Jumlah Maksimal Isteri yang Boleh di Poligami

Data survei nasional Lembaga Survei Indonesia LSI dan Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat PPIM UIN Syarif Hidatullah Jakarta, Maret 2006, tentang poligami. Umum Laki-Laki Perempuan Sangat Setuju 1,2 1,6 0,7 Setuju 32,5 45,9 18,8 Abstain 6,3 8,4 4,1 Tidak Setuju 53 40 65,9 Sangat Tidak Setuju 4,4 00,7 8,2

C. Jumlah Maksimal Isteri yang Boleh di Poligami

Fokus pembicaraan dalam literatur mazhab fiqh pada umumnya sama sekali tidak mempersoalkan kebolehan poligami. Hal yang diperdebatkan adalah lebih kepada persoalan jumlah maksimal istri yang boleh dipoligami, sebagai akibat perbedaan dalam memahami ayat Al-Quran yang memuat persoalan poligami Q.S. An-Nisa: 3. 19 Berbagai ulasan fiqh lebih cenderung memuat syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suami yang ingin berpoligami seperti kemampuan materi dan kewajiban berlaku adil kepada istriistri-istri mereka. Sikap yang relatif sama juga ditunjukkan oleh para mufassir kalangan klasik khususnya ketika memahami pernyataan nash tersebut. Berbagai uraian dalam masalah ini tampaknya terkait erat dengan pemahaman dan interpretasi mereka atas sejumlah pernyataan Al- Quran dan As-Sunnah. Di dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 3, Allah SWT berfirman yang artinya: 19 Ibnu Rusyd, Bidayah Al Mujtahid, Jakarta : Pustaka Amani, 2002, h.368 ☺ “Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap hak- hak perempuan yatim bilamana kamu menikahinya, maka nikahilah perempuan lain yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka nikahilah seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim.” Para mufasir sepakat bahwa sebab turun ayat diatas berkaitan dengan perbuatan para wali yang tidak adil terhadap anak yatim yang berada dalam perlindungan mereka. Mayoritas kaum muslimin pada masa hidup nabi berpendapat jumlah maksimal empat istri. Pendapat ini telah ditegaskan Al- Qur’an dan Sunnah Nabi SAW serta ijma’ para ahli yang berkompeten. Hal ini disebutkan oleh ayat dengan kata matsna, tsulats, dan ruba’ yang pengertian linguistiknya dua, tiga, atau empat istri. 20 Adapun menurut ijma’ yang berkompeten dalam bidang hukum Islam, tidak pernah didengar ada sahabat atau tabi’in yang berpoligami lebih dari empat istri. Kemudian ini menjadi putusan ijma’ mayoritas kaum muslimin dari generasi ke generasi berikutnya. Jadi, Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma’ ulama sampai pada satu kata bahwa jumlah maksimal berpoligami ialah empat istri dan berpoligami dengan lebih dari empat istri adalah dispensasi yang khusus diberikan kepada nabi sebagaimana 20 Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Mesir : darul Ulum, tanpa tahun, h.403 diharamkannya menikahi janda-janda Nabi setelah beliau wafat. Allah SWT berfirman: ⌧ ☺ “Tidak ada bagimu hak untuk menyakiti Rasul Allah atau menikahi istri- istrinya setelah itu untuk selamanya. Sesungguhnya itu suatu dosa besar di sisi Allah”. QS. Al-Ahzab : 53 Namun demikian ada kelompok kecil yang menyimpang dari konsensus jama’ah dan bersandar pada dugaan yang tidak berdasar, mengatakan bahwa bilangan dua, tiga dan empat dalam al-Qur’an menunjukkan dibolehkannya berpoligami dengan sembilan istri, sebab partikel “waw” dalam ayat tersebut bermakna penjumlahan. Pendapat ini datang dari kaum Rifadhah dan sebagian penganut faham literalis, yaitu orang-orang yang sangat jauh menyimpang pemahaman mereka terhadap Al-Qur’an, sunnah dan ijma’ ulama. Sedangkan sebagian ulama lain minoritas, juga dengan dasar argumentasi ayat yang sama QS. An-Nisa ayat 3, pendapat lain menyatakan delapan belas istri. Hal ini pernah dibahas oleh al-Qurtubi dalam tafsirnya. 21 21

M. Baltaji, Poligami, Solo : Lawean, 2007, h.39-40