apa saja kendalanya ?

 Menurut perspektif saya mengenai dakwah struktural dan kultural adalah :  Dakwah struktural adalah dakwah secara institusional organisatoris atau hirarkis.

 Dakwah kultural adalah dakwah yang melakukan pendekatan pada ranah mindset dan kebiasaan.

 Kedua metode ini harus berjalan efektif. Saya mengilustrasikan keduanya bagaikan dua pasang kaki yang ahrus saling membantu daan mendukung. Intinya adalah, seorang da’I harus pandai mensinergikan dan mensinkronisasikan kedua model dakwah tersebut. 15. Apa respon mad’u mengenai dakwah bapak ? termasuk Presiden SBY ?

 Pada dasarnya, semenjak saya menjadi sespri presiden. Porsi dakwah ke luar saya kurangi. Tetapi saya tetap memfasilitasi ataupun membantu masyarakat dalam hal pembangunan dan pengembangan masjid ataupun kegiatan-kegiatan yang diadakan masyarakat.

16.Apa bentuk kontribusi dakwah personal bapak semenjak menjadi sespri presiden ?

 Saya lebih banyak mempromosikan orang-orang yang saya anggap mempunyai

kapasitas keagamaan yang baik untuk menempati posisi-posisi yang strategis dalam pemerintahan. Artinya saya membantu para pejuang-pejuang dakwah yang ada dalam birokrasi. Ini saya niatkan agar mereka juga mendakwahi kalangan birokrat.

17.Apa factor keberhasilan dakwah bapak pada pemimpin ?

 Indikasi-indikasi subjektif saya adalah, secara langung atau tidak langsung SBY banyak membantu dalam hal berkembangnya dakwah di Indonesia. Contohnya adalah, selama 2004-2009 kegiatan-kegiatan keagamaan bebas beraktifitas. Contoh lainnya adalah, instansi-instansi di bawah presiden juga turut banyak


(5)

mengadakan kegiatan keagamaan. Kemudian indikasi lainnya juga dengan selalu hadirnya SBY pada setiap kegiatan keagamaan.

 Saya sering memprioritaskan audensi antara tokoh-tokoh islam denga SBY. Hal ini tidak mungkin saya lakukan jika tujuan saya bukanlah dakwah.

Saya membuat sistem dakwah dengan cara menciptakan kondisi, artinya bahwa sebagai kekuatan struktur secara langsung akan mengikuti arah angin kita. Karena kita bisa menciptakan kondisi.

18.Bagaimana seharusnya dakwah dewasa ini ?

 Dakwah adalah sebuah transformasi. Transformasi kearah penyempurnaan dan kemuliaan manusia. Seharusnya para da’I buka saja memiliki kualitas keilmuan yang baik, tapi akhlak jauh lebih baik. setelah itu baru keilmuan dan metode dakwah. ketiga bentuk ini harus dibingkai dalam lingkaran keridhoan Allah SWT.  Saya tidak setuju jika dakwah dijadikan alat entertainment. Ini akan menyebabkan

degradasi pemahaman keagamaan.


(6)